SURAT
LUKA YANG TAK KUNJUNG SAMPAI
Yang Terhormat, Ayah
Di tempat.
Sekiranya
23 lembar kertas telah kusulap menjadi bola-bola yang bertebaran di lantai
kamarku. Semuanya ragu, jadi sebaiknya kudekap dalam kepalanku yang sudah
hampir kokoh. Lalu kutebar diatas ubin kamar sebagai saksi tentang hatiku. Kop
surat di atas adalah tulisan suratku untuk kertas yang ke-24, sekiranya sudah
cukup meyakinkan. Surat ini adalah untuk ayah, ayah yang pergi dan menikah
kembali dengan wanita lain. Tanpa kabar, tanpa nafkah. Sebenarnya ini adalah
luka. Luka yang berusaha kubisikkan lewat matamu. Jangan pernah palingkan
wajah, karena mungkin esok dipetang hari mungkin juga ayahmu pergi menghilang
entah kemana bersama wanita lain. Jadi, pesanku adalah rasakan bisikanku. Diam sejenak.
Fikirkan, apakah kata “yang terhormat” tepat untuk ayahku. Jika kamu berfikir
kata itu tidak tepat, maka kamu adalah hatiku. Tetapi, jika kamu berfikir tepat
atau bahkan kamu masih ragu, maka aku akan berbaik hati berdoa “Tuhan, beri dia
rasa apa yang aku rasakan”. Ternyata aku masih ragu.
Yang ................, Ayah
Di
tempat
Terhormat telah kuhapus, jadi
bola-bola kertas genap menjadi 24 bertebaran di atas ubin kamar sebagai saksi tentang
hatiku. Sekarang hanya tinggal kata “Yang................Ayah”. Kepalaku pening
karena dari tadi berusaha membuka lembaran-lembaran kisah di kepala, tetapi
tidak satupun yang dapat. Bahkan sketsa wajah dan aroma suaranya pun telah
meluluh. Jadi, saya sedikit ingin bertanya, ayahmu pasti sayang padamu?, kuat
untukmu?, nafas hidupmu? Senang rasanya
melihat kamu senang. Tapi, apakah pantas jika kutulis ayah di Kop lembaran
kertas surat ke-25 ini, ayah tidak pernah sayang padaku, tidak pernah kuat
untukku, tidak pernah menjadi nafas hidupku, bahkan wajahnya pun tidak ada
dalam kepalaku. Diam sejenak. Fikirkan, apakah kata “ayah” tepat untuk ditulis
disurat ini. Jika kamu berfikir kata itu tidak tepat, maka kamu adalah hatiku. Tetapi,
jika kamu berfikir tepat atau bahkan kamu masih ragu, maka aku akan berbaik
hati berdoa “Tuhan, beri dia rasa apa yang aku rasakan”. Ternyata aku masih
ragu.
Yang.................,..............
Di
tempat