Wednesday, October 3, 2018

BEBERAPA HASIL PENELITIAN SASTRA DENGAN PENDEKATAN STLISTIKA

Edi Subroto, dkk. (1997), melakukan telaah leinguistik terhadap novel Tirai Menurun karya N. H. Dini, dengan judul Telaah Linguistik atas Novel Tirai Mneurun Karya N. H. Dini. Temuan dari penelitian tersebut adalah kekhasan social budaya masyarakat Jawa di dalam novel. Kekahasan yang menonjol adalah kekhasan masyarakat Jawa “wong cilik” yang didasarkan kepada aspek kata, aspek morfosintaksis, serta aspek gaya bahasa. Penelitian tersebut dapat berguna sebagai rujukan sekaligus pembanding, untuk menambah wawasan peneliti akan aspek-aspek kekhasan karya sastra.
Remmy Silado (2007) melakukan analisis pada puisi Bulan Luka Parah karya Husni Djamaludin, dengan menggunakan pendekatan stiistika dari sudut pandang eksotisme kiasan alam. Hasil dari penelitian tersebut adalah terdapat fenomena penggunaan gaya bahasa kiasan yang bernuansa eksotisme alam.
Ririh Yuli (2008) mencoba melakukan pendekatan stlistika pada novel Laskar Pelangi, terfokus pada dua aspek; analisis gaya bahasa dan nilai pendidikan yang terkandung dalam novel. Hasilnya adalah terdapat 28 (dua puluh delapan) gaya bahasa, dan memang terdapat nilai pendidikan terbatas pada nilai pendidikan karakter (SQ dan IQ). Dalam implementasinya pada proses belajar mengajar, novel tersebut dapat membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangakan cipta dan rasa serta dapat menunjang pembentukan watak.
Nurmaningsih (2010) melakukan kajian terhadap Serat Centini dalam tesisnya yang berjudul Kajian Stilistika “Teks Seksual dalam Serat Centini” Karya Pakubuwana V. Hasil dari penelitian tersebut adalah ditemukannya kekhasan aspek bahasa seksual, yang diwujudkan dalam aspek bunyi, diksi, majas, serta struktur puisi.
Ali Imron Ma’ruf (2010) dalam bukunya Kajian Stilistika Perspektif Kritik Holistik yang merupakan modifikasi dari disertasinya yang berjudul Kajian Stilistika Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari dan Pemaknaannya, menemukan adanya fenomena kekhasan: 1. Kalimat dengan penyiasatan struktur, dan kalimat dengan sarana retorika, 2. Gaya kata (diksi) yang meliputi kata konotatif, kata konkret, kata serapan dari bahasa asing, kata sapaan khas atau nama diri, kata seru khas jawa, kata vulgar, kata dengan objek realitas alam, dan kosakata bahasa jawa. 3. Kekahasan gaya wacana yang meliputi gaya wacana dengan sarana retorika, dan gaya wacana alih kode. 4. Temuan bahasa figuratif meliputi majas, tuturan idiomatik dan peribahasa. 5. Kekhasan citraan meliputi citraan penglihatan, citraan pendengaran, citraan perabaan, citraan penciuman, citraan pencecapan, dan citraan intelektual.
Sulistyawan (2012) dalam tesisnya yang berjudul Analisis Stilistika dan Nilai-Nilai Pendidikan dalam Geguritan Solopos Bulan Desember 2012 Serta Relevansinya dengan Pembelajaran Bahasa Jawa di Sekolah, menunjukkan hasil adanya kekhasan fonologis pada geguritan, serta nilai-nilai pendidikan moral, berikut relevansinya terhadap pembelajaran bahasa Jawa.
R. Adi Deswijaya (2014) dalam tesisnya yang berjudul Kajian Stilistika Babad Tanah Jawi JIlid 1-5 Karya Raden Ngabehi Yasadipura I telah memaparkan dengan jelas mengenai kekhasan yang terdapat daam teks tersebut. Kakhasan tersebut meliputi: 1. Pola bunyi, 2. Pola morfologis kata arkais, 3. Kekahasan pemilihan kata berupa tembung entar, tembung garba, pepindahan, plutan, sasmita tembang, baliswara, rurabasa, tembung wangsul, dasanama, dan perubahan bunyi vocal untuk mengutarakan ataupun mengungkapakan gaya peribadi. Temuan lainnya dalam aspek bahasa figurative meliputi penggunaan: 1. gaya bahasa perbandingan simile, 2. Metafora, 3. Perumpamaan epos, 4. Personifikasi, 5. Motonimia, 6. Sinekdoce, dan 7. Alegori. Dalam penelitiaanya, Deswijaya juga menemukan adanya fenomena citraan, meliputi: 1. Citraan pendengaran, 2. Citraan penglihatan, 3. Citraan gerak, 4. Citraan rabaan, 5. Citraan penciuman, dan 6. Citraan pencecapan.

TINJAUAN STILISTIKA

Stilistika berasal dari istilah stylistics dalam bahasa Inggris. Istilah stilistika atau Stylistic terdiri dari dua kata style dan ics. Stylist adalah pengarang atau pembicara yang baik gaya bahasanya, perancang atau ahli dalam mode. ics atau ika adalah ilmu, kaji, telaah. Secara etimologis, stylistics yang berarti ilmu tentang gaya bahasa ini berhubungan dengan kata style yang berarti gaya.
Istilah kata style (bahasa Inggris) menurut Shipley 1979 ; Leech & Short 1984 berasal dari kata Latin stilus yang berarti yang berarti alat (berujung tajam) yang dipakai untuk menulis di atas lempengan lilin. Kata stilus yang kemudian dieja menjadi stylus ini memiliki kesamaan makna dengan kata stulos pada bahasa Yunani yang berarti alat tulis yang terbuat dari logam, kecil, dan berbentuk batang yang memiliki ujung tajam yang digunakan untuk menulis di atas kertas berlapis lilin. Pada perkembangannya kata stylus memliki arti khusus yang berarti kritik terhadap suatu tulisan (Al Ma’ruf, 2009: 7).
Yeibo (2012: 180) pada penelitiannya mengungkapan bahwa stilistika adalah cabang lingustik umum yang berfokus pada gaya (yaitu cara tertentu seorang penulis atau menyampaikan ekspresinya), khususnya dalam karya sastra. Istilah style juga diuraikan oleh Satoto (2012: 35) bahwa style, stail, atau gaya yaitu cara khas yang dipergunakan oleh seseorang untuk mengutarakan atau mengungkapkan diri gaya pribadi. Cara pengungkapan itu bisa meliputi setiap aspek kebahasaan seperti diksi, penggunaaan bahasa kias, penggunaan bahasa figuratif, struktur kalimatnya, bentuk-bentuk wacana, ataupun sarana retorika yang lainnya. Sedangkan Ratna (2013: 3) juga mengemukakan bahwa Stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya, sedangkan stil (style) adalah cara-cara khas bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara tertentu sehingga tujuan yang dimaksudkan tersebut dapat tercapai secara maksimal. Sejalan dengan Satoto dan Ratna, Aminuddin (1995:4) mengungkapkan bahwa style diartikan sebagai teknik serta bentuk gaya bahasa seseorang dalam memaparkan gagasan sesuai dengan ide dan norma yang digunakan sebagaimana ciri pribadinya. Sementara itu, Al-Ma’ruf (2009: 12) menyatakan, stilistika adalah ilmu yang mengkaji gaya bahasa yakni wujud performansi bahasa dalam sastra setelah melalui pemberdayaan segenap potensi bahasa yang unik dan khas meliputi bunyi, diksi, kalimat, wacana, bahasa figuratif, dan citraan. Ada beberapa pengertian stilistika yang diambil oleh Nurhayati (dalam Masda, 2012 : 39), seperti :
1)   Short dan Christoper Candlin (1999:193) menyatakan Stylistics is a linguistics approach to the study of literary texts. Artinya stilistika adalah pendekatan linguistik yang digunakan dalam studi teks-teks sastra.
2)   Stylistics, the study of the relation between linguistic form and Iiterary function (Leech dan Michael Short, 1984:4). Stilistika merupakan studi yang menghubungkan antara bentuk linguistic dengan fungsi sastra.
3)   Slamet Muljana (1956:4) menyatakan bahwa stilistika adalah pengetahuan kata berjiwa. Tiap kata yang digunakan dalam ciptaan sastra, mengandung napas penciptanya, berisi jiwanya, serta mengandung perasaan pengarangnya. Kata-kata dalam ciptaan sastra berbeda sifatnya dengan kata-kata yang terdapat di dalam kamus.
Dari beberapa pengertian stilistika, dapat disimpulkan bahwa stilistika mempelajari bahasa karya sastra, baik dari struktur fisik maupun isi/batin guna mencari keindahan yang dibuat oleh pengarang dalam karya sastranya. Stilistika merupakan ilmu tentang pemanfaatan gaya bahasa dalam sebuah karya sastra yang meliputi setiap aspek kebahasaan seperti diksi, bahasa kias, ataupun bahasa figuratif dalam mengungkapkan gagasan yang menjadi ciri pribadi pengarangnya dalam karya sastranya.
Menurut Al-Ma’ruf (2009: 47), aspek stilistika berupa bentuk-bentuk dan satuan kebahasaan yang ditelaah dalam kajian stilistika karya sastra meliputi: gaya bunyi, gaya kata (diksi), gaya kalimat, gaya wacana, bahasa figuratif, dan citraan. Pendapat lain dikemukakan Sudjiman dalam Al Ma’ruf (2009: 46) yang mengemukakan bahwa style’gaya bahasa’ mencakup diksi (pilihan kata/ leksikal), struktur kalimat, majas, dan citraan, pola rima, matra yang digunakan sastrawan atau yang terdapat dalam kaya sastra.
Seperti kita tahu bahasa menjadi media yang paling utama dalam penciptaan karya sastra, ciri khas pengaranglah yang nantinya memunculkan nilai keindahan dari sebuah karya. Pengkajian bahasa dan gaya bahasa inilah yang memunculkan pemahaman yang lebih baik. Semi dalam Asis (2010:102) mengungkapkan stilistika merupakan cabang linguistik yang menelaah pemakaian bahasa dan gaya bahasa termasuk efek yang dtimbulkan oleh cara penggunaan bahasa dalam karya sastra. Keindahan sebuah karya sastra sebagian besar disebabkan oleh kemampuan penulis mengeksploitasi kelenturan bahasanya sehingga menimbulkan kekuatan dan keindahan bahasanya.
Junus (dalam Al Ma’ruf, 2009: 19) mengemukakan bahwa bidang kajian stilistika meliputi bunyi bahasa, kata, dan struktur kalimat. Pendapat lain dikemukakan Sudjiman (dalam Al Ma’ruf, 2009 : 19) yang mengartikan style sebagai gaya bahasa dan gaya bahasa sendiri mencakup diksi, struktur kalimat, majas, citraan, pola rima serta mantra yang digunakan seorang pengarang yang terdapat dalam sebuah karya sastra.
Dalam penelitiannya, Roziah (2013) melakukan prosedur analisis berdasarkan tiga tahapan penting dalam stilistika, yaitu deskripsi, intepretasi, dan kesan. Deskripsi didapatkan dari tokoh Fahri dan Maria pada Novel Ayat- Ayat Cinta, interpretasi diperlukan untuk memperoleh gambaran penuh mengenai karakter sebelum pemerian kesan dari penggunaan leksikal, gramtikal, kiasan dan konteks kepaduan. Jadi, penelitian ini meneliti perbedaan karakter yang dikaji stilistika.
Pengkajian stilistika yang berkaitan dengan karakterisasi juga dikaji oleh Lamusu (2010) yang mendeskripsikan ciri- ciri karakteristik wacana puisi ciptaan Rendra dan Taufik Ismail yang merupakan gaya pengungkapan bahasa kedua penyair.
Pada penelitiannya, Aghagolzade (2012:932) dalam studinya akan menunjuk peran dan pentingnya sarana stilistika sebagai alat utama pada perpindahan ideologi, pandangan dan pertimbangan dalam teks berkaitan kesusasteraan. Kemudian studi ini akan menyurvei bait sajak pada puisi Farrokhzad. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada beberapa gaya bahasa dan perangkat lingusitik.
Kajian stilistika meskipun masih baru dalam bidang sastra, dipandang sebagai kajian yang lebih objektif dan ilmiah dibandingkan dengan kajian konvensional yang selama ini kita kenal.  Pengkajian stilistika berusaha menelaah ciri khas penggunaan bahasa seorang pengarangnya yang dilihat dari aspek-aspek kebahasaanya. Penelitian stilistika berusaha menfokuskan pada pemakaian gaya bahasa pengarang dalam karya sastra. 
Penelitian Kajian Stilistika Antologi Puisi Baju Bulan memiliki perbedaaan dengan penelitian lain. Aspek stilistika yang akan dikaji mencakup keseluruhan aspek dalam pengkajian karya sastra, khususnya puisi, yang meliputi diksi, gaya bahasa atau majas, imaji (citraan), dan simbol (lambang).

SASTRA DAN KEBAHASAANNYA

Sebuah penciptaan karya sastra memiliki kaitan erat dengan bahasa. Al Ma’ruf (2009: 2) mengemukakan bahwa karya sastra merupakan karya imajinatif yang bermediumkan bahasa yang fungsi estetiknya dominan. Bahasa merupakan sarana dalam mengungkapkan karya sastra. Bahasa sastra dijadikan media ekspresi pengarang dalam menciptakan efek makna dari ‘gaya bahasa’ sebagai sarana bahasa untuk memperoleh nilai estetis yang tinggi sehingga bobot nilai seni sebuah karya sastra bisa tercapai.
Menurut Nurgiyantoro (2002: 273), bahasa dalam seni sastra dapat disamakan dengan cat dalam seni lukis yang dapat diolah dan memiliki nilai lebih daripada bahan itu sendiri, dalam hal ini adalah bahasa. Pengarang berperang penting dalam mengolah kata- kata dalam karya sastra yang diciptakannya menjadi sebuah karya sastra yang indah. Kemampuan pengarang memainkan kata-kata inilah yang bisa disebut dengan bahasa sastra. Pengarang tidak hanya memberikan keindahan kata-kata, akan tetapi juga makna yang filosofis terhadap fenomena kehidupan. Masda (2012: 8) juga mengungkapkan bahwa bahasa sastra adalah bahasa khas, yakni, bahasa yang direkayasa dan dipoles sedemikan rup. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Al Ma’ruf (2009: 2) mengungkapan bahasa sastra sebagai berikut :
Bahasa sastra berhubungan dengan fungsi semiotik bahasa sastra.Bahasa merupakan sistem semiotik tingkat pertama (first order semiotics), sedangkan sastra merupakam system semiotic tingkat kedua (second order semiotics) ( Abrams, 1981 : 172). Bahasa memiliki arti berdasrkan konvensi bahasa, yang oleh Riffaterre arti bahasa disebut meaning (arti), sedangkan arti bahasa sastra disebut significance (makna). Sebagai medium karya sastra, bahasa sastra berkedudukan sebagai semiotik tingkat kedua dengan konvensi sastra. Menurut Riffaterre (1978: 1-2) karya sastra merupakan ekspresi tidak langsung, yakni menyatakan sutu hal dengan arti lain” 
Sebagai media penciptaan karya sastra, bahasa satra memiliki ciri khas, beberapa ciri tersebut seperti bahasa sebagai bahasa emotif dan bahasa bersifat konotatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Wellek dan Warren dalam Al Ma’ruf (2009: 2) bahwa secara rinci bahasa sastra memiliki sifat antara lain: emosional, konotatif, bergaya (berjiwa), dan ketidaklangsungan ekspresi. Emosional, berarti bahasa sastra mengandung ambiguitas yang luas yakni penuh homonim, manasuka, atau kategori-kategori tak rasional; bahasa sastra diresapi peristiwa-peristiwa sejarah, kenangan dan asosiasi-asosiasi. Bahasa sastra konotatif, artinya bahasa sastra mengandung banyak arti tambahan, jauh dari hanya bersifat referensial.

Semangat Kolaborasi Riset Membangun IKN Berbudaya: Desa Telemow Bersiap Menjadi Laboratorium Hidup Kearifan Lokal

  Penajam Paser Utara, 16 September 2024 – Gemuruh semangat pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara di Kalimantan Timur bergema hingga ke pel...