Saturday, July 16, 2022

TELAAH KREATIVITAS PENGEMBANGAN GAGASAN DALAM SKRIPSI MAHASISWA

Menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang bersifat aktif. Oleh karena itu, seseorang hanya akan memiliki kemampuan menulis jika melakukan usaha dengan cara belajar dan berlatih. Sebagai sebuah aktivitas, menulis bersifat produktif-kreatif. Artinya, menulis adalah kegiatan produksi bahasa yang intinya bersumber dari kegiatan berpikir, mulai dari proses (mengingat, memahami, dan mengaplikasikan), berpikir kritis, hingga berpikir kreatif. Oleh Jabbarova (2020) aktivitas menulis tersebut dijelaskan sebagai proses psikolinguistik yang bermula dari formulasi gagasan melalui aturan semantik, kemudian ditata dengan aturan sintaksis, selanjutnya disajikan dalam tatanan sistem tulisan. Proses inilah yang kemudian menghasilkan berbagai teks atau tulisan. Karena menulis bersifat produktif-kreatif, maka kualitas tulisan ditentukan oleh kreativitas dari penulis itu sendiri. Semakin tinggi kreativitas maka semakin berkualitas sebuah teks atau tulisan. Kualitas tulisan itu sendiri ditunjukkan dari dua aspek yaitu isi dan cara pengungkapan atau penyajiannya. Oleh karena itu, kreativitas dalam menulis merupakan level berpikir tingkat tinggi dari hierarki kognitif sebagaimana taksonomi Bloom (Anderson, 2001).

Kreativitas yang menduduki level berpikir tingkat tinggi harus menjadi capaian kompetensi wajib bagi seseorang yang belajar menulis, khususnya bagi mahasiswa yang senantiasa bergelut dengan berbagai aktivitas menulis. Hal ini tentu sangat bergantung pada upaya yang dilakukan dosen dalam proses pembelajarannya. Oleh karena itu, untuk mewujudkan pencapaian kompetensi kreatif pada mahasiswa harus dilakukan dengan terlebih dulu meninjau empat aspek penting pengembangan kompetensi kreativitas yaitu aspek pribadi, pendorong (bakat), proses, dan produk.  Setelah meninjau dan memahami keempat aspek tersebut, maka upaya pengembangan kreativitas menulis mahasiswa dalam aktivitas pembelajaran dapat terlaksana. Hasil dari upaya tersebut tidak lain adalah produksi tulisan atau karya tulis mahasiswa yang menjadi lebih baik atau bermutu. Oleh karena itu, kompetensi kreativitas pengembangan gagasan dalam menulis menjadi sangat penting untuk dimiliki siswa maupun mahasiswa agar dapat menghasilkan karya tulis atau karangan yang berkualitas (Amassang, 2018; Maryam, 2007; Nisrina, 2020).

Pengembangan gagasan merupakan inti dari aktivitas dan kreativitas menulis. Seseorang tidak akan mampu menghasilkan tulisan yang berkualitas tanpa kemampuan untuk mengembangkan gagasan (Kamariah et al., 2018). Oleh karena itu, penulis mengkatagorikan pengembangan gagasan sebagai kemampuan puncak atau berada pada level tertinggi dalam menulis. Gagasan dalam tulisan adalah bentuk abstrak yang diwakilkan dengan lambang-lambang bunyi. Gagasan juga merupakan komponen substansial dari komunikasi tertulis, sebab gagasan tersebutlah yang ingin dikomunikasikan oleh penulis. Oleh karena itu, kemampuan seorang penulis dalam mengembangkan gagasan menjadi sangat penting. Dalam berbagai kasus ditemukan seorang penulis gagal untuk menyampaikan maksud kepada pembaca karena tidak mampu untuk menuangkan dan mengembangkan ide atau gagasan yang ingin disampaikan, sehingga rancangan dari sebuah ide tidak diterima meskipun gagasan itu sendiri bermutu. Demikian fatalnya keadaan komunikasi yang tidak didukung dengan kemampuan mengembangkan gagasan.

Mengembangkan gagasan dalam aktivitas menulis untuk menghasilkan tulisan yang bermutu membutuhkan skema kerja yang jelas dan sistematis. Ada beberapa rumusan skema pengembangan gagasan yang dikemukakan oleh ahli. Pertama, Gie (2002) memperkenalkan skema 3C. Skema ini miliputi clarity (kejelasan), conciseness (keringkasan), dan correctness (ketapatan). Menurut Gie, tiga skema pengembangan gagasan tersebut adalah syarat wajib untuk dapat menghasilkan tulisan yang berkualitas. Asas mengarang pertama dan utama dalam kegiatan menulis ialah kejelasan (clarity), hasil perwujudan gagasan seseorang dalam bahasa tulis harus dapat dibaca dan dimengerti oleh pembaca. Tanpa asas kejelasan suatu karangan sukar dibaca dan sulit dimengerti oleh para pembacanya. Asas kejelasan tidaklah semata-mata berarti mudah dipahami, tetapi juga karangan itu tidak mungkin disalahtafsirkan oleh pembaca. Kejelasan berarti tidak samar-samar, tidak kabur sehingga setiap butir ide yang diungkapkan seakan-akan tampak nyata oleh pembaca.

Asas keringkasan tidaklah berarti bahwa setiap karangan harus pendek. Keringkasan berarti bahwa suatu karangan tidak menghamburkan kata-kata secara semena-mena, tidak mengulang-ulang butir ide yang dikemukakan, dan tidak berputar-putar dalam menyampaikan suatu gagasan dengan berbagai kalimat yang berkepanjangan. Menurut Harry Shaw (dalam Gie, 2002), penulisan yang baik diperoleh dari ide-ide yang kaya dan kata-kata yang hemat, bukan kebalikannya ide yang miskin dan kata yang boros. Jadi, suatu karangan adalah ringkas bilamana karangan itu mengungkapkan banyak buah pikiran dalam kata-kata yang sedikit.

Asas ketepatan mengandung ketentuan bahwa suatu penulisan harus dapat menyampaikan butir-butir gagasan kepada pembaca dengan kecocokan sepenuhnya seperti yang dimaksud oleh penulisnya. Oleh karena itu, agar karangannya tepat, setiap penulis harus menaati sepenuhnya berbagai aturan dan ketentuan tata bahasa, ejaan, tanda baca, dan kelaziman pemakaian bahasa tulis yang ada.

Kedua, skema yang dirumuskan oleh Mujianto (2016) dengan memberikan tiga aspek kunci yang harus diperhatikan dan diimplementasikan dalam menulis yaitu kesatupaduan (unity), pertautan (linkage), dan penegasan (affirmation). Asas kesatupaduan (unity) berarti bahwa segala hal yang disajikan dalam suatu karangan perlu berkisar pada satu gagasan pokok atau tema utama yang telah ditentukan.Untuk keseluruhan karangan yang tersusun dari alinea-alinea, tidak ada uraian yang menyimpang dan tidak ada ide yang lepas dari jalur gagasan pokok itu.Selanjutnya dalam setiap alinea hanya dimuat satu butir informasiyang berkaitan dengan gagasan pokok yang didukung dengan berbagai penjelasan yang bertalian danbersifat padu. Asas pertautan (linkage) menetapkan bahwa dalam suatu bagian-bagiannya perlu “melekat” secara berurutan satu sama lain. Dalam sebuah karangan antaraalinea yang satu dengan alinea yang lainnya perlu ada saling kait sehingga ada aliran yang logis dari ide yang satu menuju yang lain. Demikian pula antara kalimat yang satu dengan kalimat berikutnya dalam satu alinea perlu ada kesinambungan yang tertib. Jadi, pada asas pertautan semua alinea dan kalimat perlu berurutan dan berkesinambungan sehingga seakan-akan terdapat aliran yang lancar dalam penyampaian gagasan pokok sejak awal sampai akhir karangan. Sedangkan asas penegasan (affirmation) menetapkan bahwa dalam suatu tulisan butir-butir informasi yang penting disampaikan dengan penekanan atau penonjolan tertentu sehingga mengesan kuat pada pikiran pembaca.

Jika mencermati kedua model skema tersebut, jelas bahwa keduanya memiliki relasi komplemen yang saling mendukung satu sama lainnya. Sehingga menggabungkan kedua skema tersebut dalam aktivitas menulis akan menjadi jauh lebih baik untuk dapat menghasilkan tulisan yang berkualitas.

Kreativitas pengembangan gagasan dalam aktivitas menulis termasuk topik penelitian yang cukup banyak diminati oleh peneliti. Hal ini dikarenakan pentingnya topik tersebut mengingat permasalahan penulisan yang tidak kunjung selesai. Sebagai contoh, penelitian yang telah dilakukan oleh Maryam (2007); Amassang (2018); dan Nisrina (2020). Temuan ketiga penelitian ini membuktikan bahwa kreativitas dalam pengembangan gagasan adalah variabel utama yang sangat penting untuk dimiliki siswa maupun mahasiswa agar mampu menghasilkan karya tulis atau karangan yang berkualitas. Maryam (2007) menemukan posisi penting dari kreativitas pengembangan gagasan bagi siswa dalam proses cipta sastra. Sedangkan Amassang (2018) dan Nisrina (2020) menemukan posisi penting dari kreativitas pengembangan gagasan bagi siswa dan mahasiswa BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) dalam proses penulisan paragraf.

Mencermati pentingnya topik kreativitas pengembangan gagasan dalam aktivitas menulis dari berbagai hasil penelitian terdahulu, peneliti menemukan bahwa belum pernah ada yang melakukan penelitian dengan berfokus pada topik kreativitas pengembangan gagasan yang menjadikan karya ilmiah mahasiswa berupa skripsi sebagai objek kajiannya. Oleh karena itu, penelitian ini menjadi sangat penting dilakukan mengingat aktivitas menulis telah menjadi tugas dan kerja utama mahasiswa, terutama menjelang akhir studi yakni mahasiswa diwajikan untuk melakukan penelitian dan menuliskan hasil penelitian tersebut dalam bentuk skripsi. Pentingnya penelitian ini dilakukan juga didukung oleh realita dilapangan bahwa hampir setiap mahasiswa di Universitas Puangrimaggalatung Sengkang menghadapi kendala dalam menghasilkan skripsi.

Selama masa berdirinya, kampus Uniprima telah berhasil meluluskan ribuan mahasiswa beserta dengan karya tulis ilmiah yang dipersyaratkan yaitu skripsi. Namun, sepertinya Uniprima selama ini dapat digambarkan dengan ungkapan ‘menang kuantitas namun kalah dalam hal kualitas’ yang artinya selama ini Uniprima hanya mampu memproduksi karya ilmiah mahasiswa yang begitu banyak, namun dengan kualitas yang rendah. Hal ini terbukti dari muara karya ilmiah tersebut yang hanya bertumpuk pada rak-rak perpustakaan, ruang prodi, ruang dekan, laci dan meja dosen pembimbing, bahkan yang terburuk adalah bertumpuk pada gudang penyimpanan. Jika memang karya tulis ilmiah mahasiswa tersebut bermutu, paling tidak mendapatkan apresiasi dari masyarakat, misalnya dibaca dan diimplementasikan, atau yang paling popular saat ini adalah karya tulis ilmiah tersebut harusnya dipublikasikan dalam bentuk antologi, book chapter,  atau jurnal bereputasi. Namun sayang, harapan tersebut masih jauh dari realitas.

Fenomena skripsi mahasiswa di Uniprima ini tentu menjadi hal yang sangat memprihatinkan, sekaligus menjadi tantangan untuk menemukan letak permasalahannya. Berdasarkan penelusuran awal, peneliti menemukan bahwa rendahnya kualitas karya tulis ilmiah mahasiswa disebabkan oleh berbagai hal, salah satu di antaranya adalah rendahnya kreativitas mahasiswa itu sendiri dalam menulis. Misalnya pada komponen latar belakang, kreativitas pengembangan ide atau gagasan yang mendasari penelitian belum mampu dijelaskan secara sistematis dan tepat sasaran. Aspek ontologi, epistimologi, dan aksiologinya pun belum menunjukkan hubungan keselarasan, dan yang paling memprihatinkan adalah indeks originalitas karya ilmiah mahasiswa sangatlah rendah.

Peneliti meyakini bahwa temuan di atas hanyalah sebagian kecil dari permasalahan yang terjadi. Masih ada begitu banyak fakta yang harus ditemukan terkait kondisi kreativitas pengembangan gagasan dalam skripsi mahasiswa di Uniprima Sengkang. Dengan demikian, penelitian topik kreativitas pengembangan gagasan dalam skripsi mahasiswa menjadi sangat penting dilakukan. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa Uniprima tidak menghendaki permasalahan ini terus terjadi. Oleh karena itu, upaya evaluasi terhadap skripsi mahasiswa akan dilakukan dengan kerangka kerja ilmiah. 

Meneliti kreativitas pengembangan gagasan dalam skripsi mahasiswa mengharuskan kita untuk membuat skema kerja yang jelas. Sebab, aktivitas pengembangan gagasan dalam menulis adalah kompleks. Seperti pada penjelasan sebelumnya, skema kerja pengembangan gagasan dalam menulis telah dikemukakan oleh oleh Gie (2002) dan Mujianto (2016). Penelitian-penelitian terdahulu memanfaatkan skema yang dirumuskan kedua ahli tersebut. Beberapa orang menggunakan skema 3C yang dirumuskan oleh Gie. Beberapa orang lainnya juga memanfaatkan skema yang dirumuskan oleh Mujianto. Namun, dalam penelitian ini, peneliti menilai bahwa skema yang dikemukakan oleh kedua ahli adalah saling melengkapi. Artinya, skema yang dirumuskan oleh Gie masih memiliki kelemahan sehingga disempurnakan oleh skema yang dirumuskan oleh G. Sehingga dalam penelitian ini, peneliti mengintegrasikan kedua skema tersebut menjadi satu skema baru yang terdiri dari enam komponen utama untuk memeriksa kreativitas pengembangan gagasan dalam skripsi mahasiswa yaitu aspek yaitu kejelasan (clarity), keringkasan (conciseness), ketepatan (correctness), kesatupaduan (unity), pertautan (linkage), dan penegasan (affirmation). Hal ini menjadi keunggulan penelitian dimana aspek yang diteliti lebih kompleks sehingga diharapkan hasilnya lebih teruji dan lebih baik daripada penelitian-penelitian terdahulu.

Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik menggambarkan suatu bahasa yang dipakai oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut apabila mereka memahami bahasa dari gambaran grafik itu (Fuadi & Rizal, 2019). Menulis juga dimaknai sebagai representasi bagian dari kesatuan-kesatuan ekspresi bahasa (Lado dalam (Tarigan, 2008).

 Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain (Djuroto et al., 2013; Dwiloka & Riana, 2005; Indriati, 2002). Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif (Himang et al., 2019). Dalam kegiatan menulis, penulis harus terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata. Keterampilan menulis tidak datang secara otomatis, melainkan harus latihan dan praktik yang banyak dan teratur (Ramadhani, 2020). Menulis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas dari seorang penulis untuk menyampaikan suatu gagasan secara tidak langsung kepada orang lain atau pembaca dengan menggunakan lambang grafik yang dapat dipahami oleh penulis dan pembaca (Alwasilah & Alwasilah, 2005; Tarigan, 2008). Menulis memerlukan adanya suatu bentuk ekspresi gagasan yang berkesinambungan sehingga dapat menggambarkan atau menyajikan informasi yang diekspresikan secara jelas (Munirah & Hardian, 2016).

Enre menyatakan bahwa tulisan yang baik harus dapat berkomunikasi secara efektif kepada siapa tulisan itu ditujukan (Tarigan, 2008). Keefektifan tersebut dapat dilihat dari kalimat-kalimat yang digunakan dalam tulisan tersebut. Penggunaan kalimat yang efektif dan efisien sangat diperlukan untuk menyampaikan gagasan dalam menulis, kalimat yang baik dapat meninggalkan kesan pada benak pembaca. Pembaca akan merasa senang dan menikmati tulisan yang disusun dengan kalimat-kalimat yang efektif dan bermakna. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menulis adalah suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain yang menggambarkan suatu bahasa yang dipakai oleh seseorang. 

            Menulis sebagai Keterampilan Berbahasa

Tarigan (2008) menyatakan bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini, penulis haruslah terampil memanfaatkan grafologi struktur bahasa, dan kosa kata.

Selanjutnya, Dalman menjelaskan bahwa menulis adalah proses penyampaian pikiran, angan-angan, perasaan dalam bentuk lambang/tanda/tulisan yang bermakna (Dalman, 2021). Dalam kegiatan menulis terdapat suatu kegiatan merangkai, menyusun, melukiskan suatu lambing, tanda atau tulisan berupa kumpulan huruf yang membentuk kata, kumpulan kata membentuk kelompok kata atau kalimat, kumpulan kalimat membentuk paragraf, dan kumpulan paragraf membentuk wacana atau karangan yang utuh dan bermakna (Sardila, 2016).

Menulis merupakan sebuah proses yang lebih lanjut juga dijelaskan oleh Dalman, yaitu sebuah proses mengait-ngaitkan antara kata, kalimat, paragraf maupun antara bab secara logis agar dapat dipahami. Pendapat Dalman pun sejalan dengan (Feldman et al., 2001) yang menjelaskan bahwa kegiatan menulis diawali dengan memilih, memilah dan menyusun “apa” yang akan dinyatakan dalam tulisan, menuliskan “pesan” dalam bahasa tulis, dan menyempurnakan (merevisi) tulisan sebelum itu disampaikan kepada orang lain (pembaca).

Nurgiyantoro (dalam (Silaswati & Zakiyah, 2018) menambahkan pengertian menulis sebagai aktivitas mengemukakan gagasan melalui bahasa. Aktivitas pertama menekankan unsur bahasa sedangkan yang kedua gagasan. Dalam tulisan, gagasan cemerlang yang tersirat dalam tulisan akan mampu memikat pembaca dan pada akhirnya membuat pembaca melakukan perubahanperubahan besar yang berarti dalam hidupnya.

Berdasarkan berbagai pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis sebagai sebuah keterampilan berbahasa adalah suatu proses kegiatan sistematis untuk menyampaikan gagasan yang ingin diungkapkan dalam bentuk tulisan dengan mengaitkan kata, kalimat, maupun paragraf agar pesan yang ingin diungkapkan dapat dibaca oleh orang lain melalui bahasa yang baik dan benar. 

                     Menulis sebagai Manifestasi Penyampaian Tujuan

Setiap kegiatan atau aktivitas dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, begitu pula halnya dengan menulis. Seorang penulis dalam menjalankan aktivitas menulisnya memiliki tujuan-tujuan tertentu. Yang dimaksud dengan tujuan penulis (the writer’s intention) adalah respons atau jawaban yang diharapkan oleh penulis dari pembaca”. Berdasarkan batasan ini, Tarigan (2008) mengatakan bahwa: (1) tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengajar disebut wacana informatif (informative discourse); (2) tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan atau mendesak disebut wacana persuasif (persuasive discourse); (3) tulisan yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan estetik disebut tulisan literer (wacana kesastraan atau literary discourse); dan (4) tulisan yang mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat atau berapi-api disebut wacana ekspresif (expressive discourse).

Hyland & Salager-Meyer (2008) dan Nesi & Gardner (2012) menambahkan bahwa tujuan penulisan suatu tulisan antara lain: (1) assignment purpose (tujuan penugasan), yaitu penulisan yang tidak mempunyai tujuan sama sekali sehingga penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri; (2) altruistic purpose (tujuan altruistik), yaitu tulisan yang bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan, dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu; (3) Persuasive purpose (tujuan persuasif), yaitu tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan; (4) informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan), yaitu tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan/penerangan kepada para pembaca; (5) self ekspressive purpose (tujuan pernyataan diri), yaitu tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca; (6) Creative purpose (tujuan kreatif), yaitu tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian; dan (7) Problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah), yaitu tulisan yang bertujuan memecahkan masalah yang dihadapi.

Menurut pendapat ahli yang lain, Dalman (2021) menyebutkan, ditinjau dari sudut kepentingan pengarang, menulis memiliki beberapa tujuan, yaitu sebagai berikut: (1) tujuan penugasan, yaitu menulis yang bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh guru atau sebuah lembaga; (2) tujuan estetis, yaitu menulis dengan tujuan untuk menciptakan sebuah keindahan (estetis) dalam sebuah puisi, cerpen, maupun novel.; (3) tujuan penerangan, yaitu menulis untuk memberi informasi yang dibutuhkan pembaca, baik berupa politik, ekonomi, pendidikan, agama, sosial, maupun budaya; (4) tujuan pernyataan diri, yaitu menulis yang bertujuan untuk menegaskan tentang apa yang telah diperbuat/ untuk pernyataan diri, misalnya surat pernyataan maupun surat perjanjian; (5) tujuan kreatif, yaitu menulis yang menggunakan daya imajinasi secara maksimal ketika mengembangkan tulisan, terutama dalam menulis karya sastra, baik itu berbentuk puisi maupun prosa; dan (6) tujuan konsumtif, yaitu menulis yang diselesaikan untuk dijual dan dikonsumsi oleh para pembaca. Dalam hal ini, seorang penulis lebih mementingkan kepuasan pada diri pembaca.

Berdasarkan beberapa tujuan menulis yang dijelaskan oleh ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis bertujuan untuk menyampaikan ide atau gagasan penulis, menginformasikan sesuatu hal, meyakinkan pembaca untuk melakukan sesuatu, ataupun sekedar untuk mengungkapkan nilai-nilai keindahan dalam sebuah karya sastra yang dapat dipahami oleh pembacanya. 

            Menulis sebagai Sebuah Prosedur

Menulis bukanlah perkara mudah. Untuk menghasilkan karya tulis yang bermutu dan dapat dinikmati oleh pembaca, ada beberapa tahap yang dapat dilakukan. Feldman et al. (2001) menyebutkan, menulis dapat dipandang sebagai rangkaian aktivitas yang bersifat fleksibel. Rangkaian aktivitas yang dimaksud meliputi: pramenulis, penulisan draft, revisi, penyuntingan, dan publikasi atau pembahasan.

Sejalan dengan pendapat di atas, Hyland & Salager-Meyer (2008) menjelaskan tahap-tahap dalam menulis sebagai berikut: (1) tahap persiapan atau prapenulisan, meliputi menyiapkan diri, mengumpulkan informasi, merumuskan masalah, menentukan fokus, mengolah informasi, menarik tafsiran dan refleksi terhadap realitas yang dihadapinya, berdiskusi, membaca, mengamati; (2) tahap inkubasi, yaitu ketika penulis memproses informasi yang dimilikinya sedemikian rupa sehingga mengantarkannya pada ditemukannya pemecahan atau jalan keluar yang dicarinya; (3) tahap inspirasi (insight), yaitu gagasan seakan-akan tiba dan berloncatan pada pikiran; dan (4) verifikasi, yaitu tahapan pemeriksaan kembali tulisan, diseleksi dan disusun sesuai fokus tulisan.

Tahapan menulis yang lebih sederhana diungkapkan oleh Dalman (2021), yaitu: (1) tahap prapenulisan (persiapan), meliputi menentukan topik, menentukan maksud dan tujuan penulisan, memerhatikan sasaran karangan (pembaca), mengumpulkan informasi pendukung, dan mengorganisasikan ide dan informasi; (2) tahap penulisan, yaitu  mengembangkan butir demi butir ide yang terdapat dalam kerangka karangan, dengan memanfaatkan bahan atau informasi yang telah dipilih dan dikumpulkan; dan (3) tahap pascapenulisan, yaitu tahap penghalusan dan penyempurnaan yang terdiri atas penyuntingan dan perbaikan (revisi).

Berdasarkan ketiga pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa untuk menghasilkan sebuah cerita pendek yang baik harus melalui tahap prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap pascapenulisan.

Dimensi Kreativitas dalam Menulis 

Kreativitas berbahasa seseorang tidak muncul dengan sendirinya. Kemampuan itu harus dimunculkan, dilatih, dan dibina. Memang secara alamiah manusia memiliki kemampuan berbahasa lisan, namun untuk memiliki kemampuan berbahasa tulis harus melalui pendidikan. Mengingat menulis merupakan kegiatan aktif-produktif-kreatif dalam berbahasa. Alwasilah (1994) berpendapat bahwa menulis adalah suatu proses psikolinguistik, bermula dari formulasi gagasan melalui aturan semantik, kemudian ditata dengan aturan sintaksis, selanjutnya disajikan dalam tatanan sistem tulisan. Pendapat tersebut menyiratkan kompleksitas dari kegiatan menulis. Oleh karena itu, penguasaan kemampuan menulis memerlukan proses yang cukup panjang dan tahapan yang jelas.

Kreativitas adalah kemampuan untuk berpikir dengan jalan yang berbeda, memproduksi gagasan yang tidak biasa, atau menyatukan sesuatu dalam jalan yang berbeda (Isbell & Raines, 2013:3 dalam Khoiriyah and Hanifah 2018) . Monks dkk. (Khoiriyah and Hanifah, 2018) menyatakan bahwa kreativitas meliputi berpikir original, dapat menyelesaikan masalah secara luwes dan baik, sikap mandiri, ingin tahu dalam pendekatan dan penyelesaian masalah, serta berpikir divergen dan khas. Berpikir divergen artinya pemikiran yang bertujuan menghasilkan banyak jawaban untuk satu pertanyaan (Santrock, 2011). Kreativitas juga dapat didefinisikan sebagai suatu aktivitas kognitif yang menghasilkan suatu pandangan baru tentang suatu bentuk permasalahan dan tidak dibatasi pada hasil yang pragmatis Solso, Maclin, and Maclin (2008).  Semiawan (2009) menyatakan bahwa kreativitas memiliki beberapa ciri yaitu: (a) tingkat kreativitas I, mencakup kesadaran tentang ide atau informasi, kelancaran, fleksibilitas, dan keaslian; (b) tingkat psikodelik (II), mencakup perluasan berpikir, pengambilan resiko, serta kesadaran terhadap tantangan; (c) tingkat iluminatif (III), mencakup perkembangan dan perwujudan hasil (product development).

Kreativitas adalah hal yang sangat penting bagi siswa sebagai kemampuan yang mendasari hubungan penting pada aktivitas intelektual seperti pemecahan masalah, inovasi dan pemahaman tingkat tinggi dalam domain pengetahuan (Lam et al., 2010). Hu and Adey (2002) menggambarkan struktur kreativitas sains sebagai integrasi dari proses pemerolehan pengetahuan/gagasan melalui proses berpikir maupun berimajinasi, ciri kreativitas sains itu sendiri (kelancaran, fleksibilitas, dan keaslian) serta produk sains (produk teknis, pengetahuan sains, mengenal fenomena sains, dan masalah sains). Berdasarkan uraian tersebut, dapat disintesis bahwa kreativitas adalah aktivitas berpikir yang bersifat divergen, menghasilkan hal/pandangan baru yang berbeda serta tidak dibatasi pada hasil yang sesuai dengan kegunaannya saja. Indikator kreativitas sains dalam penelitian ini adalah mahasiswa dapat memiliki kemampuan: 1) berpikir secara menyeluruh; 2) meningkatkan produk sains; 3) menghasilkan ide baru; serta 4) menyelesaikan masalah secara unik

Menurut Davis (2012) kreativitas adalah kemampuan rumit yang terdiri dari banyak komponen ketrampilan berfikir. Contohnya, menganalisis, membandingkan, mengingat informasi, berfikir secara fleksibel, berfikir secara kritis, berfikir secara logis, membuat sintesis, membuat generalisasi membuat perbedaan, menyimpulkan, merencanakan, memprediksi, mendeteksi sebab dan akibat, serta mengevaluasinya.

Munandar  (2009) menjelaskan pengertian kreativitas dengan mengemukakan beberapa perumusan yang merupakan kesimpulan para ahli mengenai kreativitas. Pertama, kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data, informasi,atau unsur-unsur yang ada. Kedua, kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanaannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. Ketiga secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinilitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, merinci) suatu gagasan. Menumbuh kembangkan kesadaran akan kreativitas merupakan komponen terpenting dari pertumbuhan sikap kreatif, sebagaiman yang telah dikemukakan oleh Davis  (2012) bahwa kesadaran akan kreativitas merupakan aspek terpenting untuk menjadi lebih produktif secara kreatif. Kesadaran akan kreativitas tersebut mencangkup beberapa hal diantaranya:

a.       Pemahaman akan manfaat kreativitas untuk aktualisasi diri pribadi dan untuk memecahkan masalah pribadi dan professional secara lebih kreatif.

b.      Suatu penghargaan akan pentingnya seseorang yang memiliki ide kreatif, dan dapat dijadikan inovasi kreatif disemua bidang

c.       Kesadaran akan hambatan untuk kreativitas termasuk kebiasaan tradisi, peraturan, kebijakan, dan terutama harapan sosial serta tatanan untuk keselarasan dengan masyarakat.

d.      Kemampuan untuk menerima ide yang baru, tidak bisa, mematahkan tradisi, dan bahkan mungkin ide yang liar, gila, tak masuk akal.

e.       Suatu kecenderungan untuk berfikir secara kreatif, untuk bermain dengan ide mencari hal-hal yang baru, dan terlibat dalam aktifitas kreatif

f.       Kesediaan untuk mengambil resiko kreatif, melakukan kesalahan, dan terkadang kegagalan (Davis, 2012).

Setiap orang pada dasarnya memiliki kemampuan untuk mengembangkan kreativitas yang ada dalam dirinya, meskipun masing-masing orang memiliki kadar yang berbeda-beda. Untuk mengembangkan kreaivitas perlu adanya aspek-aspek yang harus diperhatikan dari kreativitas. Aspek-aspek tersebut diantaranya, aspek pribadi, pendorong, proses dan produk. Untuk meninjau aspek-aspek tersebut, Munandar (2009) mengemukakan strategi 4P dalam pengembangan kreativitas, yaitu:

a.       Pribadi

Kreatifitas adalah ungkapan keunikan individu dalam interaksi dengan lingkungan. Dari pribadi yangunikinilah diharapkan timbul ide-ide baru dan produk-produk yang inovatif. PendorongUntuk mewujudkan bakat kreatif siswa diperlukan dorongan dan dukungan dari lingkungan (motivasi eksternal) yang berupa apresiasi, dukungan, pemberian penghargaan, pujian, insentif, dan dorongan dari dalam diri siswa sendiri (motivasi internal) untuk menghasilkan sesuatu.

b.      Pendorong (Bakat)

Kreatif dapat berkembang dalam lingkungan yang mendukung, tetapi dapat pula dihambat dalam lingkungan yang tidak mendukung. Banyak orang tua yang kurang menghargai kegiatan kreatif anak mereka dan lebih memprioritaskan pencapaian prestasi akademik yang tinggi dan memperoleh rangking tinggi dalam kelasnya. Demikian pula guru meskipun menyadari pentingnya perkembangan kreatifitas tetapi dengan kurikulum yang ketat dan kelas dengan jumlah murid yang banyak maka tidak ada waktu bagi pengembangan kreativitas.

c.       Proses

Untuk mengembangkan kreativitas, mahasiswa perlu diberi kesempatan untuk bersibuk secara aktif. Pendidik hendaknya dapat merangsang siswa untuk melibatkan dirinya dalam berbagai kegiatan kreatif. Untuk itu yang penting adalah memberi kebebasan kepada siswa untuk mengekspresikan dirinya secara kreatif. Pertama –tama yang perlu adalah proses bersibuk diri secara kreatif tanpa perlu selalu atauterlalu cepat menuntut dihasilkan produk kreatif yang bermakna.

d.      Produk

Kondisi yang memungkinkan seseorang menciptakan produk kreatif yang bermakna adalah kondisi pribadi dan lingkungan yaitu sejauh mana keduanya mendorong seseorang untuk melibatkan dirinya dalam proses (Kesibukan , kegiatan) kreatif. Yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa pendidik menghargai produk kreatifitas anak dan mengkomunikasikannya kepada yang lain, misalnya dengan mempertunjukkan atau memamerkan hasil karya anak. Ini akan lebih menggugah minat anak untuk berkreasi (Munandar, 2009).

Proses Berpikir dalam Menulis

Mencari solusi dari masalah yang dihadapi dan menemukan fakta serta mengeksplorasi realitas tidak lepas dari kehidupan manusia. Kegiatan-kegiatan tersebut menandakan bahwa otak manusia bekerja. Kegiatan berpikir dimulai ketika seseorang mendapat rangsangan atau pemicu. Sobur (2016) mengemukakan dua pemicu yang membuat seseorang berpikir yaitu adanya keraguan atau pertanyaan dan kekaguman atau keheranan. Dengan adanya keraguan atau keheranan, seseorang akan berusaha memikirkan jawaban terhadapa permalasalahan yang dihadapi. Ketika dikaitkan dengan konteks belajar, kondisi ini diperlukan agar mahasiswa aktif berpikir sehingga tujuan dapat tercapai. Pertanyaan juga akan muncul ketika ia merasa heran atau kagum terhadap apa yang terjadi atau yang dialami. Kondisi ini dipengaruhi oleh ketertarikan terhadap sesuatu sehingga memunculkan rasa ingin tahu.

Pengertian berpikir cukup beragam, tergantung dari konteks kajiannya. Berpikir menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu atau menimbang-nimbang dalam ingatan (Badudu, 2019). Dengan kata lain, berpikir merupakan proses internal yang terjadi dalam otak seseorang dalam menganalisis fenomena atau masalah dalam rangka mengambil keputusan

Frensch and Funke (2005) mendefenisikan berpikir sebagai proses kogntif dari representasi memori internal (mental) yang terjadi baik secara sadar maupun tidak sadar dan mungkin tidak selalu mengikuti hukum-hukum logika. Maksud dari defenisi tersebut bahwa berpikir tidak selalu logis, namun berpikir juga bisa divergen. Solso, Maclin, and Maclin (2008) mengemukakan tiga ide dasar tentang berpikir yaitu, (1) Berpikir adalah sesuatu yang berhubungan denan kognisi. Dalam hal ini, berpikir berkaitan dengan proses pemerolehan pengetahuan yang dapat diamati melalui observasi perilaku yang ditampilkan. (2) Berpikir adalah proses yang melibatkan manipulasi pengetahuan dalam sistem kognitif. Manipulasi pengetahuan dilakukan dengan menggabungkan pengetauan yang pernah dimiliki dengan informasi baru sehingga dapat disesuaikan dengan situasi yang sedang dihadapi. (3) Berpikir diarahkan untuk menghasilkan solusi. Pemikiran seseorang harus berorientasi untuk mendapatkan pemecahan masalah. Mengacu pada tiga ide dasar berpikir tersebut, Solso, Maclin, and Maclin (2008) mendefenisikan berpikir sebagai proses membentuk representasi mental baru dengan transformasi informasi yang melibatkan interaksi abstraksi, penalaran, imajinasi, dan pemecahan masalah secara komplek.

Proses berpikir merupakan urutan proses mental yang terjadi secara alamiah atau terencana dan sistematis pada konteks ruang, waktu dan media yang digunakan, serta menghasilkan suatu perubahan terhadap objek yang mempengaruhinya. Proses berpikir merupakan suatu peristiwa mencampur, mencocokkan, menggabungkan, menukar, dan mengurutkan konsep-konsep persepsi-persepsi, serta pengalaman sebelumnya (Kuswana, 2011).

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa berpikir merupakan aktivitas jiwa dalam menggabungkan hubungan-hubungan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sehingga terjadi proses gambaran. Dimana dalam berpikir itu manusia menggunakan abstraksi atau ideas yang bersifat ideasional.

Disaat berpikir, pikiran manusia melakukan proses tanya-jawab dengan pikirannya sendiri, sehingga dapat meggabungkan hubungan antara bagian-bagian pengetahuan yang dimiliki, hal ini disebut dengan proses berpikir yang dialektis. Dari suatu pertanyaan tersebut akan memberikan arahan kepada pikiranmanusia, sehingga seseorang tersebut akan melakukan aktivitas berpikir setelah terdapat faktor pemicu yang mempengaruhinya, baik itu bersifat internal maupun eksternal. Dalam berpikir kita memerlukan alat yaitu akal (rasio). Supriadi, Mardiyana, and Subanti (2015) menjelaskan bahwa proses yang dilalui dalam berpikir diantaranya:

a.       Proses pembentukan pengertian, yaitu kita menghilangkan ciri-ciri umum dari sesuatu, sehingga tinggal ciri khas dari sesuatu tersebut.

b.      Pembentukan pendapat yaitu pikiran kita menggabungkan (menguraikan) beberapa pengertian, sehingga menjadi tanda masalah itu.

c.       Pembentukan keputusan yaitu pikiran kita menggabung-gabungkan pendapat untuk menetukan suatu keputusan

d.      Pembentukan kesimpulan yaitu pikiran kita menarik keputusan-keputusan dari keputusan yang lain.

Piaget (Yani, Ikhsan, and Marwan, 2016) mengungkapkan bahwa proses berpikir berdasarkan tahap perkembangan kognitif dapat diamati melalui tiga tipe proses berpikir yaitu: (1) asimilasi merupakan proses penyatuan informasi baru ke struktur kognitif yang ada dalam benak anak, (2) akomodasi merupakan penyesuaian aplikasi skema yang cocok dengan lingkungan yang direspons atau penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru, (3) equilibrium merupakan keseimbangan dengan apa yang digunakan dengan lingkungan yang direspons sebagai hasil dari ketepatan akomodasi, atau penyesuaian dari asimilasi.

Pada saat peserta didik melakukan kegiatan berpikir untuk memecahkan masalah, maka di saat itulah peserta didik tersebut melakukan kegiatan yang disebut dengan proses berpikir. Hudojo (Siswono, 2016) menyatakan bahwa dalam proses belajar terjadi proses berpikir, sebab seorang dikatakan berpikir bila orang itu melakukan kegiatan mental dan orang yang belajar pasti melakukan kegiatan mental. Pada saat memecahkan masalah, siswa melakukan proses berpikir dalam pikiran sehingga siswa dapat menentukan hasil akhir. Proses berpikir adalah proses memecahkan sebuah masalah untuk menemukan solusi (Ahmadi, 2019). Dalam pengertian yang lain proses berpikir adalah urutan kejadian mental yang terjadi secara ilmiah atau terencana dan sistimatis pada konteks ruang dan media yang digunakan serta menghasilkan suatu perubahan terhadap suatu objek yang mempengaruhinya (Kuswana, 2011). Menurut Kuswana (2011) proses berpikir merupakan peristiwa mencampur, mencocokan, menggabungkan menukar dan mengurutkan konsep-konsep, persepsi-persepsi dan pengalaman sebelumnya.

Menurut Marpaung (1986) proses berpikir adalah proses yang dimulai dari penerimaan informasi (dari dunia luar atau dari dalam diri siswa), pengolahan, penyimpanan, dan pemanggilan informasi itu dari dalam ingatan siswa. Proses berpikir dapat diartikan sebagai suatu proses penggabungan potongan informasi-informasi yang diterima individu dengan informasi yang ada dalam ingatannya, yang kemudian dikembangkan dan disimpulkan untuk suatu pengertian tertantu. Zuhri (1998) mengungkapkan bahwa proses berpikir dibedakan menjadi tiga macam yakni proses berpikir konseptual, proses berpikir semi konseptual dan proses berpikir komputasional. Proses berpikir konseptual adalah proses berpikir yang selalu menyelesaikan soal dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki berdasarkan hasil pelajarannya selama ini. Proses berpikir semi konseptual adalah proses berpikir yang cenderung menyelesaikan suatu soal dengan menggunakan konsep tetapi mungkin karena pemahamannya terhadap konsep tersebut belum sepenuhnya lengkap maka penyelesaiannya dicampur dengan cara penyelesaian yang menggunakan cara intuisi. Sedangkan proses berpikir komputasional adalah proses berpikir yang pada umumnya menyelesaiak suatu soal tidak menggunakan konsep tetapi lebih mengandalkan intuisi.

Proses berpikir menurut Suryabrata (1993) merupakan proses yang dinamis yang dapat dilukiskan melalui proses atau jalannya berpikir. Proses atau jalannya berpikir tersebut dapat diuraikan kedalam tiga langkah, yaitu 1) Pembentukan pengertian, yaitu dengan cara menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek sejenis, kemudian membedakan ciri-ciri tersebut dan mengabstraksikannya, 2) Pembentukan pendapat,yaitu meletakan hubungan antara dua buah pengertian atau lebih dan 3) Penarikan kesimpulan, yaitu sebagai hasil perbuatanakal untuk membentuk pendapat baru berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa proses berpikir merupakan suatu proses penerimaan dan pengelolahan informasi, memahami dan juga mengidentifikasi suatu permasalahan dengan cara menggabungkan konsep-konsep, mengabungkan pengalaman yang telah diterima sebelumnya dengan pengalaman yang baru dimulai dengan membuat pengertian, pendapat hingga penarikan kesimpulan sehingga didapatkan hasil belajar yang sesuai dan tepat dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.

Proses berpikir pada mahasiswa merupakan wujud keseriusannya dalam belajar. Bepikir membantu mahasiswa untuk menghadapi persoalan atau masalah dalam proses pembelajaran, ujian dan kegiatan pendidikan lainnya seperti eksperimen, observasi dan prektek lapangan lainnya. Proses berpikir pada siswa dalam proses belajar mengajar bertujuan untuk membangun dan membentuk kebiasan mahasiswa dalam menyelesaikan permasalah yang dihadapi dengan baik, benar, efektif dan efesien. Tujuan akhirnya adalah berharap mahasiswa akan menggunakan keterampilan-keterampilan berpikirnya untuk memecahkan masalah yang akan dihadapinya di masyarakat.

1.1.4        Pengembangan Gagasan dalam Aktivitas Menulis

Bahasa merupakan sarana utama menulis untuk mengungkapkan gagasan, ide, atau perasaan pada orang lain. Menulis sebagai salah satu keterampilan berbahasa yang tidak dapat dilepaskan dari aspek keterampilan berbahasa lainnya, yaitu keterampilan men  yimak, berbicara, dan membaca. Keempat keterampilan itu saling berkaitan. Pengalaman dan masukan yang diperoleh dari menyimak, berbicara, dan membaca, akan memberikan kontribusi terhadap menulis. Begitu pula sebaliknya, apa yang diperoleh dari menulis akan berpengaruh pula terhadap ketiga keterampilan berbahasa tesebut. Dengan kata lain menulis merupakan suatu proses kreatif untuk menemukan sesuatu dalam bentuk bahasa tulis sehingga menambah pengetahuan dan wawasan. Hasil dari kreatif menulis ini biasa disebut dengan istilah tulisan atau karangan. Kedua istilah tersebut mengacu pada hasil yang sama meskipun ada pendapat yang mengatakan kedua istilah tersebut memiliki pengertian berbeda. Istilah menulis sering dilekatkan pada proses kreatif yang berjenis ilmiah. Sementara, istilah mengarang sering dilekatkan pada proses kreatif yang berjenis non ilmiah.

Pada dasarnya menulis merupakan suatu bentuk penuangan pikiran dan perasaan yang dimiliki oleh manusia dengan tulisan. Mengenai pengertian menulis ini telah banyak diungkapkan oleh para ahli. Menurut Nurgiyantoro (2001) menulis merupakan aktivitas produktif dalam mengemukakan gagasan melalui media bahasa. Lebih lanjut Nurgiyantoro (2001) menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang aktif, produktif, kompleks, dan terpadu yang berupa pengungkapan dan yang diwujudkan secara tertulis. Menulis juga merupakan keterampilan yang menuntut penulis untuk menguasai berbagai unsur di luar kebahasaan itu sendiri yang akan menjadi isi dalam suatu tulisan. Sedangkan, Tarigan (1994) menyatakan bahwa menulis merupakan kegiatan yang sifatnya mengungkapkan gagasan, buah pikiran, dan perasaan kepada pihak atau orang lain. Oleh karena itulah, menulis merupakan suatu kegiatan produktif dan ekspresif, di mana dalam suatu tulisan merupakan hasil dari suatu ungkapamn perasaan penulis.

Menulis merupakan ekspresi diri dalam menuangkan pikirannya dari apa yang didengar dan apa yang dilihat berdasarkan pengalama pribadi atau melalui pengalaman orang lain dengan menggunakan bahasa tulis, dan menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tarigan (2008) bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung dan tidak secara tatap muka dengan orang lain. Kegiatan komunikasi itu dikatakan tidak langsung karena media yang digunakan dalam kegiatan menulis adalah tulisan. Hal ini memungkinkan tidak terjadi kontak secara langsung antara pembaca dan penulis, namun proses komunikasi antara penulis dan pembaca tetaplah terjadi. Di samping itu, Tarigan (2008) menjelaskan bahwa menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafis yang mengungkapkan suatu perasaan dengan bahasa yang dipahami oleh seseorang. Di dalam menulis tidak hanya sekedar menuangkan lambang-lambang grafis, namun menuangkan ide-ide yang merupakan buah pikiriran melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh dan jelas sehingga dapat disampaikan dan diterima pembaca secara baik. Dalam artikata lain apa yang dipahami pembaca sama dengan apa yang dimaksud penulis. Oleh karena itu, di samping harus menguasai topik dan permasalahan yang akan ditulis, penulis dituntut dapat menguasai komponen lainnya, seperti grafologi, struktur, kosakata, penggunaan ejaan dan tanda baca yang tepat, sehingga apa yang ditulis menjari koheren dan kohesi.

Pendapat yang lain dikemukakan oleh Cremin (2009) yang menyatakan bahwa menulis merupakan sebuah aksi penciptaan sebuah desain kreatif yang dalam penciptaan makna tidak hanya melalui kata-kata, tetapi juga dengan tata letak visual dan dalam tata letak visual, tulisan perlu mendapatkan penekanan. Hal ini terjadi karena tata letak visual dapat mempengaruhi keterbacaan sebuah tulisan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan makna dari sebuah tulisan, pembaca harus memperhatikan kata-kata yang terintegrasikan dalam tata letak visual tersebut. Sebaliknya sebuah tulisan akan mempunyai makna yang jelas dan mudah dipahami oleh pembaca apabila di dalam menulis juga memperhatikan tata letak visual.

Menulis merupakan suatu kemampuan berbahasa yang memerlukan kemampuan berbahasa dan kecerdasan. Kecerdasan Bahasa adalah kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif, baik secara lisan maupun tulisan. Kecerdasan ini meliputi kemampuan menggunakan tata bahasa, bunyi bahasa, makna bahasa, dan penggunaan praktis bahasa. Dalam kehidupan sehari-hari kecerdasan berbahasa bermanfaat untuk berbicara, mendengarkan, membaca dan menulis. Adapun kemampuan yang terkait dengan kecerdasan berbahasa antara lain kelancaran berbicara dan bercerita, penguasaan kosakata yang bervariasi, serta kemampuan pada permainan kata dan bahasa.

Dalam kaitannya dengan kemampuan berbahasa dan kecerdasan di dalam menulis, Gardner (1992) memandang kemampuan bahasa termasuk kecerdasan majemuk, yaitu kecerdasan linguistik dalam pengertian kemampuan yang dimiliki manusia untuk berpikir dalam bentuk kata-kata dan penggunaan bahasa sebagai alat ekspresi.

Kegiatan kreatif berbahasa dapat dilihat dalam penggunaan bahasa, baik secara lisan maupun tulisan. Gagasan-gagasan yang muncul dalam tulisan merupakan cermin bagi penulisnya karena dalam tulisan tersebut, penulis sedang berupaya mengkomunikasikan pikiran-pikirannya, yang dilakukan secara konvergen maupun divergen. Pemikiran konvergen adalah suatu proses yang menggabungkan ide-ide yang berlainan berdasarkan tema yang tertentu dalam satu struktur yang tersusun dan mudah dipahami, sedangkan pemikiran divergen merupakan pemikiran secara kreatif untuk mencari ide-ide baru yang disesuaikan untuk dapat menyelesaiakan masalah dan mempunyai berbagai jawaban.

Pengertian yang lain tentang menulis diungkapkan oleh Sudaryanto dalam Setiady (2014) yang menyatakan bahwa menulis adalah membuat orang mengetahui apa yang ditulis oleh penulis itu sendiri. Pendapat tersebut secara implisit menyatakan bahwa menulis memerlukan unsur ide yang terorganisasi sedemikian rupa sehingga komunikasi antara pembaca dengan penulis dapat terjadi.

Pengorganisasian gagasan dalam tulisan yang dilakukan oleh penulis akan
sangat membantu karya tulis untuk memudahkan pembaca dalam memahami pesan yang terdapat di dalam tulisan tersebut. Oleh karena itu, ketika pembaca tidak dapat menangkap pesan yang disampaikan oleh penulis, dapat dikatakan tulisan tersebut tidak baik. Sebaliknya apabila pembaca dapat menangkap pesan yang disampaikan oleh penulis, maka tulisan tersebut dikatakan baik. Menulis diartikan pula sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya (Suparno dan Yunus, 2007 dalam Silaswati and Zakiyah 2018).

Sementara itu, menurut Tarigan (2008), dalam kegiatan menulis, penulis haruslah terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosa kata. Hal ini sejalan dengan pendapat Sardila (2016) yang merumuskan bahwa menulis lebih dipahami sebagai keterampilan, bukan sebagai ilmu, yang berarti bahwa menulis membutuhkan latihan. Hal tersebut senada dengan pendapat Slamet (2007) berikut.Menulis bukan hanya berupa melahirkan pikiran atas perasaan saja, melainkan juga merupakan pengungkapan ide, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman hidup seseorang dalam bahasa tulis. Oleh karena itu, menulis bukanlah merupakan kegiatan yang sederhana dan tidak perlu dipelajari, tetapi justru dikuasai.

McCrimmon (1984) mengungkapkan, “writing is a form of thinking, but it is thinking, for a particular audience, and for a particular occasion. One tasks more important as a writer to master the principles are those of invention, arrangement, and style”. Menulis merupakan kegiatan menggali pikiran dan perasaan mengenai suatu subjek, memilih hal-hal yang akan ditulis, menentukan cara menuliskannya sehingga pembaca dapat memahaminya dengan mudah dan jelas.

Sejalan dengan pernyataan tersebut, D’Angelo (1994) menyatakan bahwa menulis adalah bentuk pemikiran yang ditujukan untuk orang tertentu dan kondisi tertentu. Tugas penting sebagai penulis adalah menguasai tiga prinsip, yaitu penemuan, pengaturan, dan gaya. Nurjamal, Sumirat, and Darwis (2011) mengemukakan bahwa menulis sebagai sebuah keterampilan berbahasa seseorang dalam mengemukakan gagasan, perasaan, dan pemikiran-pemikirannya kepada orang atau pihak lain dengan menggunakan media tulisan. Pada dasarnya, menulis itu bukan hanya melahirkan pikiran atau perasaan, melainkan merupakan pengungkapan ide, pengetahuan, ilmu dan pengalaman hidup, serta untuk dapat memecahkan masalah yang dituangkan dalam dalam bahasa tulis. Writing can help to think critically. It can enable to perceive relationships, to deepen perception, to solve problems, to give order to experience. It can helpto clarify your thoughts (D’Angelo, 1994). Menulis dapat membantu untuk berpikir kritis. Menulis dapat memungkinkan untuk melihat hubungan, untuk memperdalam persepsi, untuk memecahkan masalah, untuk memberikan urutan pengalaman. Menulis dapat membantu menuangkan pikiran. Jadi dengan menulis dapat menghasilkan sebuah karya yang merupaka hasil dari pengembangan gagasan dan perasaan pribadi.

Suparno dan Yunus dalam Slamet (2007) menyatakan bahwa menulis merupakan suatu kegiatan penyampaian pesan dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Sebuah tulisan dapat dikatakan berhasil apabila tulisan tersebut dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca. Artinya, segala ide dan pesan yang disampaikan oleh penulis dapat dipahami secara baik oleh pembacanya serta tafsiran pembaca sama dengan maksud penulis Semi (1990). Dalam menulis tidak terlepas dari munculnya suatu ide-ide atau gagasan yang merupakan suatu aktifitas bekerjanya otak. Hal itu sesuai dengan pendapat De Porter and Hernacki (1992) menjelaskan bahwa menulis adalah aktivitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan (emosional) dan belahan otak kiri. Dalam hal ini, yang merupakan bagian logika adalah perencanaan, outline, tata bahasa, penyuntingan, penulisan kembali, penelitian, dan tanda baca. Sementara itu, yang termasuk bagian emosional ialah semangat, spontanitas, emosi, warna, imajinasi, gairah, dan kegembiraan. Di dalam aktivitas menulis dibutuhkan suatu kerjasama antara otak kiri dan otak kanan.

Menulis adalah sebuah kesempatan untuk menyampaikan sesuatu tentang diri sendiri, mengkomunikasikan ide-ide kepada orang lain di luar lingkungan penulis, dan mempelajari hal baru yang tidak penulis mengerti (McCrimmon, 1984). Selanjutnya menurut Alwasilah and Alwasilah (2005) menulis merupakan curahan ide-ide, gagasan atau ilmu yang dituliskan dengan struktur yang benar, adanya koherensi yang baik antarparagraf, dan bebas dari kesalahan-kesalahan mekanik seperti tanda baca.

Sementara itu, menurut Semi (2007) menulis adalah suatuproses memindahkan gagasan-gagasan ke dalam lambang-lambang tulisan. Hal tersebut dapat diartikan bahwa menulis mempunyai tiga aspek utama, yaitu: (1) adanya tujuan atau maksud tertentu yang hendak dicapai; (2) adanya gagasan yang akan dikomunikasikan; (3) adanya sistem pemindahan gagasan, yang berupa sistem bahasa. Adapun tujuan menulis antara lain: (1) untuk menceritakan sesuatu; (2) untuk memberikan petunjuk atau pengarahan; (3) untuk menjelaskan sesuatu; (4) untuk merangkum (Semi, 2007).

Lebih lanjut, di dalam menulis atau dalam membuat suatu tulisan diperlukan beberapa unsur yang perlu diperhatikan. Menurut Gie (2002), unsur menulis terdiri atas gagasan, tuturan (narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi), tatanan, dan wahana.

1.      Gagasan, yaitu topik yang berupa pendapat, pengalaman, atau pengetahuan seseorang. Gagasan seseorang tergantung pengalaman masa lalu atau pengetahuan yang dimilikinya.

2.      Tuturan yaitu pengungkapan gagasan yang dapat dipahami pembaca. Ada bermacam-macam tuturan, antara lain narasi, deskripsi, dan eksposisi, argumentasi, dan persuasi.

3.      Tatanan yaitu aturan yang harus diindahkan ketika akan menuangkan gagasan. Berarti ketika menulis tidak sekedar menulis harus mengindahkan aturan-aturan dalam menulis

4.      Wahana, yaitu wahana juga sering disebut dengan alat. Wahana berupa kosakata, gramatika, retorika (seni memakai bahasa). Bagi penulis pemula, wahana sering menjadi masalah., karena dalam menggunakan kosakata, gramatika, retorika yang masih sangat terbata, dan untuk mengatasi hal tersebut, penulis pemula harus memperkaya kosakata yang belum diketahui artinya. Penulis pemula harussering melakukan latihan menulis dan membaca.

Mengacu pada penjelasan di atas dapat diketahui bahwa di dalam unsur-unsur menulis terdiri dari pengungkapkan gagasan, tuturan yang digunakan penulis dalam menyampaikan tulisannya, tatanan dalam penulisan, dan wahana yang berupa kosakata, serta ejaan dan tanda baca. Menulis merupakan aktivitas yang bermanfaat selain bagi orang lain juga bagi diri penulis sendiri. Sehubungan dengan manfaat menulis, menurut Akhadiah (2003) ada beberapa manfaat, yaitu: (1) dapat mengenali kemampuan potensi diri. Dalam hal ini penulis dapat mengetahui sampai di mana pengetahuan dan penguasaan tentang topik. Penulis juga harusberpikir serta menggali pengetahuan dan pengalamannya yang sering sekali tersimpan di alam bawah sadarnya; (2) dapat mengembangkan berbagai gagasan. Dalam hal ini penulis bernalar dengan cara menghubung-hubungkan dan membandingkan fakta-fakta yang tidak pernah dilakukan jika tidak menulis; (3) memaksa penulis lebih banyak menyerap, mencari, dan menguasai informasi yang berkaitan dengan topik; (4) dapat mengorganisasikan gagasan.

Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dikemukakan dapat disintesiskan bahwa menulis adalah kegiatan produktif dan ekspresif dalam menggali pikiran, ide, gagasan dan perasaan secara kritis dan kreatif dengan bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh dan jelas untuk menyampaikan pesan atau informasi dengan menggunakan bahasa tulis. Dalam mengungkapkan ide atau gagasan yang akan dituangkan di dalam suatu tulisan harus terorganisir dan dengan gaya yang tepat, karena hal itu akan dapat memudahkan pembaca menangkap dan memahami apa yang dimaksut penulis, oleh karena itu di dalam menulis harus dapat menghubungkan antara penulis sebagai penyampai informasi dan pembaca sebagai penerima informasi.

Gagasan adalah ide atau pikiran seseorang yang biasanya dikembangkan dalam bentuk lisan dan atau tulisan. Pengembangan gagasan merupakan bagian dari kegiatan menulis yang merupakan hal pokok dari sebuah tulisan, oleh sebab itu, dalam pengembangannya tetap harus memperhatikan asas-asas kegiatan menulis. Gie (2002) menyebutkan adanya tiga asas utama dalam kegiatan menulis, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan 3C, yaitu clarity (kejelasan), conciseness (keringkasan), dan correctness (ketetapan).

Asas mengarang pertama dan utama dalam kegiatan menulis ialah kejelasan, hasil perwujudan gagasan seseorang dalam bahasa tulis harus dapat dibaca dan dimengerti oleh pembaca. Tanpa asas kejelasan suatu karangan sukar dibaca dan sulit dimengerti oleh para pembacanya. Asas kejelasan tidaklah semata-mata berarti mudah dipahami, tetapi juga karangan itu tidak mungkin disalahtafsirkan oleh pembaca. Kejelasan berarti tidak samar-samar, tidak kabur sehingga setiap butir ide yang diungkapkan seakan-akan tampak nyata oleh pembaca.

Asas keringkasan tidaklah berarti bahwa setiap karangan harus pendek. Keringkasan berarti bahwa suatu karangan tidak menghamburkan kata-kata secara semena-mena, tidak mengulang-ulang butir ide yang dikemukakan, dan tidak berputar-putar dalam menyampaikan suatu gagasan dengan berbagai kalimat yang berkepanjangan. Menurut Harry Shaw (dalam Gie, 2002), penulisan yang baik diperoleh dari ide-ide yang kaya dan kata-kata yang hemat, bukan kebalikannya ide yang miskin dan kata yang boros. Jadi, suatu karangan adalah ringkas bilamana karangan itu mengungkapkan banyak buah pikiran dalam kata-kata yang sedikit.

Asas ketepatan mengandung ketentuan bahwa suatu penulisan harus dapat menyampaikan butir-butir gagasan kepada pembaca dengan kecocokan sepenuhnya seperti yang dimaksud oleh penulisnya. Oleh karena itu, agar karangannya tepat, setiap penulis harus menaati sepenuhnya berbagai aturan dan ketentuan tata bahasa, ejaan, tanda baca, dan kelaziman pemakaian bahasa tulis yang ada.

Tiga asas yang telah disebutkan di atas merupakan asas-asas utama yang harus diindahkan dan dilaksanakan dalam kegiatan menulis karangan apapun, sehingga dapat menghasilkan suatu tulisan yang baik dan pasti dapat dibaca dan dimengerti oleh pembaca. Selain tiga asas utama tersebut, menurut Mujianto dkk. dalam Amassang (2018), masih terdapat tiga asas mengarang lainnya yang perlu diindahkan agar dapat dihasilkan karangan yang baik. Ketiga asas itu antara lain (1) kesatupaduan, (2) pertautan, dan (3) penegasan.

Asas kesatupaduan berarti bahwa segala hal yang disajikan dalam suatu karangan perlu berkisar pada satu gagasan pokok atau tema utama yang telah ditentukan. Untuk keseluruhan karangan yang tersusun dari alinea-alinea, tidak ada uraian yang menyimpang dan tidak ada ide yang lepas dari jalur gagasan pokok itu. Selanjutnya dalam setiap alinea hanya dimuat satu butir informasi yang berkaitan dengan gagasan pokok yang didukung dengan berbagai penjelasan yang bertalian dan bersifat padu (Mujianto, 2016).

Asas pertautan menetapkan bahwa dalam suatu bagian-bagian karangan perlu “melekat” secara berurutan satu sama lain. Dalam sebuah karangan antara alinea yang satu dengan alinea yang lainnya perlu ada saling kait sehingga ada aliran yang logis dari ide yang satu menuju yang lain. Demikian pula antara kalimat yang satu dengan kalimat berikutnya dalam satu alinea perlu ada kesinambungan yang tertib. Jadi, pada asas pertautan semua alinea dan kalimat perlu berurutan dan berkesinambungan sehingga seakan-akan terdapat aliran yang lancar dalam penyampaian gagasan pokok sejak awal sampai akhir karangan (Mujianto, 2016).

Asas penegasan dalam mengarang menetapkan bahwa dalam suatu tulisan butir-butir informasi yang penting disampaikan dengan penekanan atau penonjolan tertentu sehingga memberikan kesan kuat pada pikiran pembaca (Mujianto, 2016)Karya Tulis Ilmiah Ragam Skripsi

Karya ilmiah merupakan suatu karya yang berbentuk tulisan yang bersifat ilmiah. Karya ilmiah merupakan karya tulis yang berisi suatu pembahasan ilmiah yang dilakukan oleh seorang penulis untuk memberitahukan sesuatu hal secara logis dan sistematis kepada para pembaca. Karya ilmiah biasanya ditulis untuk mencari jawaban mengenai sesuatu hal dan untuk membuktikan kebenaran tentang sesuatu yang terdapat dalam objek tulisan.

Istilah karya ilmiah disini adalah mengacu kepada karya tulis yang menyusun dan penyajiannya didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah dalam penulisannya. Penyusunan dan penyajian karya semacam itu didahului oleh studi pustaka dan studi lapangan. Ada banyak pendapat yang menyatakan hakekat karya ilmiah. Djuroto, Setokoesoemo, and Suprijadi (2013) berpendapat bahwa karya ilmiah adalah salah satu jenis karangan yang berisi serangkaian hasil pemikiran yang diperoleh sesuai dengan sifat keilmuannya. Gagasan lebih rinci dikemukakan oleh Silaswati (2018) yang mengatakan bahwa karya ilmiah adalah karya tulis yang menyajikan gagasan, deskripsi atau pemecahan masalah secara sistematis, disajikan secara objektif dan jujur, dengan menggunakan bahasa baku, serta didukung oleh fakta, teori, dan atau bukti-bukti empirik. Sementara itu, menurut Brotowidjoyo (2002), karya ilmiah merupakan karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Karya ilmiah dapat berwujud dalam bentuk makalah, kertas kerja, laporan akhir, skripsi, tesis, dan disertasi yang pada dasarnya merupakan produk dari kegiatan ilmuwan (Dwiloka and Riana, 2005). Bertolak dari beberapa definisi dan berdasarkan karakteristik karya ilmiah, yang dimaksud karya ilmiah dalam tulisan ini adalah suatu tulisan yang menyajikan gagasan, deskripsi atau pemecahan masalah secara sistematis berdasarkan fakta, teori, dan bukti-bukti empirik dengan menggunakan bahasa baku.

Karya ilmiah adalah suatu karya yang dapat dihasilkan oleh satu orang atau lebih yang bekerja bersama-sama dengan mengikuti kaidah-kaidah dan persyaratan tertentu dalam penulisannya.Mengenai hal ini ada berbagai pendapat yang dapat dikaji. Danial (2001) mengemukakan bahwa karya ilmiah adalah berbagai macam tulisan yang disusun oleh seseorang atau kelompok dengan menggunakan tata cara ilmiah. Tata cara ilmiah adalah suatu sistem penulisan yang didasarkan pada sistem, masalah, tujuan, teori, dan data untuk memberikan alternatif pemecahan masalah tertentu. Senada dengan pendapat tersebut, Djuroto, Setokoesoemo, and Suprijadi (2013) mengatakan bahwa karya tulis ilmiah adalah suatu tulisan yang membahas suatu masalah. Pembahasan itu dilakukan berdasarkan penyelidikan, pengamatan, dan pengumpulan data yang didapat dari suatu penelitian, baik penelitian lapangan, tes laboratorium, ataupun kajian pustaka. Karya ilmiah adalah hasil pemikiran seorang ilmuwan (yang berupa hasil pengembangan) yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang diperoleh melalui kepustakaan, kumpulan pengalaman, penelitian, dan pengetahuan orang lain sebelumnya (Dwiloka and Riana,  2005).

Menurut Pateda (1993), karya ilmiah adalah hasil pemikiran ilmiah pada suatu disiplin ilmu tertentu yang disusun secara sistematis, ilmiah, logis, benar, bertanggungjawab, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Sudjiman and Sugono (1991), karya ilmiah adalah suatu karya tulis yang penyusunannya didasarkan pada kajian ilmiah dan penyusunannya didahului oleh penelitian pustaka dan/atau penelitian lapangan.

Karya ilmiah pada dasarnya berbeda dengan karya tulis yang nonilmiah. Izazi (2009) membedakan adanya dua golongan karangan, yaitu karangan ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah (karya ilmiah), dan karangan ilmu pengetahuan yang bersifat nonilmiah (karya nonilmiah). Karya ilmiah adalah karangan yang ditulis berdasarkan fakta umum, yaitu fakta yang dapat dibuktikan benar tidaknya. Meskipun demikian, tidak semua fakta umum bernilai ilmiah.

Penggolongan karangan atas karya ilmiah dan karya nonilmiah tidak saja didasarkan pada sifat fakta yang disajikan, tetapi juga didasarkan pada cara penulisan. Sebuah karangan yang menyajikan fakta umum, tetapi jika penulisannya tidak menggunakan metode penulisan yang baik dan benar, karangan itu tidak dapat digolongkan sebagai karangan ilmiah. Dengan demikian, karya ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta umum dan ditulis menurut metode penulisan karangan ilmiah. Pengungkapan pikiran dalam karya ilmiah didasarkan pada fakta dengan berpedoman pada ciri-ciri dalam penulisan ilmiah, yaitu: (1) pengungkapan masalah dan pemecahannya dilakukan secara ilmiah; (2) pengungkapan pendapat didukung oleh fakta; (3) bersifat tepat dan lengkap; (4) pengembangannya secara sistematis dan logis; serta (5) bersifat netral dan tidak emosional. Berkaitan dengan ciri-ciri yang menjadi katagori sebuah karya ilmiah, Maimunah (2007) mengungkapkan bahwa karakteristik penulisan karya ilmiah meliputi: fokus gagasan, keterbacaan, teknik penulisan, dan perujukan.

Menurut Anggara (2015) dalam proses penyusunan karya ilmiah diperlukan adanya kreativitas gagasan. Kreativitas gagasan adalah sebuah kemampuan untuk memikirkan dan menemukan sesuatu yang baru, menciptakan gagasan-gagasan baru dengan cara mengombinasikan, mengubah atau menerapkan kembali ide-ide yang telah ada (Gie, 2002). Kreativitas gagasan adalah sebuah perilaku menerima perubahan dan kebaruan, kemampuan bermain-main dengan berbagai gagasan dan berbagai kemungkinan, cara pandang yang fleksibel, dan kebiasaan menikmati sesuatu.

Sementara itu, menurut Drost (2000) kreativitas gagasan adalah proses kerja keras dan berkesinambungan dalam menghasilkan gagasan dan pemecahan masalah yang lebih baik, serta selalu berusaha untuk menjadikan segala sesuatu lebih baik. Hal ini berkenaan dengan proses eksplorasi untuk melahirkan ide dan gagasan yang inovatif dan solutif. Menurut Malaka (1999) kegiatan berpikir kreatif adalah suatu kegiatan berpikir secara kensisten dan terus-menerus menghasilkan suatu gagasan yang kreatif/orisinil sesuai dengan keperluan.

Hossoubah (2007) menunjukkan bahwa karakteristik dari kreativitas adalah: (1) mempunyai keterkaitan yang luas dengan masalah yang berkaitan atau tidak berkaitan dengan dirinya; (2) mampu memandang suatu masalah dari berbagai perspektif; (3) cenderung menatap dunia secara relatif dan kontekstual, bukan secara universal atau absolut; (4) biasanya melakukan pendekatan mencoba dan belajar dalam menyelesaikan permasalahan yang memberikan alternatif, berorientasi ke depan dan bersikap optimis dalam menghadapi perubahan demi suatu kemajuan. Hal-hal yang menjadi indikator penilaian pada aspek kreativitas gagasan adalah: (1) komprehensif, menarik, aktual, dan unik; (2) struktur gagasan yang didukung oleh argumentasi ilmiah; (3) keaslian gagasan, penjelasan pengungkapan ide, sistematika pengungkapan ide; (4) gagasan bersifat asli diungkapkan secara menyeluruh dan terstruktur yang memperlihatkan keunikan dan keaslian gagasan yang didukung dengan argumentasi ilmiah yang jelas.

Menurut Pateda (1993), ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu tulisan layak disebut sebagai karya ilmiah. Syarat-syarat itu antara lain: (1) komunikatif,artinya uraian yang disampaikan dapat dipahami pembaca, (2) kata dan kalimat yang disusun penulis hendaknya bersifat denotatif sehingga tidak menimbulkan penafsiran ganda pada pembaca. Pemahaman penulis hendaknya sama dengan pemahaman pembaca, (3) bernalar, artinya tulisan itu harus sistematis, berurutan secara logis, ada kohesi dan koherensi, dan mengikuti metode ilmiah yang tepat, dipaparkan secara objektif, benar, dan dapat dipertanggungjawabkan, (4) ekonomis, artinya kata atau kalimat yang ditulis hendaknya diseleksi sedemikian rupa sehingga tersusun secara padat berisi, (5) derdasarkan landasan teoretis yang kuat, artinya suatu hasil karya ilmiah, bukan subjektivitas penulisnya, tetapi harus berlandaskan teori-teori tertentu yang dikuasai secara mendalam oleh penulis. Penulis melakukan kajian berdasarkan teori-teori tersebut, (6) tulisan harus relevan dengan disiplin ilmu tertentu, artinya tulisan ilmiah itu ditulis oleh seseorang yang menguasai suatu bidang ilmu tertentu. Penguasaan penulis pada disiplin ilmu tertentu akan tampak melalui teori, pendekatan, pemaparan yang selalu berlandaskan pada prinsip-prinsip ilmu tertentu, (7) memiliki sumber penopang mutakhir, artinya tulisan ilmiah harus mempergunakan landasan teori berupa teori mutakhir (terbaru).

Penulis ilmiah harus mencermati teori-teori mutakhir melalui penelusuran internet atau jurnal ilmiah, (8) bertanggungjawab, artinya sumber data, buku acuan, dan kutipan harus secara bertanggungjawab disebutkan dan ditulis dalam karya ilmiah. Teknik penulisan yang tepat serta penggunaan bahasa yang baik dan benar juga termasuk tanggungjawab seorang penulis karya ilmiah. Di samping adanya syarat-syarat dalam karya tulis ilmiah, ada ciri-ciri dalam karya ilmiah, seperti yang diungkapkan oleh Maimunah (2007) yang mengemukakan bahwa ciri karangan ilmiah adalah: (1) pengungkapan masalah dan pemecahannya dilakukan secara ilmiah; (2) pengungkapan pendapat didukung oleh fakta; (3) bersifat tepat dan lengkap; (4) pengembangannya secara sistematis dan logis; dan (5) bersifat netral dan tidak emosional. Ciri karya tulis ilmiah yang lain adalah menggunakan kalimat efektif, yaitu kalimat yang secara tepat dapat mewakili gagasan atau perasaan pembicara atau penulis dan sanggup menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran pendengar atau pembaca seperti yang dipikirkan oleh pembicara atau penulis (Suwardjono, 2004).

Berkaitan dengan masalah tersebut, Keraf (1993) merinci lebih lanjut, bahwa kalimat efektif mempunyai: kesatuan gagasan, koherensi yang baik dan kompak, penekanan, variasi, paralelisme, dan penalaran atau logika. Senada dengan pendapat itu, Indriati (2002) mengatakan bahwa tulisan yang efektif harus mengandung unsur-unsur: (1) singkat dalam arti tidak perlu menambahkan hal-hal di luar isi pokok tulisan dan tidak mengulang-ulang yang sudah dijelaskan (redundant). (2) jelas, kejelasan (clarity) dalam arti tidak mempunyai arti ganda (ambiguous), (3) tepat (precise) dalam arti pemilihan kosa kata harus tepat menggambarkan apa yang dimaksudkan penulis. (4) aliran logika (logical flow) lancar dalam arti paparan ide pokok didukung oleh penjelasan dan kesimpulan. (5) koheren dalam arti, ide-ide pokok harus saling berkaitan mendukung ide utama sehingga seluruh bagian tulisan merupakan kesatuan yang saling berhubungan (coherence).

Banyak unsur yang membentuk karangan / tulisan ilmiah. Hal itu dikatakan oleh Langan dalam Pateda (1993) bahwa karangan/tulisan ilmiah itu terbentuk oleh adanya unsur: (a) kata, (b) kalimat, (c) paragraf, (d) keutuhan, (e) kohesi-koherensi, dan (f) diksi. Unsur (a) sampai dengan (c) berhubungan dengan struktur bahasa, sedangkan unsur (d) hingga (f) berkaitan dengan unsur yang membentuk tulisan secara menyeluruh. Suatu karya ilmiah harus memiliki koherensi, yaitu mempunyai keterpaduan yang menyeluruh, di mana tidak ada unsur atau bagian-bagian tulisan terabaikan yang memungkinkan pembaca bertanya-tanya atau kehilangan jejak dalam memahami isi tulisannya. Adapun tujuan dari koherensi adalah untuk membantu para pembaca melihat bagaimana penulis memaparkan pokok-pokok pikiran secara utuh dan jelas: bagaimana ide yang satu dikaitkan dengan ide yang lainnya.

Syamsudin, dkk. (dalam Pertiwi, 2013) menyatakan bahwa suatu wacana yang baik memiliki kohesi dan koherensi. Kohesi adalah adanya hubungan yang serasi antara unsur yang satu dengan unsur yang lain sehingga tercipta pengertian yang koheren. Kohesi merujuk pada pertautan bentuk, dan koherensi merujuk pertautan makna. Unsur terakhir pada karangan / tulisan ilmiah adalah diksi. Diksi adalah kemahiran penulis memilih kata dan kalimat yang mendukung beberan pikiran. Kata atau kalimat yang dipilih harus efektif dan bermakna. Kata dan kalimat yang dipilih harus betul-betul berfungsi. McCrimmon (1984), diksi yang baik adalah pemilihan kata-kata yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan maksud penulis dengan baik kepada pembaca.

Lebih lanjut menurut McCrimmon (1984), terdapat tiga kualitas yang menggambarkan sebuah pemilihan kata yang baik, yaitu: (1) kesesuaian atau ketepatan kata: kata-kata yang tepat adalah kata-kata yang sesuai dengan tujuan yang dimaksud penulis. Termasuk di dalamnya analisis penulis terhadap situasi dan sasaran yang dituju, (2) kekhususan: kata-kata khusus yang dimaksud dalam sebuah tulisan adalah katakata yang secara spesifik mengacu pada orang, objek, atau acara tertentu, (3) pencitraan: terdapat dua arti yang umum, yaitu imaji-imaji atau gambar-gambar yang diciptakan oleh kata-kata konkret dan bahasa-bahasa kiasan misalnya simile dan metafora. 

Terkait dengan bahasa, menurut Waluyo (2014) yaitu sebagai sarana berpikir keilmuan dan sarana komunikasi keilmuan. Sebagai sarana keilmuan bahasa diperkuat dengan logika, matematika, dan statistika. Logika mengatur bahasa yang digunakan supaya memiliki keberaturan, keruntutan, proses penalaran yang benar, dan alur pemikiran yang lancar dan lurus. Matematika menjadi dasar pemikiran deduktif, bahwa setiap menulis karya ilmiah harus didasarkan pada teori-teori pakar-pakar pendahulu yang dikutip sesuai dengan kaedah keilmuan dan etika keilmuan. Statistika merupakan dasar pemikiran bahwa karya keilmuan harus menampilkan data-data empirik sesuai dengan masalah yang hendak dijawab atau diuji dalam penyimpulan. Gambaran langkah penyimpulan sudah terbayang oleh penulis ilmiah karena harus didukung data yang sesuai dengan apa yang akan disimpulkan. Alur deduktif harus memaparkan teori-teori yang kuat, yang mendukung argumentasi untuk hipotesis atau menjadi pedoman bagi penyimpulan. Kedalaman dan keluasan substansi keilmuan seseorang ditandai dengan pustaka acuan yang diajukan. Alur pemikiran induktif dalam karya ilmiah tercermin di dalam hasil laporan penelitian yang diperoleh dari data-data yang dikumpulkan.


Semangat Kolaborasi Riset Membangun IKN Berbudaya: Desa Telemow Bersiap Menjadi Laboratorium Hidup Kearifan Lokal

  Penajam Paser Utara, 16 September 2024 – Gemuruh semangat pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara di Kalimantan Timur bergema hingga ke pel...