Monday, January 1, 2018

SIMULASI KREATIF



PENDAHULUAN

Pada dasarnya, aktivitas yang dilakukan anak-anak setiap harinya adalah bermain, baik di sekolah maupun di lingkungan rumah. Aktivitas bermain yang dilakukan di lingkungan sekolah hendaknya menjadi perhatian guru, karena melalui permainan tersebut banyak manfaat yang bisa diperoleh anak terutama jika permainan tersebut mendapat arahan dari guru. Permainan (play) memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan anak (Piaget, 1962; Vigotsky, 1978; Zuhdi, 1999).
Penghayatan dan pemahaman konsep serta nilai maupun pengembangan keterampilan dapat ditumbuhkan melalui play dalam bentuk permainan boneka, membaca estetis, simulasi ataupun bermain peran. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran melalui play sebagai bentuk simulasi kreatif perlu dilandasi pemahaman tentang (1)simulasi kreatif: hakikat, konsep, dan teori, (2) konsep teoretik simulasi kreatif, (3) manfaat simulasi kreatif.
BAGIAN I
SIMULASI KREATIF: HAKIKAT, KONSEP, DAN TEORI
Kegiatan simulasi (play) pada awalnya merupakan suatu kegiatan bermain yang dilakukan siswa-siswa TK Froebelian dan Montessari. Froeble menggunakan media hadiah, mengajak siswa membuat kerajinan dan melibatkan siswa pada situasi bermain dan bernyanyi. Kegiatan bermain memang selalu menjadi bagian dari program pendidikan anakanak. Kegiatan bermain secara natural ini akhirnya digunakan dan diterima sebagai alat pembelajaran pada seperempat pertama abad keduapuluh, walaupun tidak sepenuhnya dianggap sebagai satu-satunya cara belajar anak.
Pada program pendidikan anak saat ini, sekolah merancang bermacam peralatan dan materi permainan dalam kelas. Hampir semua kelas prasekolah saat ini dilengkapi dengan tempat boneka, tempat rumah-rumahan, miniatur dari plastik, pakaian mainan, mobil-mobilan dan sebagainya yang dapat digunakan siswa untuk mengekspresikan kehidupan di sekitar
lingkungan mereka.
Melalui situasi bermain, anak diharapkan mendapatkan pemahaman mendalam terhadap objek-objek dan memiliki keterampilan khusus dalam mengamati dan memperoleh materi, serta agar anak mendapat makna spiritual yang disimbolkan oleh materi dan kegiatankegiatan tersebut. Play ini pada akhirnya dapat digunakan guru sebagai wahana atau media pembelajaran untuk membentuk pemahaman melalui kegiatan atau bermain peran atau dengan menggunakan berbagai media yang tersedia. Banyak ahli yang masih kesulitan mendefinisikan simulasi (play), karena sampai saat ini masih belum ada kriteria yang disetujui secara umum untuk menentukan bahwa suatu kegiatan merupakan permainan. Namun, bila dikaitkan dengan pembelajaran, simulasi kreatif merupakan bentuk pengunjukkan maupun permainan sesuatu yang bermakna terutama dalam menggambarkan pesan dan suasana, mengembangkan pengetahuan dan keterampilan serta bernilai bagi anak dalam membuahkan pengalaman belajar tertentu. Kreatif di sini tentu saja harus dilihat dasri dua sisi, yaitu sisi kreativitas guru sebagai pensimulasi dan sisi kreativitas siswa sebagai penghayat simulasi.
Untuk memahami simulasi ini ada beberapa hal yang berhubungan dengan ciri yang menandai suatu kegiatan itu dapat dikatakan sebagai simulasi atau play. Riberman (1977), Garvey (1990), Neumann (1971), dan Schwartzman (1978) menyatakan pendapatnya bahwa simulasi kreatif (permainan atau play); (1) bukan merupakan suatu pekerjaan yang nyata (manipulatif), (2) memiliki tiga elemen (criteria, proses, tujuan), (3) kegiatan fisikal yang spontan dan sukarela, (4) tidak produktif, (5) hal yang menyenangkan/menggembirakan, (6) motivasinya intrinsic, (7) tidak memiliki tujuan ekstrinsik, (8) melibatkan aktif pelakunya, dan (9) merupakan spontanitas fisik, sosial, dan kognitif (dalam Resmini, 1996).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian simulasi kreatif sebagai berikut. Simulasi kreatif merupakan wahana pembelajaran dalam bentuk pengunjukkan atau permainan sesuatu yang bermakna dalam menggambarkan pesan, suasana, mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, dan bernilai bagi anak dalam membuahkan pengalaman belajar tertentu. Simulasi kreatif merupakan pembelajaran yang terbentuk sebagai representasi simbolik, bermakna nonliteral yang berkaitan dengan kegiatan fisikal yang spontan dan sukarela dalam bentuk permainan manipulatif yang bersifat unproductive yang menekankan pada segi menghibur dengan memperhatikan motivasi intrinsic siswa. Simulasi kreatif terbentuk dalam sebuah orkestrasi yang melibatkan kegiatan aktif siswa baik fisik, sosial, maupun kognitif sehingga tujuan, isi, dan bentuk pengalaman yang direncanakan dalam pembelajaran dapat dihayati.
BAGIAN 2
KONSEPSI TEORITIK SIMULASI KREATIF
Micchell dan Mason (1948) mengidentifikasi empat jenis teori permainan, yaitu: (1) teori surplus energi, (2) teori relaksasi, (3) teori pralatihan, dan (4) teori rekapitulasi. Teori di atas oleh Gilmore (1971), Ellis (1973), dan Fein (1979) dikembangkan sebagai teori klasikal dan teori dinamik.
1.      Teori Klasikal
a.       Teori Surplus Energi
Teori ini menyatakan bahwa sejumlah energi yang dimiliki seseorang dapat digunakan untuk melakukan kegiatan bermain dengan atau tanpa tujuan sehingga isi permainan tidak dipentingkan. Kegiatan bermain dapat dilakukan bila sseorang itu memiliki energi yang lebih untuk bekerja.
b.      Teori Relaksasi
Teori ini menyatakan bahwa bermain digunakan untuk mengisi kembali energi yang telah dikeluarkan setelah melakukan suatu pekerjaan. Relaksasi akan menghasilkan energi
baru.
c.       Teori Pralatihan
Menurut teori ini, bermain merupakan kegiatan instingtif. Anak-anak secara naluri akan terlibat dalam kegiatan bermain yang berdasarkan isi permainannya dipandang dapat digunakan sebagai persiapan untuk hidup di masa mendatang.
d.      Teori Rekapitulasi
e.       Menurut teori ini, kegiatan bermain harus dimengerti tidak saja sehubungan dengan masa depan seseorang, tetapi juga dengan kegiatan masa lalu seseorang. Tingkat permainan dikaitkan dengan perkembangan dari kuno dan primitive menuju yang modern. Dua teori pertama di atas bisa dipakai guru, misalnya saja setelah waktu libur atau berakhir pekan guru tidak akan memulai pelajaran sampai energi siswa pulih kembali. Begitu juga setelah mereka bermain, energi mereka terlalu banyak dan untuk itu guru akan membantu menyalurkan energi surplus anak untuk melakukan suatu pekerjaan.
2.      Teori Dinamik
Teori ini berusaha menjelaskan isi dari kegiatan atau permainan. Teori dinamik ini terdiri dari teori konstruktivis dan psikodinamik.
a.       Teori Konstruktivis
Menurut Piaget kegiatan bermain adalah suatu cara memanipulasi dunia luar sehingga dunia luar tersebut dapat cocok dan sesuai dengan skema organisasional seseorang saat itu. Kegiatan bermain merupakan salah satu fungsi utama dalam mengembangkan intelektual anak. Vygotsky juga mengemukakan pendapatnya bahwa bermain merupakan kreasi situasi imajiner yang tumbuh diantara anak dan masyarakat. Permainan membebaskan anak dari realitas yang ada dan akan menyebabkan anak mengontrol situasi yang akan berlangsung. Anak dapat menggunakan obyek untuk melambangkan sesuatu. Dalam permainan makna tidak bisa berkaitan dengan benda dan tindakan sehingga anak dapat melakukan proses pemikiran yang lebih tinggi. Permainan yang bersifat pura-pura itu sangat berperan dalam penguasaam bahasa dan kemampuan memecahkan masalah.
b.      Teori Psikodinamik
Freud menganggap bermain merupakan antartik yang memungkinkan anak menguasai situasi-situasi sulit dengan menguasai perasaan yang tidak dapat dikuasai anak menggunakan situasi yang nyata sehingga dapat merasakan kejadian yang melelahkan atau menyengsarakan dengan merasakannya melalui situasai permainan sehingga membantu anak menghadapi elemen-elemen efektif dari situasi kehidupan yang lebih positif.
Murphy (1962) mengemukakan pendapatnya bahwa anak usia dini menggumakan permainan untuk menghadapi masalah-masalah kehidupan seperti bermain dokter-dokteran atau sekolah-sekolahan. Pada akhirnya teori psikodinamik ini melihat permainan sebagai suatu mekanisme bukan sebagai katarsis. Permainan digunakan sebagai suatu bentuk psikoterapi untuk anak-anak yang tidak dapat mengungkapkan perasaan atau menggambarkan pengalamannya. Namun, tetap ada perbedaan antara pendidikan dan terapi pembelajaran tentang anak dengan cara mengatasi permainan mereka tetap menjadi bagian dari tradisi pendidikan anak.
Ellis (1973) menyatakan karakter teori yang sifatnya modern yaitu teori yang memandang permainan sebagai suatu fungsi motivasi kompeten dan teori yang memandang permainan sebagai suatu alat pelarian rangsangan. Permainan dipandang sebagai suatu alat di mana anak dapat mencari dan mengekspresikan stimulasi yang ada secara eksternal maupun internal untuk membuat keseimbangan optimal. White (1959) mengemukakan teorinya, yaitu teori motivasi kompetensi yang menjelaskan bahwa kegiatan bermain merupakan sesuatu cara agar anak menjadi lebih efektif dalam tindakannya dan memperoleh kepuasan personal yang lebih berdasar pada kompetensi yang dimilikinya (dalam Spodek, 1994).
Dari uraian di atas dapat disimpulan bahwa permainan imajinatif anak-anak merupakan suatu usaha untuk mengorganisasikan pengalaman afektif, kognitif, dan psikomotornya. Permainan merupakan alat untuk menggali potensi dan mengembangkan kreativitas, mempunyai pengaruh yang positif terhadap perkembangan anak, memiliki peran dalam segi emotif, kognitif, dan segi peran sosialisasi untuk mengembangkan konsep dirinya.
BAGIAN 3
MANFAAT SIMULASI KREATIF
Sebagaimana dijelaskan pada paparan di atas, simulasi kreatif (permainan) merupakan suatu usaha untuk mengorganisasikan pengalaman afektif, kognitif, dan psikomotor anak. Permainan merupakan alat untuk menggali potensi dan mengembangkan kreativitas, mempunyai pengaruh yang positif terhadap perkembangan anak, memiliki peran dalam segi emotif, kognitif, dan segi peran sosialisasi untuk mengembangkan konsep diri anak. Dengan demikian, melalui simulasi kreatif guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang alamiah, yang dapat mendorong guru untuk mengamati perkembangan kognisi, emosi, sosial, dan perkembangan fisik anak.
1.      Perkembangan Kognisi
Sebagaimana dikemukakan di atas, perkembangan kognisi anak dapat dikembangkan melalui permainan simbolik. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa hasil penelitian bahwa terdapat keterkaitan antara permainan dengan perkembangan kognisi (Stone, 1995). Dalam permainan simbolik, anak menggunakan bahasa, lisan maupun bahasa tubuh (gesture) untuk mentransformasikan identitas obyek, aktivitas, atau orang. Misalnya, seorang anak menggunakan sapu atau raket yang diidentikkan dengan gitar untuk melaksanakan kegiatan bermain musik (gitar). Seorang anak perempuan memegang sisir dan menempelkannya di telinganya sambil berkata “Halo, Nia apa kabar?, hari Minggu kita pergi ke kebun binatang, yuk?”. Pada saat itu anak mentransformasikan dan mengidentifikasikan peran dalam permainan simbolik yang merupakan tahap perkembangan mental sampai mencapai tingkat penghayatan yang tinggi (katarsis). Proses pengidentifikasian objek dengan sesuatu yang lain seperti tergambarkan dalam contoh di atas melibatkan proses berpikir abstrak yang akan mebantu perkembangan mental anak.
Contoh lain, pada saat anak bermain menyusun piramida dari kotak berhuruf (seperti terlihat pada gambar samping) atau gelas plastik berwarna dan berhuruf sehingga membentuk susunan kata bermakna, maka dia akan berusaha agar gelas-gelas berwarna dan berhuruf tersebut tidak mudah jatuh. Hal ini menuntut anak untuk berpikir divergen, karena melalui permainan anak akan mencoba memecahkan masalah dan menemukan solusi permasalahan. Dengan demikian, melalui permainan yang dilakukan anak akan memperoleh kesempatan untuk menemukan berbagai solusi permasalahan melalui kegiatan berpikir divergen. Hal ini sejalan dengan tujuan pengembangan kognitif, yaitu (1) belajar memecahkan masalah, (2) berpikir logis, mengumpulkan dan memuat informasi yang diperleh sedemikian rupa sehingga masuk akal, dan (3) berpikir secara simbolis, misalnya menggunakan subyek dengan cara yang unit (Fawzia, 2003).
2.      Perkembangan Emosi
Selain mengembangkan kognisi anak, permainan juga merupakan salah satu sarana untuk membantu perkembangan emosi anak. Melalui permainan, anak dapat mengekspresikan perasaan dan pikirannya serta mampu mengatasi kegalauan pikiran dan perasaan anak. Dalam mengikuti sebuah permainan, anak berada dalam dunia yang tidak nyata sehingga mereka merasa bebas untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya. Perasaan anak akan dapat dipandang dengan baik sehingga tercipta konteks yang aman untuk perkembangan emosi anak. Selain itu, permainan dapat digunakan sebagai alat untuk mengurangi ketegangan atau stress pada anak atau sebagai media terapi. Hasil penelitian membuktikan bahwa ada hubungan antara permainan dengan berkurangnya rasa cemas (Storm dalam Stone, 1995).
Sebagai contoh permainan sosiodrama dan storytelling dalam pelaksanaan kegiatannya akan melibatkan hubungan emosi yang kuat antara si pendongeng dengan
pendengar (anak), karena melalui penampilan storyteller yang baik dengan mimic dan gesture yang mendukung akan menghadirkan dongeng kehidupan dalam sajian verbal yang sarat dengan emosi dan imajinasi. Melalui kegiatan ini anak akan hanyut dalam alur cerita dan turut merasakan peristiwa yang dialami tokoh-tokohnya. Pada akhirnya, hasil dari keterlibatan emosi ini akan melahirkan pengalaman pada anak berupa nilai pendidikan yang mereka peroleh dari pesan amanat yang tersirat maupun tersurat dalam cerita yang disimak tersebut.
3.      Perkembangan Sosial
Permainan yang dilakukan anak akan menciptakan sebuah interaksi. Dalam interaksi tersebut anak-anak akan belajar berlatih bekerja sama, bernegosiasi, memecahkan permasalahan dan konflik, bertenggang rasa, berlatih kesabaran dalam menunggu giliran, dan bahu-membahu dalam melahirkan sesuatu. Dengan demikian, permainan merupakan salah satu sarana untuk membantu perkembangan sosial anak. Keterlibatan sosial juga akan tampak pada setiap kegiatan permainan yang dilakukan anak, begitu juga dalam kegiatan storytelling sebagaimana telah diuraikan di atas.
4.      Perkembangan Fisik
Interaksi yang dilakukan anak dalam melakukan sebuah permainanmenuntut anak untuk menggunakan kemampuan fisiknya. Melalui permainan, anak diarahkan untuk menguji system keseimbangan tubuhnya, misalnya dalam permainan akrobatik, permainan yang menguji kecepatan gerak, kelincahan, ketangkasan dan kegesitan, atau bentuk permainan lainnya. Melalui permainan-permainan di atas, anak akan dapat mengembangkan panca inderanya. Dengan demikian, permainan dapat dijadikan sebagai wahana untuk mengembangkan fisik-motorik anak. Sebagai contoh, setelah melakukan kegiatan sorrytelling siswa dapat diarahkan untuk melakukan permainan sosiodrama untuk memerankan para tokoh yang ada dalam cerita. Tidak dapat disangkal bahwa cerita/dongeng dapat membantu mengembangkan perkembangan fisik anak. Melalui dramatisasi tadi, anak dapat diarahkan untuk memeragakan tokoh-tokoh sesuai dengan karakterknya melalui pengontrolan gerakan, peniruan gerakan, penyesuaian keseimbangan tubuhm pengembangan motorik halus dan motorik kasar, dan dalam pengekspresian berbagai karakter tokoh melalui pengolahan mimic dan gesture.
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa bagi anak permainan berfungsi dalam mengembangkan fisik, motorik, sosial, emosi, kognisi (daya pikir), daya cipta, daya ingat, bahasa, kepribadian, ketajaman penginderaan, dan upaya melepaskan rasa ketegangan/stress anak. Fungsi atau manfaat lainnya dari permainan, yaitu bagi guru dan orang tua dapat berkomunikasi dengan anak, memahami jalan pikiran dan karakter anak, dan dapat memberikan intervensi serta berkolaborasi. Dalam hal ini permainan terutama dapat dimanfaatkan sebagai media terapi dan media intervensi. Sesuai dengan teori-teori permainan yang telah dipaparkan di atas, permainan memiliki manfaat dan fungsi lain bagi anak, yaitu sebagai wahana rekreasi, penyaluran kelebihan energi, kesenangan dan sebagai sarana untuk latihan menghadapi hidup. 

EVALUASI
(Dikrjakan hingga 04 Januari 2018, pukul 00.00)

  1. Kemukakan pendapatmu mengenai pandangan Piaget, 1962; Vigotsky, 1978; Zuhdi, 1999 bahwa bermain (play) sangat urgen dalam membantu tumbuh kembang anak!
  2. Setelah membaca wacana tentang Simulasi Kreatif: Hakikat, Konsep, dan Teori (Bagian I), saya harapkan mahasiswa memberikan batasan yang jelas apa sebenarnya hakikat simulasi kreatif itu?
  3. Ilustrasikan sebuah contoh simulasi kreatif dalam pembelajaran bahasa dan sastra anak lintas kurikulum dengan mengacu pada salah satu teori simulasi (teori klasikal atau teori dinamik)

SEMIOTIKA DALAM KAJIAN ETNOLINGUISTIK

          Semiotik atau ada yang menyebut dengan semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Istilah semeion tampaknya ...