Berikut ini saya sajikan permasalahan kurikulum dan pembelajaran yang terjadi di Indonesia atau bahkan di lingkungan kita sekarang ini. Mahasiswa diminta untuk membaca secara cermat dan memahami permasalahan tersebut. selanjutnya, dari setiap permasalahan, mahasiswa diminta untuk memberikan solusi terbaik untuk pemecahan permasalahan tersebut. Mahasiswa harus memberikan komentar minimal lima paragraf dimana setiap paragraf terdiri atas 10 baris. Intinya, berkomentarlah sebanyak mungkin. Komentar Anda adalah jawaban bagi saya. (Isi di kolom komentar). Berikut permasalahannya.
Masalah-masalah
Kurikulum dan Pembelajaran di Indonesia
Begitu banyak
masalah-masalah kurikulum dan pembelajaran yang dialami Indonesia. Masalah-masalah
ini turut andil dalam dampaknya terhadap pembelajaran dan pendidikan Indonesia.
Berikut ini adalah
beberapa masalah kurikulum (menurut sudut pandang penulis) :
Kurikulum Indonesia Terlalu Kompleks
Jika dibandingkan
dengan kurikulum di negara maju, kurikulum yang dijalankan di Indonesia terlalu
kompleks. Hal ini akan berakibat bagi guru dan siswa. Siswa akan terbebani
dengan segudang materi yang harus dikuasainya. Ssiswa harus berusaha keras
untuk memahami dan mengejar materi yang sudah ditargetkan. Hal ini akan
mengakibatkan siswa tidak akan memahami seluruh materi yang diajarkan. Siswa
akan lebih memilih untuk mempelajari materi dan hanya memahami sepintas tentang
materi tersebut. Dampaknya, pengetahuan siswa akan sangat terbatas dan siswa
kurang mengeluarkan potensinya, daya saing siswa akan berkurang.
Selain berdampak pada
siswa, guru juga akan mendapat dampaknya. Tugas guru akan semakin menumpuk dan
kurang maksimal dalam memberikan pengajaran. Guru akan terbebani dengan
pencapaian target materi yang terlalu banyak, sekalipun masih banyak siswa yang
mengalami kesulitan, guru harus tetap melanjutkan materi. Hal ini tidak sesuai
dengan peran guru.
Seringnya Berganti Nama
Kurikulum di Indonesia
sering sekali mengalami perubahan. Namun, perubahan tersebut hanyalah sebatas
perubahan nama semata. Tanpa mengubah konsep kurikulum, tentulah tidak akan ada
dampak positif dari perubahan kurikulum Indonesia. Bahkan, pengubahan nama
kurikulum mampu dijasikan sebagai lahan bisnis oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab.
Pengubahan nama
kurikulum tentulah memerlukan dana yang cukup banyak. Apabila diluhat dari
sudut pandang ekonomi, alangkah baiknya jika dana tersebut digunakan untuk
bantuan pendidikan yang lebih berpotensi untuk kemajuan pendidikan.
Kurang Lengkapnya Sarana dan
Prasarana
Berjalannya suatu
kurikulum akan sangat bergantung pada sarana dan prasarana pendidikan yang
dimiliki. Sementara, apabila kita terjun langsung ke tempat, maka akan kita
dapati masih banyaknya sekolah yang masih belum memiliki sarana yang lengkap.
Sarana prasarana
tersebut seperti laboratorium, perpustakaan, komputer, dan lain-lain.
Mungkin sekolah-sekolah
di perkotaan sudah banyak yang memiliki sarana dan prasarana tersebut. Namun
bagaimana dengan sekolah yang ada di pedesaan dan daerah-daerah terpencil?
Masih jarang sekali kita temui sekolah di daerah terpencil yang memiliki sarana
seadanya.
Kurangnya Pemerataan Pendidikan
Meninjau mengenai
sarana dan prasarana, hal ini berkatan dengan kurangnya pemerataan yang
dilakukan Mendiknas. Selain itu, pemerataan pendidikan juga ditinjau dari segi
Satuan Tingkat Perdidikannya. Hal ini berkaitan dengan materi yang diajarkan di
sekolah pada Tingkat Satuan Pendidikan tertentu.
Pada tingkat Sekoalh
Dasar, siswa diajarkan seluruh konsep dasar seperti membaca, menulis, menghitung
dan menggambar. Pada tingkat ini siswa cenderung hanya diajarkan saja, tida
mengena pada pemaknaanya. Pada tingkat Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah
Menengah Atas, pelajaran yang diajukan cenderung hanya berkonsep pada tujuan
agar anak mampu mengerjakan soal bukan konsep agar siswa mampu memahami soal.
Kurangnya Partisipasi Siswa
Siswa kurang mampu
mengeluarkan potensi dan bakatnya. Hal ini karena siswa cenderung pada
ketakutan akan guru karena pengenalan selintas materi tanpa berusaka
mengembangkan materi (pasif). Siswa hanya terpaku pada materi yang diajarkan
oleh guru tanpa adanya rasa ingin berusaha untuk mengembangkan potensinya.