Pentingnya Sastra untuk Anak
Usia anak-anak merupakan fase perkembangan yang sangat labil. Pada usia
tersebut, anak-anak sangat mudah menerima berbagai hal, baik positif
maupun negatif. Apa yang lebih banyak mereka terima pada usia anak-anak,
akan sangat menentukan perkembangan intelektual maupun moral mereka
pada saat dewasa nanti. Jika mereka lebih banyak diajarkan atau
dibiasakan untuk membantu orang lain, gemar membaca, sopan, santun, dan
berbagai prilaku positif lainnya, stelah mereka besar hal-hal baik itu
yang akan terus mereka lakukan karena telah dibiasakan sejak dini,
demikian pula sebaliknya, jika anak-anak diajarkan atau dibiasakan
dengan hal-hal negatif seperti berbohong maupun berkata kasar, maka
bukan hal yang tidak mungkin niscaya dia akan meneruskan kebiasaan buruk
tersebut hingga dia dewasa. Alangkah bagusnya jika pada masa-masa
pencarian maupun produktivitas tersebut, anak-anak disuguhkan dengan
berbagai bacaan yang dapat memperkaya intelektual dan moralnya. Salah
satu alternatif bacaan yang penting diberikan kepada anak-anak dalam
rangka memperkaya intelektual serta membentuk karakter dan budi pekerti
anak adalah bacaan-bacaan karya sastra, lebih khususnya lagi adalah
sastra anak.
Anak-anak yang telah terbiasa bergelut dengan sastra sejak usia dini
akan menjadi lebih baik karena sastra diciptakan tidak semata-semata
untuk menghibur, namun lebih dari itu, sastra hadir untuk memberikan
pencerahan moral bagi manusia sehingga terbentuk manusia-manusia yang
berkarakter dan berbudi pekerti luhur. Karya sastra anak menjadi sangat
penting dibiasakan kepada anak-anak sejak dini karena di dalamnya
tersaji berbagai realitas kehidupan dunia anak dalam wujud bahasa yang
indah. Sastra anak dapat menyajikan dua kebutuhan utama anak-anak yaitu
hiburan dan pendidikan. Anak-anak dapat merasakan hiburan lewat cerita
maupun untaian kata dalam puisi anak melalui belajar sastra, demikian
pula, dengan belajar sastra, anak-anak secara tidak langsung dididik
untuk meneladani berbagai nasihat, ajaran, maupun moral yang disampaikan
dalam karya sastra anak. Pada pandangan Tarigan (2011:6-8) terdapat
enam manfaat sastra terhadap anak-anak
- Sastra memberikan kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan kepada anak-anak.
- Sastra dapat mengembangkan imajinasi anak-anak dan membantu mereka mempertimbangkan dan memikirkan alam, insan, pengalaman, atau gagasan dengan berbagai cara.
- Sastra dapat memberikan pengalaman-pengalaman aneh yang seolah-olah dialami sendiri oleh para anak.
- Sastra dapat mengembangkan wawasan para anak menjadi perilaku insani.
- Sastra dapat menyajikan serta memperkenalkan kesemestaan pengalaman kepada para anak.
- Sastra merupakan sumber utama bagi penerusan warisan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Sastra adalah sesuatu yang menjadi kebutuhan bagi setiap manusia.
Nurgiyantoro (2013:12) mendefinisikan sastra anak sebagai karya sastra
yang menempatkan sudut pandang anak sebagai pusat penceritaan.Secara
sadar atau tidak sadar, kehidupan kita selalu dikelilingi dengan sastra.
Pendidikan sastra sudah diterapkan sejak kita masih kecil. Saat seorang
ibu bersenandung sambil menidurkan anaknya atau saat seorang ayah
mendongengkan anaknya menjelang waktu tidur di malam hari itu semua
merupakan karya sastra yang mulai diperkenalkan kepada kita sejak masih
di dalam rumah sampai kita mulai mengenyam pendidikan formal di sekolah
sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib.
Sastra anak biasanya dikemas dalam bentuk yang ringan dan mudah dipahami
oleh anak. Begitu banyak jenis-jenis cerita anak dalam bentuk fiksi
ataupun nonfiksi. Jenis-jenis ini pun terbagi dalam beberapa genre lagi.
Ada beberapa alasan perlunya pembicaraan genre, yaitu (i) memberikan
kesadaran kepada kita bahwa pada kenyataannya terdapat berbagai genre
sastra anak selain cerita atau lagu-lagu bocah yang telah familiar,
telah dikenal dan diakrabi; (ii) elemen stuktural sastra dalam tiap
genre berbeda; (iii) memperkaya wawasan terhadap adanya kenyataan sastra
yang bervariasi yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk memindahkannya
bagi anak. Endraswara (2005:205) menyatakan bahwa masalah dalam
penyajian sastra anak menimbulkan banyak masalah karena pengajar (orang
dewasa) sering menyamakan dirinya dengan anak. Padahal, subjek didik
(anak) tergolong orang yang murni. Sastra anak mempunyai beberapa fungsi
khusus berikut ini.
Melatih dan memupuk kebiasaan membaca pada anak-anak.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa anak-anak lebih suka
membaca hanya untuk mencari kesenangan. Niat awal untuk mencari
kesenangan dapat dijadikan sebagai jembatan untuk melatih dan
membiasakan anak bergelut dengan dunia buku. Jika anak-anak telah
terbiasa membaca bacaan anak, maka akan merangsang kebiasaan atau
hobinya untuk membaca buku-buku pelajaran dan buku umum lainnya.
Membantu perkembangan intelektual dan psikologi anak.
Memahami suatu bacaan bukanlah pekerjaan yang mudah. Jika anak-anak
telah terbiasa membaca, maka hakikatnya mereka telah terbiasa memahami
apa yang dibacanya. Kebiasaan memahami bacaan tentu akan sangat membantu
perkembangan intelektual atau kognisi anak. Demikian pula sajian cerita
atau kisah dan berbagai hal dalam karya sastra anak akan menumbuhkan
rasa simpati atau empati anak-anak terhadap berbagai kisah tersebut.
Dengan demikian, sastra anak dapat membantu perkembangan psikologi atau
kejiwaan anak untuk lebih sensitif terhadap berbagai fenomena
kehidupannya.
Mempercepat perkembangan bahasa anak.
Perkembangan bahasa anak berjalan secara bertahap seiring dengan
perkembangan fisik dan pikirannya. Kematangan berpikir sangat menentukan
perkembangan bahasa anak, demikian pula sebaliknya, perkembangan bahasa
sangat menentukan kematangan berpikir anak. Anak-anak yang biasa
membaca bacaan anak dapat memperoleh bahasa (kosa kata, kalimat) lebih
banyak dan lebih cepat jika dibandingkan dengan anak-anak lain. Tentu,
jika anak-anak cepat perkembangan bahasanya, akan membantu tingkat
kematangan berpikirnya.
Membangkitkan daya imajinasi anak.
Secara leksikal, kata imajinasi memang dapat diartikan
sebagai ‘khayalan’. Namun, imajinasi dalam karya sastra tidaklah
sepenuhnya berisi khayalan tanpa ada kaitannya dengan realitas.
Imajinasi dalam sastra tidak lain hanyalah sebuah media untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan pengarangnya. Oleh sebab itu,
esensi dan substansi imajinasi dalam karya sastra adalah realitas
kehidupan manusia. Anak-anak yang biasa membaca sastra (bacaan anak), akan terbiasa
turut merasakan dan melibatkan pikiran (imajinasi) sehingga seolah-olah
dia yang mengalami peristiwa dalam karya yang dibacanya. Dengan begitu,
imajinasi akan menumbuhkan pemikiran yang kritis dan kepekaan emosional
yang tinggi dalam diri anak.
Kriteria Sastra yang Baik untuk Anak
Pada hakikatnya tujuan dari karya sastra anak adalah memberikan
informasi kepada anak. Informasi dalam sastra anak terkait dengan
ideologi yang akan disampaikan oleh penulis. Selain memberikan
informasi, sastra anak juga bersifat untuk memberikan hiburan dan
manfaat kepada anak. Sastra anak pada dasarnya ingin menyajikan bacaan
yang bermanfaat pada anak. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka ada
ideologi yang akan disampaikan penulis. Ideologi-ideologi dari penulis
bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai (value) dalam kehidupan
penyampaian ideologi untuk anak membutuhkan cara tersendiri karena
sastra anak adalah bacaan untuk anak-anak sehingga membutuhkan perhatian
yang khusus.
Cara untuk menyampaikan ideologi kepada anak harus diperhatikan oleh
penulis. Hal itu disebabkan oleh sifat ideologi itu tidak dapat
disampaikan secara terpisah-pisah. Selain itu, harus diingatkan pula
bahwa karya itu harus mengandung ideologi secara utuh. Untuk itu
ideologi harus menyatu dalam pemilihan kata-kata, susunan kalimat,
narasi, plot, penokohan, pengakhiran cerita, dan solusi cerita. Untuk
lebih jelasnya bahwa ideologi sastra anak menyatu dengan unsur intrinsik
sastra, yaitu sebagai berikut;
Pemilihan kata-kata (diksi)
Sastra anak adalah bacaan untuk anak-anak, jadi untuk memasukkan
ideologi dalam sastra anak anak harus menggunakan bahasa anak. Untuk
mempermudah agar anak mengerti pesan/maksud dari cerita anak, maka harus
memilih kata-kata yang tepat. Pemilihan kata dalam sastra anak cenderung sederhana dan sering didengar/dijumpai anak, sehingga anak
tidak akan kesusahan. Hal itu disebabkan oleh jumlah ketrbatasan kosa
kata yang dimiliki anak. Contoh: dongeng anak untuk anak TK bertujuan
untuk menanamkan nilai kedisiplinan, maka judulnya lebih baiknya
sederhana. Misalnya “bangun pagi”, kata bangun pagi adalah kata yang
sudah biasa mereka dengar. Dari pertanyaan jam berapa kalian bangun
pagi?, selain itu anak akan mudah berasosiasi maksud dari bacaan yang
akan mereka baca.
Susunan kalimat
Ide pokok dalam bacaan terdapat dalam rangkaian kalimat. Kalimat
sendiri terdiri dari dari deretan kata. Dengan demikian penulis harus
menyusun kalimat yang cenderung pendek-pendekdan mudah dipahami jika
dikaitkan dengan kalimat-kalimat lain. Hal itu perlu diingat bahwa
ideologi merupakan suatu kesatuan utuh yang tertuang dalam keterpautan
kalimat. Selain itu perlu mengingat bahwa kemampuan anak dalam mencerna
kalimat, karena kalimat yang panjang cenderung membingungkan untuk
dipahami si anak. Hal itu disebabkan oleh kemampuan memahami makna
kalimatadalah tahapan tinggi dalam kegiatan membaca. Contoh: ini
menggambarkan suasana pegunungan, maka dengan kata-kata yang mudah
dipahami oleh anak.
Narasi
Narasi adalah gaya penceritaan. Narasi pada cerita anak sebaiknya
alurnya jangan terlalu panjang, lebih baik pendek. Karena kita tahu anak
tidak menyukai baca-bacaan yang panjang. Selain itu harus jelas urutan
waktunya jangan bersifat flashback karena anak pemikirannya masih
linier
Plot
Alur cerita pada bacaan anak sebaiknya beralur progresif, karena kita
tahu bahwa anak masih suka berpikir linear. Berpikir linear adalah
berpikir dengan pusat pada satu fokus. Untuk itu penulis akan lebih
mudah memasukkan ideologi dengan satu arah melalui plot cerita.
Penokohan
Penokohan merupakan sarana yang paling mudah untuk memasukan sebuah
ideologi ke dalam cerita karena melalui tokoh-tokoh inilah nilai
nantinya akan dibawa untuk kemudian sampai kepada si anak. Dengan
memanfaatkan karakter tokoh yang menarik dan sederhana akan menjadi
daya tarik si anak. Selain itu dalam penokohan harus memanfaatkan plot
cerita dengan rangkaian peristiwa sederhana, sehingga akan terbentuk
dalam kesatuan narasi cerita.
Pengakhiran cerita
Ideologi dalam cerita anak biasanya akan terlihat pada akhir cerita.
Pengakhiran cerita ada yang berbentuk langsung, ada yang tidak langsung.
Langsung atau tidak langsung pengakhiran cerita terkait dengan
kesimpulan cerita. Padahal kita tahu, kesimpulan berkait dengan ideologi
yang ingin disampaikan penulis. Ideologi tersebut dapat tertangkap dari
makna/pesan dalam kesimpilan cerita.
Solusi cerita
Sebenarnya solusi cerita hampir sama dengan pengakhiran cerita.
Pengakhiran cerita lebih menekankan pada kesimpulan cerita, sedangkan
solusi cerita berkompeten pada nasihat-nasihat untuk menanggapi
kesimpulan cerita. Padahal kita tahu nasihat cerita adalah nilai
(value) kehidupan yang disampaikan oleh penulis secara tidak langsung.
Sehingga ideologi pengarang tidak akan lepas dari suatu bacaan anak. Cara kerja terbaik sebuah ideologi dalam sastra anak tentu tidak
terlepas pada tahap perkembangan anak. Tiga cara kerja ideologi dalam
sastra pada dasarnya posisi yang sama atau sejajar. Yang membedakan
hanyalah karakteristiknya saja sehingga ketika kita bicara ideologi
dalam karya sastra anak maka tidak bisa kita lepaskan dengan karya
sastra yang disajikan untuk tahap perkembangan anak level apa.
Ideologi pasif dan bawah sadar memang dianggap sebagai ideologi yang
memiliki potensi yang membahayakan akan tetapi ideologi ini akan
membantu anak lebih eksploratif dan mampu mengembangkan kognisi secara
proksimal. Ketika level anak sudah 6 tahun ke atas maka ideologi aktif
akan tampak seperti sebuah pencekokan pada anak, dikte dan sebuah cara
mengganjal anak dengan hal-hal yang pada dasarnya telah dapat dicerna
anak dengan cara menyimpulkan. Ideologi yang aktif (sengaja diberikan
secara konkret) dibutuhkan oleh anak ketika dia pada fase imitasi dan
selebihnya ideologi pasif akan lebih baik untuk diterapkan.
Anak adalah sebuah keajaiban dalam dunia ini. Dia bukan manusia inferior
apalagi boneka orang dewasa. Yang dianggap lucu dan ketika
kekritisannya muncul dia akan dianggap sebagai manusia bodoh yang suka
mengada-ada. Baik tidaknya sebuah kerja ideologi dalam karya juga
bergantung pada bagaimana orang dewasa mau berperan dalam pembentukan
sikap anak lewat sastra. Satu hal yang penting adalah bagaimana
interaksi sosial antara orang dewasa dengan anak sehingga anak terbantu
untuk memunculkan dan memaksimalkan perkembangan dalam zona
perkembangan proksimal melalui sastra dan secara tidak langsung melalui
ideologinya yang terkandung di dalamnya.
Cara Menyajikan Sastra ke Anak
Sastra (sanskerta: shastra) merupakan kata serapan dari bahasa
Sanskerta ‘Sastra’, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau
pedoman, dari kata dasar ‘Sas’ yang berarti instruksi atau ajaran dan
‘Tra’ yang berarti alat atau sarana. Dalam bahasa Indonesia kata ini
biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis
tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Pada sekolah dasar,
pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa
mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi sastra berkaitan
dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal, serta
kepekaan terhadap masyarakat, budaya dan lingkungan hidup. Pengembangan
kemampuan bersastra di sekolah dasar dilakukan dalam berbagai jenis dan
bentuk melalui kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Adapun pemilihan bahan ajar tersebut dapat dicari pada sumber-sumber
yang relevan (Depdiknas, 2003 ).
Pembelajaran sastra di SD adalah Pembelajaran sastra anak. Sastra
anak adalah karya sastra yang secara khusus dapat dipahami oleh
anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak, yaitu
anak yang berusia antara 6-13 tahun. Sifat sastra anak adalah imajinasi
semata, bukan berdasarkan pada fakta. Unsur imajinasi ini sangat
menonjol dalam sastra anak. Hakikat sastra anak harus sesuai dengan
dunia dan alam kehidupan anak-anak yang khas milik mereka dan bukan
milik orang dewasa. Sastra anak bertumpu dan bermula pada penyajian
nilai dan imbauan tertentu yang dianggap sebagai pedoman tingkah laku
dalam kehidupan.
Sastra anak berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk
kepribadian anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan
dalam sastra anak memuat amanat tentang moral, pembentukan kepribadian
anak, mengembangkan imajinasi dan kreativitas, serta memberi pengetahuan
keterampilan praktis bagi anak. Fungsi hiburan dalam sastra anak dapat
membuat anak merasa bahagia atau senang membaca, senang dan gembira
mendengarkan cerita ketika dibacakan atau dideklamasikan, dan
mendapatkan kenikmatan atau kepuasan batin sehingga menuntun kecerdasan
emosinya.
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SD lebih diarahkan pada
kompetensi siswa untuk berbahasa dan berapresiasi sastra. Pembelajaran
sastra dan bahasa dilaksanakan secara terintegrasi. Sedangkan pengajaran
sastra, ditujukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menikmati,
menghayati, dan memahami karya sastra. Pengetahuan tentang sastra
hanyalah sebagai penunjang dalam mengapresiasi.
Pernyataan pembelajaran sastra tersebut dapat dilihat bahwa kegiatan
apresiasi menjadi tujuan utama, sedangkan perangkat pengetahuan sastra
diperlukan untuk menunjang terwujudnya apresiasi dan pembelajaran bahasa
secara umum, dengan demikian yang harus terjadi dalam pembelajaran
sastra ialah kegiatan apresiasi sastra bukan hanya sekedar pengetahuan
teori sastra. Huck berpendapat bahwa pembelajaran sastra di SD harus
memberi pengalaman pada murid yang akan berkontribusi pada empat tujuan
(1) menumbuhkan kesenangan pada buku, (2) menginterpretasi bacaan
sastra, (3) mengembangkan kesadaran bersastra, dan (4) mengembangkan
apresiasi.
Menumbuhkan Kesenangan Terhadap Buku
Salah satu tujuan utama pembelajaran sastra di SD ialah memberi
kesempatan kepada anak untuk memperoleh pengalaman dari bacaan, serta
masuk dan terlibat di dalam suatubuku. Pembelajaran sastra harus membuat
anak merasa senang membaca, membolakbalik buku, dan gemar mencari
bacaan.
Salah satu cara terbaik untuk membuat siswa tertarik kepada buku
ialah dengan memberi siswa lingkungan yang kaya dengan buku-buku yang
baik. Beri mereka waktu untuk membaca atau secara teratur guru
membacakan buku untuk mereka. Perkenalkan mereka pada berbagai ragam
bacaan prosa dan puisi, realisme dan fantasi, fiksi historis dan
kontemporer, tradisional dan modern. Beri mereka waktu untuk
membicarakan buku-buku, menceritakan buku itu satu sama lain dan
menginterpretasikannya melalui berbagai macam aktivitas respons kreatif.
Satu hal penting selain itu siswa juga harus diberi kesempatan
mengamati atau melihat orang-orang dewasa menikmati buku. Melalui
kegiatan-kegiatan yang menarik minatnya, siswa akan memperoleh
kesenangan, dengan demikian, langkah pertama di dalam pembelajaran
sastra di SD ialah menemukan kesenangan kepada buku.
Hal ini hendaknya dijadikan tujuan utama pembelajaran bahasa dan
sastra di sekolah dasar dan hendaknya tidak dilakukan secara
tergesa-gesa atau dengan jalan pintas. Kesenangan kepada buku hanya
muncul melalui pengalaman yang panjang.
Menginterpretasikan Literatur
Cara menciptakan ketertarikan kepada buku adalah siswa perlu diberi
buku bacaan yang banyak. Siswa pun perlu memiliki kesempatan untuk
mendapatkan pengalaman yang mendalam dengan buku-buku. Guru dan siswa
dapat membicarakan tentang makna pribadi yang mungkin terdapat pada
suatu cerita untuk kehidupannya sendiri. Anak kelas lima dan enam
mungkin telah merefleksikan perbandingan antara kejadian-kejadian yang
ada pada cerita atau kaitan cerita dengan kehidupannya secara nyata.
Ketika siswa, mulai membahas penyebab perilaku tertentu pada cerita,
mereka bisa mengembangkawawasan lebih banyak kepada orang
lain. Ketika siswa menghubungkan apa yang mereka baca itu dengan latar
belakang pengalamannya, mereka menginternalisasikan makna cerita itu.
Pada murid sekolah dasar transaksi itu paling baik dimulai dengan
respons pribadinya pada cerita.
Membantu siswa dalam menginterpretasikan bacaan itu dengan cara
mengidentifikasi para pelaku yang ada pada cerita. Hal itu dapat
dilakukan dengan mendramatisasikan (role play) adegan tertentu
yang ada pada buku cerita. Kegiatan dramatisasi adegan cerita selain
menguatkan pemahaman pada cerita juga akan melatih mereka
bersosialisasi. Kelompok anak yang lain kemungkinan menulis essay,
jurnal, atau surat yang berkaitan dengan tokoh utama atau tokoh yang
lainnya yang ada di dalam cerita. Semua aktivitas tersebut akan menambah
interpretasi murid terhadap cerita dan memperdalam tanggapannya pada
bacaan.
Mengembangkan Kesadaran Bersastra
Anak-anak yang masih berada di sekolah dasar juga harus diajak mulai
mengembangkan kesadaran pada sastra. Tak dapat dipungkiri bahwa
pemahaman literer meningkatkan kenikmatan anak terhadap bacaan. Ada
beberapa anak usia tujuh dan delapan tahun yang sangat senang menemukan
varian yang berbeda mengenai Cinderella, misalnya. Mereka sangat senang membandingkan berbagai awal dan akhir cerita rakyat dan sangat suka menulis sendiri kisahnya.
Jelasnya kesenangan seperti ini berasal dan pengetahuan tentang
cerita rakyat. Anak-anak harus pula diarahkan menemukan elemen-elemen
sastra secara berangsurangsur, karena elemen-elemen itu memberikan
bekal bagi siswa dalam pemahaman makna cerita atau puisi, dengan
demikian guru harus menguasai pengetahuan tentang bentuk-bentuk cerita,
elemen-elemen cerita, dan pengetahuan tentang pengarang.
Selama siswa berada di sekolah dasar mereka mengembangkan pemahaman
mengenai bentuk sastra yang berasal dari berbagai aliran sedikit demi
sedikit. Mereka sudah dapat membedakan bentuk prosa dan puisi, fiksi dan
nonfiksi, antara realisme dan fantasi, tetapi tidak dengan
istilah-istilah tersebut. Mungkin cara mereka memahami hanya akan
bercerita kepada gurunya bahwa buku Dewi Nawangwulan itu memuat suatu cerita, atau Bawang Putih itu ceritanya mirip Cinderella yang
telah dibacanya. Hal ini langkah awal yang baik dalam mengembangkan
pemahaman tentang bentuk-bentuk sastra, demikian pula pengetahuan siswa
mengenai elemen cerita misalnya alur, karakterisasi, tema, dan sudut
pandang pengarang akan muncul secara berangsur-angsur.
Ada siswa yang minatnya tergugah bila mengetahui piranti sastra
seperti simbol, perbandingan, penggunaan sorot balik, dan sebagainyna.
Namun jenis pengetahuan ini lebih cocok untuk guru. Pembahasan tentang
piranti sastra pada siswa hendaknya hanya diperkenalkan apabila
diperlukan benar untuk dapat membawa ke arah pemahaman yang lebih kaya
terhadap sebuah buku. Yang terpenting bukan menghafal pirantinya, namun
bagaimana anak-anak diberi waktu untuk memberikan tanggapan personalnya
pada cerita.
Mengembangkan Apresiasi
Sasaran jangka panjang pengajaran sastra di SD ialah mengembangkan
kesukaan membaca karya sastra yang bermutu. Ada tiga tahap urutan dan
perkembangan yang ada dalam pertumbuhan apresiasi (1) tahap kenikmatan
yang tidak sadar, (2) tahap apresiasi yang masih ragu-ragu atau berada
antara tahap kesatu dan ketiga, dan (3) tahap kegembiraan secara sadar.
Tahap pertama sama dengan gagasan menumbuhkan kesenangan terhadap
bacaan, sehingga menjadi terlibat di dalamnya.
Pada tahap ini siswa membaca atau guru membacakannya untuk
mendapatkan kesenangan. Mereka jarang menyentuh cara pengarang
menciptakan makna. Pembaca pada tahap kedua tertarik tidak hanya pada
alur cerita. Pembaca pada tahap ini mulai bertanya tentang apa yang
terjadi pada suatu cerita dan mendalami isi cerita untuk mendapatkan
makna lebih dalam. Pembaca menikmati dan mengeksplorasi cerita untuk
melihat bagaimana pengarang, penyair, atau seniman memperkuat makna
dengan teks itu. Tahap ketiga, tahap pembaca yang sudah matang dan
menemukan kegembiraan dalam banyak jenis bacaan dan banyak periode
waktu, memberikan penghargaan pada aliran dan pengarangnya, dan
memberikan tanggapan kritis sehingga mendapatkan kegembiraannya secara
sadar.
Pengajaran sastra untuk sekolah dasar, terutama kelas-kelas awal
difokuskan pada tahap pertama yaitu kesenangan yang tidak disadari (unconscious enjoyment). Jika
semua siswa bisa diberi kesempatan menemukan kesenangan terhadap
bacaan, mereka akan bisa membangun dasar yang kokoh bagi apresiasi
sastra. Diawali dari menyenangi karya sastra yang dibacanya itulah,
siswa akan meningkat ke tahap berikutnya. Setelah merasa senang dengan
bacaan baru kemudian siswa didorong untuk menginterpretasikan makna
cerita atau puisi melalui diskusi atau aktivitas kreatif, mereka bisa
memasuki tahap kedua, tahap kesadaran pada apresiasi.
Berangkat dari bekal itulah siswa dapat diajak untuk memberi
tanggapan terhadap buku, membahas bagaimana perasaan mereka tentang
cerita itu dan apa makna cerita itu bagi mereka. Siswa juga dapat diajak
untuk memberi alasan “mengapa” mereka memiliki perasaan seperti itu dan
cara-cara pengarang atau seni man menciptakan perasaan itu. Para siswa
akan memerlukan bimbingan dari guru untuk melalui tahap-demi tahap
tersebut, namun bukan mendiktenva atau memberi tafsiran yang harus
diterima begitu saja oleh siswa. Guru hanyalah pemberi jalan setapak
untuk masuk ke dunia indahnya sastra.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003.
Endraswara, S. (2005). Metode Teori Pengajaran Sastra. Buana Pustaka.
Nurgiyantoro, B. (2013). Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sardiman A. M. (2014). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT.
Tarigan, H. Guntur. 2011. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Penerbit Angkasa
Vardell, S. (1991). A New “Picture of The World”: The NCTE Orbis Pictus Award for outstanding nonfiction for children. Language Arts.
(Sumber: https://bagibagiwebblog.wordpress.com/sastra-anak/)