Thursday, May 16, 2019

PENTINGNYA SASTRA ANAK


Pentingnya Sastra untuk Anak

Usia anak-anak merupakan fase perkembangan yang sangat labil. Pada usia tersebut, anak-anak sangat mudah menerima berbagai hal, baik positif maupun negatif. Apa yang lebih banyak mereka terima pada usia anak-anak, akan sangat menentukan perkembangan intelektual maupun moral mereka pada saat dewasa nanti. Jika mereka lebih banyak diajarkan atau dibiasakan untuk membantu orang lain, gemar membaca, sopan, santun, dan berbagai prilaku positif lainnya, stelah mereka besar hal-hal baik itu yang akan terus mereka lakukan karena telah dibiasakan sejak dini,  demikian pula sebaliknya, jika anak-anak diajarkan atau dibiasakan dengan hal-hal negatif seperti berbohong maupun berkata kasar, maka bukan hal yang tidak mungkin niscaya dia akan meneruskan kebiasaan buruk tersebut hingga dia dewasa. Alangkah bagusnya jika pada masa-masa pencarian maupun produktivitas tersebut, anak-anak disuguhkan dengan berbagai bacaan yang dapat memperkaya intelektual dan moralnya. Salah satu alternatif bacaan yang penting diberikan kepada anak-anak dalam rangka memperkaya intelektual serta membentuk karakter dan budi pekerti anak adalah bacaan-bacaan karya sastra, lebih khususnya lagi adalah sastra anak.

Anak-anak yang telah terbiasa bergelut dengan sastra sejak usia dini akan menjadi lebih baik karena sastra diciptakan tidak semata-semata untuk menghibur, namun lebih dari itu, sastra hadir untuk memberikan pencerahan moral bagi manusia sehingga terbentuk manusia-manusia yang berkarakter dan berbudi pekerti luhur. Karya sastra anak menjadi sangat penting dibiasakan kepada anak-anak sejak dini karena di dalamnya tersaji berbagai realitas kehidupan dunia anak dalam wujud bahasa yang indah. Sastra anak dapat menyajikan dua kebutuhan utama anak-anak yaitu hiburan dan pendidikan. Anak-anak dapat merasakan hiburan lewat cerita maupun untaian kata dalam puisi anak melalui belajar sastra, demikian pula, dengan belajar sastra, anak-anak secara tidak langsung dididik untuk meneladani berbagai nasihat, ajaran, maupun moral yang disampaikan dalam karya sastra anak. Pada pandangan Tarigan (2011:6-8) terdapat enam manfaat sastra terhadap anak-anak
  1. Sastra memberikan kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan kepada anak-anak.
  2. Sastra dapat mengembangkan imajinasi anak-anak dan membantu mereka mempertimbangkan dan memikirkan alam, insan, pengalaman, atau gagasan dengan berbagai cara.
  3. Sastra dapat memberikan pengalaman-pengalaman aneh yang seolah-olah dialami sendiri oleh para anak.
  4. Sastra dapat mengembangkan wawasan para anak menjadi perilaku insani.
  5. Sastra dapat menyajikan serta memperkenalkan kesemestaan pengalaman kepada para anak.
  6. Sastra merupakan sumber utama bagi penerusan warisan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Sastra adalah sesuatu yang menjadi kebutuhan bagi setiap manusia. Nurgiyantoro (2013:12) mendefinisikan sastra anak sebagai karya sastra yang menempatkan sudut pandang anak sebagai pusat penceritaan.Secara sadar atau tidak sadar, kehidupan kita selalu dikelilingi dengan sastra. Pendidikan sastra sudah diterapkan sejak kita masih kecil. Saat seorang ibu bersenandung sambil menidurkan anaknya atau saat seorang ayah mendongengkan anaknya menjelang waktu tidur di malam hari itu semua merupakan karya sastra yang mulai diperkenalkan kepada kita sejak masih di dalam rumah sampai kita mulai mengenyam pendidikan formal di sekolah sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib.

Sastra anak biasanya dikemas dalam bentuk yang ringan dan mudah dipahami oleh anak. Begitu banyak jenis-jenis cerita anak dalam bentuk fiksi ataupun nonfiksi. Jenis-jenis ini pun terbagi dalam beberapa genre lagi. Ada beberapa alasan perlunya pembicaraan genre, yaitu (i) memberikan kesadaran kepada kita bahwa pada kenyataannya terdapat berbagai genre sastra anak selain cerita atau lagu-lagu bocah yang telah familiar, telah dikenal dan diakrabi; (ii) elemen stuktural sastra dalam tiap genre berbeda; (iii) memperkaya wawasan terhadap adanya kenyataan sastra yang bervariasi yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk memindahkannya bagi anak. Endraswara (2005:205) menyatakan bahwa masalah dalam penyajian sastra anak menimbulkan banyak masalah karena pengajar (orang dewasa) sering menyamakan dirinya dengan anak. Padahal, subjek didik (anak) tergolong orang yang murni. Sastra anak mempunyai beberapa fungsi khusus berikut ini.

Melatih dan memupuk kebiasaan membaca pada anak-anak.


Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa anak-anak lebih suka membaca hanya untuk mencari kesenangan. Niat awal untuk mencari kesenangan dapat dijadikan sebagai jembatan untuk melatih dan membiasakan anak bergelut dengan dunia buku. Jika anak-anak telah terbiasa membaca bacaan anak, maka akan merangsang kebiasaan atau hobinya untuk membaca buku-buku pelajaran dan buku umum lainnya.

Membantu perkembangan intelektual dan psikologi anak.


Memahami suatu bacaan bukanlah pekerjaan yang mudah. Jika anak-anak telah terbiasa membaca, maka hakikatnya mereka telah terbiasa memahami apa yang dibacanya. Kebiasaan memahami bacaan tentu akan sangat membantu perkembangan intelektual atau kognisi anak. Demikian pula sajian cerita atau kisah dan berbagai hal dalam karya sastra anak akan menumbuhkan rasa simpati atau empati anak-anak terhadap berbagai kisah tersebut. Dengan demikian, sastra anak dapat membantu perkembangan psikologi atau kejiwaan anak untuk lebih sensitif terhadap berbagai fenomena kehidupannya.

Mempercepat perkembangan bahasa anak.


Perkembangan bahasa anak berjalan secara bertahap seiring dengan perkembangan fisik dan pikirannya. Kematangan berpikir sangat menentukan perkembangan bahasa anak, demikian pula sebaliknya, perkembangan bahasa sangat menentukan kematangan berpikir anak. Anak-anak yang biasa membaca bacaan anak dapat memperoleh bahasa (kosa kata, kalimat) lebih banyak dan lebih cepat jika dibandingkan dengan anak-anak lain. Tentu, jika anak-anak cepat perkembangan bahasanya, akan membantu tingkat kematangan berpikirnya.

Membangkitkan daya imajinasi anak.


Secara leksikal, kata imajinasi memang dapat diartikan sebagai ‘khayalan’. Namun, imajinasi dalam karya sastra tidaklah sepenuhnya berisi khayalan tanpa ada kaitannya dengan realitas. Imajinasi dalam sastra tidak lain hanyalah sebuah media untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan pengarangnya. Oleh sebab itu, esensi dan substansi imajinasi dalam karya sastra adalah realitas kehidupan manusia. Anak-anak yang biasa membaca sastra (bacaan anak), akan terbiasa turut merasakan dan melibatkan pikiran (imajinasi) sehingga seolah-olah dia yang mengalami peristiwa dalam karya yang dibacanya. Dengan begitu, imajinasi akan menumbuhkan pemikiran yang kritis dan kepekaan emosional yang tinggi dalam diri anak.

Kriteria Sastra yang Baik untuk Anak

Pada hakikatnya tujuan dari karya sastra anak adalah memberikan informasi kepada anak. Informasi dalam sastra anak terkait dengan ideologi yang akan disampaikan oleh penulis. Selain memberikan informasi, sastra anak juga bersifat untuk memberikan hiburan dan manfaat kepada anak. Sastra anak pada dasarnya ingin menyajikan bacaan yang bermanfaat pada anak. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka ada ideologi yang akan disampaikan penulis. Ideologi-ideologi dari penulis bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai (value) dalam kehidupan penyampaian ideologi untuk anak membutuhkan cara tersendiri karena sastra anak adalah bacaan untuk anak-anak sehingga membutuhkan perhatian yang khusus.

Cara untuk menyampaikan ideologi kepada anak harus diperhatikan oleh penulis. Hal itu disebabkan oleh sifat ideologi itu tidak dapat disampaikan secara terpisah-pisah. Selain itu, harus diingatkan pula bahwa karya itu harus mengandung ideologi secara utuh. Untuk itu ideologi harus menyatu dalam pemilihan kata-kata, susunan kalimat, narasi, plot, penokohan, pengakhiran cerita, dan solusi cerita. Untuk lebih jelasnya bahwa ideologi sastra anak menyatu dengan unsur intrinsik sastra, yaitu sebagai berikut;

Pemilihan kata-kata (diksi)


Sastra anak adalah bacaan untuk anak-anak, jadi untuk memasukkan ideologi dalam sastra anak anak harus menggunakan bahasa anak. Untuk mempermudah agar anak mengerti pesan/maksud dari cerita anak, maka harus memilih kata-kata yang tepat. Pemilihan kata dalam sastra anak cenderung  sederhana dan sering didengar/dijumpai anak, sehingga anak tidak akan kesusahan. Hal itu disebabkan oleh jumlah ketrbatasan kosa kata yang dimiliki anak. Contoh: dongeng anak untuk anak TK bertujuan untuk menanamkan nilai kedisiplinan, maka judulnya lebih baiknya sederhana. Misalnya “bangun pagi”, kata bangun pagi adalah kata yang sudah biasa mereka dengar. Dari pertanyaan jam berapa kalian bangun pagi?, selain itu anak akan mudah berasosiasi maksud dari bacaan yang akan mereka baca. 

Susunan kalimat


Ide pokok dalam bacaan terdapat dalam rangkaian kalimat. Kalimat sendiri terdiri dari dari deretan kata. Dengan demikian penulis harus menyusun kalimat yang cenderung pendek-pendekdan mudah dipahami jika dikaitkan dengan kalimat-kalimat lain. Hal itu perlu diingat bahwa ideologi merupakan suatu kesatuan utuh yang tertuang dalam keterpautan kalimat. Selain itu perlu mengingat bahwa kemampuan anak dalam mencerna kalimat, karena kalimat yang panjang cenderung membingungkan untuk dipahami si anak. Hal itu disebabkan oleh kemampuan memahami makna kalimatadalah tahapan  tinggi dalam kegiatan membaca.  Contoh: ini menggambarkan suasana pegunungan, maka dengan kata-kata yang mudah dipahami oleh anak.

Narasi


Narasi adalah gaya penceritaan. Narasi pada cerita anak sebaiknya alurnya jangan terlalu panjang, lebih baik pendek. Karena kita tahu anak tidak menyukai baca-bacaan yang panjang. Selain itu harus jelas urutan waktunya jangan bersifat flashback karena anak pemikirannya masih linier

Plot


Alur cerita pada bacaan anak sebaiknya beralur progresif, karena kita tahu bahwa anak masih suka berpikir linear. Berpikir linear adalah berpikir dengan pusat pada satu fokus. Untuk itu penulis akan lebih mudah memasukkan ideologi dengan satu arah melalui plot cerita.

Penokohan


Penokohan merupakan sarana yang paling mudah untuk memasukan sebuah ideologi ke dalam cerita karena melalui tokoh-tokoh inilah nilai nantinya akan dibawa untuk kemudian sampai kepada si anak. Dengan memanfaatkan karakter tokoh yang menarik dan sederhana  akan menjadi daya tarik si anak. Selain itu dalam penokohan harus memanfaatkan plot cerita dengan rangkaian peristiwa sederhana, sehingga akan terbentuk dalam kesatuan narasi cerita. 

Pengakhiran cerita 

Ideologi dalam cerita anak biasanya akan terlihat pada akhir cerita. Pengakhiran cerita ada yang berbentuk langsung, ada yang tidak langsung. Langsung atau tidak langsung pengakhiran cerita terkait dengan kesimpulan cerita. Padahal kita tahu, kesimpulan berkait dengan ideologi yang ingin disampaikan penulis. Ideologi tersebut dapat tertangkap dari makna/pesan dalam kesimpilan cerita. 

Solusi cerita 

Sebenarnya solusi cerita hampir sama dengan pengakhiran cerita. Pengakhiran cerita lebih menekankan pada kesimpulan cerita, sedangkan solusi cerita berkompeten pada nasihat-nasihat untuk menanggapi kesimpulan cerita. Padahal kita tahu nasihat cerita  adalah nilai (value) kehidupan yang disampaikan oleh penulis secara tidak langsung. Sehingga ideologi pengarang tidak akan lepas dari suatu bacaan anak. Cara kerja terbaik sebuah ideologi dalam sastra anak tentu tidak terlepas pada tahap perkembangan  anak. Tiga cara kerja ideologi dalam sastra pada dasarnya posisi yang sama atau sejajar. Yang membedakan hanyalah karakteristiknya saja sehingga ketika kita bicara ideologi dalam karya sastra anak maka tidak bisa kita lepaskan dengan karya sastra yang disajikan untuk tahap perkembangan anak level apa.

Ideologi  pasif dan bawah sadar memang dianggap sebagai ideologi yang memiliki potensi yang membahayakan akan tetapi ideologi ini akan membantu anak lebih eksploratif dan mampu mengembangkan kognisi secara proksimal. Ketika level anak sudah 6 tahun ke atas maka ideologi aktif akan tampak seperti sebuah pencekokan pada anak, dikte dan sebuah cara mengganjal anak dengan hal-hal yang pada dasarnya telah dapat dicerna anak dengan cara menyimpulkan. Ideologi  yang aktif (sengaja diberikan secara konkret) dibutuhkan oleh anak ketika dia pada fase imitasi dan selebihnya ideologi pasif akan lebih baik untuk diterapkan.

Anak adalah sebuah keajaiban dalam dunia ini. Dia bukan manusia inferior apalagi boneka orang dewasa. Yang dianggap lucu dan ketika kekritisannya muncul dia akan dianggap sebagai manusia bodoh yang suka mengada-ada. Baik tidaknya sebuah kerja ideologi dalam karya juga bergantung pada bagaimana orang dewasa mau berperan dalam pembentukan sikap anak lewat sastra. Satu hal yang penting adalah bagaimana interaksi sosial antara orang dewasa dengan anak sehingga anak terbantu untuk memunculkan  dan memaksimalkan perkembangan dalam zona perkembangan proksimal melalui sastra dan secara tidak langsung melalui ideologinya yang terkandung di dalamnya. 

Cara Menyajikan Sastra ke Anak


Sastra (sanskerta: shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta ‘Sastra’, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar ‘Sas’ yang berarti instruksi atau ajaran dan ‘Tra’ yang berarti alat atau sarana. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Pada sekolah dasar, pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi sastra berkaitan dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya dan lingkungan hidup. Pengembangan kemampuan bersastra di sekolah dasar dilakukan dalam berbagai jenis dan bentuk melalui kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Adapun pemilihan bahan ajar tersebut dapat dicari pada sumber­-sumber yang relevan (Depdiknas, 2003 ).

Pembelajaran sastra di SD adalah Pembelajaran sastra anak. Sastra anak adalah karya sastra yang secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak, yaitu anak yang berusia antara 6-13 tahun. Sifat sastra anak adalah imajinasi semata, bukan berdasarkan pada fakta. Unsur imajinasi ini sangat menonjol dalam sastra anak. Hakikat sastra anak harus sesuai dengan dunia dan alam kehidupan anak-anak yang khas milik mereka dan bukan milik orang dewasa. Sastra anak bertumpu dan bermula pada penyajian nilai dan imbauan tertentu yang dianggap sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupan.

Sastra anak berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan dalam sastra anak memuat amanat tentang moral, pembentukan kepribadian anak, mengembangkan imajinasi dan kreativitas, serta memberi pengetahuan keterampilan praktis bagi anak. Fungsi hiburan dalam sastra anak dapat membuat anak merasa bahagia atau senang membaca, senang dan gembira mendengarkan cerita ketika dibacakan atau dideklamasikan, dan mendapatkan kenikmatan atau kepuasan batin sehingga menuntun kecerdasan emosinya.

Tujuan Pembelajaran Sastra di SD

Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SD lebih diarahkan pada kompetensi siswa untuk berbahasa dan berapresiasi sastra. Pembelajaran sastra dan bahasa dilaksanakan secara terintegrasi. Sedangkan pengajaran sastra, ditujukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menikmati, menghayati, dan memahami karya sastra. Pengetahuan tentang sastra hanyalah sebagai penunjang dalam mengapresiasi.

Pernyataan pembelajaran sastra tersebut dapat dilihat bahwa kegiatan apresiasi menjadi tujuan utama, sedangkan perangkat pengetahuan sastra diperlukan untuk menunjang terwujudnya apresiasi dan pembelajaran bahasa secara umum, dengan demikian yang harus terjadi dalam pembelajaran sastra ialah kegiatan apresiasi sastra bukan hanya sekedar pengetahuan teori sastra. Huck berpendapat bahwa pembelajaran sastra di SD harus memberi pengalaman pada murid yang akan berkontribusi pada empat tujuan (1) menumbuhkan kesenangan pada buku, (2) menginterpretasi bacaan sastra, (3) mengembangkan kesadaran bersastra, dan (4) mengembangkan apresiasi.

Menumbuhkan Kesenangan Terhadap Buku

Salah satu tujuan utama pembelajaran sastra di SD ialah memberi kesempatan kepada anak untuk memperoleh pengalaman dari bacaan, serta masuk dan terlibat di dalam suatubuku. Pembelajaran sastra harus membuat anak merasa senang membaca, membolak­balik buku, dan gemar mencari bacaan.

Salah satu cara terbaik untuk membuat siswa tertarik kepada buku ialah dengan memberi siswa lingkungan yang kaya dengan buku-buku yang baik. Beri mereka waktu untuk membaca atau secara teratur guru membacakan buku untuk mereka. Perkenalkan mereka pada berbagai ragam bacaan prosa dan puisi, realisme dan fantasi, fiksi historis dan kontemporer, tradisional dan modern. Beri mereka waktu untuk membicarakan buku-buku, menceritakan buku itu satu sama lain dan menginterpretasikannya melalui berbagai macam aktivitas respons kreatif. Satu hal penting selain itu siswa juga harus diberi kesempatan mengamati atau melihat orang-orang dewasa menikmati buku. Melalui kegiatan-kegiatan yang menarik minatnya, siswa akan memperoleh kesenangan, dengan demikian, langkah pertama di dalam pembelajaran sastra di SD ialah menemukan kesenangan kepada buku.

Hal ini hendaknya dijadikan tujuan utama pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah dasar dan hendaknya tidak dilakukan secara tergesa-gesa atau dengan jalan pintas. Kesenangan kepada buku hanya muncul melalui pengalaman yang panjang.

Menginterpretasikan Literatur

Cara menciptakan ketertarikan kepada buku adalah siswa perlu diberi buku bacaan yang banyak. Siswa pun perlu memiliki kesempatan untuk mendapatkan pengalaman yang mendalam dengan buku-buku. Guru dan siswa dapat membicarakan tentang makna pribadi yang mungkin terdapat pada suatu cerita untuk kehidupannya sendiri. Anak kelas lima dan ­enam mungkin telah merefleksikan perbandingan antara kejadian-kejadian yang ada pada cerita atau kaitan cerita dengan kehidupannya secara nyata. Ketika siswa, mulai membahas penyebab perilaku tertentu pada cerita, mereka bisa mengembangka­wawasan lebih banyak kepada orang lain. Ketika siswa menghubungkan apa yang mereka baca itu dengan latar belakang pengalamannya, mereka menginternalisasikan makna cerita itu. Pada murid sekolah dasar transaksi itu paling baik dimulai dengan respons pribadinya pada cerita.

Membantu siswa dalam menginterpretasikan bacaan itu dengan cara mengi­dentifikasi para pelaku yang ada pada cerita. Hal itu dapat dilakukan dengan mendra­matisasikan (role play) adegan tertentu yang ada pada buku cerita. Kegiatan dramatisasi adegan cerita selain menguatkan pemahaman pada cerita juga akan melatih mereka bersosialisasi. Kelompok anak yang lain kemungkinan menulis essay, jurnal, atau surat yang berkaitan dengan tokoh utama atau tokoh yang lainnya yang ada di dalam cerita. Semua aktivitas tersebut akan menambah interpretasi murid terhadap cerita dan memperdalam tanggapannya pada bacaan.

Mengembangkan Kesadaran Bersastra

Anak-anak yang masih berada di sekolah dasar juga harus diajak mulai mengembangkan kesadaran pada sastra. Tak dapat dipungkiri bahwa pemahaman literer meningkatkan kenikmatan anak terhadap bacaan. Ada beberapa anak usia tujuh dan delapan tahun yang sangat senang menemukan varian yang berbeda mengenai Cinderella, misalnya. Mereka sangat senang membandingkan berbagai awal dan akhir cerita rakyat dan sangat suka menulis sendiri kisahnya.

Jelasnya kesenangan seperti ini berasal dan pengetahuan tentang cerita rakyat. Anak-anak harus pula diarahkan menemukan elemen-elemen sastra secara berangsur­angsur, karena elemen-elemen itu memberikan bekal bagi siswa dalam pemahaman makna cerita atau puisi, dengan demikian guru harus menguasai pengetahuan tentang bentuk-­bentuk cerita, elemen-elemen cerita, dan pengetahuan tentang pengarang.

Selama siswa berada di sekolah dasar mereka mengembangkan pemahaman mengenai bentuk sastra yang berasal dari berbagai aliran sedikit demi sedikit. Mereka sudah dapat membedakan bentuk prosa dan puisi, fiksi dan nonfiksi, antara realisme dan fantasi, tetapi tidak dengan istilah-istilah tersebut. Mungkin cara mereka memahami hanya akan bercerita kepada gurunya bahwa buku Dewi Nawangwulan itu memuat suatu cerita, atau Bawang Putih itu ceritanya mirip Cinderella yang telah dibacanya. Hal ini langkah awal yang baik dalam mengembangkan pemahaman tentang bentuk-bentuk sastra, demikian pula pengetahuan siswa mengenai elemen cerita misalnya alur, karakterisasi, tema, dan sudut pandang pengarang akan muncul secara berangsur-angsur.

Ada siswa yang minatnya tergugah bila mengetahui piranti sastra seperti simbol, perbandingan, penggunaan sorot balik, dan sebagainyna. Namun jenis pengetahuan ini lebih cocok untuk guru. Pembahasan tentang piranti sastra pada siswa hendaknya hanya diperkenalkan apabila diperlukan benar untuk dapat membawa ke arah pemahaman yang lebih kaya terhadap sebuah buku. Yang terpenting bukan menghafal pirantinya, namun bagaimana anak-anak diberi waktu untuk memberikan tanggapan personalnya pada cerita.

Mengembangkan Apresiasi


Sasaran jangka panjang pengajaran sastra di SD ialah mengembangkan kesukaan membaca karya sastra yang bermutu. Ada tiga tahap urutan dan perkembangan yang ada dalam pertumbuhan apresiasi (1) tahap kenikmatan yang tidak sadar, (2) tahap apresiasi yang masih ragu-ragu atau berada antara tahap kesatu dan ketiga, dan (3) tahap kegembiraan secara sadar. Tahap pertama sama dengan gagasan menumbuhkan kesenangan terhadap bacaan, sehingga menjadi terlibat di dalamnya.


Pada tahap ini siswa membaca atau guru membacakannya untuk mendapatkan kesenangan. Mereka jarang menyentuh cara pengarang menciptakan makna. Pembaca pada tahap kedua tertarik tidak hanya pada alur cerita. Pembaca pada tahap ini mulai bertanya tentang apa yang terjadi pada suatu cerita dan mendalami isi cerita untuk mendapatkan makna lebih dalam. Pembaca menikmati dan mengeksplorasi cerita untuk melihat bagaimana pengarang, penyair, atau seniman memperkuat makna dengan teks itu. Tahap ketiga, tahap pembaca yang sudah matang dan menemukan kegembiraan dalam banyak jenis bacaan dan banyak periode waktu, memberikan penghargaan pada aliran dan pengarangnya, dan memberikan tanggapan kritis sehingga mendapatkan kegembiraannya secara sadar.


Pengajaran sastra untuk sekolah dasar, terutama kelas-kelas awal difokuskan pada tahap pertama yaitu kesenangan yang tidak disadari (unconscious enjoyment). Jika semua siswa bisa diberi kesempatan menemukan kesenangan terhadap bacaan, mereka akan bisa membangun dasar yang kokoh bagi apresiasi sastra. Diawali dari menyenangi karya sastra yang dibacanya itulah, siswa akan meningkat ke tahap berikutnya. Setelah merasa senang dengan bacaan baru kemudian siswa didorong untuk menginterpretasikan makna cerita atau puisi melalui diskusi atau aktivitas kreatif, mereka bisa memasuki tahap kedua, tahap kesadaran pada apresiasi.


Berangkat dari bekal itulah siswa dapat diajak untuk memberi tanggapan terhadap buku, membahas bagaimana perasaan mereka tentang cerita itu dan apa makna cerita itu bagi mereka. Siswa juga dapat diajak untuk memberi alasan “mengapa” mereka memiliki perasaan seperti itu dan cara-cara pengarang atau seni man menciptakan perasaan itu. Para siswa akan memerlukan bimbingan dari guru untuk melalui tahap-demi tahap tersebut, namun bukan mendiktenva atau memberi tafsiran yang harus diterima begitu saja oleh siswa. Guru hanyalah pemberi jalan setapak untuk masuk ke dunia indahnya sastra.


Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional. 2003.
Endraswara, S. (2005). Metode Teori Pengajaran Sastra. Buana Pustaka.
Nurgiyantoro, B. (2013). Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sardiman A. M. (2014). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT.
Tarigan, H. Guntur. 2011. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Penerbit Angkasa
Vardell, S. (1991). A New “Picture of The World”: The NCTE Orbis Pictus Award for outstanding nonfiction for children. Language Arts.

(Sumber: https://bagibagiwebblog.wordpress.com/sastra-anak/)

No comments:

Post a Comment

Semangat Kolaborasi Riset Membangun IKN Berbudaya: Desa Telemow Bersiap Menjadi Laboratorium Hidup Kearifan Lokal

  Penajam Paser Utara, 16 September 2024 – Gemuruh semangat pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara di Kalimantan Timur bergema hingga ke pel...