Sunday, September 13, 2015
BUKU: LITERACY INSTRUCTION
Selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik demi kemajuan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara
BUKU : UNDERSTANDING SYNTAX
Selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik demi kemajuan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara
BUKU: SCHOOL CLIMATE CHANGE
Selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik demi kemajuan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara
BUKU: LESSON STUDY (RESEARCH AND PRACTICE IN MATHMATIC)
Selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik demi kemajuan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara
BUKU: QUALITY TIME FOR STUDENT (LEARNING IN AND OUT OF SCHOOL)
Selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik demi kemajuan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara
BUKU: CREATING THE OPPORTUNITY TO LEARN
Selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik demi kemajuan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara
BUKU: LESSON STUDY FOR LEARNING COMUNITY
Selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik demi kemajuan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara
LAPORAN MEMBACA BUKU
BAB I
HAKIKAT BELAJAR
DAN PEMBELAJARAN
PENDAHULUAN
Istilah belajar sebenamya telah lama
dan banyak dikenal. Bahkan pada era sekarang ini, hampir semua orang mengenal
istilah belajar. Namun apa sebenamya belajar itu, rasanya masing-masing orang
mempunyai tangkapan yang tidak sama.
Sejak
manusia ada, sebenamya ia telah melaksanan aktivitas belajar. Oleh sebab itu,
kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa aktivitas itu telah ada sejak
adanya manusia.
Mengapa
manusia melaksanakan aktivitas belajar ? Jawabannya adalah karena belajar itu
salah satu kebutuhan manusia. Bahkan ada ahli yang mengatakan bahwa manusia
adalah makhluk belajar. Oleh karena manusia adalah makhluk belajar, maka
sebenamya di dalam dirinya terdapat potensi untuk diajar.
Pada masa
sekarang ini, belajar menjadi sesuatu yang tak dapat terpisahkan dari kehidupan
manusia. Hampir di sepanjang waktunya, manusia banyak melaksanakan
“ritual-ritual” belajar.
Apa sebenamya belajar itu, banyak
ahli yang memberikan batasan. Belajar mempunyai sejumlah ciri yang tak dapat
dibedakan dengan kegiatan-kegiatan lain yang bukan belajar. Oleh karena itu,
tidak semua kegiatan yang meskipun mirip belajar dapat disebut dengan belajar.
Dalam proses pengajaran, unsur
proses belajar memegang peranan yang penting / vital. Mengajar adalah proses
membimbing kegiatan belajar, dan kegiatan mengajar hanya bermaksan bila terjadi
kegiatan belajar siswa. Oleh karena itu, adalah penting sekali bagi setiap guru
memahami sebaik-baiknya tentang proses belajar siswa, agar ia dapat memberikan
bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan serasi bagi siswa.
1.
PENGERTIAN BELAJAR
1.1.Pengertian belajar yang
dipergunakan sehari – hari
Dalam
pengertian yang umum atau populer, belajar adalah mengurupulkan sejumlah
pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau
yang sekarang ini dikenal dengan guru. Dalam belajar, pengetahuan tersebut
dikumpulkan sedikit demi sedikit hingga akhirnya menjadi banyak. Orang yang
banyak pengetahuannya diidentifikasi sebagai orang yang banyak belajar,
sementara orang yang sedikit pengetahuannya diidentifikasi sebagai orang yang
sedikit belajar, dan orang yang tidak berpengetahuan dipandang sebagai orang
yang tidak belajar.
Belajar
dalam pengertian mengurupulkan sejumlah pengetahuan demikian, tampaknya masih
diikuti juga sampai sekarang. Orang baru dikatakan belajar manakala sedang
membaca bacaan, membaca sejumlah tugas mata kuliah atau mata pelajaran, membaca
buku pelajaran. Seorang murid yang sedang mengerjakan tugas-tugas matematika
biasa disebut sedang belajar. Orang yang sedang menimba pengetahuan pada bangku
sekolah lazim juga dikenal sebagai pelajar. Bahkan orang yang banyak menguasai
ilmu pengetahuan lazim dikenal dengan kaum terpelajar. Singkat perkataan,
belajar dalam pengertian umum atua populer adalah suatu upaya yang dimaksudkan
untuk menguasai sejumlah pengetahuan.
Pengetahuan
belajar demikian, secara konseptual tampakanya sudah mulai ditinggalkan orang,
meskipun secara praktikal masih banyak yang menganut. Ini karena berkembang
pesatnya teknologi informasi seperti sekarang ini. Guru tidak lagi dipandang
sebagai satu-satunya sumber informasi yang dapat memberikan informasi apa saja
kepada para pembelajar.
Hampir
semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang “belajar”.
Sering kai pula perumusan dan tafsiran itu berbeda satu sama lain. Dalam uraian
ini kita akan berkenalan dengan beberapa perumusan saja, guna melengkapi dna
memperluas pandangan kita tentang mengajar.
Belajar
adalah modifikasi atau memperteguh kelakukan melalui pengalaman. (leaming is
defined as the modifkation or strengthening of behavior through experincing).
Menurut
pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan
suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas
daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan
hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Pengertian
ini sangat berbeda dengan pengertian lain tentang belajar, yang mengatakan
bahwa belajar adalah memperoleh pengetahuan, belajar adalah latihan-latihan
pembentukan kebiasaan secara otomatis, dan seterusnya.
Sejalan
dengan perumusan diatas, ada pula tafsisan lain tentang belajar, yang
menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu
melalui interaksi dengan lingkungan.
Dibandingkan
dengan pengertian pertama, maka jelas, tujuan belajar itu prinsipnya sama,
yakni perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara atau usaha pencapaiannya.
Pengeritan ini menitik beratkan pada interaksi antara individu dengan
lingkungan. Di dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman belajar.
William Burton mengemukakan bahwa : A good leaming situation consist of a rkh and
baried series of leaming experiences unified around a vigorous purpose, and
carried on in interaction with a rkh, varried and provocative environment.
Dari
pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa :
a.
Situasi belajar harus bertujuan dan tujuan-tujuan itu
diterima baik oleh masyarakat. Tujuan merupakan salah satu aspek dari belajar.
b.
Tujuan dan maksud belajar timbul dari kehidupan anak
sendiri.
c.
Di dalam mencapai tujuan itu, siswa senantiasa akan
menemui kesulitan, rintangan-rintangan dan situasi-situasi yang tidak
menyenangkan.
d.
Hasil belajar yang utama adalah pola tingkah laku yang
bulat.
e.
Proses belajar terutama mengerjakan hal-hal yang
sebenamya. Belajar apa yang diperbuat dan mengerjakan apa yang dipelajari.
f.
Kegiatan-kegiatan dan hasil-hasil belar dipersatukan
dan dihubungkan dengan tujuan dalam situasi belajar.
g.
Siswa memberikan reaksi secara keseluruhan.
h.
Siswa mereaksi sesuatu aspek dari lingkungan yang
bermakna baginya.
i.
Siswa diarahkan dan dibantu oleh orang-orang yang
berada dalam lingkungan itu.
j.
Siswa diarahkan ke tujuan-tujuan lain, baik yang
berkaitan maupun yang tidak berkaitan dengan tujuan utama dalam situasi
belajar.
Teori belajar selalu bertolak dari sudut
pandangan psikologi belajar tertentu. Dengan berkembangnya psikologi dalam
pendidikan, maka berbarengan dengan itu bermunculan pula berbagai teori tentang
belajar. Justru dapat dikatakan, bahwa dengan tumbuhnya pengetahuan tentang
belajar, maka psikologi dalam pendidikan menjadi berkembang secara pesat. Di
dalam masa perkembangan psikologi pendidikan di jaman mutakhir ini muncullah
secara beruntun aliran psikologi pendidikan masing-masing yaitu :
-
Psikologi behavioristik
-
Psikologi kognitif
-
Psikologi humanistik
Ketiga aliran
psikologi pendidikan di atas tumbuh dan berkembang secara beruntun, dari
periode ke periode berikutnya. Dalam setiap periode perkembangan aliran
psikologi tersebut bermunculan teori-teori tentang belajar. Bertolak dari
kenyataan itu, maka berbagai teori belajar yang ada dapat dikelompokkan menjadi
tiga kelompok teori belajar, masing-masing yaitu :
-
Teori-teori belajar dari psikologi behavioristik.
-
Teori-teori belajar dari psikologi kognitif
-
Teori-teori belajar dari psikologi humanistik.
Para penulis
buku psikologi belajar, umumnya mendefinisikan belajar sbagai suatu perubahan
tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari
sebuah pengalaman. Selain itu, ahli-ahli psikologi mempunyai pandangan yang
berada mengenai apa belajar itu.
Dalam
pandangan psikologis, setidak-tidaknya ada empat pandangan mengenai belajar.
Pertama, pandangan yang
berasal dari aliran psikologi behavioristik. Menurut pandangan ini, belajar
dilaksanakan dengan kontrol instrumental dari lingkungan. Guru mengkondisikan
sedemikian sehingga pembelajar atau siswa mau belajar. Mengajar dengan demikian
dilaksanakan dengan kondisioning, pembiasaan, peniruan. Hadian dan hukuman
sering ditawarkan dalam mengajar dan belajar demikian. Kedaulatan guru dalam
belajar demikian relatif tinggi, sementara kedaulatan siswa sebalikya, relatif rendah.
Kedua, pandangan yang
berasal dari psikologi humanistik. Pandangan humanistik ini merupakan anti tesa
pandangan behavioristik. Dalam pandangan demikian, belajar dapat dilakukan
sendiri oleh siswa. Dalam belajar demikian siswa senantiasa menemukan sendiri
mengenai sesuatu tanpa banyak campur tangan dari guru. Peranan guru dalam
mengajar dan belajar demikian relatif rendah, sementara kedaulatan guru relatif
rendah.
Ketiga,
pandangan
yang berasal dari psikologi kognitif. Pandangan ini merupakan konvergensi dari
pandangan behavioristik dan humanistik. Menurut pandangan demikian belajar
merupakan perpaduan dari usaha pribadi dengan kontrol instrumental yang berasal
dari lingkungan. Oleh karena itu, metode belajar yang cocok dalam pandangan ini
adalah eksperimentasi.
Berdasarkan
diagram sebagaimana pada diagram 1.1. diketahui, bahwa dalam pandangan
psikologi behavioristik, tanggung jawab siswa dalam belajar rendah, sedangkan
tanggung jawab guru dalam mengajar tinggi. Sebaliknya, dalam pandangan
psikologi humanisti, tanggung jawab guru rendah sedangkan tanggung jawab siswa
tinggi. Sementara itu, dalam pandangan psikologi kognitif, tanggung jawab guru
dan siswa sama-sama sedang.
Selain
ketiga pandangan tersebut, ada pandangan keempat dari psikologi gestalt.
Menurut pandangan psikologi gestalt, belajar adalah usaha yang bersifat
totalitas dari individu, oleh karena totalitas lebih bermakna dibandingkan
dengan sebagian-sebagian.
1.2.Pengertian belajar menurut
psikologi behavioristik
Behaviorisme
adalah suatu studi tentang kelakuan manusia. Timbulnya aliran ini disebabkan
rasa tidak puas terhadap teori psikologi daya dan teori mental state. Sebabnya
ialah karena aliran-aliran terdahulu hanya menekankan pada segi kesadaran saja.
Berkat
pandangan dalam psikologi dan naturalisme science maka timbullah aliran baru
ini. Jiwa atau sensasi atau image tak dapat diterangkan melalui jiwa itu
sendiri karena sesungguhnya jiwa itu adalah respons-respons psikologis. Aliran
lama memandang badan adalah sekunder, padahal sebenamya justru menjadi titik
pangkal bertolak. Natural science melihat semua realita sebagai gerakan-gerakan
(movemant), dan pandangan ini mempengaruji timbulnya behaviorisme. Metode
instrospeksi sesungguhnya tidak tepat, sebab menimbulkan pandangan yang
berbeda-beda terhadap objek luar. Karena itu harus dkarai metode yang objektif
dan ilmiah. Dari eksperimen menunjukkan bahwa tikus dapat membedakan antara
wama hijau dan wama merah dan dapat pula dilatih. Jadi kesadaran itu tiada
gunanya.
Dalam
behaviorisme, masalah matter (zat) menempati kedudukan yang utama. Dengan
tingkah laku segala sesuatu tentang jiwa dapat diterangkan. Behaviorisme dapat
menjelaskan segala kelakuan manusia secara seksama dan menyediakan perogram
pendidikan yang efektif.
Dari
uraian tersebut, ternyata konsepsi behaviorisme besar pengaruhnya terhadap
masalah belajar. Belajar ditafsirkan sebagai latihan-latihan pembentukan
hubungan antara stimulus dan respons.
Dengan
memberikan rangsangan (stimulus), maka anak akan mereaksi dengan respons.
Hubungan situmulus - respons ini akan
menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar, jadi pada dasamya
kelakuan anak adalah terdiri atas respons-respons tertentu terhadap
stimulus-stimulus tertentu. Dengan latihan-latihan pembentukan maka
hubungan-hubungan itu akan semakin menjadi kuat. Inilah yang disebut S-R
Bond Theory.
Beberapa
teori belajar dari psikologi behavioristik dikemukakakn oleh para psikolog
behavioristik. Mereka ini sering disebut “ Contemporary Behaviorists”
atau jg disebut “S-R Psychologists”. Mereka berpendapat bahwa tingkah
laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement)
dari lingkungan. Dengan demikian, dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan
yang erat antara reaksi-rekasi behavioral dengan stimulasinya.
Guru-guru
yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku murid-murid
merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa
sekarang, dan bahwa segenap tingkah laku adalah merupakan hasil belajar. Kita
dapat menganalisis kejadian tingkah laku dengan jalan mempelajari latar
belakang penguatan (reinforcement) terhadap tingkah laku tersebut.
Teori-teori yang mengawali perkembangan psikologi behavioristik
Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa
belajar menurut psikologi behavioristik adalah suatu kontrol instrumental yang
berasal dari lingkungan. Belajar tidaknya seseorang bergantung kepada
faktor-faktor kondisional yang diberikan oleh lingkungan. Oleh karena itu,
teori ini juga dikenal dengan teori conditioning. Tokoh-tokoh psikologi
behavioristik mengenai belajar ini antara lain adalah : Pavlov, Watson,
Gutrie dan Skinner.
Psikologi aliran behavioristik mulai
mengalami perkembangan dengan lahimya teori-teori tentang belajar yang
dipelopori oleh Thondike, Pavlov, Wabon, dan Ghuyhrie. Mereka masing-masing
telah mengadakan penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang berharga
mengenai hal belajar.
Pada mulanya pendidikan dan
pengajaran di Amerika serikat di dominasi oleh pengaruh Thondike (1874-1949).
Teori belajar Thondike disebut “connectionism”, karena belajar merupakan proses
pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respons. Teori ini sering
disebut “trial dan error leaming” individu yang belajar melakukan kegiatan
melalui proses “trial and error” dalam rangka memilih respon yang tepat bagi
stimulus tertentu. Thondike mendasarkan teorinya atas hasil-hasil penelitiannya
terhadap tingkah laku berbagai binatang antara lain kucing, tingkah laku
anak-anak dan orang dewasa.
Objek penelitian dihadapkan kepada
situasi baru yang belum dikenal dan membiarkan objek melakukan berbagai pada
aktivitas untuk merespon situasi itu. Dalam hal itu, objek mencoba berbagai
cara beraksi sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu
rekasi dengan stimulasinya. Ciri-ciri belajar dengan “trial and error” yaitu :
1.
Ada motif pendorong aktivitas
2.
Ada berbagai respon terhadap situasi
3.
Ada eliminasi respon-respon yang gagal / salah ; dan
4.
Ada kemajuan rekasi-reaksi mencapai tujuan. Dari
penelitiannya itu Thondike menemukan hukum – hukum :
(1) “law of readiness”, jika reaksi terhadap
stimulus didukung oleh kesiapan untuk bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi
menjadi memuaskan
(2) “law of exercise”, makin banyak
dipraktekkan atau digunakannya hubungan stimulus respon, makin kuat hubungan
itu. Praktek perlu disertai dengan “reward”.
(3) “law of effect” , bilamana terjadi
hubungan antara stimulus dan respon dan dibarengi dengan “state of affairs”
yang memuaskan, maka hubungan itu menjadi lebih kuat. Bilamana hubungan
dibarengi “state of affairs” yang mengganggu, maka kekuatan hubungan menjadi
berkurang.
Sementara Thondike mengadakan
penelitiannya, di Rusia Ivan Pavlov (1849-1936) juga menghasilkan teori belajar
yang disebut “classkal conditioning” atau “stimulus substitution”. Mula-mula
teori conditioning ini dikembangnkan oleh Pavlov (1972).
Teori Pavlov berkembang dari
percobaan laboratoris terhadap anjing. Dalam percobaan ini, anjing diberi
stimulus bersyarat sehingga terjadi reaksi bersyarat pada anjing.
Ia melakukan percobaan terhadap anjing.
Anjing tersebut diberi makanan dan diberi lampu. Pada saat diberi makanan dan
lampu keluarkan respon anjing tersebut berupa keluamya air liur.
Demikian
juga jika dalam pemberikan makanan tersebut disertai dengan bel, air liur
tersebut juga keluar.
Pada saat bel atau lampu diberikan
mendahului makanan, anjing tersebut juga mengeluarkan air liur. Makanan yang
diberikan tersebut oleh Pavlov disebutu sebagai perangsangan yang bersyarat,
sementara bel atau lampu yang menyertai disebut sebagai perangsang bersyarat.
Terhadap perangsang tak bersyarat
yang disertai dengan perangsang bersyarat tersebut, anjing memberikan respons
berupa keluamya air liur. Selanjutnya, ketika perangsang bersyarat (bel, lampu)
diberikan tanpa perangsang tak bersyarat anjing tersebut tetap memberikan
respon dalam bentuk keluamya air liur. Oleh karena perangsang bersyarat
(sebagai pengganti perangsang tak bersyarat : makanan) ini ternyata dapat
menimbulakn respons, maka dapat berfungsi sebagai conditioned. Karena itu,
teori Pavlov ini dikenal teori classkal conditioning. Menurut Pavlov
pengkondisian yang dilakukan pada anjing demikian ini, dapat juga berlaku pada
manusia.
Teori kondisioning Pavlov tersebut
dapat dimodelkan sebagai berikut :
Bel / lampu + makan ® air liur
(berulang-ulang)
Bel / lampu ® air liur
Teori kondisioning ini lebih lanjut
dikembangkan oleh Watson (1970) adalah orang pertama di Amerika Serikat
yang mengembangkan teori belajar berdasarkan hasil penelitian Pavlov. Watson
berpendapat, bahwa belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau
respons-respons bersyarat melalui stimulus pengganti. Menurut Watson, manusia
dilahirkan dengan beberapa refleks dan reaksi-reaksi emosional berupa takut,
cinta dan marah. Semua tingkah laku lainnya terbentuk oleh hubungan-hubungan
stimulus-respon baru melalui “conditioning”.
Salah satu percobaannya adalah
terhadap anak umur 11 bulan dengan seekor tikus putih. Rasa takut dapat timbul
tanpa dipelajari dengan proses ekstinksi, dengan mengulang stimulus bersyarat
tanpa di barengi stimulus tak bersyarat.
E.R. Guthrie memperluas
penemuan Watson tentang belajar. Ia mengemukakan prinsip belajar yang disebut “the
law of association” yang berbunyi : suatu kombinasi stimulus yang telah
menyertai suatu gerakan, cenderung akan menimbulkan gerakan itu, apabila
kombinasi stimulus itu muncul kembali. Dengan kata lain, jika anda mengerjakan
sesuatu dalam situasi tertentu, maka nantinya dalam situasi yang sama anda akan
mengerjakan hal serupa lagi. Menurut gutrie, belajar memerlukan reward dan
kedekatan antara stimulus dan respon. Gutrie berpendapat, bahwa hukuman itu
tidak baik dan tidak pula buruk. Efektif tidaknya hukuman tergantung pada
apakah hukuman itu menyebabkan murid belajr ataukah tidak ?
Teori belajar kondisioning ini
kemudian dikembangkan oleh Gutrie (1935-1942). Gutrie berpendapat bahwa tingkah
laku manusia dapat diubah : tingkah laku jelek dapat diubah menjadi baik. Teori
Gutrie berdasarkan atas model penggantian stimulus saut ke stimulus yang lain.
Responsi atas suatu situasi cenderung di ulang manakala individu menghadapi
situasi yang sama. Inilah yang disebut dengan asosiasi.
Menurut Gutrie, setiap situasi
belajar merupakan gabungan berbagai stimulus (dapat intemal dan dapat ekstemal)
dan respon. Dalam situasi tertentu, banyak stimulus yang berasosiasi dengan
banyak respon. Asosiasi tersebut, dapat benar dan dapat juga salah.
Ada tiga metode pengubahan tingkah
laku menurut teori ini, yaitu :
a.
Metode respon bertentangan. Misalnya saja, jika anak
jijik terhadap sesuatu, sebutlah misalkan saja boneka, maka permainan anak yang
disukai tersebut diletakkan di dekat boneka. Dengan meletakkan permainan di
dekat boneka, dan ternyata boneka tersebut sebenamya tidak menjijikkan, lambat
laun anak tersebut tidak jijik lagi kepada boneka. Peletakan permainan yang
paling disukai tersebut dapat dilakukan secara berulang-ulang.
b.
Metode membosankan. Misalnya saja anak kecil suka
mengisap rokok. Ia disuruh merokok terus sampai bosan ; dan setelah bosan, ia
akan berhenti merokok dengan sendirinya.
c.
Metode mengubah lingkungan. Jika anak bosan belajar,
maka lingkungan belajarnya dapat diubah-ubah sehingga ada suasana lain dan
memungkinkan ia betah belajar.
Selanjutnya,
Skinner mengembangkan teori kondisioning dengan menggunakan tikus sebagai kelinci
percobaan. Dari hasil percobaannya Skinner membedakan respon menjadi dua, ialah
respon yang timbul dari stimulus tertentu dan operant (instrumental) respons
yang timbul dan berkembang karena diikuti oleh perangsang tertentu. Oleh karena
itu, teori Skinner ini dikenal dengan operant conditioning.
Seperti halnya Thondike, Skinner
menganggap “reward” atau “reinforcement” sebagai faktor terpenting dalam proses
belajar. Skinner berpendapat, bahwa tujuan psikologi adalah meramal dan
mengontrol tingkah laku. Skinner membagi dua jenis respon dalam proses belajar,
yakni :
(1). Responsents :
respon yang terjadi karena stimulus
khusus misalnya Pavlov
(2). Operants :
respon yang terjadi karena situasi
random
Perbedaan penting antara Pavlov’s
classkal conditioning dan Skinner’s operant conditioning ialah dalam classkal
conditioning, akibat-akibat suatu tingkah laku itu. Reinforcement tikdak
diperlakukan karena stimulusnya menimbulkan respon yang diinginkan.
Operant conditioning, suatu
situasi belajar dimana suatu respons dibuat lebih kuat akibat reinforcement
langsung.
Dalam percobaannya terhadap
tikus-tikus dalam sangkar, digunakan suatu “diskriminative stimulus” (tanda
untuk memperkuat respons) misalnya tombol, lampu, pemindah makanan. Disamping
itu, digunakan pula suatu “reinforcemen stimulus, berupa makanan”.
Dalam
pengajaran, operants conditioning menjamin respon-respon terhadap stimulus.
Apabila murid tidak menunjukkan reaksi-reaksi terhadap stimulus guru tak
mungkin dapat membimbing tingkah lakunya ke arah tujuan behavior. Guru berperan
penting di dlaam kelas untuk mengontrol dan mengarahkan kegiatan belajar ke
arah tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.
Jenis-jenis
stimulus :
(1)
Jenis-jenis
stimulus
(2)
Positive reinforcement : Penyajian stimulus yang
meningkatkan probabilitas suatu respon
(3)
Negative rinforcement : Pembatasan stimulus yang
tidak menyenangkan, yang jika dihentikan akan mengakibatkan probabilitas respon
(4)
Hukuman : pemberian stimulus yang tidak menyenangkan
misalnya : “Contradktion or reprimand”. Bentuk hukuman lain berupa penangguhan
stimulus yang menyenangkan (removing adalah pelasant or reinforcing stimulus).
(5)
Primary rinforcement : stimulus pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan fisiologis
(6)
Modifikasi tingkah laku guru : Perlakuan guru
terhadap murid-murid berdasarkan minat dan kesenangan mereka.
Jadwal
reinforcement menguraikan tentang kapan dan bagaimana suatu respon diperbuat ?
Ada empat cara penjadwalan reinforcement :
1.
“Fixed-ratio schedule”; yang didasarkan pada
penyajian bahan pelajaran, yang mana pemberi reinforcement baru memberikan
penguatan respon setelah terjadi jumlah tertentu dari respon.
2.
“Variable ratio schedule”; yang didasarkan
penyajian bahan pelajaran dengan penguat setelah rata-rata respon
3.
“Fixed interval schedule”; yang didasarkan atas
satuan waktu tetapi diantara “reinforcement”
4.
“variable interval schedule”; pemberian
renforcement menurut respon betul yang pertama setelah terjadi
kesalahan-kesalahan respon.
Paling tidak tidak, ada enam
konsep operant conditioning ini yaitu :
a. Penguatan positif dan negatif
b. Shopping, ialah proses pembentukan tingkah laku yang makin
mendekati tingkah laku yang diharapkan.
c. Pendekatan suksesif, ialah proses
pembentukan tingkah laku yang menggunakan penguatan pada saat tepat hingga
respon pun sesuai dengan yang diisyaratkan.
d. Extention, ialah proses penghentian kegiatan sebagai akibat
dari ditiadakannya penguatan.
e. Chaining of respons, ialah respon dan stimulus yang
berangkaian satu sama lain
f. Jadwal penguatan ialah variasi pemberian
peguatan : rasio tetap dan bervariasi, interval tetap dan bervariasi.
g. Menurut
Menurut thondike, belajar
dapat dilakukan dengan mencoba-coba (trial and error).mencoba-coba ini
dilakukan, manakala seseorang tidak tahu bagaimana harus memberikan respon atas
sesuatu. Dalam mencoba-coba ini seseorang mungkin akan menemukan respoons yang
tepat berkaitan dengan persoalan yang dihadapinya.
Karakteristik belajar trial
dan error adalah sebagai berikut :
a. Adanya motivatie pada diri seseorang
yang mendorong untuk melakukan sesuatu
b. Seseorang berusaha melakukan berbagai
macam respons dalam rangka memenuhi motive-motivenya.
c. Respons-respons yang dirasakan tidak
bersesuaian dengan motivenya dihilangkan
d. Akhirnya seseorang mendapatkan jenis
respon yang paling tepat.
Beberapa hukum belajr yang
ditemukan oleh Thoendike adalah sebagai berikut :
a. Hukum kesiapan (law of readiness).
Jika seseorang siap melakukan sesuatu, dan ia melakukannya, maka ia puas.
Sebaliknya, jika ia siap melakukan sesuatu, tetapi tidak melakukannya, maka ia
tidakpuas. Implikasi dari hukum ini adalah, bahwa motivasi sangat penting dalam
belajar. Sebab pemuas yang antara lain berupa terpemenuhinya motif-motif
seseorang, menjadikan seseorang belajar berulang-ulang.
b. Hukum latihan (low of exercise).
Jika seseorang mengulang-ulang respons terhadap suatu stimulus, maka akan
memperkuat hubungan antara respon dan stimulus. Sebaliknya jika respons
tersebut tidak digunakan, hubungannya dengan stimulus semakin lemah. Tetapi
lemah dan kuatnya hubungan antara respons dan stimulus tersebut tergantung kepada
memuaskan tidaknya respons yang diberikan. Implikasi hukum ini adalah baha
belajar dimulai dari tingkatan yang mudah berangsur-angsur menuju yang sukat.
Berangkat dari yang sederhana berangsur-angsur menuju ke yang kompelks.
c. 0hukum akibat (law of effect).
Manakala hubungan antara respon dengan stimulus menimbulkan kepuasan, maka
tingkatan penguatannya kian besar. Sebaliknya jika hubungan antara respon
dengan stimulus menimbulkan ketidak puasan, maka tingkatan penguatannya kian
lemah. Dengan perkataan lain, hukum akibat ini punya keyakinan bahwa orang
punya kecenderungan mengulang respon yang memuaskan dengan menghindari respon
yang tidak memuaskan. Hukum ini membawa implikasi kebenaran bagi diadakannya
eksperimentasi dalam belajar.
Selain mengemukakan tiga
hukum belajar, Tondike mengemukakan
prinsip-prinsip belajar, yaitu :
a. Pada saat seseorang berhadapan dengan
sebuah situasi yang bagi dia termasuk baru, berbagai ragam respon ia lakukan.
Respon tersebut ada kalanya berbeda-beda sampai yang bersangkutan memperoleh
respon yang benar.
b. apa yang ada pada diri seseorang, baik
itu berupa pengalaman, kepercayaan, sikap dan hal-hal lain yang telah ada pada
dirinya, turut menentukan tercapainya tujuan yang ingin dicapai.
c. Pada diri seseorang sebenamya terdapat
potensi untuk mengadakan seleksi terhadap unsur-unsur penting dari yang kurang
atau penting hingga akhirnya dapat menentukan respon yang tepat.
d. Orang cenderung memberikan respon yang
sama terhadap situasi yang sama.
e. Orang cenderung mengadakan assosiative
shiffing, ialah menghubungkan respon yang ia kuasai dengan situasi tertentu
tatkala menyadari bahwa respon yang ia kuasai dengan situasi tersebut mempunyai
hubungan.
f. Manakala suatu respon cocok dengan
situasinya relatif mudah untuk dipelajari (concept belongingness).
1.3. Pengertian Belajar Menurut
Psikologi Kognitif
Ada beberapa ahli yang belum
merasa puas terhadap penemuan-penemuan para ahli sebelumnya mengenai belajr
sebagai proses hubungan stimulus-respon-reinforcement. Mereka
berpendapat, bahwa tingkahlaku seseorang tidak hanya dikontrol oleh Reward
dan reinforcement. Mereka ini adalah para ahli jiwa aliran kognitif.
Menurut pendapat mereka, tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada
kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan seseorang terlibat langsung
dalam situsi itu dan memperoleh insight untuk pemecahan masalah. Jadi kaun
kognitif berpandangan, bahwa tingkahlaku seseorang lebih bergantung kepada
insight terhadap hubungan-hubungan yang ada dalam suatu situasi. Keseluruhan
adalah lebih dari bagian-bagiannya. Mereka memberi tekanan pada organisasi
pengamatan atas stimulus di dalam lingkungan serta faktor-faktor yang
mempengaruhi pengamatan.
Menurut psikologi kognitif,
belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti tentang sesuatu. Usaha
untuk mengerti tentang sesuatu tersebut, dilakukan secara aktif oleh
pembelajar. Keaktifan tersebut dapat berupa mencari pengalaman, mencari
informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan. Mempraktekkan,
mengabaikan dan respon-respon yang lainnya guna mencapai tujuan. Para psikolog
kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dipunyai sebelumnya, sangat
menentukan terhadap perolehan belajar :yang berhasil dipelajari yang berhasil
diingat dan yang mudah dilupakan.
Salah satu teori belajar
yang berasal dari psikologi kognitif adalah teori pemerosesan informasi.
Menurut teori ini, belajar dipandang sebagaoi proses pengolahaninformasi dalam
otak manusia. Sedangkan pengolahan oleh otak manusia sendiri dimulai dengan
pengatan (penginderaan) atas informasi yang berada dalam lingkungan manusia,
penyimpanan (baik untuk jangka waktu pendek maupun panjang), penyimpanan /
pengkodean / penyadian terhadap informasi-informasi yang tersimpan, dan setelah
membentuk pengertian, kemudian dikeluarkan kembalii oleh pembelajar.
Menurut teori ini suatu
informasi yang berasal dari lingkungan pembelajar, pada awalnya diterima oleh
reseptor. Reseptor-sreseptor tersebut memberikan simbol-simbol informasi yang
ia terima, dan kemudian diteruskan ke registor penginderaan yang terdapat pada
saraf pusat. Dengan demikian, informasi-informasi yang diterima oleh registor
penginderaan telah mengalami
transformasi.
Informasi yang masuk ke
dalam syaraf pusat tersdebut kemudian disimpan dalam waktu pendek.
Informasi-informasi yang disimpan dalam waktu sebentar ini, sebagian
diantaranya diteruskan ke memori jangka pendek, sedangkan selebihnya hilang
dari sistem. Proses pereduksian seperti ini dikenal juga dengan persepsi
selektif. Sementara memori jangka pendek lazim juga dikenal dengan memori kerja
dan kesadaran. Kapasitas memori jangka pendek ini amat terbatas, waktunya juga
pendek.
Informasi dalam memori
jangka pendek dapat ditranspormasi dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya,
diteruskan ke memori jangka panjang. Saat transpormasi, informasi-informasi
baru terintegrasi dengan informasi-informasi lama yang sudah tersimpan dalam
memori jangka panjang bertahan lama, dan disiapkan untuk dipergunakan di
kemudian hari.
Pengeluaran kembali atas
informasi-informasi yang terseimpan dalam memori jangka panjang adalah dengan
pemanggilan. Dalam pikiran yang sadar, informasi mengalir dari memori jangka
panjang ke memori jangka pendek, dan kemudian kegenerator respon. Sementara
untuk respon otomatis, informasi mengalir langsung dari memori jangka panjang
kegenerator respon selama pemanggilan.menurut psikologi belajr kognitif, reinforcemen
sangat penting juga dalam belajar, meskipun alasan yang dikemukakan berbeda
dengan psikologi behavioristik. Sebab, manakala menurut psikolog behavioristik
reinforcemen berfungsi sebagai pemerkuat respon atau tingkah laku, maka menurut
psikolog kognitif, berfungsi sebagai sumber umpan balik, megurangi
keragu-raguan hingga mengarah kepada pengertian.
Teori kognitif berpijak pada
tiga hal yaitu :
(1) Perantara sentral (central intermediaries)
(2) Proses-proses pusat otak (central
brain), misalnya ingatan atau ekpektasi merupakan integrator tingkah laku yang
bertujuan. Pendapat ini berdasarkan pada inferensi tingkah laku yang tampak
(diamati)
(3) Pertanyaan tentang apa yang dipelajari ?
Jawabannya adalah struktur kognitif, bahwa yang dipelajari adalah fakta, kita
mengetahui dimana adanya, yang mengetahui altemate routes illustratis
cognitive structure . variabel tingkah laku non habitual adalah struktur
kognitif sebagai bagian dari apa yang dipelajari.
(4) Pemahaman dalam pemecahan masalah.
Pemecahan suatu masalah ialah dengan cara menyajikan pengalaman lampau dalam
bentuk struktur perseptual yang mendasari terjadinya insight (pemahaman) di
mana adanya pemgetian mengenai hubungan-hubungan yang essensial. Perferensi
yang digunakan adalah the contemporary structuring of the problem.
Prinsip-prinsip belajar teori kognitif :
(1) Gambaran perseptual sesuai dengan
masalah yang dipertunjukkan kepada siswa adalah kondisi belajar yang penting.
Suatu masalah belajar yang trstruktur dan disajikan upaya gambaran-gambaran
yang esensial terbuka terhadap inspeksi dari siswa.
(2) Organisasi pengetahuan harus merupakan
sesuatu mendasar bagi guru atau perencana pendidikan. Susunanya dari yang
sederhana ke yang kompleks, dalam arti dari keseluruhan yang sederhana ke
keseluruhan yang lebih kompleks. Masalah bagian keseluruhan adalah masalah
organisasi dan tidak bertalian dengan teori pola kompleksitas. Sesuai dengan
pandangan mengenai pertumbuhan kognitif, maka organisasi pengetahuan tergantung
pada tingkat perkembangan siswa.
(3) Belajar dengan pemahaman (understanding)
adalah lebih permanen (menetap) dan lebih memungkinkan untuk ditransferkan,
dibandingkan dengan rte leaming atau belajar dengan formula. Berbeda dengan
teori stimulus respon, teori yang menitikberatkan pada pentingnya kebermaknaan
dalam belajar dan mengingat (retention).
(4) Umpan balik kognitif mempertunjukkan
pengetahuan yang benar dan tepat dan mengoreksi kesalahan belajr. Siswa
menerima atau menolak sesuatu berdasarkan konsekuensi dari apa yang telah
diperbuatnya. Dalam hal ini kognitif setara dengan penguatan (reinforcement)
pada S-R theory, tetapi teori kognitif cenderung menempatkan titik beratnya
pada pengujian hipotesis melalui umpan balik.
(5) Penetapan tujuan (goal setting) penting
sebagai motivasi belajar. Keberhasilan dan kegagalan menjadi hal yang
menentukan cara menetapkan tujuan untuk waktu
yang akan datang.
(6) Berfikir defergen menuju ke ditemukannya
pemecahan masalah atau terciptanya produk yang berilai dan menyenagkan. Berbeda
dengan berfikir konvergen yang menuju ke mendapatkan jawaban-jawaban yang benar
secara logika. Berfikir defergen menuntut dukungan (umpan balik) bagi upaya
tentatif seseoranbg yang orisinil agar supaya dia dapat mengamati dirinya
sebagai kreatif potensial.
Teori Belajar Cognitive-Field dari Lewin
Bertolak dari penemuan
Gestalt Psychology, Kurt Lewin (1892-1947) mengembangkan suatu teori belajar
cognitive field dengan menaruh perhatian kepadakepribadian dan psikologi
sosial. Lewin memandang masing-mading individu berada di dalam suatu medan
kekuatan, yang bersifat psikologis. Medan kekuatan psikologis dimana individu
bereaksi disebut life space. Life space mencakup perwujudan lingkungan
dimana individu bereaksi, misalnya : orang-orang yang ia jumpai, objek materiil
yang ia hadapi, serta fungsi-fungsi kejiwaan yang ia miliki. Lewin berpendapat,
bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan-kekuatan, baik
dalam diri individu seperti tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan, maupun dari luar
diri individu seperti sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif.
Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari
struktur medan kognisi itu sendiri, yang lainnya dari kebutuhan dan motivasi
intemal individu. Lewin memberikan peranan yang lehih penting pada motivasi
dari reward.
Teori Belajar Cognitive Development dari Piaget
Dalam teorinya Piaget
memandang bahwa proses berfikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi
intelektual dari konkret menuju abstrak.
Piaget adalah seorang
psikolog developmental karena penelitiannya mengenai tahap-tahap perkembangan
pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajr individu. Dia
adalah salah seorang psikolog suatu teori komperhensif tentang perkembangan intelegensi
atau proses berfikir. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan
kemampuan-kemampuan mental baru yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan
intelektual adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Apabila ahli
biologi menekankan penjelasan tentang pertumbuhan struktur memungkinkan
individu mengalami penyesuaian diri dengan lingkungna, maka Piaget tekanan
penyelidikannya lain. Piaget menyelidiki masalah yang sama dari segi
penyesuaian / adaptasi manusia serta meneliti perkembangan intelektual atau
kognisi berdasarkan dalil bahwa struktur intelektual terbentuk di dalam
individu akibat interaksinya dengan lingkungan.
Piage memakai istilah scheme
secara interchageably, Piaget memakai istilah scheme secara
interchangeably dengan istilah struktur. Scheme adalah pola tingkah laku yang
dapat diulangulang. Scheme berhubungan dengan :
-
Refleks-refleks
pembawaan, misalnya bemafas, makan, minum
-
Scheme
mental, misalnya scheme of classifkation, scheme of operation (pola tingkah
laku yang masih sukar diamati seperti sikap), scheme of operation (pola tingkah
laku yang dapat diamati).
Menurut Piaget,
intelegensiitu sendiri terdiri dari tiga aspek yaitu :
a. Struktur, disebut juga scheme seperti
yang dikemukakan di atas.
b. Isi disebut juga content, yaitu pola
tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu masalah.
c. Fungsi, disebut juga fungcion, yang
berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektual, fungsi itu
sendiri terdiri dari dua macam fungsi invarian, yaitu organisasi dan adaptasi.
-
Organisasi,
berupa kecakapan seseorang / organisme dalam menyusun proses-proses fisik dan
psikis dalam bentu sistem-sistem yang koheren.
-
Adaptasi,
yaitu adaptasi individu terhadap lingkungannya. Adaptasiini terdiri dari dua
macam proses komplementer yaitu asimilasi dan akomodasi.
+
Asimilasi
: Proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk menghadapi masalah
dalam lingkungannya.
+
Akomodasi
: Proses perubahanrespon individu terhadap stimuli lingkungannya.
Dengan penjelasan seperti di
atas dapatlah kita ketahui tentang bagaimana terjadinya pertumbuhan dan
perkembangan individu.
Pertumbuhan intelektual
terjadi karena adanya proses yang kontinu dari adanya equlibrium-equilibrium.
Bila individu dapat menjaga adanya equilibrium, individu akan dapat mencapai tingkat
perkembangan intelektual yang lebih tinggi. Pengaplikasian di dlaam belajar,
perkembangan kognitif bergantung kepada komodasi. Kepada siswa harus diberikan
suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tak dapat
belajar dari apa yang telah diketahuinya saja. Ia tak dapat menggantngkan diri
pada asimilasi. Dengan adanya area baru ini siswa akan mengadakan usaha untuk
dapat mengakomodasi. Situasi atau area itulah yang akan mempermudahpertumbuhan
kognitif.
Jadi secara singkat dapat
dikatakan bahwa pertumbuhan intelektual anak mengandung tiga aspek, yaitu structure,
content, dan function. Anak yang sedang mengalami perkembangan. Struktur
dan kontent intelektualnya berubah / berkembang. Fungsi dan adaptasi akan
mtersusun sehingga berubah / berkembang. Fungsi dan adaptasi akan tersusun
sehingga melahirkan suatu rangkaian perkembangan, masing-masing mempunyai
struktur psikologis khusus yang menentukan kecakapan pikir anak. Maka Piaget
mengartikan inteligensi adalah sejumlah struktur piskologis yang ada pada
tingkat perkembangan khusus.
Tahap-tahap Perkembangan
Piaget mengidentifikasi
empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan anak, yaitu :
1. Kematangan
2. pengalaman fisik / lingkungan
3. transmisi sosial
4. equilibrium atau self regulation
Selanjutnya ia membagi
tingkat-tingkat perkembangan
1. Tingkat sensori motoris 0.0 – 2.0 Tiap
2. tingkat preoperasinal 2.0 – 7.0 anak
3. tingkat operasi konkret 7.0 – 11.0 ber-
4. tingkat operasi formal 11.0
- beda
Penjelasan :
1. Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema
dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks.
Pada masa kanak-kanak ini, anak belum mempunyai konsepsi tentang objek yang
tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan inderanya.
2. tingkat preoperasional
anak mulai timbul
pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat ia
jumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja. Baru pada menjelang akhir tahun
ke-2 anak telah mulai mengenal simbol / nama. Dalam hubungan ini Philips (1969)
membagi atas :
1. concreteness
2. interversibility
3. centering, (ini tampak adanya
egocentisme)
4. state vs transformation, dan
5. transductive reasoning
1. tingkat operasi konkret
anak telah dapat mengetahui
simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak.
Kecakapan kognitif anak :
(1) Combinativy classifkation
(2) Reversibility
(3) Associativity
(4) Identity
(5) Serializing
Anak mulai kurang
egocentrisme-nya dan lebih sociocentris (anak mulai membentuk peer
group)
2. Tingkat operasi formal
Anak telah mempunyai
pemikiran abstrak pada bentuk-bentuk kompleks. Flavell (1963) memberikan
ciri-ciri sebagai berikut :
a. Pada pemikiran anak remaja adalah
hypothetko-deductive.
Ia telah dapat membuat
hipotesis-hipotesis dari suatu problema dan membuat keputusan terhadap problema
itu secara tepat, tetapi anak kecil belum dapat menyimpulkan apakah
hipotesisnya ditolak atau diterima.
b. Periode propositional thinking
Remaja telah dapat meberikan
statemen atu proposisi berdasarkan pada data yang konkret. Tetapi kaang-kadang
ia berhadapan dengan proporsi yang bertentangan dengan fakta.
c. Periode combinatorial thinking
Bila remaja itu
mempertimbangkan tentang pemecahan problem ia telah dapat memisahkan
faktor-faktor yang menyangkut dirinya dan mengkombinasi faktor-faktor itu.
Jerome bruner dengan Discovely Leaming-nya
Yang menjadi dasar ide J.
Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan
secara aktif di dalam belajr di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa
yang disebutnya discovery leeaming, yaitu dimana murid mengorganisasi
bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedor ini berbeda dengan reception
leaming atau expositoryteaching, dimana guru menerangkan informasi
dan murid harus mempelajari semua bahan / informasi itu.
Banyak pendapat yang mendunkung
discovery leaming itu, diantaranya J. Dewey (1933) dengan complete art of
reflective activity aau dikenal dengan problem solving. Ide Bruner itu ditulis
dalam bukunya Process of Education. Di dalam buku itu ia melaporkkan hasil dari
suatu konferensi diantara suatu para ahli science. Ahli sekolah / pengajaran
dan pendidik tentang pengajaran science. Dalam hal ini /ia mengemukakan
pendapatnya, bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk
intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pada tingkat
permulaan pengajaran hendaknya dapat diberikan melalui cara-cara yang bermakna,
dan makin meningkat ke arah yang abstrak.
Bruner mendapat pertanyaan,
bagaimana kita dapat mengembangkan program pengajaran yang lebih efektif bagi
anak yang muda ? Jawaban Bruner ialah dengan mengkoordinasikan metode penyajian
bahan itu, yang sesuai dengan tingkat kemajuan anak. Tingkat-tingkat kemajuan
anak dari tingkatt kamajuan anak (anactive) ke representasi konret (konek)
dan akhirnya ke tingkat representasi yang abstrak (symbolk).
Demikian juga dalam penyesuaian kurikulum. Pemyataan lain dan process of
education ialah tentang bagaimana mata pelajaran itu harus diajarkan.
Kurikulum dari suatu mata pelajaran harus ditentukan oleh pengertian yang sangat
fundamental bahwa hal itu dapat dicapai berdasarkan prinsip-prinsip yang
memberikan struktur bagi mata pelajaran itu. Maka di dalam mengajar harus dapat
diberikan kepada murid struktur dari mata pelajaran itu, murid harus
mempelajari prinsip-prinsip itu sehingga terbentuklah suatu disiplin. Sekali
murid mengetahui prinsip itu ia problem di dalam disiplin itu. Bruner
menyebutkan hendaknya guru harus memberikan kesempatan kepada muridnya untuk
menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historin, atau ahli
matematika.Biarkanlah murid-murid kita menemukan arti bagi diri mereka endiri, dan
memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang
dimengerti mereka.
the act of
discovery dari Bruner:
1.
Adanya suatu kenaikan berkala di dalam potensi
intelektual.
2.
Ganjaran intrinsik lebih ditekankan daripada
intrinsik.
3.
Murid yang mempelajari bagaimana menemukan berarti
murid itu menguasai metode discovery leaming.
4.
Murid lebilh senang mengingat-ingat informasi .
1.4. Pengertian
Belajar Menurut Psikologi Humanistik
Pada
akhir tahun 1940-an muncul suatu perspektif psikologi baru. Orang-orang yang
terlibat dalam penerapan psikologilah yang berjasa dalam perkembangan ini,
misalnya ahli-ahli psikologi klinik, pekerja-pekerja sosial dan konseler. Gerakan
ini erkembang, dan kemudian dikenal sebagai psikologi humanistik, eksestensial,
perceptual, atau fenomenologikal. Psikologi ini berusaha untuk memahami
perilaku seseorang dari sudut si pelaku (behaver), bukan dari pengamat
(observer).
Dalam
dunia pendidikan, aliran humanistik muncul pada tahun 1960 sampai 1970-an dan
mungkin perubahan-perubahan dan inovasi yang terjadi selama dua dekade yang
terakhir pada abad 20 ini pun juga akan menuju pada arah ini (John Jarolimak
ek, Cliffor D Foste, 1976, halaman 330)
Perhatian
psikologi humanistik yang terutama tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap
individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka
hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik
aliran humanistik penyusunan dan penyajian materi pelajaran barus sesuai dengan
perasaan dan perhatian siswa.
Tujuan utama
para pendidik ialah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang
unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka
(Hamachek, 1977, p. 148).
Psikologi
humanistik berkeyakinan bahwa anak termasuk makhluk yang unik, beragam, berbeda
antara satu dengan yang lain. Keberagaman yang ada pada diri anak, hendaknya
dikukuhkan. Dengan demikian, seorang pendidik atau guru bukanlah bertugas untuk
membentuk anak menjadi manusia sesuai yang ia kehendaki, melainkan memantapkan
visi yang telah ada pada anak itu sendiril untuk itu, seorang pendidik pertama
kali membantu anak untuk memahami diri mereka sendiri, dan tidak memaksakan
pemahamannya sendiri mengenai diri siswa.
Keberagaman
anak tidak saja dari segi lahir, melainkan yang terutama adalah dari segi
batinnya. Oleh karena itu, jika ingin memahami anak, tidak dapat dengan
menggunakan perspektif orang yang memahami, melainkan dengan menggunakan
perspektif orang yang dipahami.
Behaviorisme Versus Humanistik
Dalam
menyoroti masalah perilaku, ahli-ahli psikologi behavioral dan humanistik
mempunyai pandangan yang sangat berbeda. Perbedaan ini dikenal sebagai freedom
of determination issue. Para behaviorest memandang orang sebagai makhluk
reaktif yang memberikan responsnya terhadap lingkungannya. Pengalaman lampau
dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Sebaliknya para humanistik
mempunyai pendapat bahwa tiap orang itu menentukan perilaku mereka sendiri.
Mereka bebas dalam memilih kualitas hidup mereka, tidak terikat oleh
lingkungannya.
Sebagaimana
disebtakan diatas, bahwa pandangan psikologi humanistik merupakan anti tesa
dari pandangan psikologi behavioristik. Eka dalam pandangan psikologi
behavioristik, belajar merupakan kontrol instrumental yang dilakukan oleh
lingkungan, maka dalam pandangan psikologi humanistik justru sebaliknya. Belajar
dilakukan dengan cara memberikan kebebasan yang sebesar-besarnya kepada
individu.
Tokoh-Tokoh Humanistik
Ada
beberapa tokoh yang menonjol dalam aliran humanistik seperti: Combs, Maslov,
dan Rogers
1)
Combs :
Combs
dan kawan-kawan menyatakan apabila kita ingin memahami perilaku orang kita
harus mencoba memahami dunia persepsi orang itu. Apabila kita ingin mengubah
perilaku seseorang, kita harus berusaha mengubah keyakinan atau pandangan orang
itu, perilaku dalamlah yang membedakan seseorang dari yang lain. Combs dan
kawankawan selanjutnya mengatakan bahwa perilaku buruk itu sesungguhnya tak
lain hanyalah dari ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak
akan memberikan kepuasan baginya. Apabila seorang guru mengeluh bahwa siswanya
tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu, ini sesungguhnya berarti,
bahwa siswa itu tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu yang
dikehendaki oleh guru itu. Apabila guru itu memberikan aktivitas yang lain,
mungkin sekali siswa akan memberikan reaksi yang positif. Para ahli humanistik
melihat adanya dua bagian pada leaming, yaitu:
1.
Pemerolehan informasi baru,
2.
Personalisasi informasi, ini pada individu.
Combs
berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa
mau belajar apabila subject matter-nya disusun dan disajikan sebagaimana
mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada subject matter itu, dengan kata
lain di individulah yang memberikan arti tadi kepada subject matter itu.
Sehingga yang penting ialah bagaimana caranya membawa si siswa untuk memperoleh
arti bagi pribadinya dari subject matter itu, bagaimana siswa itu menghubungkan
subject matter itu dengan kehidupannya (Principles of Instruction Design oleh
Robert M. Gayne & Leshe J. Briggs, halaman 212).
Combs
memberikan lukisan persepsi diri dan persepsi dunia seseorang seperti dua
lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat satu. Lingkaran kecil (1)
adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkaran besar (2) adalah persepsi
dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang
pengaruhya pada individu dan makin dekat peristiwa-peristiwa itu dari persepsi
diri makin besar pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai
sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
2)
Maslov
Teori
didasarkan atas asumsi bahwa di dalam diri kita ada dua hal :
(1)
Suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2)
Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu,
(maslov, 1968)
Pada
diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut
untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut
membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya. Tetapi mendorong untuk
maju ke arah keutuhan, keunikan diri, menghadapi dunia luar dan pada saat itu
juga ia dapat menerima diri sendifi (self).
Maslov
membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila
seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis,
barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di tasnya, ialah kebutuhan
mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Hirarki kebutuhan manusia menurut Maslov
ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada
waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar
tidak mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
3)
Carl Rogers
Salah seorang tokoh psikologi humanistik adalah Carl
Rogers, seorang ahli psikoterapi. la mempunyai pandangan bahwa siswa yang
belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas. Tidak itu
saja, siswa juga diharapkan dapat membebaskan dirinya hingga ia dapat mengambil
keputusan sendiri dan berani bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yang ia
ambil atau pilih.
Dalam belajar demikian, anak tidak dketak menjadi oran
lain melainkan dibiarkan dan dipupuk untuk menjadi dirinya sendiri. la tidak
direkayasa agar terikat kepada orang lain, bergantung kepada pihak lain dan
memenuhi harapan orang lain. la dibiarkan agar tetap bisa menjadi arsitek buat
dirinya sendiri.
Rogers
mengemukakan prinsip-prinsip belajar humanistik sebagai berikut :
a.
Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar merupakan suatu hal
yang bersifat alamiah bagi manusia. Ini disebabkan adanya hasrat ingin tahu
manusia yang terus menerus terhadap dunia dengan segala isinya. Hasrat ingin
tahu yang demikian terhadap dunia sekelilingnya, menjadikan penyebab seseorang
senantiasa berusaha mencari jawabannya. Dalam proses mencari jawaban inilah,
seseorang mengalami aktivitas-aktivitas belajar.
b.
Belajar bermakna.
Dalam pandangan psikologi humanistik makna sangat
penting dalam belajar. Seorang beraktivitas atau tidak senantiasa akan
menimbang-nimbang apakah aktivitas tersebut menipunyai makna buat dirinya.
Sebab, sesuatu yang tak bermakna bagi dirinya, tentu tidak akan ia lakukan.
c.
Belajar tanpa hukuman.
Hukuman memang dapat saja membuat seseorang untuk
belajar. Tetapi, hasil belajar demikian tidak akan bertahan lama. la melakukan
aktivitas sekedar menghindari ancaman hukuman. Pada hal, manakala hukuman tak
ada, aktivitaspun tidak akan dilakukan. Oleh karena itu, agar anak belajar
justru harus dibebaskan dari ancaman hukuman.
Belajar yang terbebas dari ancaman hukuman demikian im
menjadikan penyebab anak bebas melakukan apa saja, mencoba-coba sesuatu yang
bermanfaat buat dirinya. mengadakan eksperimentasi-eksperimentasi hingga anak
dapat menemukan sendiri mengenai sesuatu yang baru. Kreativitas anak dalam
belajar yang bebas dari ancaman hukuman dengan sendirinya juga akan meningkat.
d.
Belajar dengan inisiatif sendiri.
Belajar
dengan inisiatif sendiri pada diri pembelajar sebenamya menyiratkan betapa
tingginya motivasi internal yang dipunyai. Pembelajar yang banyak berinisiatif
tatkala belajar, senantiasa mencari cara-cara hingga dia berhasil dalam
belajarnya. Inisialif yang lahir dari diri sendiri im juga menunjukkan
rendalmya dependensi pembelajar terhadap orang lain. la akan bebas melakukan
apa saja dalam belajarnya. dan tidak terikat oleh rekayasa-rekayasa yang
berasal dari lingkungannya. Pada diri pembelajar yang kaya inisiatif, terdapat
kemampuan untuk mengarahkan dirinya sendiri, menentukan pilihannya sendiri
serta berusaha menimbang-nimbang sendiri mana hal yang baik bagi dirinya. la
akan berusaha dengan totalitas pribadinya untuk mencapai sesuatu yang ia
cita-citakan.
e.
Belajar dan perubahan.
Dunia terus berubah, dan siapapun di dunia ini tak ada
yang dapat menangkal perobahan. Oleh karena itu, pembelajar haruslah dapat
belajar dalam segala kondisi dan situasi yang serba berubah. Kalau tidak, ia
akan terlindas oleh perubahan.
Dengan demikian, belajar yang sekedar mengingat fakta,
menghafal sesuatu, dipandang tidak cukup. Orang harus dapat menyesuaikan dalam
sebuah dunia yang senantiasa berubah.
Dalam bukunya freedom to learn, ia menunjukkan
sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistik yang penting, di antaranya adalah :
(1)
Manusia itu mempunyai kemampuan untuk belajar secara
alami.
(2)
Belajar yang signifikan terjadi apabila subject matter
di rasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksudnya sendiri.
(3)
Belajar yang menyangkut suatu perubahan di dalam
persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk
ditolaknya.
(4)
Tugas-tugas belajar yang mengancam diri adalah lebilh
mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman- ancaman dari luar itu
semakin kecil
(5)
Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman
dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses
belajar
(6)
Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan
melakukannya.
(7)
Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam
proses belajar dan ikut bertanggung-jawab terhadap proses belajar itu.
(8)
Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi
siswa
seutuhnya baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan
basil yang mendalam dan lestari.
(9)
Kepercayaan tehadap diri sendiri, kemerdekaan.
kreativitas lebih mudah dicapai terutama siswa dibiasakan untuk mawas diri dan
mengeritik dirinya sendiri dan penilaian diri orang lain merupakan cara kedua
yang penting.
(10)
Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam
dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar. suatu keterbukaan yang
terus-menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam dirinya sendiri
mengenai proses perubahan itu.
1.5. Pengertian
Belajar Menurut Psikologi Gestalt.
Dalam
aliran ini ada beberapa istilah yang artinya sama ialah: field, pattera,
organisme, closure, integration, wholistk, configuration, dan gestalt. Karena
itu psikologi gestalt sering disebut psikologi organisme atau field theory.
Menurut
aliran ini, jiwa manusia adalah suatu keseluruhan yang berstruktur. Suatu
keseluruhan bukan terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Unsur-unsur itu
berada dalam keseluruhan menurut struktur yang telah tertentu dan saling
berinteralisi satu sama lain, Contoh: kepala manusia bukan merupakan
penjumlahan daripada batok kepala, telinga, bidung, mata, mulut, rambut, dagu,
dan sebagainya, melainkan kepala itu adalah suatu keseluruhan yang bermakna, di
mana unsur-unsur tadi teletak pada struktumya masing-masing. Mata tidak mungkin
terletak di ibu jari, hidung tidak mungkin terletak di tengah-tengah dada dan
seterusnya. Pada struktumya masing-masing itulah bagian-bagian dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam hubungan
keseluruhan itu. Lagi pula sesuatu hal, perbuatan, benda lain-lain hanya
bermakna dalam hubungan dengan situasi tertentu. Misalnya: emas (perhiasan)
hanya bermakna dalam situasi di mana ada pesta. para tamu umumnya memakai
perhiasan yang indah-indah, akan tetapi akan tidak bermakna dalam situasi
padang pasir di mana seseorang sedang mengalami rasa haus dan dahaga.
Pandangan
ini sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar. Beberapa pokok yang
perlu mendapat perhatian antara lain ialah :
(1)
Timbulnya kelakuan adalah berkat interaksi, antara
individu dan lingkungan dimana faktor apa yang telah dimiliki (natural
endowment) lebih menonjol.
(2)
Bahwa individu berada dalam keadaan keseimbangan
dinamis, adanya gangguan terhadap keseimbangan itu akan mendorong timbulnya
kelakuan.
(3)
Mengutamakan segi pemahaman (insight)
(4)
Menekankan kepada adanya situasi sekarang, dimana
individu menemukan dirinya
(5)
Yang utama dan pertama adalah keseluruhan, dan
bagian-bagian hanya bermakna jika berada dalam keseluruhan itu.
Prinsip-prinsip
Belajar gestalt (field theory )
1)
Belajar dimulai dari suatu keseluruhan. Keseluruhan
yang menjadi permulaan, baru menuju ke bagian-bagian. Dari keseluruhan
organisasi mata pelajaran menuju tugas-tugas harian yang beruntun. Belajar
dimulai dari satu unit yang kompleks menuju ke hal-hal yang mudah dimengerti,
deferensiasi pengetahuan dan kecakapan.
2)
Keseluruhan memberikan makna kepada bagian-bagian.
Bagian-bagian terjadi dalam suatu keseluruhan. Bagian-bagian itu hanya bermakna
dalam rangka keseluruhan tadi. Dengan demikian keseluruhan yang memberikan
makna terhadap suatu bagian, misal : sebuah ban mobil hanya bemakna kalau
menjadi bagian dari mobil, sebagai roda. Sebuah papan tulis hanya bermakna
sebagai papan tulis kalau ia berada dalam kelas, sebuah tiang kayu hanya
bermakna sebagai tiang kalau menjadi satu dari rumah dan sebagainya.
3)
Individuasi bagian-bagian dari keseluruhan. Mula-mula
anak melihat sesuatu sebagai keseluruhan. Bagian-bagian dilihat dalam hubungan
fungsional dengan keseluruhan. Tetapi lambat laun ia mengadakan deferensiasi
bagian-bagian itu dari keseluruhan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil atau
kesatuan yang lebih kecil contoh: mula-mula anak melihat mengenal wajah ibunya
sebagai keseluruhan kesatuan. Lambat laun dia dapat memisahkan mana mata ibu,
mana hidung ibu, mana telinga ibu, kemudian ia melihat bahwa wajah ibunya itu
cantik atau jelek, atau menarik dan sebagainya.
4)
Anak belajar dengan menggunakan pemahaman atau
insight. Pemahaman adalah kemampuan melihat hubungan-hubungan antara berbagai
faktor atau unsur dalam situasi yang problematis, seperti simpanse dapat
melihat hubungan antara beberapa buah kotak menjadi sebuah tangan untuk
mengambil buah pisang karena ia sedang lapar.
Tokoh
psikologi gestalt ini antara lain adalah Kohler, Koffka dan Wertheimer. Menurut
pandangan psikologi gestalt, belajar terdiri atas hubungan stimulus respon yang
sederhana tanpa adanya pengulangan ide atau proses berfikir.
Psikologi
kognitif mulai berkembang dengan lahimya teori belajar Gestalt ini. Peletak
dasar psikologi gestalt adalah Mex Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang
pengamatan dan problem solving. Sumbangannya ini diikuti oleh Kurt koffka
(1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan,
kemudian Wollgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang insight pada simpanse.
Penelitian-penelitian mereka menumbuhkan psikologi gestalt yang menekankan
bahasan pada masalah konfigurasi, struktur dan pemetaan dalam pengalaman. Kaum
gestalt berpendapat, bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk dalam
suatu keseluruhan. Orang yang belajar, mengamati stimuli dalam keseluruhan yang
terorganisasi, bukan dalam bagian-bagian yang terpisah.
Suatu
konsep yang penting dalam teori gestalt adalah tentang "insight",
yaitu pengamatan/pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian
di dalam suatu situasi permasalahan. Insight itu sering dihubungkan dengan
pemyataan spontan "aha" atau "oh", “sec-now".
Kohler
(1927) menemukan tumbuhnya insight pada seekor simpanse dengan menghadapkan
simpanse pada masalah bagaimana memperoleh pisang yang terletak di luar
kurungan atau tergantung di atas kurungan. Dalam eksperimen itu Kohler
mengamati, bahwa kadangkala simpanse dapat memecahkan masalah secara mendadak,
kadangkala gagal meraih pisang, kadang kala duduk merenungkan masalah, dan kemudian
secara tiba-tiba menemukan pemecahan masalah.
Wertheimer
(1945) menjadi orang gestalt yang mula-mula menghubungkan pekerjaannya
dengan proses belajar di kelas. Dari pengamatannya itu. ia menyesalkan
penggunaan metode menghafal di sekolah dan menghendaki agar murid belajar
dengan pengertian bukan hafalan akademis.
Menurut
pandangan gestaltis, semua kegiatan belajar (baik pada simpanse maupun pada
manusia) menggunakan insight atau pemahaman terhadap hubungan-hubungan,
terutama hubungan-hubungan antara bagian dengan keseluruhan. Menurut psikologi
gestalt, tingkat kejelasan atau keberartian dari apa yang diamati dalam situasi
belajar adalah lebih meningkatkan belajar seseorang daripada dengan hukuman dan
ganjaran.
Menurut
psikologi gestalt setiap pengalaman itu senantiasa struktur. Setiap respon yang
diberikan oleh seseorang terhadap stimulan, sebenamya tidak tertuju kepada
suatu bagian melainkan teriuju kepada sesuatu yang bersifat kompleks.
Adapun
hukum-hukum belajar menurut psikologi adalah sebagai berikut :
a.
Hukum kesamaan (law of similarity). Menurut
hukum ini, sesuatu yang sama cenderung membentuk satu kesatuan. Perhatikan
gambar berikut ini:
$ Y
@ h
$ Y
@ h
$ Y
@ h
b.
Hukum penuh makna (law of pragnanz). Menurut
hukum ini, pengamatan terhadap sesuatu objek cenderung dikaitkan dengan makna
objek tersebut bagi seseorang. Makna objek tersebut bagi seseorang, bisa berupa
bentuknya, ukurannya, warnanya dan sebagainya.
c.
Hukum kedekatan ( law of proximity ). Menurut
hukum ini, sesuatu yang berdekatan cenderung membentuk satu kesatuan, periksa
gambar berikut ini
|| || || ||
|| || || ||
ab cd ef gh
d.
Hukum ketutupan (law of closure ). Menurut
hukum ini, hal-hal yang tertutup membentuk suatu kesatuan. Perhatikan gambar
berikut
ù é ù é ù é
½ ½ ½ ½ ½ ½
û ë û ë û ë
a
b c d e f
e.
Hukum-hukum kontinyutas ( law of goof continuation )
Menurut
hukum ini, hal-hal yang merupakan kontinyuitas membentuk suatu kesatuan.
Menurut
psikologi gestalt, wawasan atau yang lazim disebut sebagai insight dipandang
sebagai inti belajar. Oleh karena itu, dalam belajar yang mestinya ditanamkan
adalah pengertian siswa mengenai sesuatu yang harus dipelajari.
2. CIRI - CIRI BELAJAR
Sebagaimana
disebutkan diatas, bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat
dari adanya pengalaman. Oleh karena itu, ada sejumlah ciri belajar yang dapat
dibedakan dengan kegiatan-kegiatan lain selain belajar. Pertama, belajar
dibedakan dengan kematangan. Kedua, belajar dibedakan dengan perubahan kondisi
fisik dan mental. Ketiga hasil belajar bersifat relatif menetap.
Berdasarkan
pengertian belajar diatas. maka pada hakikatnya "belajar menunjuk ke
perubahan dalam tingkah laku si subjek dalam situasi tertentu berkat
pengalamannya yang berulang-ulang, dan perubahan tingkah taku tersebut tak
dapat dijelaskan atas dasar kecendrungan-kecendrungan respon bawaan, kematangan
atau keadaan temporer dari subjek (misalnya keletihan, dsb)".
1)
Belajar berbeda dari kematangan.
Kematangan
adalah sesuatu yang dialami oleh manusia karena perkembangan-perkembangan
bawaan. Tanpa melalui aktivitas belajarpun, pada saat tertentu, orang akan
mengalami kematangan. Oleh karena itu, kematangan akan dialami oleh seseorang,
meskipun ia sendiri tidak mensengaja. Kematangan yang ada pada diri seseorang
juga bukan karena satu upaya yang dilakukan oleh orang lain (misalnya saja
guru).
Kematangan
umumnya ditandai oleh adanya perubahan-perubahan pada diri seseorang, baik yang
bersifat fisik maupun psikis. Adanya perubahan pada diri seseorang semisal dari
belum bisa berjalan pada umur tertentu menjadi bisa berjalan pada umur
selanjutnya, tidaklah akibat dari aktivitas belajar. Demikian juga, dari
seseorang belum bisa berbkara kemudian menjadi bisa berbkara, juga bukan karena
aktivitas belajar melainkan karena adanya proses kematangan.
Berbeda
dengan belajar, ia adalah suatu proses yang disengaja dan secara sadar. Belajar
adalah suatu aktivitas yang dirancang, atau sebagai akibat interaksi antara
individu dengan lingkungannya.
2)
Belajar dibedakan dari perubahan kondisi fisik
dan mental.
Belajar
adalah proses perubahan tingkah laku yang disengaja. Perubahan tersebut bisa
berupa dari tidak talm menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari
tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengedakan sesuatu, dari
memberikan respon yang salah atas stimulus-stimulus ke arah memberikan respon
yang benar. Berarti perubahan fisik dari kecil menjadi besar, dari kurus
menjadi gemuk, dan pendek menjadi semakin tinggi bukanlah karena proses
belajar, dan oleh karena itu tidak dapat disebut sebagai proses belajar.
3)
Hasil belajar relatif menetap
Hasil
belajar relatif menetap, dan tidak berubah-ubah. Perubahan tingkah laku yang
sifatnya relatif tidak menetap, bukanlah karena proses belajar. Orang setiap
kali dapat berubah. Perubahan-perubahan demikian, tidak sama dengan
perubahan-perubahan dalam belajar. Oleh karena itu, tidak semua perubahan yang
ada pada diri seseorang dianggap sebagai hasil belajar. Hanya
perubahan-perubahan tertentu saja yang memenuhi syarat untuk disebut sebagai
belajar.
3. TUJUAN DAN
UNSUR-UNSUR DINAMIS DALAM BELAJAR
Tujuan
dan unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah dua hal yang sangat penting dalam
belajar. Tujuan umumnya mengarahkan seseorang yang sedang belajar ke arah
kegiatan tertentu. Sementara unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah suatu
perangkat yang turut menghantarkan sesemang yang sedang mencapai tujuan
belajar.
Tujuan Belajar
Setiap
manusia kreativitas, sepanjang aktivitas tersebut disadari, senantiasa
dimaksudkan bagi pencapaian tujuan tertentu. Demikian juga seseorang yang
sedang berkreativitas belajar. tentulah dimaksudkan bagi pencapaian tujuan.
Paling
tidak ada empat alasan mengapa tujuan belajar ini perlu dirumuskan oleh
pembelajar. Pertama, agar ia mempunyai arah dalam berkreativitas belajar.
Kedua, agar ia dapat menilai seberapa target belajar telah ia capai atau belum.
Ketiga agar waktu dan tenaganya tidak tersita untuk kegiatan selain belajar.
3.1. Tujuan
belajar dalam hubungannya dengan perubahan tingkah laku.
Salah
satu ciri belajar pada diri seseorang adalah terdapatnya perubahan tingkah laku
pada dirinya. Adanya perubahan tingkah laku ini menjadikan seorang pembelajar
berubah dari suatu kondisi ke kondisi tertentu. Perubahan tingkah laku dalam
diri pembelajar umumnya dapat diamati (obsevable). Oleh karena itu, ketika
pembelajar mau mengadakan aktivitas belajarnya, perlu merumuskan tujuan belajar
buat dirinya sendiri.
Dalam
merumuskan tujuan belajar yang terkait dengan perubahan tingkah laku ini,
seseorang pembelajar pertama kali haruslah mengenali mengenai dirinya sendiri.
Pengenalan terhadap dirinya sendiri ini sangat penting guna merumuskan
kebutuhan kebutuhan belajarnya. Pengenalan mengenai diri sendiri ini juga bisa
terhindar dari mempelajari sesuatu yang sudah dikuasai, disamping dapat
terhindar juga dari mempelajari sesuatu yang tidak dimaksudkan untuk
dipelajari.
Tujuan
belajar yang dikaitkan dengan perubahan tingkah laku ini mengandung unsur-unsur
sebagai berikut:
a.
Jelas siapa yang berubah (dalam hal ini adalah
pembelajar sendiri, dan bukan pengajar).
b.
Jelas perubahannya, dari tidak bisa sesuatu menjadi
bisa sesuatu.
c.
Jelas waktunya, yaitu kapan perubahan tingkah laku
tersebut berlangsung dan tercapai.
d.
Jelas ukuran perubahannya, yang lazim ditunjukkan
secara kuantitatif.
e.
Jelas cara menghukumya, yaitu perubahan tersebut dapat
diukur dengan cara bagaimana.
f.
Dirumuskan dengan kata-kata yang kongkrit
(observable).
Sebagai
contoh, setelah menelaah Bab I, pembelajar dapat menjelaskan 4 ciri-ciri
tingkah laku menyimpang secara lisan. Kata pertama, pembelajar, menunjukkan
dengan jelas siapa yang berubah tingkah lakunya setelah melakukan aktivitas,
dalam hal ini adalah pembelajar bukan pengajar (unsur pertama). Kata-kata dapat
menjelaskan menunjukkan terdapatnya perubahan tingkah laku pada diri
pembelajar: dari tidak bisa menjelaskan menjadi bisa menjelaskan (unsur kedua).
Kata-kata setelah menelaah bab I menunjukkan waktu perubahan (unsur ketiga).
Kata-kata 4 ciri-ciri tingkah laku menyimpang menunjukkan ukuran perubahan.
Bandingkan misalnya dengan kata-kata: ciri-ciri tingkah laku menyimpang.
Kata-kata ini tidak menunjukkan berapa jumlah ciri tingkah laku menyimpang
(unsur keempat). Kata secara lisan menunjukkan bagaimana perubahan tingkah laku
tersebut diukur. Sebab, pengukuran terhadap bisa tidaknya seseorang menjelaskan
secara lisan dan secara tertulis. membutuhkan cara pengukuran tersendiri. Oleh
karena itu, bentuk perubahan tingkah laku tesebut haruslah jelas (unsur
kelima). Kata menjelaskan pada rumusan tujuan menunjukkan bahwa ia dapat
diamati secara konkrit. Bandingkan misaInya dengan kata memahami, mengerti.
merasakan, menikmati. Kata-kata disebutkan terakhir ini tidak dapat diamati
(tidak observable).
Bloom
dan kawan-kawan (1956) membuat taksonomi tujuan belajar yang terkait dengan
perubahan tingkah laku ini. Ia mengkategorisasikan tujuan (bukan memisahkan,
karena semestinya tidak untuk dipisah-dipisahkan) menjadi tiga kawasan, ialah
kawasan tersebut, masing-masing mempunyai sub kawasan masing-masing yang
disusun mulai dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks.
Kawasan
pertama, cognitive terdiri dari knowledge, comprehension, applkation, analysis,
syntihesis don evaluation. secara berturut-turut akan dijelaskan sebagai
berikut :
a.
Knowledge, dapat diartikan dengan pengetahuan. Sub
kawasan ini mementingkan aspek ingatan. Oleh karena itu, sub kawasan ini lebih
tepat untuk diartikan mengingat terhadap materi-materi yang pernah dipelajari.
Mengingat kembali terhadap fakta-fakta yang pernah dipelajari, teori-teori yang
pernah ditelaah. dalam kawasan kognitive ini dipandang berada pada tingkat
terendah.
b.
Comprehension dapat diartikan dengan kemampuan untuk
menangkap pengertian mengenai sesuatu. Pada sub kawasan ini, seseorang dapat
menterjemahkan sesuatu, mengambil kata lain dari suatu kata atau pengertian,
mengambil inti dari suatu bacaaan dan membuat prakiraan-prakiraan.
c.
Applkation lazim diberi makna sebagai suatu kemampuan
untuk menerapkan apa-apa yang pernah dipelajari ke dalam situasi yang
senyatanya. Pada sub kawasan ini, seseorang yang sedang belajar mampu
menerapkan, mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori dalam situasi praktis.
d.
Analysis adalah suatu kentamptian untuk merinci,
menghubungkan, menguraikan rincian dan saling hubungan antara bagian satu
dengan bagian lainnya.
e.
Synthesis adalah suatu kemamptian untuk menyatukan
hal-hal yang tak menyatu menjadi sebuah kesatuan yang utuh. Dengan kemampuan
synthesis ini sesuatu yang sebelumnya terbelah-belah terkristal dan kemudian
dapat diformulasikan ke dalam forinula yang tak terbelah.
f.
Evaluation adalah suatu kemampuan unluk menentukan
baik-buruk, berharga-tidak berharga, bernilai-tidak bernilai
mengenai
suatu hal. Penentuan tersebut didasarkan atas patokan-patokan yang dilmat pada
masa sebelumnya. Kemampuan mengadakan evaluasi ini termasuk jenis kemampuan
yang tertinggi dalam kawasan kognitive ini.
Kawasan
kedua, affective ineliputi empat sub kawasan berikut: receiving, responding,
valuing, organization, characteristization by a value or value complex.
Secara berturut-turut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Receiving atau penerimaan, adalah
kemampuan seseorang untuk menghadirkan kediriannya pada sebuah even atau
stimulus-stimulus yang ia terima. Menghadirkan diri demikian ini, meskipun
dalam tataran rendah. telah dapat meliput kesadaran seseorang. Hasil belajar
pada sub kawasan ini telah memunculkan sebuah kesadaran yang paling simpel
sampai dengan hadimya perhatian yang terpilih.
b.
Responding atau pemberian tanggapan.
Kemampuan ini relatif febih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan sub kawasan
receiving. Jika pada sub kawasan receiving seseorang menghadirkan kediriannya
pada sebuah even, maka dalam sub kawasan responding ini seseorang memberikan
tanggapan/ respon/jawaban atas even-even yang ia terima.
c.
Valuing atau pemberian nilai. Yang dimaksud dengan
pemberian nilai di sini adalah memberikan harga terhadap suatu fenomena, benda,
kejadian atau even, Sub kawasan ini menjadikan seseorang bisa menerima nilai
tertentu dan menunjukkan komitmennya pada nilai tertentu. Oleh karena itu, pada
sub kawasan ini seseoarang tampak tingkatan integritasnya: keajegan,
integritas.
d.
Organization atau pengorganisasian
adalah upaya untuk memadukan berbagai jenis nilai yang berbeda-beda. Dari
nilai-nilai yang berbeda tersebut, kemudian dibangun menjadi suatu sistem
nilai. Ada semacam sintesa nilai-nilai yang beragam, hingga menjadi suatu
kesatuan nilai. Antara nilai satu dengan yang lain dicoba hubungkan. Bila
terdapat konflik di antara nilai-nilai tersebut dicoba pecahkan.
e.
Characterization of value or value complex atau
karakterisasi dengan suatu nilai. Pada sub kawasan ini seseorang mempunyai
sistem nilai yang dapat mengendalikan tingkah lakunya dalam kehidupan hingga
dapat membentuk gaya hidup yang khas, berbeda dengan orang lain. Hasil belajar
pada sub kawasan ini bisa menjadikan seseorang menyesuaikan diri secara
personal, sosial dan emosional.
Kawasan
ketiga psycomotor, mencakup tujuh sub kawasan dari yang tingkatan terendah
hingga tingleatan tertinggi. Ke tujuh sub kawasan ini adalah perception,
set, guided respon, mechanism, complex overt respon, adaptation dan origination.
Sub-sub kawasan ini dapat d1Jelaskan sebagai berikut:
a. Perception atau persepsi. Yang dimaksud
dengan persepsi di sini adalah penggunaan indera untuk memperoleh petunjuk ke
arah motorik. Pada sub kawasan ini, seseorang mengindera stimulus-stimulus yang
berasal dari lingkungannya guna persiapan untu membimbing aktivitas-aktivitas
motoriknya.
b.
Set atau
kesiapan. Sub kawasan ini meliputi mental set, physkal set dan emotional set.
Pada subleawasan ini, seseorang bersedia mengambil tindakan-tindakan
berdasarkan persepsinya terhadap stimulus atau fenomena-fenomena yang berasal
dari agkungannya.
c.
Guided respon atau respon terpimpin. Pada
sub kawasan ini seseorang mulai berada pada proses belajar keterampilan yang
lebib komplek. Pada sub kawasan ini seseorang terlibat dalam proses peniruan
yang diperformansikan, selanjumya mencoba menggunakan tanggapan dalam menangkap
suatu motorik.
d.
Mechanism atau mekanisme. Pada sub
kawasan ini responrespon yang telah dipelajari oleh seseorang telah berubah
menjadi kebiasaan dan gerakan-gerakan yang ditampilkan, dilakukan dengan penuh
kepercayaan dan kemahiran.
e.
Complex over respons atau respon nyata yang
kompleks. Pada sub kawasan ini seseorang yang lagi belajar, melakukan gerakan
dengan mudah disamping mempunyai kontrol yang baik. Kadar motorik pada sub
kawasan ini relatif cukup tinggi. Sebab, gerakan-gerakan pada sub kawasan ini
relatif cepat, cermat termasuk pada hal-hal yang rumit dan tepat meskipun
disertai dengan energi yang minimal.
f.
Adaptation atau penyesuaian. Yang
dimaksud dengan penyesuaian adalah sebuah keterampilan dimana seseorang dapat
mengolah gerakan hingga sesuai dengan tuntutan kondisional dan situational,
termasuk yang problematis sekalipun.
g.
Origination atu penciptaan. Sub kawasan
ini termasuk paling tinggi tingkatannya dibandingkan dengan sub kawasan
sebelumnya, oleh karena unsur kreativitas sudah masuk di sini. Performansi
seseorang yang belajar pada sub kawasan ini umumnya ditandai dengan hal-hal
yang serba baru, misaInya membuat pola-pola baru, merancang hal-hal baru.
3.2. Tujuan
belajar sebagai pembentukan pemahaman nilai dan sikap.
a.
Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan
pemahaman
Tujuan
belajar memang merupakan sasaran bagi pembentukan pemahaman seseorang terhadap
hal-hal yang dipelajari. Pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dipelajari,
sebutlah saja dunia dengan segala isinya, sangatlah penting artinya bagi
pembelajar.
Pemahaman
pembelajar tehadap dunia dengan segala isinya tidak saja mendatangkan kepuasan
bagi pembelajar, melainkan dapat menempatkan diri pembelajar pada posisi
strategik. la akan mempunyai peta dimana ia harus menempatkan diri, ia akan
mengetalmi apa yang harus ia pertuat dan apa yang tidak ia perbuat.
Terjadinya
bentrokan-bentrokan di dunia, sebenamya disebabkan kurang adanya saling
pemahaman di antara mereka. MimbuInya saling curiga, juga dapat disebabkan
kurang adanva saling pemahaman. Oleh karena itu terbentuknya pemahaman
pembelajaran terhadap sesuatu yang dipelajari, tidak saja bermanfaat bagi
dirinya sendiri, melainkan bermanfaat juga bagi linkungannya
Pemahaman
seseorang terhadap orang lain, malahan dapat menjadikan seseorang melihat orang
lain tidak semata dengan menggunakan perspektif sendiri. la mencoba menangkap
seseorang dengan menggunakan perspektif orang yang dipandang. Dengan cara
pandangan demikian, ia akan mengenal orang yang dipandang tersebut dalam
keadaan yang senyatanya, dan tidak terbatas pada persepsinya sendiri.
Pemahaman
terhadap orang lain, juga menjadikan seseorang tidak risau, jika melihat orang
lain berbeda dengan dirinya. la. juga sekaligus tidak membuat dirinya agar
seperti orang lain, dan sebaliknya tidak menuntut orang lain agar seperti
dirinya. la akan menjadi dirinya sendiri, dan memahami jika orang lain juga
seperti dirinya.
Singkat
kata, pemahaman adalah suatu dasar bagi segala akan seseorang. Ia memberikan
kontribusi yang besar bagi sukses tidaknya seseorang. Lebih jauh pemahaman
menjadikan seseorang saling mengerti, dan lehih lanjut lagi saling menghargai.
Pemahaman sekaligus mencegah timbuInya saling curiga, dan lebih jauh lagi
mencegah timbuInya saling bentrokan.
b.
Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan nilai
dan sikap.
Setiap
masyarakat, masyarakat manapun, pasti menganut sebuah nilai, Nilai dinlaksud,
adakalanya merupakan produk masyarakat pada kurun waktu yang sejaman dengan
mereka. Malahan, pada masa sekarang ini, nilai-nilai yang dianut oleh sebuah
masyarakat, dapat merupakan kristalisasi dari hasil dialog antara nilai-nilai yang
diwariskan oleh generasi sebelumnya dengan yang sejaman dengan mereka.
Di
era globalisasi seperti saat sekarang, sebagai akibat dari melesatnya
perkembangan teknologi komunikasi, nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat,
dapat merupakan kristalisasi hasil dialog antara nilai-nilai yang selama ini
dianut dengan nilai-nilai baru yang datang dari dunia luar. Oleh karenanya,
nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dewasa ini semakin beragam.
Dalam
belajar, ada nilai-nilai tertentu yang harus diupayakan terbentuk pada diri
pembelajar. Nilai-nilai yang dibentukkan pada diri pembelajar tersebut, tentu
nilai-nilai luhur yang secara universal dianut oleh hampir setiap masyarakat,
disamping nilai-nilai luhur yang spesifik dianut oleh masyarakat dimana
pembelajar tersebut berada.
Nilai-nilai
luhur yang hampir dianut oleh setiap masyarakat secara universal misaInya
adalah: kebenaran, kejujuran, keindaban, kemerdekaan, saling membantu dan
memberi manfaat. Sementara nilai-nilai luhur yang dianut oleh masyarakat secara
spesifik khususnya di lingkungan pembelajar banyak ragamnya, seberagam jumlah
pembelajar.
Disamping
tujuan belajar terkait dengan pembentukan nilai, sekaligus juga terkait dengan
pembentukan sikap. Terbentuknya sebuah sikap, lazim juga didasarkan atas sehuah
nilai. Meskipun nilai bukanlah satu-satunya yang menentukan sikap. Berbedanya
nilai-nilai yang dianut oleb seseorang lazim menjadikan penyebab berbedanya
seseorang dalam menyikapi sesuatu. Sebab, nilai-nilai yang dianut seseorang
turut menentukan persepsi seseorang tentang sesuatu. Pada hal persepsi
seseorang terhadap sesuatu lazimnya juga turut menentukan sikap seseorang
terhadap sesuatu.
c.
Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan,
keterampilan-keterampilan personil-sosial, kognitif dan instrumental.
Setiap
pembelajar, tentu memiliki kekhasan tertentu yang berbeda dengan pembelajar
lain. Oleb karena itu, dalam belaiar seorang pembelajar haruslah mengembangkan
kekhasan-kekhasan yang dimiliki. Keterampilan personal yang dimiliki.
Keterampilan p.ersonal yang dimiliki oleh pembelajar, haruslah dibentuk dan
dikembangkan secara terus menerus. Dengan cara demikian, maka pembelajar akan
berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan ciri khas atau karakteristik yang
ada pada dirinya.
Selain
keterampilan-keterampilan personal dibentuk, keterampilan sosial pembelajar
juga perlu dibentuk. Pembentukan keterampilan sosial demikian tampak urgensinya
manakala dilihat kedudukan pembelajar yang tidak saja sebagai makhluk individu
melainkan juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, pembelajar
haruslah dapat berinteraksi secara baik dengan lingkungan sosiaInya, sesama
manusia. Maka dari itu, pembentukan keterampilan-keterampilan sosial pada diri
pembelajar dimaksudkan untuk menyiapkan pembelajar agar dapat hergabung dan
berinteraksi secara baik dengan lingkungan sosialnya.
Dengan
perkataan lain, jika pembentukan keterampilan personal dimaksud untuk
mengembangkan potensi-potensi bawaan yang ada pada diri pembelajar, maka
keterampilan sosial antara lain dimaksudkan mengkomunikasikan keterampilan
personal yang telah terbentuk dalam lingkungan sosiaInya.
Pembentukan
keterampilan kognitif dimaksudkan agar pembelajar secara terus-menerus menimba
ilmu pengetahuan, tanpa batas. Keterampilan kognitif pada diri pembelajar
menjadikan pembelajar haus secara terus menerus terhadap ilmu pengetahuan.
Dengan pengembangan yang terus menerus pembelajar tidak akan ketinggalan dengan
laju perkembangan ilmu pengetahuan yang demikian pesat. Dengan pembentukan
keterampilan kognitif ini maka pembelajar memandang belajar bukan sebagai beban
melainkan menjadi sebuah kebutuhan.
Pembentukan
keterampilan instrumental pada diri pembelajar, mengarahkan pembelajar sadar
pada pembangunan yang sedang digalakkan. Jika keterampilan instrumental ini
telah terbentuk pada diri pembelajar, maka pembelajar punya kesadaran yang
sedemikian dalam terhadap pembangunan yang sedang dilaksanakan. Dengan demikian
ia mengambil bagian secara aktif di dalamnya, dan tidak sekedar sebagai
penonton saja. Kesadaran untuk secara terus menerus membangun dirinya sendiri
dan membangun masyarakat, lingkungan dan bangsanya adalah sasaran bagi
pembentukan keterampilan instrumental ini.
Keterampilan
instrumental ini adalah tindak lanjut konkrit dari keterampilan-keterampilan
yang ingin dibentuk sebelumnya: keterampilan personal, sosial dan kognitif
3.3. Unsur -
unsur dinamis yang terkait di dalam proses belajar
Yang
dimaksud dengan unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur yang dapat
berubah dalam proses belajar. Perubahan unsur-unsur tersebut dapat berupa: dan
tidak ada menjadi ada atau sebaliknya, dari lemah menjadi kuat dan sebaliknya,
dari sedikit menjadi banyak dan sebaliknya. Unsur-unsur dinamis tersebut
meliputi: motivasi, bahan belajar, alat bantu belajar, suasana belajar dan
kondisi subjek pembelajar. Berikut ini akan dijelaskan tentang :
1)
Motivasi dan upaya memotivasi siswa untuk belajar.
2)
Bahan belajar dan upaya penyediaannya.
3)
Alat bantu belajar dan upaya penyediaanya.
4)
Suasana belajar dan upaya pengembangannya.
5)
Kondisi subjek belajar dan upaya penyiapan dan
peneguhannya.
1.
Motivasi dan Upaya Memotivasi Siswa Untuk Belajar
Motivasi
berasal dari kata Inggris motivation yang berarti dorongan, pengalasan dan
motivasi. Kata kerjanya adalah to motivate yang berarti mendorong, menyebabkan
merangsang. Slotive sendiri berarti alasan, sebab, dan daya penggerak (echols,
1984). Motif adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong individu
tersebut untuk melakukan aktivitas-aktivitas rertentu guna mencapai tujuan yang
diinginkan (suryabrata, 1984). Secara serupa Winkels (1987) mengemukakan bahwa
motif adalah adanya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan alstivitas
tertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu pula.
Dalam
kegiatan belajar mengajar, dikenal adanya motivasi belajar, yaitu motivasi yang
diterapkan dalam kegiatan belajar. Motivasi belajar adalah keseluruhan daya
penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar mengajar.
kelangsungan belajar itu demi mencapai suatu tujuan (Winkels, 1987).
Motivasi
belajar memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat dan rasa
senang dalam belajar sehingga yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi
yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar. Siswa yang mempunyai motivasi
tinggi sangat sedikit yang tertinggal belajarnya dan sangat sedikit pula
kesalahan dalam belajarnya (Palardi, 1975).
Secara
garis besar motivasi dapat dibedakan menjadi dua ialah intrinsik dan motivasi
ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam tanpa
ada rangsangan dari luar, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang
berasal dari luar.
Ada
beberapa ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Ini dapat
dikenali melalui proses belajar mengajar di kelas, sebagaimana dikemukakan
Brown (1981) sebagai berikut: menarik kepada guru, artinya tidak membenci atau
bersikap acuh tak acuh, tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan. mempunyai
antusias yang tinggi seta mengendalikan perhatiannya terutama kepada guru,
ingin selalu bergabung dalam kelompok kelas, ingin identitas dirinya diakui
oleh orang lain, tindakan, kebiasaan, dan moraInya selalu dalanu kontrol diri,
selalu mengingat pelajaran dan mempelajarinya kembali, dan selalu terkontrol
oleh lingkungammya.
Sardiman
(1986) mengemukakan bahwa ciri-ciri motivasi yang ada pada diri seseorang
adalah: tekun dalam menghadapi tugas atau dapat bekerja secara terus menerus
dalam waktu lama, ulet, menghadapi kesulitan, dan tidak mudah putus asa, tidak
cepat puas atas prestasi yang diperoleh, menunjukkan minat yang besar terhadap
bermacam-macam masalah belajar, lebih suka bekerja sendiri dan tidak bergantung
kepada orang lain, tidak cepat bosan dengan tugas-tugas yang rutin, dapat
mempertahankan pendapatnya, tidak mudah melepaskan apa yang diyakini: senang
mencari dan memecahkan masalah.
Beberapa
upaya yang dapat ditempuh untuk memotivasi siswa agar belajar ialah :
a.
Kenalkan siswa pada kemampuan yang ada pada dirinya
sendiri. Dengan mengenal kemampuan dirinya, siswa akan tahu kelebihan dan
kekurangannya. Dengan mengetahui kelebihan dirmya, ia mengukuhkan dan
memperkuat kelebihan tersebut. Dengan mengetabui kekurangan yang ada pada
dirinya, siswa akan berusaha menyempurnakan melalui aktivitas belajar. Di sini
siswa akan timbul motivasi belajarnya.
b.
Bantulah siswa untuk merumuskan tujuan belajarnya.
Sebab, dengan merumuskan tujuan belajar ini, siswa akan mendapatkan jalan yang
jelas dalam melaksanakan aktivitas belajar. Siswa juga akan mempunyai
target-target belajar, dan ia berusaha untuk mencapainya.
c.
Tunjukkan kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas
yang dapat mengarahkan bagi pencapaian tujuan belajar. Dengan ditunjukkannya
aktivitas-aktvitas yang dapat mencapai tujuan, siswa tersebut tidak melakukan
aktivitas lain yang tidak ada kaitannya dengan pencapaian tujuan dan target
belajar. Dengan cara demikian waktu dan tenaga siswa dapat secara efektif dan
efisien dipergunakan mencapai target belajarnya.
d.
Kenalkanlah siswa dengan hal-hal yang baru. Sebab
hal-hal baru ini dapat "menghidupkan kembali" hastat ingin tahu
siswa. Adanya rasa ingin tahu yang demikian besar, menimbulkan gairah bagi
siswa untu beraktifitas belajar.
e.
Buatlah variasi-variasi dalam kegiatan belajar
mengajar, supaya siswa tidak bosan. Sebab, kebosanan pada diri siswa, termasuk
dalam aktivitas belajar, hanya akan memperlemah motivasi saja.
f.
Adakan evaluasi terhadap kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh siswa. Sebab, evaluasi yang dilakukan terhadap keberhasilan
belajar siswa ini, akan mendorong siswa untuk belajar. karena ingin dikatakan
berhasil belajarnya.
g.
Berikan umpan balik terhadap tugas-tugas yang
diberikan dan evaluasi yang telah dilakukan. Dengan adanya umpan balik, siswa
akan mengetahui mana aktivitas belajarnya yang benar dan mana yang kurang
benar, mana pekerjaannya yang sesuai dan mana pekerjaannya yang tidak sesuai.
2. Bahan belajar
dan upaya penyediaannya
Bahan
belajar sangat penting bagi siswa yang melakukan aktivitas belajar. Tanpa ada
yang dipelajari, kemungkinan siswa bisa belajar dengan baik. Oleh karena itu,
supaya siswa dapat belajar dengan baik, maka bahan belajar ini harus tersedia.
Yang
dimaksud bahan belajar adalah sesuatu yang harus dipelajari oleh pembelajar
dalam melaksanakan aktivitas belajarnya. Bahan ini, bisa berasal dari guru,
bisa berasal dari buku-buku teks, paper, makalah, artikel, disamping dapat
berasal dari lapangan objek tertentu.
Penyediaan
bahan belajar ini sangat bergantung kepada tujuan belajar, karakteristik siswa,
siasat belajar yang harus ditempuh oleh siswa dan faktor ketersediaaan tidaknya
bahan belajar. Jika tujuan belajar yang ingin ditempuh diaksentuasikan pada
penguasaan pengetahuan, mungkin bahan belajarnya akan lain dengan tujuan
belajar yang diaksentuasikan pada penguasaan konsep-konsep, maka pertyediaan
bahan belajarnya lain sekali dengan tujuan belajar yang dimaksudkan untuk
memperoleh pengalaman langsung.
Karakteristik
siswa juga mempengaruhi penyediaan bahan belajar. Pada siswa yang bertipe
auditif, mungkin membutuhkan bahan belajar yang berlainan dengan siswa yang
bertipe visual.
Siasat
belajar yang harus ditempuh oleh siswa juga menentukan bahan belajarnya. Siasat
belajar dimana guru menjadi tokoh sentralnya, umumnya gurulah yang menjadi
penyedia bahan belajar. Bahkan dalam siasat belajar semacam ini siswa
menggantungkan bahan belajar yang dipelajari dari ceramah atau penyampaian yang
dilakukan oleh gurunya. Sementara siasat belajar di mana siswa diharapkan bisa
belajar secara mandiri, bahan belajar tersebut telah disediakan secara utuh
sekaligus beserta petunjuk atau cara mempelajarinya. Pengajaran dengan bahan
belajar modul dan balian belajar buku teks, adalah sekian dari banyak contoh
dan siasat belajar mandiri oleh siswa.
Apapun
faktor yang menentukan bahan belajar ini, akhirnya juga bergantung kepada
faktor ketersediaan tidaknya. Mudah didapatkan tidaknya bahan belajar ini,
sangat menentukan penyediaan baban belajar. Apalagi kalau sulit atau tidak
mudah didapatkan, maka penyediaan bahan belajar ini sangat repot.
Sungguhpun
demikian bahan belajar bagi siswa haruslah diupayakan penyediaannya. Dalam
penyediaan bahan belajar ini, faktor-faktor yang harus menjadi pertimbangan
adalah :
a.
Cukup menarik. Ini patut menjadi peninibangan, agar
bahan belajar tersebut menggugah rasa ingin tahu siswa dan menimbulkan hasrat
belajar. Eka bahannya sendiri tidak menarik, maka cara penyajiannya yang
menaiik. Jadi kalau bahan belajar tersebut terpaksa tidak menarik, haruslah
dikemas dengan menggunakan kemasan yang menarik.
b.
Isinya relefan. Relevan isi ini, lazimnnya dikaitkan
dengan tujuan belajar. Isi bahan belajar haruslah mendukung dan memberi
kontribusi bagi pencapain tujuan belajar. Relevan isi ini, juga berkaitan
dengan faktor kondisional dan situasional siswa.
c.
Mempunyai sekuensi yang tepat. Sekuensi atau urutan
penyajian ini sangat penting diperhatikan dalanu penyediaan bahan belajar.
Seharusuya sekuensi bahan ini dari yang sederhana menuju ke yang kompleks.
d.
Informasi yang dibutuhkan ada. Ini sangat penting,
agar bahan belajar yang akan dipelajari tersebut tidak kering,
e.
Ada soal latihan. Ini sangat penting, agar siswa dapat
menguji diri sendiri, seberapa banyak !a telah menguasai bahan yang dipelajari.
f.
Ada jawaban kunci untuk soal latihan. Kegunaan kunci
jawaban bagi soal latihan ini adalah siswa dapat mencocokkan hasil-hasil
latihannya dengan kunci.
g.
Ada tes yang sesuai. Tes yang sesuai ini, tentu
bergantung kepada bahan belajarnya.
h.
Terdapat petunjuk untuk mengadakan perbaikan. Baban
belajar harus dilengkapi dengan petunjuk bagaimana siswa harus memperbaiki
belajarnya, jika ada diantara bahan belajar yang belum terkuasai.
i.
Ada petunjuk lanjutan untuk mempelajari bahan
selanjumya. Setelah berhasil menguasai bahan belajar tertentu siswa tidak akan
menungggu petunjuk guru untuk mempelajari bahan selanjutnya.
3.
Alat bantu belajar dan upaya penyediaannya.
Alat
bantu belajar termasuk salah satu unsur dinamis dalam belajar, kesusukannya
juga penting, oleh karena dapat membantu terhadap belajar siswa. Dengan sebuah
alat bania bahan belajar yang abstrak bisa konkrit. Dengan alat bantu bahan
belajar yang tidak menarik bisa menjadi menarik. Dengan alat bantu bahan
belajar yang meragukan dapat diyakinkan karena dapat dibuktikan secara empirik
Alat
bantu belajar lazim juga disebut media belajar dan piranti Belajar, meskipun
tidak semua median belajar dapat berfungsi sebagai alat bantu. Alat bantu
belajar ada kalanya dibeli di toko-toko buku. atau stationary, tetapi
adakalanya dibuat sendiri oleh pembelajar bersama-sama dengan gurunya. Pada
kasus vang pertama pembelajar mendapatkan secara given.
Hal-hal
yang dapat dijadikan sebagai patokan dalam upaya menyediakan alat bantu belajar
adalah :
a.
Jenis kemampuan apa yang ditargetkan untuk dikuasai
oleh pembelajar.
b.
Faktor ketersediaan alat bantu tersebut
c.
Faktor keterjangkauannya
d.
Kepraktisan dan daya tahan alat bantu.
e.
Keefektifan dan keefisienan alat bantu
Contoh
alat bantu sederhana adalah pena. pensil, papan tulis, kapur tulis, penggaris,
penghapus. Contoh alat bantu yang penggunaannya membutuhkan keterampilan
tertentu adalah skala, rubrik, jangka, 0HP, video, tape recorder, dan media audiovisual
lainnya. Beherapa upaya penyediaan bahan antara lain adalab:
a.
Pembelian, jika mampu
b.
Pengajuan kepada pemerintah
c.
Permobonan bantuan melalui sponsor
d.
Membuat sendiri, jika bisa
e.
Menggerakkan dan mengajak para pembelajar untuk
menciptakan dengan memanfaatkan alam sekitar
4.
Suasana belajar dan upaya pengembangannya
Dalam
pandangan tradisional suasana belajar yang kondusif adalahh jika di dalam
sebuah kelas terasa tenang sementara para siswa bisa mendengarkan apa yang
diceramahkan gurunya. Oleh karena itu, pandangan tradisional tsb, maka kelas
yang baik dalam belajar mengajar adalah kelas yang siswanya duduk dengan
tenang, berdiam diri sambil mendengarkan pengajaran yang dilakukan guru.
Umumnya, siswa tidak berani mengajukan pertanyaan terhadap hal-hal yang deceermahkan
guru, terkecuali guru telah memberikan kesempatan.
Dalam
pandangan sekarang suasana belajar yang kondusif adalah suasana yang mendukung
bagi terciptanya kegiatan belajar. Yaitu suasana yang interaktif dimana para
siswa giat belajar. suasana yang interaktif belajar di dalamnya, tentu
tidak dibatasi ketika ditunggui oleh
gurunya. Pada saat guru sedang menunggui misalkan saja, siswa tetap aktif dan
giat belajar.
Suasana
belajar yang kondusif demikian tidak terjadi dengan sendirinya. la harus dirancang
oleh guru melalui sebuah rancangan pengajaran sebuah suasana belajar dikatakan
kondusif manakala :
a.
Siswa tekun mengerjakan sesuatu yang semestinya
dikerjakan.
b.
Siswa aktif berinteraksi tidak saja hanya dengan
gurunya melainkan aktif berinteraksi dengan siswa-siswa yang lain.
c.
Siswa secara bebas mengerjakan segala hal yang dapat
mencapai tujuan belajarnya.
d.
Kreativitas siswa mendapatkan penghargaan yang
sepantasnya, dan bakan sebaliknya.
Agar
suasana belajar tersebut kondusif, maka upaya-upaya yang dapat dilakukan adalah
:
a.
Buatlah kontak pengajaran dengan para siswa
b.
Rancanglah aktivitas belajar siswa
c.
Berikan kebebasan kepada siswa untuk mengemukakan
pendapatnya.
d.
Buatlah suasana yang demokratis. agar tidak menakutkan
bagi para siswa dalana beraktivitas.
e.
Rancanglah ruangan belajar sefleksibel mungkin hingga
mudah dirubah-ubah.
f.
Jangan gampang memberikan penghukumn terhadap siswa,
lebih-lebibh jika kepada siswa yang belum tentu bersalah.
g.
Hargailah siswa-siswa mencoba cara-cara dan
metede-metode baru
5.
Kondisi Subjek Belajar dan Upaya Penyiapan dan
Peneguhannya.
Kondisi
subjek belajar sebenamya berbeda-beda. Kondisi subjek belajar yang kelihatannya
samapun, manakala diteliti lebib dalam, akan kelibatan perbedaannya. Oleh
karena stu, dalam kclompok siswa yang homogen pun, sebenamya kalau dilihat
lebih dalam akan tampak heterogenitasnya.
Kondis
subjek belajar dapat dibedakan atas hal-hal yang bersifat lahiriah, dan hal-hal
yang bersifat batiniah atau hal-hal yang bersifat fisik dan hal-hal yang
hersifat psikologis. Dari segi lahiriah atau fisik, subjek belajar bisa
berbeda: ukuran tubuhnya, kekuatan tubuhnya, kesehatan fisiknya, daya tahan
fisiknya, kesegaran dan kebugam jasmaninya. Mereka yang berada pada kondisi
lebih, misalnya lebih besar/tingai. khib kuat lebih sehat lebih tinggi daya
tahannya dan khib segarIbLigar, umumnya tehih mendukung bagi aktivitas
belajarnya dibandingkan dengan mereka yang berada pada posisi kurang.
Dari
segi psikis, kondisi subjek belajar juga berbeda dari segi: intelegensinya,
bakatnya, militansi kerjanya, motivasi instrinsik atau motivasi berprestasinya,
kematangannya aspirasi dan punya, ambisi-ambisinya.
Mereka
yang mempunyai inteligensi tinggi umumnya lebih gampang berhasilnya
dibandingkan yang berintelegensi rendah. Demikian juga yang mempunyai bakat
khusus, yang tinggi militansi kerjanya, yang tinggi motivasi intrinsiknya, yang
besar ambisinya, dan yang lebih stabil emosinya.
Oleh
karena beragamnya kondisi subjek belajar tersebut, dan tidak senuttiasa
menetapnya kondisi belajar tersebut, maka hs ada upaya-upaya unruk menyiapkan
mereka dan sekaligus meneguhkannya. Dengan penyiapan yang terancang dan dengan
upaya-upaya peneguhan diharapkan mendukung aktivitas belajar.
Upaya
yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan kondisi objek belajar khususnya dari
segi fisiknya adalah:
a.
Memenuhi subjek belajar dengan gizi dan
nutrisi-nutrisi yang diperlukan.
b.
Penyegaran fisik subjek belajar dengan olahraga atau
latihan-latihan fisik seperti senam.
c.
Memeriksakan tubuh subjek belajar secara teratax
kepada dokter agar dapat dicegah timbulnya penyakit yang memungkinkan
terganggunya belajar mengajar.
Sementara
itu, upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan psikis subjek belajar
adalah :
a.
Memperkenalkan dengan lingkungan belajar yang mangkin
baru bagi mereka.
b.
Memelihara keseimbangan emosi mereka, agar secara
psikologis mereka merasa aman.
c.
Mengasah kondisi psikis mereka dengan latihan-latihan.
d.
Menerima mereka apa adanya dengan segala kelebihan dan
kekurangannya sehingga subjek belajar tidak merasa tertolak oleh lingkungunya.
4. PENGERTIAN
DAN CIRI - CIRI PEMBELAJARAN.
4.1. Pengertian
pembelajaran yang ditarik dari pengertian populer
Pembelajaran
adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material,
fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan
pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistim pengajaran terdiri dari: siswa,
guru dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material meliputi
buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografl, slide, dan film audio dan video
tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio
visual juga komputer. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian
informasi, praktek, belajar, ujian dan sebagainya.
Rumusan
tersebut tidak terbatas dalam ruang saja. Sistim pembelajaran dapat
dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar di kelas, atau di sekolah,
karena diwamai dengan organisasi dan interaksi antara berbagai komponen yang
saling berkaitan untuk pembelajaran peserta didik.
4.2. Pengertian pembelajaran yang ditarik dari
pengertian belajar menurut abli psikologi.
Istilah
belajar dan mengajar adalah dua peristiwa yang berbeda tetapi terdapat hubungan
yang erat, bahkan terjadi kaitan dan interaksi saling mempengaruhi dan saling
menunjang satu sama lain.
Banyak
ahli yang telah merumuskan pengertian mengajar berdasarkan pandangannya
masing-masing. Perumusan dan tinjauan itu masing-masing memiliki kebaikan dan
kelemahan. berbagai rumusan yang ada pada dasarnya berlandaskan pada teori
tertentu.
a.
Mengajar adalah upaya menyampaikan pengetahuan
kepada peseta didik/siswa di sekolah.
Rumusan
ini sesuai dengan pendapat dalam teori pendidikan yang mementingkan mata ajaran
yang harus dipelajari oleh peserta didik. Dalam rumusan ini terkandung
konsep-konsep sebagai berikut:
1.
Pembelajaran merupakan persiapan di masa depan
Masa
depan kehidupan anak ditentukan oleb orang tua. Mereka dianggap paling
mengetahui apa dan bagaimana kehidupan itu. Itu sebabnya, orang tua
berkewajiban menentukan akan dijadikan apa peserta didik. Sekolah berfungsi
mempersiapkan mereka agar mampu hidup dalam masyarakat yang akan datang.
2.
Pembelajaran merupakan proses penyampaian
pengetahuan
Penyampaian
pengetahuan dilaksanakan dengan menggunakan metode imposisi, dengan cara
menuangkan pengetahuan kepada siswa. Umumnya guru menggunakan metode
"formal step" dari J. Herbart berdasarkan asas asosiasi dan
reproduksi atas tanggapan/kesan. Cara penyampaian pengetahuan tersebut
berdasarkan ajaran dalann psikologi asosiasi.
3.
Tinjauan utama pembelajaran ialah penguasaan
pengetahuan.
Pengetahuan
sangat penting bagi manusia. Barang siapa menguasai pengetahuan, maka dia dapat
berkuasa.: “knowledge is power". Pengetalman bersumber dari perangkat mata
ajaran yang disampaikan di sekolah. Para pakar yang mendukung teori ini
berpendapat bahwa mata ajaran berasal dari pengalaman-pengalaman orang tua,
masa lampau yang berlangsung sepanjang kehidupan manusia. Pengalaman-pengalaman
itu diselidiki, disusun secara sistematis dan logis, sehingga tercipta yang
kita sebut mata ajaran (H. Alberty 1953). Mata ajaran itu diuraikan, disusun
dan dimuat dalam buku pelajaran dan berbagai referensi lainnya.
4.
Guru dipandang sebagai orang yang sangat
berkuasa.
Peranan
guru sangat dominan. Dia menentukan segala hal yang dianggap tepat untuk
disajikan kepada para siswanva. Guru dipandang sebagai orang yang serba
mengetahui, berarti guru adalah yang paling pandai. Dia mempersiapkim
tugas-tugas memberikan latihan-latihan dan menentukan peraturan kemajuan tiap
siswa.
5.
Siswa selalu bersikap dan betindak pasif
Siswa
dianggap sebagai tong kosong, belum mengetahui apa-apa. Dia hanya menerima apa
yang diberikan okh gurunya. Siswa bersikap sebagai pendengar, pengikut,
pelaksana tugas. Kebutuhan, minat. tujuan, abilitas dan lain-lain yang dimiliki
oleh siswa diabaikan dan tidak mendapat perhatian guru.
6.
Kegiatan pembelajaran hanya berlangsung dalam
kelas.
Pembelajaran
dilaksanakan dalam batas-batas ruang kelas saja, sedangkan pembelajaran di luar
kelas tak pernah dilakukan. Tembok sekolah menjadi benteng yang kuat yang
membatasi hubungan-hubungan dengan kehidupan masyarakat. Para siswa duduk pada
bangku yang berdiri kokoh, tak bisa dipindah-pindahkan. Mereka duduk dengan
rapi dan kaku secara rutin setiap hari. Ruangan kelas dipandang sebagai ruang penyelamat,
ruang memberi kehidupan. Belajar dalam batas-batas ruangan itu adalah yang
paling baik.
Wrighstone,
berkata sebagai berikut :
........... the immediate implications of the older
principles when they are applied to the classroom:
1)
The classroom is a restrkted from of social life, and
Aildren's experiences are limited there in to academk lessons.
2)
The qukkest an most through method of leaming lessons
is to allot a certain portion of the school day it instruction in separate
subjects.
3)
Children's interests whkh do not confrom to the set
currkulum should be the regarded.
4)
The real objectives of classroom instruction, consist
to a belajar degree in the aguisition of the content matter of each subject.
5)
Teaching the conventional subjects is the wisest method
of achieving social progress (J. Wayner Wrighstone, 1935).
b.
Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada
generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah.
Rumusan
ini bersifat lebih umum bila dibandinglean dengan rumusan pertama, namun antara
keduanya memiliki pola pikiran yang seirama. Implikasi dari rumusan ini adalah
sebagai berikut:
1.
Pembelajaran bertujuan membentuk manusia berbudaya.
Peserta didik hidup dalam pola
kebudayaan masyarakatnya. Manusia berbudaya adalah manusia yang mampu hidup
dalam pola tersebut. Peserta didik diajar agar memiliki kemainpuan dan
kepribadian sesuai dengan kehidupan budaya masyarakat itu.
2.
Pembelajaran berarti suatu proses pewarisan.
Para
siswa dipandang sebagai keturunan orang tua dan orang tua adalah keturunan
neneknya dan seterusnya, demikian terus terjadi proses turun temurun. Dengan
sendirmya apa yang dimiliki oleh nenek moyang pada masa lampau itu harus
diwariskan kepada keturunan berikumya. Upaya pewarisan itu dilakukan metalui
berbagai prosedur: pengajaran, media hubungan pribadi dan sebagainya. Bila
dilakukan melalui pengajaran, maka proses yang telah dikemukakan dalam proses
perumusan pertama berlaku dan dilaksanakan dengan teknik yang sama.
3.
Bahan pembelajaran bersumber dari kebudayaan.
Yang
termasuk kebudayaan adalah kebiasaan orang berpikir dan berbuat seperti:
kehidupan keluarga, cara menyediakan makanan, bahasa, pemerintahan, ukuran
moral, kepereayaan agama, dan bentuk-bentuk ekspresi seni. Kebudayaan merupakan
kumpulan daripada warisan sosial dalam masyarakat. Berdasarkan pada pengertian
mi, kebudayaan itu bersifat non material., dan bersifat abstrak, ada dalam jiwa
dan kepribadian manusia. Benda-benda bersifat material sesungguhnya adalah
hasil dari keterampilan manusia (Worcester, 1969).
Kebudayaan
dan hasil kebudayaan diwariskan kepada siswa yang umumnya berupa benda-benda
dan non benda, tertulis dan lisan, dan berbagai bentuk tingkah laku norma dan
lain-lain.
4.
Siswa sebagai generasi muda ahli waris kebudayaan
Generasi
muda berfungsi sebagai generasi penerus. Mereka perlu dipersiapkan sedemikian
rupa agar benar-benar siap melanjutkan hasil yang telah dicapai oleh generasi
yang ada sekarang. Kebudayaan yang diwariskan kepada mereka harus dikuasai dan
dikembangkan, sehingga mereka menjadi warga masyarakat yang lebih berbudaya.
Dalam hal ini, diakui bahwa anak sedang berada dalam tahap perkembangan dan
menuju ketingkatan yang lebih dewasa, dalam arti, menjadi manusia yang
berbudaya. Mereka harus mampu memanfaatkan teknologi, sebagai aspek dari
kebudayaan, untuk kehidupannya. serta mampu mengadakan penemuan-penemuan baru,
mengembangkan kebudayaan yang telah ada.
c.
Pembelajaran adalah upaya mengorganisasi
lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik.
Rumusan
ini dianggap lebih maju dibandingkan dengan rumusan terdahulu, sehab lebih
menitik beratkan pada unsur peserta didik, lingkungan, dan proses belajar.
Perumusan ini sejalan dengan pendapat dari Me. Donald, yang mengemukakan
sebagai berikut:
“educational,
in the sense used here, is a process or an activity whkh is directed at
producing desirable changes in the behavior of human beings (Me. Donal, 1959)
artinya
:
Pendidikan
adalah suatu proses atau kegiatan yang bertujuan menghasilkan perubahan tingkah
laku manusia.
Implikasi dari
pengertian tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Pendidikan bertujuan mengembangkan atau mengubah
tingkah aku peserta didik
Pribadi
adalah suatu sistem yang bersifat unik, terintegrasi dan terorganisasi yang
meliputi semua jenis tingkah laku individu. Pada hakikatnya pribadi tidak lain
daripada tingkah laku itu sendiri. Kepribadian mempunyai ciri-ciri: (1).
Berkembang secara berkelanjutan sepanjang hidup manusia, (2). Pola organisasi
kepribadian berbeda-beda untuk setiap orang dan bersifat unik, (3). Kepribadian
hersifat dinamis, terus berubah meialui cara-cara tertentu. Tingkah laku
manusia memiliki dua aspek, yakni: (1). Aspek objektif, yang bersifat
struktural, yakni aspek jasmaniah, (2). Aspek subjektif, yang besifat
fungsional, yakni aspek rohaniah.
2.
Kegiatan pembelajaran berupa pengorganisasian
lingkungan
Perkembangan
tingkah laku seseorang adalah berkat pengaruh dari lingkungan. Lingkungan kita
artikan secara luas, yang terdiri dari lingkungna alam dan lingkungan sosial.
Lingkungan sosial sering lebih berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang.
Melalui interaksi antara individu dan lingkunganya, maka siswa memperoleh
pengalaman, yang pada gilirannya berpengaruh terhadap perkembangan tingkah
lakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa pendidikan adalah suatu proses
sosialisasi di mana anak didik disiapkan sesuai dengan norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat sekitamya.
Sekolah berfungsi menyediakan lingkungan yang
dibutuhkan bagi perkembangan tingkah laku siswa, antara lain menyiapkan program
belajar, bahan belajar, metode mengajar, alat mengajar dan lain-lain. Selain
dari itu, pribadi guru sendiri, suasana kelas, kelompok siswa, lingkungan di
luar sekolah, semua menjadi lingkungan belajar yang bermakna bagi perkembangan
siswa.
3.
Peserta didik sebagai suatu organisme yang hidup.
Peserta didik memiliki berbagai potensi yang siap
untuk berkembang, misalnya, kebutuhan, minat, tujuan, abilitas, intelegensi,
emosi dan lain-lain. Tiap individu peserta didik mampu berkembang menurut pola
dan caranya sendiri. Mereka dapat melakukan berbagai aktivitas dan mengadakan
interaksi dengan lingkungannya.
Aktivitas belajar sesungguhnya bersumber dari dalam
diri peserta didik. Guru berkewajiban menyediakan lingkungan yang serasi agar
aktivitas itu menuju ke arah tujuan yang diinginkan. Dalam hal ini guru
bertindak sebagai organisator belajar bagi siswa yang potensial itu, sehingga
tercapai tujuan pembelajaran secara optimal.
d.
Pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta
didik untuk menjadi warga masyarakat yang baik.
Rumusan
ini didukung oleh para pakar yang menganut pandangan bahwa pendidikan itu
berorientasi kepada kebutuhan tuntutan masyarakat. Implikasi dari
rumusan/pengertian ini,adalah sebagai berikut:
1.
Tujuan pembelajaran
Pembentukan warga negara yang baik adalah warga negara
yang dapat bekerja di masyarakat. Seorang warga negara yang baik bukan menjadi
konsumen, tetapi yang lebih penting ialah menjadi seorang produsen. Untuk
menjadi seorang produsen, maka dia barus memiliki keterampilan berbuat dan
bekerja, menghasilkan barang-barang dan benda kebutuhan masyarakat. Motto yang
dikemukakan: "benign habitat for good living", artinya seorang warga
negara yang baik bila dapat menyumbangkan dirinya kepada kebidupan yang baik.
2.
Pembelajaran berlangsung dalam suasanan kerja.
Program pembelajaran diselenggarakan dalam suasana
kerja. dimana para siswa mendapat latihan dan pengalaman praktis. Karena itu,
suasana yang diperlukan adalah suasana yang aktual, seperti dalam keadaan
sesungguhnya. Para siswa mengerjakan hal-hal menarik minatnya dan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
3.
Peserta didik/siswa sebagai calon warga negara
yang memiliki potensi untuk bekerja.
Siswa memiliki bermacam kemampuan, minat, dan
Kebutuhan, antara lain kebutuhan ingin berdiri sendiri, ingin punya pekerjaan.
Siswa tidak menginginkan berdiam dengan pasif, semua ingin melakukan kegiatan,
bermain, atau bekerja. Energi mereka miliki perlu mendapat penyaluran
sebagaimana mestinya. Jikalau energi itu tidak disalurkan, maka dapat
menyebabkan tingkah laku yang tidak diharapkan, Perumusan atas kebutuhan itu,
pengembangan minat dan sikap, penyaluran energi yang berlebihan sebaiknya
dilakukan dengan cara menyediakan kesempatan bekerja, mencari pengalaman yang
praktis, dan memupuk keterampilan jasmaniah-rohaniah. Dengan berkembang
kemampuan kerja, maka tuntutan dan harapan masyarakat dapat dipenuhi. Pada
dasamya tidak ada masyarakat yang menginginkan anak-anaknya menjadi barisan
penganggur.
4.
Guru sebagai pimpinan don pembimbing bengkel
kerja.
Sesuai dengan tujuan tersebut, sekolah merupakan suatu
ruang workshop dan oleh karenanya guru harus mampu memimpin dan membimbing
siswa belajar bekerja dalam bengkel sekolah. Guru-guru harus menguasai program
keterampilan khusus dan menguasai strategi pembelajaran keterampilan, serta
menyediakan proyek-proyek kerja yang menciptakan berbagai kesibukan yang
bermakna. Dalam hal mi, peranan guru dalam sekolah komprehensif adalah sangat
penting.
e.
Pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa
menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.
Pandangan
ini didukung oleh para pakar yang berorientasi pada kehidupan masyarakat.
Sekolah dari masyarakat adalah suatu integrasi. Pendidikan adalah di sini dan
sekarang ini (G.E. Olson, 1945). Implikasi dari pengertian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Tujuan pembelajaran ialah mempersiapkan siswa
untuk hidup dalam masyarakat.
Sekolah berfungsi menyiapkan siswa untuk menghadapi
berbagai masalah dalam kehidupan, mereka bukan dipersiapkan untuk menghadapi
masa depan yang masih jauh, 10 atau 20 tahun ke depan, melainkan untuk
memecahkan masalah seharihari dalam lingkungannya, di rumah dan di masyarakat.
2.
Kegiatan pembelajaran berlangsung dalam hubungan
sekolah don masyarakat.
Masyarakat
diartikan sebagai laboratorium belajar yang paling besar. Sumber-sumber
masyarakat tak pernah habis sebagai sumber belajar. Prosedur penyelenggaraan
ialah dengan membawa siswa ke dalam masyarakat dengan karyawisata, survei,
berkemah dan lain-lain, atau dengan cara membawa masyarakat ke dalam sekolah
sebagai nara sumber. Dengan demikian, masyarakat akan memberikan sumbangan yang
besar terhadap pendidikan anak, dan sebaliknya, sekolah akan memberikan bantuan
dalam memecahkan masalah-masalah dalam masyarakat. Sekolah juga berfungsi turut
memperbaiki kehidupan masyarakat sekitamya.
3.
Siswa belajar secara aktif.
Siswa bukan saja aktif belajar di laboratorium
sekolah, mencari pengalaman kerja dalam berbagai lapangan kehidupan, -tapi juga
aktif bekerja langsung di masyarakat. Dengan cara ini. semua potensi yang
mereka miliki menjadi hidup dan berkembang. Siswa turut merencanakan,
berdiskusi, meninjau. membuat laporan, dan lain-lain, sehingga perkembangan
pribadinya selaras dengan kondisi lingkungan masyarakatnya.
4.
Guru bertugas sebagai komunikator
Guru juga bertugas sebagai penghubung antara sekolah
dan masyarakat. Guru mempersiapkan rencana awal pembelajaran, kemudian menyusun
rencana lengkap bersama para siswa sebagai persiapan melaksanakan di lapangan.
Guru harus mengenal dengan baik keadaan masyarakat sekitamya, supaya dapat
menyusun proyek kerja bagi para siswa. Kelas -ialu melakukan inventarisasi
masalah-masalah yang muncul jalam masyarakat, kemudian diupayakan pemecahannya.
Pranan sebagai komunikator, bukan saja memerlukan pengetahuan dalam bidang
pendidikan dan apresiasi, namun diperlukan pula keterampilan berintegrasi dan
bekeda sama dengan masyarakat.
Berdasarkan teori-teori tersebut semakin jelaslah
bahwa kegiatan dan proses pembelajaran itu sangat kompleks. Pandangan-pandangan
yang telah dibahas itu, akan menjadi lebih jelas setelah mempelajari
uraian-uraian berikumya.
4.3 CIRI-CIRI
PEMBELAJARAN
Ada
tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran, antara lain adalah:
1.
Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan
prosedur, yang merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran, dalam suatu rencana
khusus.
2.
Kesaling tergantungan (interdependence), antara
unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu kescluruhan. Tiap unsur
bersifat essensial, dan memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran.
3.
Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu
yang hendak dicapai. Ciri ini menjadi dasar perbedaan antara sistem yang dibuat
oleh manusia dan sistem yang alami (natural). Sistem yang dibual oleh manusia,
seperti: sistem transportasi, sistem komunikasi, sistem pemerintahan, semuanya
memiliki tujuan. Sistim alami (natural) seperti sistem ekologi, sistem
kehidupan hewan, memiliki unsur-unsur yang saling ketergantungan satu sama
lain, disusun sesuai dengan rencana tertentu, tetapi tidak mempunyai tujuan
tertentu. Tujuan sistem menuntun proses merancang sistem. Tujuan sistem
pembelajaran agar siswa belajar. Tugas seorang perancang sistem ialah
mengorganisasi tenaga. material, dan prosedur, agar siswa belajar secara
efisien dan efektif. Dengan proses mendisain sistem pembelajaran si perancang
membuat rancangan untuk memberikan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan sistem
pembelajaran tersebut.
5.
TUJUAN DAN UNSUR-UNSUR DINAMIS PEMBELMARAN.
5.1. Tujuan
pembelajaran yang menunjang tercapainya tujuan belajar.
Pembelajaran
dimaksudkan terciptanya suasana sehingga siswaa belajar. Tujuan pembelajaran
haruslah menunjang dan dalam tercapainya tujuan belajar.
Dahulu,
ketika pembelajaran dimaksudkan sebagai kadar penyampaian ilmu pengetahuan,
pembelajaran tak terkait dengan blajar. termasuk tujuannya. Sebab, jika guru telah
menyampaikan ilmu pengetahuan. tercapailah maksud atau tujuan pembelajaran
tersebut.
Pembelajaran
model dahulu itu, memang tidak dicoba terkaitkan dengan belajar itu sendiri.
Pembelajaran lebih onsentrasi pada kegiatan guru dan tidak terkonsentrasi pada
kegiatan siswa.
Jika
pada masa sekarang ini pembelajaran dicoba terkaitkan dengan belajar, maka
dalam merancang aktivitas pembelajaran, guru harus belajar dari aktivitas
belajar siswa. Aktivitas belajar siswa harus dijadikan titik tolak dalam
merancang pembelajaran.
Implikasi
dari adanya keterkaitan antara kegiatan pembelajaran dan kegiatan belajar siswa
tersebut adalah usunnya tujuan pembelajaran yang dapat menunjang apainya tujuan
belajar. Muatan-muatan yang termaktub dalam tujuan belajar, haruslah termaktub
juga dalam tujuan pembelajaran.
Contoh
kongkiit tujuan pembelajaran yang kongruen dengan tujuan belajar adalah sebagai
berikut :
Tujuan Belajar
|
Tujuan
Pembelajaran
|
Setelah
menelaah teks butir-butir pertama pancasila siswa dapat menjelaskan kaitan
antara butir pertama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan
kata-kata sendiri.
|
Setelah siswa
dibelajarkan dengan cara menelaah teks butir pertama pancasila siswa dapat
menjelaskan kaitan antara butir pertama dengan butir kedua secara benar dengan
menggunakan kata-kata sendiri.
|
Setelah
mengamati berbagai tumbuh-tunibuhan di kebun percobaan sekolah, siswa dapat
membedakan antara tumbuhtumbuhan yang berkeping satu dan yang berkeping dua.
Setelah dibelajarkan dengan cara mengamati tumbuh-tumbuhan di kebun percobaan
sekolah, siswa dapat menibedakan tumbuh-tumbuhan yang berkeping satu dengan
tumbuhan berkeping dua.
|
Setelah siswa
dibelajarkan dengan cara menclaah teks butir pertama pancasila, siswa dapat
menjelaskan kaitan antara butir portama dengan butir kedua secara benar
dengan menggunakan kata-kata yang ada pada teks Setelah mengamati berbagai
tumbuh-tumbuhan di kebun percobaan sekolah, siswa dapat membedakan antara
tumbuh-tumbuhan yang berkeping satu dengan yang berkeping dua.
|
Setelah
dibelajarkan dengan cara membaca buku teks dan berdiskusi dengan
teman-temannya siswa dapat membedakan tumbuh-tumbuhan yang berkeping satu
dengan yang berkeping dua.
|
Setelah
menelaah teks butir-butir pertama pancasila siswa dapat menjelaskan kaitan
antara butir pertama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan
kata-kata sendiri
|
Setelah
menelaah teks butir-butir pertama pancasila, siswa dapat menjelaskan kaitan
antara butir pertama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan
kata-kata sendiri.
|
Setelah siswa
dibelajarkan dengan cara menelaah teks butir pertama pancasila, siswa dapat
menjelaskan kaitan antara butir pertama dengan butir kedua secara benar
dengan menggunakan kata-kata yang ada pada teks
|
Dari
contoh yang disebutkan tersebut sangatlah jelas, bahwa tujuan pembelajaran yang
kongruen dengan tujuan belajar siswa adalah :
1.
Punya kesamaan tercapainya tujuan dari segi waktu,
yaitu setelah siswa belajar dan atau dibelajarkan.
2.
Punya kesamaan tercapainya tujuan dari segi
substansinya, aitu siswa bisa
"apa" setelah belajar dan atau dibelajarkan.
3.
Punya kesamaan tercapainya tujuan dari segi cara
mencapainya.
4.
Punya kesamaan takaran dalam pencapaian tujuan.
5.
Punya kesamaan dari segi pusat kegiatan, yaitu
sama-sama berada pada diri siswa.
Agar
tujuan pembelajaran yang kongruen dengan tujuan belajar tersebut jelas, berikut
disajikan contoh tujuan pembelajaran yang tidak kongruen dengan tujuan belajar
:
Contoh
yang disebutkan tersebut, jelas menunjukkan tidak kongruen antara tujuan
pembelajaran dengan tujuan belajar. Oleh karena itu tujuan pembelajaran
demikian ini tidak menunjang pencapaian tujuan belajar. Ada perbedaan titik
tekan antara tujuan belajar dengan tujuan pembelajaran. Pada contoh pertama dan
kedua. substansi tujuan belajar telah dikacaukan oleh substansi tujuan
pembelajaran. Sedangkan pada contoh ketiga dan keempat. tujuan belajar telah
dikacaukan oleh tujuan pembelajaran dari segi cara penyampaiannya.
5.2. Unsur-unsur
dinamis pembelajaran kongruen dalam proses belajar siswa/mahasiswa
a.
Motivasi belajar menuntut sikap tanggap dari pihak
guru serta kemampuan untuk mendorong motivasi dengan berbagai upaya
pembelajaran. Ada beberapa prinsip yang dapat digunakan oleh guru dalam rangka
memotivasi siswa agar belajar, ialah:
1.
Prinsip kebermaknaan, siswa termotivasi untuk
mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya,
2.
Prasyarat, siswa lebih suka mempelajari sesuatu yang
baru jika dia memiliki pengalaman prasyarat (prerckuisit).
3.
Model, siswa lebih suka memperoleh tingkah laku baru
bila disajikan dengan suatu model perilaku yang dapat diamati dan ditim.
4.
Komunikasi terbuka, siswa lebih suka belajar bila
penyajian ditata agar supaya pesan-pesan guru terbuka terhadap pendapat siswa.
5.
Daya tarik, siswa lebih suka belajar bila perhatiannya
tertarik oleh penyajian yang menyenangkan/menarik.
6.
Aktif dan latihan, siswa lebih senang belajar bila dia
dapat berperan aktif dalam latihan/praktik dalam upaya mencapai tujuan
pembelajaran
7.
Latihan yang terbagi, siswa lebih suka belajar bila
latihan-latihan dilaksanakan dalamjangka waktu yang pendek.
8.
Tekanan instruksional, siswa lebih suka belajar terus
bila kondisi pembelajaran menyenangkan baginya.
9.
Keadaan yang menyenangkan, siswa lebih suka belajar
terus bila kondisi-kondisi pembelajaran menyenangkan bagmya.
b.
Sumber-sumber yang digunakan sebagai bahan belajar
terdapat pada:
1.
Buku pelajaran yang sengaja disiapkan dan berkenan
dengan mata ajaran tertentu. Bahan-bahan tersebut dapat berupa sumber pokok dan
sumber pelengkap. Pemilihim buku-buku sumber telah ditetapkan dalam pedoman
kurikulum dan berdasarkan pilihan guru berdasarkan pertimbangan tertentu.
Buku-buku tersebut mungkin telah tersedia di perpustakaan sekolah, atau harus
dibeli di pasaran buku.
2.
Pribadi guru sendiri pada dasamya merupakan sumber tak
tertulis dan sangat penting serta sangat kaya dan luas, yang perlu dimanfaatkan
secara maksimal. Itu sebabnya, guru senantiasa diminta agar terus belajar untuk
memperkaya dan memperluas serta mendalami ilmu pengetalman, sehingga pada
waktunya dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan belajar yang berdaya guna bagi
kepentingan proses belajar siswa.
3.
Sumber masyarakat, juga merupakan sumber yang paling
kaya bagi bahan belajar siswa. Hal-hal yang tidak tertulis dalam buku dan belum
terkuasai oleh guru, ternyata ada dalam, masyarakat berupa objek, kejadian dan
peninggalan sejarah. Hal-hal tersebut dapat digunakan sebagai bahan belajar.
Untuk itu, guru perlu menyiapkan program pembelajaran dalam upaya memanfaatkan
masyarakat sebagai sumber bahan belajar bagi siswanya.
c.
Pengadaan alat-alat bantu belajar dilakukan oleh guru,
siswa sendiri dan bantuan orang ma. Namun, harus dipertimbangkan kesesuaian
alat bantu belajar itu dengan tujuan belajar, kemampuan siswa sendiri, bahan
yang dipelajari, dan ketersediaannya di sekolah. Prinsip kesesuaian ini perlu
diperhatikan karena sering terjadi pemilihan dan penggunaan suatu alat bantu
belajar ternyata tidak cocok untuk pengajaran dan ternyata tidak banyak
pengaruhya terhadap keberhasilan belajar siswa. Prosedur yang harus ditempuh
adalah:
1.
Memilih dan menggunakan alat bantuan yang tersedia di
sekolah sesuai dengan rencana pembelajaran.
2.
Siswa memilih dan membuat sendiri alat bantu yang
diperlukan, berdasarkan petunjuk dan bantuan guru.
3.
Membeli di pasaran bebas scandamya alat yang
diperlukan itu ada di pasaran dan cocok dengan kegiatan belajar yang akan
ditakukan.
d.
Untuk menjamin dan membina suasana belajar yang
efektif. guru dan siswa dapat melakukan beberapa upaya sebapi berikut:
1.
Sikap guru sendiri terhadap pembelajaran di kelas.
Guru diharapkan bersikap menunjang, membantu, adil, dan terbuka dalam kelas.
Sikap-sikap tersebut pada gilirannya akan menciptakan suasana yang menyenangkan
dan menggairahkan serta menciptakan antusiasme terhadap pelajaran yang sedang
diberikan.
2.
Perlu adanya kesadaran yang tinggi di kalangan siswa
untuk membina disiplin dan tata tertib yang baik di dalam kelas. Suasana yang
disiplin ini juga ditentukan oleh perilaku guru, kemampuan guru memberikan
pengajaran. serta suasana dalam diri siswa sendiri.
3.
Guru dan siswa berupaya menciptakan hubungan dan
kerjasama yang serasi, selaras dan seimbang dalam kela. yang dijiwai oleh rasa
kekeluargaan dan kebersamaan rasa tenggang rasa dan tanggung jawab untuk
kepentingan bersama ternyata lebih efektif dibandingkan dengan suasana dengan
persaingan, berusaha untuk kopentingan sendiri, dan pergaulan guru siswa yang
renggang dan kaku.
e.
Subjek belajar yang berada dalam kondisi kurang mantap
perlu diberikan binaan. Pembinaan kesehatan, penyesuaian bahan belajar dengan
tingkat kecerdasan siswa, memperhatikan kesiapan belajar yang tepat waktunya,
penyesuaian bahan, belajar dengan kemampuan dan bakatnya, dan memberikan
pengalaman-pengalaman perekuisit, semua kondisi itu perlu terus dikontrol oleh
guru. Sediakan waktu yang khusus untuk mengenal dan mengetahui dengan seksama
semua kondisi subjek belajar. Bila diketahui terdapat ketidak seimbangan dan
gangguan pada kondisi mereka, maka guru perlu segera melakukan upaya untuk
memperbaiki dan meningkatkannya.
5.3. Unsur-unsur
dinamis pembelajaran pada diri guru.
a.
Motivasi untuk membelajarkan siswa.
Guru harus memiliki motivasi untuk membelajarkan
siswa. Motivasi itu sebaiknya timbul dari kesadaran yang tinggi untuk mendidik
peserta didik menjadi warga negara yang bak. Jadi guru memiliki hasrat untuk
menyiapkan siswa menjadi pribadi yang memiliki pengetahuan dan kemampuan
tertentu. Namun, diakui bahwa motivasi pembelajaran itu sering timbul karena
insentif yang diberikan, sehingga guru melaksanakan tugasnya sebaik mungkin.
Kedua jenis motivasi itu diperlukan untuk membelajarkan siswa.
b.
Kondisi guru siap membelajarkan siswa.
Guru perlu memiliki kemampuan dan proses pembelajaran,
disamping kemampuan kepribadian dan kemampuan kemasyarakatan. Kemampuan dalam
proses pembelajaran sering disebut kemampuan profesional. Guru perlu berupaya
meningkatkan kemampuan-kemampuan tersebut agar senantiasa berada dalam kondisi
siap untuk membelajarkan siswa.
BAB II
PRINSIP BELAJAR
DAN APLIKASINYA
2.1. PRINSIP-PRINSIP
BELAJAR YANG TERKAIT DENGAN PROSES BELAJAR
Banyak teori dan prinsip-prinsip belajar yang
dikemukakan oleh para ahli yang satu dengan yang lain memiliki persamaan dan
perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip
yamg relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya
pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun
bagi guru dalam apaya meningkatkan mengajarnya. Prinsip-prinsip itu berkaitan
dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman,
pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan. serta perbedaan individual.
2.1.1 Perhatian
dan Motivasi
Perhatian
mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori
belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin
terjadi belajar (Gage n Berliner, 1984: 335 ). Perhatian terhadap belajar akan
timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.
Apabila
bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk
belajar lebih Ianjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan
membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Apabila perhatian alami ini tidak
ada maka siswa perlu dibangkitkan perhatiannya.
Di
samping perhatian, motivasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam
kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan
aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada
mobil (gage dan Berliner, 1984 : 372).
"Motivation
is the concept we use when we ddescribe the force action on or whitin an organism
yo initiate and direct behavior"
Demikian
menurut H.L. Petri (Petri, Herbet L, 1986: 3). Motivasi dapat merupakan tujuan
dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu
tujuan dalam mengajar. Guru berharap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan
intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat,
motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil
belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam
bidang pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan.
Motivasi
mempunyai kaitan yang crat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap
sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan
demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi
juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianggap penting dalan, kehidupannya.
Perubahan nilai-nilai yang dianut akan mengubah tingkah laku manusia dan
motivasinya. Karenanya, bahan-bahan pelajaran yang disajikan hendaknya
disesuaikan dengan minat siswa dan tridak bertentangan dengan nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat.
Sikap
siswa, seperti haInya motif menimbulkan dan mengarahkan aktivitasnya. Siswa
yang menyukai matematika akan merasa senang belajar matematika dan terdorong
untulk belajar lebih giat, demikian pula sebaliknya. Karenanya adalah kewajiban
bagi guru untuk bisa menanamkan sikap positif pada diri siswa terhadap mata
pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Insentif,
suatu hadiah yang diharapkan diperoleh sudah melakukan kegiatan, dapat
menimbulkan motif. Hal ini merupakan dasar teori belajar B.F. Skinner dengan
operant conditioning-nya' (Hal ini dibkarakan lebih lanjut dalam prinsip
balikan dan penguatan).
Motivasi
dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga
bersifat eksternal yakni datang dari orang lain, dari guru, orang tua, teman
dan sebagainya. Motivasi juga dibedakan atas motif intrinsik dan motif
ekstrinsik. Motif intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan
perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa yang dengan
sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin memiliki
pengetahuan yang dipelajarinya. Sedangkan motil ekstrinsik adalah tenaga
pendorong yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi
penyertaanya. Sebagai contoh, siswa belajar sungguh-sungguh bukan disebabkan
ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya telapi didorong oleh keinginan
naik kelas atau mendapat ijazah. Naik kelas dan mendapat ijazah adalah penyerta
dari keberhasilan belajar.
Motif
intrinsik dapat bersifat internal, datang dari diri sendiri, dapat juga
bersifat eksternal, datang dari luar. Motif ekstrinsik bisa bersifat eksternal,
walaupun lebih banyak bersifat ekstemal. Motif ekstrinsik dapat juga berubah
menjadi motif intrinsik yang disebut 'Iransformasi motir'. Sebagai contoh.
seorang siswa belajar di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LIPTK) karena
menuruti keinginan orang tuanya yang menginginkan anaknya menjadi guru.
Mula-mula motifnya adalah ekstrinsik, yaitu ingin menyenangkan orang tuanya,
tetapi setelah belajar heberapa lama di LPTK ia menyenangi pelajaran-pelajaran
yang digelutinya dan senang belajar untuk menjadi guru. Jadi motif pada siswa
itu yang semula ekstrinsik menjadi intrinsik.
Perhatian
Perhatian
erat sekali kaitannya dengan motivasi bahkan tidak dapat dipisahkan. Perhatian
ialah pemusatan energi psikis (fikiran dan perasaan) terhadap suatu objek.
Makin terpusat perhatian pada pelajaran, proses belajar makin baik dan hasilnya
akan makin haik pula. Oleh karena itu guru harus selalu berusaha supaya
perhatian siswa terpusat pada pelajaran. Memunculkan perhatian seseorang pada
suatu objek dapat diakibatkan oleh dua hal.
Pertama, orang itu
merasa bahwa objek tersebut mempunyai kaitan dengan dirinya umpamanya dengan
kebutuhan, cita cita, pengalaman, bakat, minat.
Kedua, Objek itu
sendiri dipandang memiliki sesuatu yang lain dari yang lain, atau yang lain
dari yang biasa, lain dari yang pada umumnya muncul.
Perhatikan
contoh kasus dibawah ini
1.
Rukiah, salah seorang siswa disuatu sekolah dasar
sangat tertarik dengan penjelasan ibu gurunya tentang perpindahan penduduk.
sehingga ia sungguh-sungguh memperhatikan pelajaran tersebut, karena ia pernah
dibawa orang tuanya bertransmigrasi.
2.
Sekelompok siswa disuatu sekolah dasar pada sutu waku
mengikuti pelajaran dengan penuh perhatian karena guru mengajarkan pelajaran
tersebut dengan menggunakan alat peraga yang sebelumnya guru tersebut belum
pernah melakukannya.
3.
Sekelompok siswa sedang asyik mengerjakan tugas
kelompok, dalam pelajaran IPA. KeRhatannya mereka sangat sungguh-sungguh
menerjakan tugas tersebut. Biasanya mereka belajar cukup mendengarkan ceramah
dari guru.
Ketiga
contoh diatas menggambarkan siswa yang belajar dengan penuh perhatian akan
tetapi penyebabnya berbeda.
Contoh
pertama, Rukiah belajar dengan penuh perhatian. Karena pelajaran
tersebut memiliki kaitan dengan pengalamannya. Pelajaran tersebut ada kaitan
dengan diri siswa. Pada contoh kedua, siswa belajar dengan penuh
perhatian, karena guru mengajar dengan menggunakan alat peraga, (cara guru
mengajar lain dan kebiasaannya)
Demikian
pula contoh ketiga, siswa belajar dengan penuh perhatian Karena guru
menggunakan metode yang bervariasi tidak hanya ceramah).
Dari
uraian dan contoh diatas dapat disimpulkan, bahwa :
1.
Belajar dengan permh perhatian pada pelajaran yang
sedang dipelajari, proses dan hasilnya akan lebih baik.
2.
Upaya guru memumbuhkan dan meningkatkan perhatian
siswa terhadap pelajaran dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
a.
Mengaitkan pelajaran dengan pengalaman, kebutuhan,
cita-cita, bakat atau minat siswa.
b.
Menciptakan situasi pembelajaran yang tidak monoton.
Umpamanya penggunaan metode mengajar yang bervariasi, penggunaan media, tempat
belajar tidak terpaku hanya didalam kelas saja.
Coba
anda pilih salah satu pokok bahasan dari salah satu mata pelajaran yang biasa
anda ajarkan. Kemukakan upaya apa yang harus anda lakukan untuk:
1.
Menarik perhalian siswa dengan cara mengailkan
pelajaran tersebut dengan diri siswa (umpamanya dengan pengalaman mereka).
2.
Menarik perhatian siswa dengan cara menciptakan
situasi pembelajaran yang bervariasi (umpamanya dalam penggunaan metode
mengajar)
2.2. KEAKTIFAN
BELAJAR
Kecendrungan
psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai
dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemampuan dan aspirasi sendiri.
Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan
kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami
sendri. Mon Dewey misalnya mengemukakan, bahwa belajar adalah menyangkut apa
yang harus dikerjakan siswa untuk dirmya sendiri. maka inisiatif harus datang
dari siswa sendiri. Guru sekedar pembimbing dan pengarah (John Dewy 1916. dalam
Dak ks, 1937:3 1).
Menurut
teori kognitif. belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa
mengolah informasi yang kita terima, tidak sekadar menyimpannya saja tanpa
mengadakan transformasi. (Gage and Berliner, 1984 : 267). Menurut teori ini
anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak
mampu mencari. menermakan fakta. menganalisis, menafsirkan dan menairik
kesimpulan,
Thomdike
mengemukakan keakifan siswa dalam belajar dengan bukum "lah. of exercise
" -nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Mc
Keachk berkenan dengan prinsip keaktifan mengemukakan babwa individu merupakan
"manusia belajar yang selalu ingin tahu, sosial,” (MC Keachk, 1976:230
dari Gredler MEB terjemahan Munandir, 1991:105).
Dalam
setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu
beraneka ragam bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati
sampai kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca,
mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh
kegiatan psikis misaInya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam
memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain,
menyimpulkan basil percobaan, dan kegiatan psikis yang lain.
Seperti
yang telah dibahas di depan bahwa belajar iu sendiri adalah akivitas, yaitu
aktivitas mental dan emosional. Bila ada siswa ) yang duduk di kelas pada saat
pelajaran berlangsung, akan tetapi mental emosionainya tidak terlibat akif
didalam situasi pembelajaran itu, Pada hakikamya siswa tersebut tidak ikut
belajar.
Oleh
karena itu guru jangan sekali-kali membiarkan ada siswa yang tidak ikut aktif
belajar. Lebih jauh dari sekedar mengaktifkan siswa belajar, guru harus
berusaha meningkatkan kadar aktifitas belaiar tersebut.
Kegiatan
mendengarkan penjelasan guru, sudah menunjukkan adanya aktivitas belajar. Akan
tetapi barangkali kadarnya perlu ditingkinkan dengan metode mengajar lain.
Sekali
untuk memantapkan pemahaman anda tentang upaya meningkatkan kadar aktivitas
belajar siswa, coba anda tetapkan salah satu pokok bahasan dari salah satu mata
pelajaran yang biasa diajarkan. Silahkan anda rancang kegiatan-kegiatan
belajar yang bagaimana yang harus siswa
anda lakukan, supaya kadar aktivitas belajair mereka relatif tinggi.
Bila
sudah selesai anda kerjakan, silahkan diskusikan deingan guru lain disekolah
anda atau guru sesama peserta program
2.3.
KETERLIBATAN LANGSUNG DALAM BELAJAR
Di
muka telah dibkarakan bahwa belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa yang,
belajar adalah mengalami, belajar tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain.
Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerueut
pengalamannya mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar
melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa
tidak sekadar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat
langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab tehadap hasilnya. Sebagai
contoh seseorang yang belajar membuat tempe, yang paling baik apabila ia terlihat
secara langsng dalam perbuatan (direct performance), bukan sekadar melihat
bagaimana orang menikmati tempe (demonstrating), apalagi sekadar mendengar
orang bercerita bagaimana cara pembuatan tempe (telling).
Pentingnya
ketelibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan
"leaming by doing"-nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan
langsung. Belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif, baik individual
maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah (prolem solving). Guru bertindak
sebagai pembimbing dan fasilitator.
Keterlibatan
siswa di dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata, namun lebih
dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan
kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan
dan intemalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilat, dan juga pada
saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.
2.4. PENGULANGAN
BELAJAR
Prinsip
belajar yang menekankan perlunva pengulangan barangkali yang paling tua adalah
yang dikemukakan oleh teori Psikologi Dava. Menurut teori ini belajar adalah
melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat,
menanggap, mengingat. mengkhayal, merasakan. berpikir. dan sebagainya. Dengan
mengadakan pengulangan maka dasya-daya tersebut akan berkembang. Seperti hainya
pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan
pengadaan pengulangan-pengulangan akan menjadi sempuma.
Teori
lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori psikologi Asosiasi atau
Koneksionisme dengan tokoh yang terkenal Thorndike. Berangkat dari salah
satu hukum belajarnya “law of exercise", ia mengemukakan bahwa
belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons. dan pengulangan
terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons benar.
Seperti kata pepatah "latihan menjadikan sempuma" (Thomdike,
1931b:20. dari Gredlei, Marget E Bell, terjemahan Munandir, 1991: 51).Psikologi
Conditioning yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari Koneksionisme
juga menekankan pentingnya pengulangan dalam belajar. Kalau pada Koneksionisme,
belajar adalah pembentukan hubungan stimulus dan respons maka pada psikologi
conditioning respons akan timbul bukan karena saja stimulus, tetapi juga
oleh stimulus yang dikondisikan. Banyak tingkah laku manusia yang terjadi
karena kondisi, misalnya siswa berbaris masuk ke kelas karena mendengar bunyi
lonceng, kendaman berhenti ketika lampu Ialu lintas berwarna merah. Menurut
teori ini perilaku individu dapat dikondisikan, dan belajar merupakan upaya
untuk mengkondisikan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu. Mengajar
adalah membentuk kebiasaan, mengulang-ulang sesuatu perbuatan sehingga menjadi
suatu kebiasaan dan pembiasaan tidak perlu selalu oleh stimulus yang
sesungguhnya, tetapi dapat juga oleh stimulus penyerta.
Ketiga
teori tersebut menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar walaupun
dengan tujuan yang berbeda. Yang pertama pengulangan untuk melatih daya-daya
jiwa sedangkan yang kedua dan ketiga pengulangan untuk respons yang benar dan
membentuk kebiasaan- kabiasaan. Walaupun kita tidak japat menerima bahwa
belajar adalah pengulangan seperti yang dikemukakan ketiga teori tersebut,
karena tidak dapat dipakai untuk menerangkan semua bentuk belajar, namun
prinsip pengulangan masih relevan sebagai dasar pembelajaran. Dalam belajar
tetap diperlukan latihan/pengulangan. Metode drill dan stereotyping adalah
bentuk belajar yang menerapkan prinsip pengulangan (Gage dan Berliner, 1984:
259).
2.5. SIFAT
MERANGSANG DAN MENANTANG DARI MATERI YANG DIPELAIARI
Teori
Medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa dalam, situasi belajar
berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi belajar siswa
menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan
yang mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan
itu yaitu dengan mempelajari bahasa belajar tersebut. Apabila hambatan itu
telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk dalam
medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Agar pada anak timbul motif
yang Kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik maka bahan belajar haruslah
menantang. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar haruslah
menantang.tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bergairah
untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung masalah
yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Pelajaran
yang memberi kesempatan pada siswa untuk menermakan konsep-konsep,
prinsip-prinsip, dan generalisasi akan menyebabkan siswa berusaha meneari dan
menemukan konsp-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi tersebut. Bahan
belajar yang telah mendan saja kurang menarik bagi siswa.
Penggunaan
metode eksperimen, inkuiri, diskoveri juga memberikan tantangan bagi siswa
untuk belajar secara lebili giat dan sungguh-sunggub. Penguatan positif maupun
negatif juga akan menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh
gaujaran atau terhindar dari hukum yang tidak menyenangkan.
2.6. PEMBERIAN
BALIKAN ATAU UMPAN BALIK DAN PENGUATAN BELAJAR
Prinsip
belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan oleh
teori belajar operant Conditioning dari B.F. Skinner. Kalau pada teori
conditioning yang diberi kondisin adalah stimulusnya, maka pada operant
conditioning yang diperkuat adalah responsnya. Kunci dari teori belajar im
adalah law of effect - nya Thomdike. Siswa akan belajar lebih bersemangat
apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang haik. Hasil, apalagi hasil yang
baik, akan merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengarub baik bagi usaha
belajar selanjutnya. Namum dorongan belajar itu menurut B.E Skinner tidak saja
oleh penguatan yang menyenangkan tetapi juga ada yang tidak menyenangkan. Atau
dengan kata lain penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat belajar
(gage dan Berliner, 1984: 272).
Siswa
belajar sunggub-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai
yamg baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik
dapat merupakan operant conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya anak
yang mendapatkan nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak
naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong tuk belajar lebih giat.
Di sini nilai buruk dan dan rasa takut lidak naik kelas juga bisa mendorong
anak untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif. Di sini
siswa mencoba menghindar dari peristiwa yang tidak menyenangkan, maka penguatanatan
negatif juga disebut escape conditioning, Format sajian berupa tanya
jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan, dan sebagainya merupakan cara
belajar-mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan. Balikan
yang segera diperoleh siswa setelah belajar melalui penggunaan metode-metode
ini akan membuat siswa terdorong untuk belajar lebih giat dan bersemangat.
2.7. IMPLIKASI
PRINSIP-PRINSIP BELAJAR
Siswa
sebagai "primus motor” (motor utama) dalam kegiatan pembelajaran, dengan
alasan apapun tidak dapat mengabaikan begitu saja adanya prinsip- prinsip
belajar. Justru pada siswa akan berhasil dalam pembelajaran, jika mereka
menyadari implikasi prinsip-prinsip belajar terhadap diri mereka.
2.7.1. Perhatian
dan Motivasi
Siswa
dituntut untuk memberikan perhatian terhadap semua ungsangan yang mengarah ke
arah pencapaian tujuan belajar. Adanya tuntutan untuk selalu memberikan
perhatian ini, menyebabkan siswa harus membangkitkan perhatiannya kepada segala
pesan yang dipelajarinya. Pesan-pesan yang menjadi isi pelajaran seringkali
dalam bentuk rangsangan suara, warna. bentuk, gerak, dan rangsangan lain yang
dapat diindra. Dengan demikian siswa diharapkan selalu melatih indranya untuk
memperhatikan rangsangan yang muncul dalam prosses pembelajaran. Peningkatan/pengembangan
minat im merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi (Gage dan
Berliner, 1984:373). Contob kegiatan atau perilaku siswa, baik fisik atau
psikis, seperti mendengarkan ceramah guru, membandingkan konsep sebelumnya
dengan konsep yang baru diterima, mengamati secara cermat gerakan psikomotorik
yang dilakukan guru, atau kegiatan sejenis lainnya. Senma kegiatan atau
perilaku tersebut harus dilakukan oleh siswa secara sadar sebagai upaya untuk
meningkatkan motivasi belajarnya.
Sedangkan
implikasi prinsip motivasi bagi siswa adalah disadarinya oleh siswa bahwa
motivasi belajar yang ada pada diri mereka harus dibangkitkan dan mengembangkan
secara terus menerus. Untuk dapat membangkitkan dan mengembangkan motivasi
belajar mereka secara terus menerus, siswa dapat melakukannya dengan menentukan
atau mengetahm tujuan belajar yang hendak dicapai. menanggapi secara positif
pujian atau dorongan dari orang lain, menentukan target atau sasaran
penyelesaian tugas belajar, dan perilaku sejenis lainnya. Dari contoh-contoh
perilaku siswa untuk meningkatkan dan membangkitkan motivasi belajar, dapat
ditandai bahwa perilaku-perilaku tersebut bersifat psikis.
2.7.2. Keaktifan
Sebagai
"primus motor" dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar,
siswa dituntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah perolehan belajarnya.
Untuk dapat memproses dan mengolah perolehan belajarnya secara efektif,
perilaku-perilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin tahu
hasil dan kimia, membuat karya tulis, membuat kliping, dan prilaku sejenis
lainnya. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa lebih lanjut menuntut
keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran.
2.7.4.
Keterlibatan langsung/ berpengalaman
Hal
apapun yang dipelajari siswa, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak ada
seorangpun dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya (Davies,
1987:32). Pemyataan ini. secara mutlak menuntut adanyan keterlibatan langsung
dari "tiap siswa dalam kegiatan belajar pembelajaran. Implikasi prinsip
ini dituntut pada para siswa agar tidak segan-segan mengerjakan segala tugas
belajar yang dibeerikan kepada mereka. Dengan keterlibatan langsung inj, secara
logis akan menyebabkan mereka memperoleh pengalaman atau berpengalaman.
Bentuk-bentuk perilaku yang merupakan implikasi prinsip keterlibatan langsung
bagi siswa misalnya adalah siswa ikut dalam pembuatan lapangan bola voli, siswa
melakukan reaksi kimia, siswa berdiskusi untuk membuat laporan, siswa membaca
puisi di depan kelas, dan perilaku sejenis lainnya. Bentuk perilaku
keterlibatan langsung siswa tidak secara mutlak menjamin terwujudnya prinsip
keaktifan pada diri siswa. Namun demikian, perilaku keterlibatan siswa secara
langsung dalam kegiatan belajar pembelajaran dapat diharapkan mewujudkan
keaktifan siswa.
2.7.5.
Pengulangan
Penguasaan
secara penuh dari setiap langkah kemungkinkan belajar secara keseluruhan lebih
berarti (Davies, 1987:32 ). Dari pemyataan inilah pengulangan masih diperlukan
merasa bosan dalam melakukan pengulangan. Bentuk-bentuk perilaku pembelajaran
yang merupakan implikasi prinsip pengulangan, diantaranya menghafal unsur-unsur
kimia setidp valensi, mengerjakan soal-soal lingkungan, Jachan, menghafal
nama-nama latin tumbuhan, atau menghafal tahun-tahun terjadinya peristiwa
sejarah.
2.7.6. Tantangan
Prinsip
belajar ini bersesuaian dengan pemyataan bahwa apabila siswa diberikan tanggung
jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, ia
akan belajar dan mengingat secara lebih baik (Davies, 1987: 32). Hal ini
berarti siswa selalu menghadapi tantangan untuk memperoleh. memproses, dan
mengolah setiap pesan yang ada dalam kegiatan pembelajaran. Implikasi prinsip
tantangan bagi siswa adatah tuntutan dimilikinya kesadaran pada diri siswa akan
adanya kebutuhan untuk selalu memperoleh, memproses. dan mengolah pesan. Sclain
itu, siswa juga harus memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala
permasalahan yang dihadapinya. Bentuk-bentuk perilaku siswa yang merupakan
implikasi dari prinsip tantangan ini diantaranya adalah melakukan eksperimen,
melaksanakan tugas terbimbing maupun mandiri, atau mencari tahu pemecahan suatu
masalah.
2.7.7. Balikan
dan Penguatan
Siswa
selalu membutuhkan suatu kepastian dari kegiatan yang dilakukan, apakah benar
atau salah? Dengan demikian siswa akan selalu memiliki pengetahuan tentang
hasil (knowledge of result), yang sekaligus merupakan penguat (reinforce) bagi
penguatan bentuk-bentuk perilaku siswa yang memungkinkan diantaranya adalah
dengan segera mencocokkan jawaban dengan kunci jawaban, menerima kenyataan
terhadap skor atau nilai yang dicapai, atau menerima teguran dari gurulorang
tua karena hasil belajar yang jelek.
2.7.8. Perbedaan
Individual
Setiap
siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang berbeda satu dengan yang
lain. Karena hal inilah, setiap siswa belajar menurut tempo (kecepatan)nya
sendiri dan untuk setiap kelompok umur terdapat variasi kecepatan belajar
(Davies, 1987: 32). Kesadaran bahwa dirinya berbeda dengan siswa lain, akan membantu
siswa menentukan cara belaiar dan sasaran belajar bagi dirinya sendiri.
Implikasi adanya prinsip perbedaim individual diantaranya adalah menentukan
tempat duduk di kelas, menyusun jadwal belajar, atau memilih bahwa implikasi
adanya prinsip perbedaan individu bagi siswa dapat berupa perilaku fisik maupun
psikis. Untuk memperjelas implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa, anda
dapat mengidentifikasi dari kegiatan siswa dalam kegiatan pembelajaran sebagai
indikatornya.
2.7.9. Perbedaan
individual
Belajar
tidak dapat diwakilkan kepada orang lain. Tidak belajar, berarti tidak akan
memperoleh kemampuan. Belajar dalam arti proses mental dan emosional terjadi
secara individual. Jika kita mengajar disuatu kelas sudah barang tentu kadar
aktivitas belajar para siswa beragam.
Disamping
itu, siswa yang belajar sebagai pribadi tersendiri, yang memiliki perbedaan
dari siswa lain. Perbedaan itu mungkin dalam hal pengalaman, minat, bakat,
kebiasaan belajar, kecerdasan, tipe belajar dan sebagainya..
Guru
yang menyamaratakan siswa menganggap semua siswa sama. sehingga memperlakukan
mereka sama kepada semua. pada prinsipnya bertentangan dengan hakikat manusia,
khususnya siswa.
Guru
yang bijaksana akan menghargai dan memperlakukan siswa sesuai dengan hakikat
mereka masingmasing. Suatu tindakan guru yang dipandang tepat terhadap seorang
siswa, belum tentu tepat untuk siswa yang lain. Akan tetapi ada perlakuan yang
memang harus sama terhadap semua.
Demikian
pula yang menyangkut pelajaran. Pelajaran mana yang harus dipelajari oleh semua
siswa dan peIajaran mana yang boleh dipilih oleh siswa sesuai dengan bakat
mereka.
Perlakuan
guru terhadap siswa yang cepat harus berbeda dii i perlakuaii terhadap siswa
yang termasuk lamban. Siswa yang lamban perlu banyak dibantu sedangkan siswa
yang cepat dapa diberi kesempatan lebih dulu maju atau melakukan pengayaan.
Didalam
menggunakan metode mengajar, guru perlu menggunakan metode mengajar yang
bervariasi, sebab mungkin siswa yang kita ajar memiliki tipe belajar yang
berbeda. Siswa yang memiliki tipe belajar yang auditif akan lebih mudah belajar
melalui pendengaran. Siswa yang memiliki tipe belajar yang motorik akan
memiliki tipe belajar visual akan lebih mudah belajar melalui penglihatan.
sedangkan siswa yang memiliki tipe belajar motorik akan lebih mudah belajar
melalui perbuatan.
Untuk
keperluan itu semua guru perlu memahami pribadi masing-masing yang menjadi
bimbingannya.
Oleh
karena itu catatan pribadi siswa sangat bermanfaat. Setiap siswa perlu dikatat
tentang kecerdasannya, bakatnya, tipe belajarnya, latar belakang kehidupan
orang tuanya, kemampuan panca indranya, penyakit yang dideritanya, bahkan
kejadian sehari-hari yang dianggap penting. Semua itu harus dkatat pada catatan
pribadi siswa. Buku catatan pribadi siswa itu harus diisi secara rutin dan
terus mengikuti pribadi siswa tersebut ke kelas dan ke jenjang pendidikan
berikutnya.
Buku
catatan pribadi tiap siswa kelas 1 setelah mereka naik kelas II harus
diserahkan pada guru kelas II untuk digunakan dan diisi dengan data baru, begitulah
seterusnya sampai kejenjang pendidikan berikumya.
Adakah
buku catatan pribadi tiap siswa dikelas tempat anda mengajar? Bila ada coba
pelajari:
1.
Data apa saja yang dicatat
2.
Kapan buku tersebut diisi
3.
Pernahkah buku catatan pribadi tersebut digunakan, dan
untak apa
4.
Bagaimana saran anda untuk pemanfaatan buku catatan
pribadi tersebut : data dan pengisiannya serta penggunaanya.
Jika
ternyata belum ada, coba buat sebuah model buku catatan pribadi siswa yang
menurut anda cukup lengkap untuk keperluan pembimbingan belajar terhadap siswa,
Itulah lima prinsip belajar telah kita diskusikan. Silahkan anda pelajari
berbagai sumber tentang belajar. Akan tetapi paling tidak kelima prinsip diatas
hendaknya menjadi pegangan kita didalam membelajarkan siswa-siswa kita.
Belajar
terjadi pada suatu system lingkungan belajar yang terdiri dari komponen atau
unsur tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa dan guru. Sebagai suatu
system, unsur-unsur penabelajaran tersebut saling berkaitan, saling
mempengaruhi. Oleh karena itu pemilihan dan penggunaan strategi belajar
mengajar tidak dapat dilepaskan dari pertimbangan unsur-unsur lain didalam
system pembelajaran. Yang menjadi unsur utama ialah tujuan pembelajaran. Semua
unsur didalam pembelajaran harus sesuai dengan tujuan pembelajaran. Oleh karena
itu tujuan pembelajaran harus ditetapkan lebih dulu.
Bagaimana
implikasi tujuan, bahan pelajaran, alat dan siswa terhadap penggunaan strategi
belajar mengajar akan kita diskusikan pada kegiatan belajar berikutnya. Untuk
memantapkan pemahaman anda terhadap materi yang anda pelajari kerjakanlah
latihan dibawah ini.
1.
Identifikasikanlah kegiatan pembelajaran yang anda
rancang.
Apakah
kegiatan pembelajarannya termasuk belajar meialui pengalaman ataukah melalui
pengamatan?
2.
Kegiatan apa yang dapat dilakukan guru untuk
membangkitkan motifasi belajar siswa?
3.
Kegiatan apa yang dapat dilakukan guru untuk menarik
perhatian siswa?
Untuk
memudahkan anda dalam mengerjakan latihan diatas bacalah rambu-rambu pengerjaan
latihan berikut ini. Rambu-rambu pengerjaan latihan.
1.
Ambillah salah satu rencana pembelajaran yang akan
anda laksanakan. Identifikasi setiap langkah kegiatan pembelajaran yang akan
anda tempuh. Dari hasil identifikasi ini anda akan mengetahui apakah kegiatan
pembelajaran yang anda rancang lebih menekankan pada belajar melalui pengalaman
(langsung dan tak langsung) ataukah melalui pengamatan.
2.
Untuk menjawab pertanyaan ini anda hendaknya mengingat
kembali materi yang membahas teknik-teknik membangkitkan motivasi belajar
siswa. Untuk lebih meyakinkan anda observasilah teman anda yang sedang
mengajar. Catatlah kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan teman anda yang
dapat membangkitkan motivasi belajar siswa.
3.
Selain anda harus mengingat kembali materi tentang
teknik-teknik menarik perhatian siswa, anda juga dapat melakukan observasi atau
meminta teman anda mengobservasi anda yang sedang mengajar. Catatlah
kegiatan-kegiatan yang dapat menarik perhatian siswa selama kegiatan
pembelajaran.
Sekarang
tiba saamya anda membaca rangkuman dibawah ini unuk lebih memantapkan ingatan
anda terhadap materi yang telah dipelajari.
Belajar
memiliki tiga atribu pokok ialah:
1.
Belajar merupakan proses mental dan emosional atau
aktivitas pikiran dan perasaan.
2.
Hasil belajar berupa perubahan perilaku, baik
menyangkut kognitif psikomotorik maupun afektif.
Siswa
merupakan imdividual yang unik artinya tidak ada dua orang siswa yang sama
persis, tiap siswa memiliki perbedaim satu dengan lain. Perbedaan itu terdapat
pada karakteristik psikis, kepribadian dan sifat-sifatnya.
Perbedaan
individual ini pada cara dan hasil belajar siswa. Karenanya perbedaan individu
perlu diperhaikan pleh guru dalam upaya pembelajaran. Sistem pendidikan
klasikal yang dilakukan disekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan
individual, umumnya pelaksanaan pembelajaran dikelas dengan melihat siswa
sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama,
demikian pula dengan pengetahuannya.
Pembelajaran
yang bersifat klasikal yang mengabaikan perbedaan individual dapa diperbaiki
dengan beberapa cara. Antara lain penggunaan metode atau straegi belajar
mengajar yang ervariasi sehingga perbedaan perbedaan kemampuan siswa dapat
terlayani. Juga penggunaan media instruksional akan membantu melayani perbedaan
siswa dalam cara belajar. Usaha lain untuk memperbaiki pembelajaran klasikal
adalah dengan memberikan tambahan pelajaran atau pengayaan pelajaran bagi siswa
yang pandai, dan memberikan bimbingan belajar bagi anak yang kurang. Disamping
in dalam memberikan tugas hendaknya disesuikan dengan minat dan kemampuan siswa
sehingga bagi siswa yang pandai, sedang, maupun kurang akan merasakan berhasil
didalam belajar. Sebagai unsur primer dan sekunder dalam pembelajaran, maka
dengan sendirinya dan guru teimplikasi
adanya prinsip-prinsip belajar.
Implikasi
prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru, tampak dalam setiap kegiatan
perilaku mereka selama proses pembelajaran berlangsung. Namun demikian, perlu
disadari bahaya implementasi prinsip-prinsip belajar sebagai implikasi
prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru tidak semuanya terwujud dalam
setiap proses pembelajaran.
BAB III
DASAR
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kurikulum
dan pendidikan adalah dua hal yang erat berkaitan, tak dapat dipisahkan sama
dengan yang lain. Sistem pendidikan yang dijalankan pada zaman modern ini tak
mungkin tanpa melibatkan keikutsertaan kurikulum. Tak mungkin ada Kegiatan
pendidikan tanpa kurikulum. Kebutuhan akan adanya aktivitas pendidikan selalu
berarti kebutuhan adanya kurikulum. Dalam kurikulum itulah tersimpul segala
sesuatu yang harus lijadikan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan. Pemikiran
tentang adanya kurikulum adalah setua dengan adanya sistem pendidikan itu
sendiri.
Hubungan
antara pendidikan dan kurikulum adalah hubungan antara tujuan dan isi
pendidikan. Suatu tujuan, tegasnya tujuan pendidikan yang ingin dicapai, akan
dapat terlaksana jika alat sarana, isi, atau tegasnya kurikulum yang dijadikan
dasar acuan ini relevan. Artinya sesuai dengan tujuan pendidikan tersebut. Hal
itu dapat diartikan bahwa kurikulum dapat membawa kita ke arah tercapainya
tujuan pendidikan. karena kurikulum merupakan isi dan sarana untuk mencapai
tujuan pendidikan, maka kurikulum berisi nilai-nilai atau cita-cita yang sesuai
dengan pandangan hidup bangsa. Pada hakekatnya, proses pendidikan yang
dijalankan adalah usaha untuk merealisasikan nilai-nilai dan ide-ide tersebut.
Pada
dasamya tujuan pendidikan yang pokok (atau hakiki, esensial, prinsipil ini
tetap karena ia berhubungan dengan sistem nilai atau pandangan hidup suatu
bangsa. Akan tetapi. hal itu tidak berarti kurikulum pun harus statis, tak
pernah mengalami perubahan. Kurikulum pun harus selalu dikembangkan sesuai
dengan perkembangan kebutuhan masyarakat.. masyarakat yang dinamis akan selalu
mengalami perkembangan, selalu menuntut adanya perubahan sesuai dengan
perubahan zaman. Pada hakekamya, hal itupun dapat dipandang sebagai akibat
sistem pendidikan yang dijalankan yang sudah diperhitungkan. Dengan kata lain
adanya keadaan masyarakat yang dinamis dan terbukti terhadap adanya usaha-usaha
pembaharuan sesuai dengan perkembangan zaman tersebut, merupakan keberhasilan
sistem pendidikan, tanpa mengakibatkan berbagai faktor lain yang juga berperan.
Dalam
banyak hal, kurikulum dapat dijadikan ukuran kualitas proses dan keluaran pendidikan
yang dijalankan. Dalam suatu kurikulum sekolah telah tergambar tentang berbaga
pengetahuan, keterampilan, sikap serta nilai-nilai yang diharapkan dimiliki
oleh setiap lulusan suatu sekolah. Akan tetapi kurikulum bukanlah merupakan
satu-satunya faktor penentu "kualitas seperti yang disarankan didalamnya.
Masih terdapat berbagai faktor lain yang turut menunjang kualitas atau
keberhasilan kegiatan pendidikan yang dijalankan. Misalnya saja masalah sarana
dan prasarana, situasi dan kondisi lingkungan, kualitas guru sebagai pelaksana
pendidikan dan sebagainya. Penting bagi guru adalah ia harus benar-benar
menyadari peranannya sebag pelaksana pendidikan yang amat menentukan. Hal itu
menunt kepadanya untuk memahami dan menguasai berbagai masalah pendidikan, antara
lain masalah kurikulum.
3.1. Pengertian
Kurikulum
3.1.1 Kurikulum
Sebagai Jembatan Meraih Ijazah
Istilah
"kurikulum" memiliki berbagai tafsiran yan dirumuskan oleh
pakar-pakar dalam bidang pengembang kurikulum sejak dulu sampai dengan dewasa.
ini. Tafsiran-tafsi tersebut berbeda-beda satu sama lainnya, sesuai dengan
titik berat inti dan pandangan dari pakar bersangkutan. Istilah kurikulum
berasal dari bahasa latin yakni "currculae", artinya jarak yang harus
ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengerti kurikulum ialah jangka
waktu pendidikan yang harus ditemp oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh
Ijazah.
Dengan
menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah
pada hakekatnya merupakan suatu bukti, bahwa siswa telah menempuh suatu
Kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari
telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ke tempat lainnya dan akhirnya
mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang
sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai
oleh perolehan suatu ijazah tertentu.
Pengertian Kurikulum
(Oleh Burhan Nurgiyantoro dalam bukunya
Dasar-Dasar Pengembangan Karikalum Sekolah)
Istilah
kurikulum semula berasal dari istilah yang dipergunakan dalam dunia taktik
curere yang berarti "berlari' . Istilah tersebut erat hubungannya dengan
kata curier atau kurir yang berarti penghubung atau seseorang yang bertugas
menyampaikan sesuatu kepada orang atau tempat lain. Seseorang kurir harus
menempuh suatu perjalanan untuk mencapai tujuan, maka istilah kurikulum
kemudian diartikan sebagai orang sebagai suatu jarak yang harus ditempuh (S.
Nasution, 1980 : 5).
Dari
istilah atletik kurikulum mengalami perpindahan arti kedunia pendidikan.
Sebagai misal pengertian kurikulum seperti yang tercantum dalam Webster's
Intemational Dktionary " .
Currculum
; Course ; a specified fixed course of study, is in a school or collage. as one
leading to degree.
Kurikulum
kemudian diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran atau ilmu pengetalman yang
ditempult atau dikuasai untuk mencapai suatu tingkat tertentu atau ijazah.
Disamping itu, kurikulum juga diartikan sebagai suatu rencana yang disengaja
dirancang untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan. Itulah sebabnya orang pada
waktu lalu juga menyebut kurikulum dengan istilah “Rencana Pelajaran" yang
merupakan terjemahan istilah Leerplan. Rencana pelajaran merupakan salah
satu komponen dalam asas-asas didaktik yang harus dikuasai (atau paling tidak
diketahui) oleh seorang guru atau calon guru.
Pengertian
kurikulum sebagai yang tercantum dalam kamus Webster yang dikutip diatas,
kiranya ada kesesuaiannya dengan perumusan yang dikemukakan oleh Stenhouse
berikut : Currkulum is the planned conipesite effort of any school to guide
pupil leaming to ward prederennined learning outcome (Larence Stenhouse,
1976 : 4).
Defenisi-defenisi
kurikulum yang bersifat tradisional biasanya masih menampakkan adanya
kecenderungan penekanan pada rencana pelajaran untuk menyampaikan mata-mata
peiajaran (subject matter) kepada anak didik yang biasanya berisi kebudayaan.
(hasil budidaya) masa lampau atau sejumlah ilmu pengetahuan. Anak yang berhasil
melewati tahap ini akan atau herhak memperoleh ijazah. Kabudayaan atau sejumlah
ilmu pengetahuan yang akan disampaikan tersebut bersumber pada buku-buku yang
baik atau dianggap bermutu, sehingga kurikulum terutama dalam hal tujuan
instruksional dan pemilihan bahan pengajaran lebih banyak ditentukan atau
dipengaruhi oleh buku- buku tersebut.
Dihubungkan
dengan kebutuhan pengalaman anak yang diharapkan terpenuhi melalui kegiatan
belajar-mengajar sekolah, ternyata hal tersebut kurang menguntungkan karena ia
membatasi pengalaman anak dalam proses belajar-mengajar kelas saja dan kurang
inemperhatikan pengalaman-pengalaman lain yang diperoleh di luar kelas.
Kurikulum yang bersi demikian. hanya menekankan aspek intelektual saja yang
harus dikuasai siswa dan mengabaikan aspek-aspek yang lain yang juga sangat
berpengaruh dalam perkembangan kejiwaan siswa. Kurikulum macam ini biasanya
disebut Subject Centere Curiculum, yaitu kurikulum yang berpusat pada
materi pelajaran Sejalan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat,
pendirian tradisional mengenai kurikulum tersebut ditinggalkan orang karena
dianggap terlalu sempit dan atau paling tidak orang berusaha mencari
kemungkinan-kemungkinan baru, sebab pada kenyataanya pula seperti halnya dengan
masalah-masalah lain, belum dapat meninggalkan (atau mungkin meninggalkan) sama
sekali pendirian tradisonal. dasarkan pendirian diatas, yakni pendirian
tradisional, kurikulum dijalankan (mau tak mau) berpusat pada guru atau but
Teacher Centered Curiculum. Pandangan yang lebih kemudian ingin mengubah
pandangan tersebut dengan memperhatikan minat dan kebutuhan anak, karena
anaklah sebenamya yang menjadi subjek didik. Anak tak boleh hanya dipeerlakukan
sebagai objek yang statis, melainkan harus diperhatikan kebutuhannya sesuai
dengan perkembangan jiwanya karena itu, terjadilah pergeseran dalam dunia
pendidikan dari suject atau teacher centered ke student
centered. Kurikulum yang sesuai dengan pandangan terakhir itu disebut Child
Centered curiculum. Hal itu terutama disebabkan oleh pengaruh
penemuan-penemuan dibidang psikologi. khususnya psikologi kembangan.
Adanya
pergeseran tentang kurikulum tersebut juga terlibat pada defenisi-defenisi
kurikulum yang dikemukakan orang. misalnya menurut George A. Beauchamp (1964 :
4) kurikulum adalahah "It as all activities of children under the
jurisdktion of the school”Dalam pengertian ini kurikulum mencakup segala
kegiatan, yang disediakan dan direncanakan sekolah. Konsep lain misalnya
mengatakan bahwa kurikulum tidak terbatas pada kegiatan saja, melainkan
meneakup seluruh pengalaman yang diperoleh siswa, baik intelektual, emosional,
sosial maupun pengalaman galaman yang lain.
Sebagai
bahan perbandingan mengenai pengertian kriikulum menurut konsep batu, barikut
dikemukakan lagi denisi-defenisi yang lain.
A
sequence of potensial experiences it set up in the school for the purpose of
disciplining children and yuouth in group ways of thingking and acting (Smith
dalam Beauchamp : 5).
atau
Curriculum
is all of the planned experiences providedby the school to assist the pupils in
attaining children the designated learning outcomes to the best their abilitie
(Neagly dalam Lawrence : 4).
David
Pratt dalam Curriculum Design and Development (1980 : 4)
mendefenisikan kurikulum secara sederhana, yaitu sebagai seperangkat organisasi
pendidikan formal atau pusat-pusal latihan. Selanjumya ia membuat implikasi
secara lebih ekplisit tentang defenisi yang dikemukakannya tersebut menjadi
enam hal. yaitu :
1.
Kurikulum adalah suatu rencana atau intentions, ia
mungkin hanya berupa perencanaan (mental) saja. tapi pada umumnya diwujudkan
dalam bentuk tulisan.
2.
Kurikulum bukanlah kegiatan, melainkan perencanaan
atau rancangan kegiatan;
3.
Kurikulum berisi berbagai macam hal seperti masalah
apa yang harus dikembangkan pada diri siswa, evaluasi untuk menafsirkan hasil
belajar, bahan dan peralatan yang dipergunakan, kualitas guru yang dituntut dan
sebagainya.
4.
Kurikulum melibatkan maksud atau pendidikan formal,
maka ia sengaja mempromosikan belajar dan menolak sifat rambang tanpa rencana,
atau kegiatan tanpa belajar.
5.
Sebagai perangkat organisasi pendidikan, kurikulum
menyatukan berbagai komponen seperti tujuan, isi. sistem penilaian dalam satu
kesatuan yang tak terpisahkan. Atau dengan kata lain, kurikulum adalah sebuah
sistem
6.
Pendidikan dan latihan dimaksudkan untuk menghindari
kesalahpahaman yang terjadi jika suatu hal dilalaikan.
Defenisi
diatas yang kemudian disertai dengan berbagai implikasinya, dapat memberikan
gambaran yang lebih nyata tentang kurikulum, walau mungkin tidak sepenuhnya
kita terima atau pahami. Misalnya saja dikatakan bahwa kurikulum mungkin hanya
berupa perencanaan secara mental, dalam arti tidak diwujudkan dalam bentuk
tertulis. Bagaimana jadinya jika ada (mungkin hanya sebagian) kurikulum yang
tidak ditutis, tentunya akan mengundang berbagai permasalahan.
Kurikulum
merupakan suatu yang dijadikan pedoman dalam segala kegiatan pendidikan yang
dilakukan, termasuk kegiatan belajar mengajar di kelas. Dalam hal ini kita
dapat memandang bahwa kurikulum merupakan suatu program yang didesain,
direncanakan, dikembangkan dan akan dilaksanakan dalam situasi belajar mengajar
yang sengaja diciptakan di sekolah. Atas dasar hal tersebut, kurikulum kemudian
dapat didefenisikan sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan
dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu (Winamo
Surahmad, 1977 : 5).
Kiranya
defenisi tersebut lebih sederhana dan jelas rumusannya. Pendidikan merupakan
suatu pendidikan yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu, merupakan program yang
direncanakan, disusun dan diatur untuk kemudian dilaksanakan di sekolah melalui
cara-cara yang telah ditentukan pula. Jika defenisi diatas diperbandingkan
dengan defenisi-defenisi yang dikemukakan lebih dahulu, sebenamya tidak ada
perbedaan yang prinsipil. Sentua defenisi yang ditunjuk sama-sama menyebut
kurikulum sebagai rencana-rencana kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan
belajar yang dilakukan siswa yang tentunya dimaksudkan untuk memperoleh
sejumlah pengalaman (baca tujuan) tertentu.
Dalam
pembkaraan selanjurnya, jika disebut-sebut kurikulum pengertiannya menunjuk
pada defenisi yang terakhir diatas.
3.1.2 Kurikulum
Sebagai Materi Pelajaran
Kurikulum
ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa unluk
mempoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran dipandang sebagai pengalaman orang
tua atau pengalaman orang-orang pandai masa yang telah disusun secara
sistematis dan logis. Misalinya, pengalaman dan penemuan-penemuan masa lampau,
maka diadakan pemilihan dan selanjutnya disusun secara sistematis, artinya
menurut urutan tertentu, dan logis, artinya dapat diterima dan pikiran. Mata ajaran tersebut mengisi
materi pelajaran yang disampaikan pada siswa sehingga memperoleh sejumiah
pengetahuan yang berguna baginya. Semakin banyak pengalaman dan
penemuan-penemuan maka semakin banyak pula mata ajaran yang harus disusun dalam
kurikulum dan harus dipelajari oleh siswa disekolah.
3.1.3 Kurikulum
Sebagai Rencana Kegiatan Pembelajaran
Kurikulum
adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk pembelajaran siswa.
Dengan program ini siswa inelakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga menjadi
perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan
dan pembelajaran. Dengan kata lain sekolah menyediakan lingkungan yang
memberikan kesempatan belajar bagi siswa. Itu sebabnya, suatu kurikulum harus
disusun sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat tercapai. Kurikulum tidak
terbatas pada mata ajaran saja, melainkan melipiuti segala sesuatu yang dapat
mempengaruhi perkembangan siswa, seperti bangunan, perpustakaan, gambar-gambar,
halaman, perlengkapan dll. Hal ini berarti semua hal dan semua orang yang
terlibat dalam memberikan bantuan kepada siswa termasuk ke dalam kurikulum.
3.1.4 Kurikulum
Sebagai Pengalaman Pelajar
Perumusan
atau pengertian kurikulum lainnya agar berbeda dengan pengertian-pengertian
sebelumnya yang lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan serangkaian
pengalaman belajar. Pengertian ini menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan
kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga
kegiatan-kegiatan diluar kelas. Tak ada pemisahan yang tegas dntara ekstra dan
intra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman belajar bagi siswa
pada hakekatnya adalah kurikulum.Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
peraturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Isi kurikulum merupakan
susunan dan bahan kajian dan untuk
mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan, dalam
rangka upaya pencapai tujuan pendidikan nasional.
3.2. Landasan
Pengembangan Kurikulum
3.1 Filosofis
Filsafat
pendidikan mengandung nilai-nilai atau cita-cita masyarakat. Berdasarkan
cita-cita tersebut terdapat landasan, man dibawa kemana pendidikan anak.
Filsafat pendidikan menggambarkan manusia yang ideal yang diharapkan oleh
masyarakat. Dengan kata lain filsafat pendidikan merupakan pandangan hidup
masyarakat. Filsafat pendidikan menjadi landasan untuk merancang tujuan
pendidikan, prinsip pendidikan serta seperangkat pengalaman belajar lainnya.
Hal ini menunjukkan pada kebutuhan
pembangunan sesuai dengan sektor-sektor yang perlu dibangun itu sendiri, yakni
bidang industri, pertanian, tenaga kerja, perdagangan, transportasi dll.
Pembangunan SDM yang berkualitas diarahkan untuk meningkatkan kwalitas SDM yang
mampu mendukung -pembangunan ekonomi dan pembangunan dibidang-bidang lainnya.
Implikasi dari upaya pembangunan tersebut maka diperlukannya peningkatan
produktifitas, peningkatan pendidikan nasional yang merata dan bermutu,
peningkatan dan perluasan pendidikan keahlian sesuai dengan kebutuhan
bidang-bidang pembangunan tersebut. dan pembangunan iptek yang mantap.
Gambaran
tentang proses dan tujuan pembangunan tersebut diatas sekaligus menggambarkan
kebutuhan pembangunan secara keseluruhan. Hal mana memberikan implikasi
tertentu terhadap pendidikan di perguruan tinggi. Dengan kata lain
penyelenggara pendidikan di perguruan tinggi harus disesuaikan dan diarahkan
pada upaya-upaya dan kebutuhan pembangunan, yang mencangkup pembangunan ekonomi
dan pengembangan SDM yang berkwalitas. Penyelenggaraan pendidikan diarahkan
untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan keilmuan dan keahlian, yang berisi mendukung tercapainya cita-cita
nasional. yakni suatu masyaral yang maju, mandiri dan sejahtera.
2.2 Iptek dan
Seni
Pembangunan
didukung oleh perkembangan iptek dalam rangka mempercepat terwujudnya
ketangguhan dan Keunggu bangsa. Dukungan iptek terhadap pembangunan dimaksud
untuk memacu pembangunan untuk menuju terwujudnya masyarakat yang mandiri, maju
dan sejahtera. Di sisi lain perkembangan iptek itu sendiri berlangsung semakin
cepat berbarengan dengan persaingan antar bangsa semakin meluas sehingga
diperlukan penguasan dan pengembangan iptek yang pada gilirannya mengandung
implikasi tertentu terhadpa pengembangan sumber daya manusia supaya memiliki
kemampua dalam penguasaan dan pemanfaatan serta pengembangan dalam bidang
iptek. Untuk mencapai tujuan dan kemampuan tersebut, beberapa hal yang dapat
dijadikan dasar :
1.
Pembangunan iptek harus beraada dalam keseimbangan
yang dinamis dan efektif dengan pembinaan SDM. pengembangan sarana dan
prasarana iptek, pelaksanaan penelitian pengembangan serta rekayasa produksi
barang dan jasa.
2.
Pembangunan iptek tertuju pada peningkatn kwalitas,
yaitu untuk meningkatkan kwalitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
3.
Pembangunan iptek harus sclaras dengan nilai-nilai
agama, nilai luhur budaya bangsa, kondisi sosial budaya dan lingkungan hidup.
4.
Pembangunan iptek harus berpijak pada upaya
peningkatan produktifitas, efisiensi dan efektifitas penelitian dan
pengembangan yang lebih tinggi.
5.
Pembangunan iptek berdasarkan pada asas pemanfaatan
yang dapat memberikan nilai tambah dan memberikaxt pemecahan masalah konkrit
dalam pembangunan.
Penguasaan,
pemanfaatan, dan pengembangan iptek dilaksanakan oleh berbagai pihak, yakni :
1.
Pemerintah, mengembangkan dan memanfaatkan iptek untuk
menunjang pembangunan di segala bidang.
2.
Masyarakat, yang memanfaatkan iptek untuk pengembangan
masyarakat secara swadaya.
3.
Akademisi terutama dilingkungan perguruan tinggi yang
memanfaatkan iptek untuk disumbangkan pada pembangunan.
4.
Pengusaha, untuk kepentingan meningkatkan
produktifitas.
3.
Komponen Pengenibangan Kurikulum
3.1 Tujuan
Kurikulum
Tujuan
kurikulum setiap satuan pendidikan harus mengacu pada pencapaian tujuan
pendidikan nasional, sebagai mana telah ditetapkan pada UU no.2 tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam skala yang lebih luas, kurikulum
merupakan sesuatu alat pendidikan dalam rangka pengembangan SDM yang
berkwalitas. Kurikulum menyediakan kesempatan yang luas bagi peserta didik
untuk mengalami prosdes pendidikan dan pembelajaran unutuk mencapai target
tujuan pendidikan nasional khususnya dan SDM yang berkwalitas umumnya. Tujuan
itu dikategorikan sebagai tujuan umum kurikulum.
Tujuan
mata ajaran. Mata ajaran dikelompokkan menjadi beberapa bidang studi, yakni :
1.
Bidang studi bahasa dan seni
2.
Bidang studi IPS
3.
Bidang studi IPA
4.
Bidang studi pendidikan jasmani dan kesehatan
Setiap
bidang studi meliputi mata ajaran tertentu. Misalnya bidang studi IPS, terdiri
dari mata ajaran ekonomi, sosiologi, geografi, sejarah dll.
Setiap
mata ajaran mempunyai tujuan sendiri dan berbeda dengan tujuan yang hendak
dicapai oleh mata ajaran lainnya. Tujuan mata ajaran merupakan penjabaran dari
tujuan kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Sebagai
contoh kita pilih, kita pilih tujuan mata ajaran berhitung, sebagai berikut :
1.
Menanamkan, memupuk dan mengembangkan pengetahuan dan
kecakapan dasar berhitung yang praktis.
2.
Menanamkan, memupuk dan mengembangkan kemampuan
berpikir logis dan kritis dalam pola berpikir abstrak, sehingga mampu
memecahkan soal-soal yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Menanamkan, memupuk dan mengembangkan kemampuan untuk
hemat dan pandai menghargai waktu, rasional dan ekonomis.
4.
Menanamkan, memupuk dan mengembangkan sikap gotong
royong, jujur, serta percaya kepada diri sendiri.
Berdasarkan
tujuan tersebut, baik tujuan umum maupun tujuan khusus selanjutnya dapat
ditetapkan atau direncanakan dalam materi pelajaran.
3.2 Materi
Kurikulum
Materi
kurikulum pada hakekatnya adalah isi kurikulum. Dalam UU pendidikan tentang
Sistim Pendidikan Nasional telah ditetapkan bahwa "isi kurikulum merupakan
bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan
yang bersangkutan dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional".
Sesuai dengan rumusan tersebut, isi kurikulum dikembangkan dan disusun
berdasarkan prinsip-prinsip :
1.
Materi kurikulum bempa bahan pembelajaran yang terdiri
dari bahan kajian atau topik-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam
proses belajar dan pembelajaran.
2.
Materi kurikulum mengacu pada pencapaian tujuan
masing-masing satuan pendidiknan. Perbedaan dalam ruang lingkup dan urutan
bahan pelajaran disebabkan oleh perbedaan tujuan satuan pendidikan tersebut.
3.
Materi kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional. Dalam hal ini, tujuan pendidikan nasional mempakan target
tertinggi yang hendak dicapai melalui penyampaian materi kurikulum.
Materi
kurikulum mengandung aspek-aspek tertentu sesuai dengan tujuan kurikulum yang
meliputi :
1.
Teori, seperangkat konsep atau defenisi dan preposisi
yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala
dengan menspesifikasi hubungan-hubungan antara variabel dengan maksud
menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
2.
Konsep, suatu abstraksi yang dibentuk oleh
generalisasi dari kekhususan - kekhususan. Konsep adalah defenisi singkat dari
sekelompok fakta atau gejala.
3.
Generalisasi, kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang
khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
4.
Prinsip, adalah ide utama, pola skema yang ada dalam
materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep
5.
Prosedur, adalah suatu seri langkah-langkah yang
berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan oleh siswa.
6.
Fakta, adalah sejumlah informasi khusus dalam materi
dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang, tempat dan kejadian.
7.
Istilah, adalah kata-kata perbendaharaan yang baru dan
khusus diperkenalkan dalam materi
8.
Contoh atau illustrasi ialah suatu hal atau tindakan
atau dan khusus diperkenalkan dalam materi
9.
Definisi, ialah penjelasan tentang makna atau
pengertian tentang sesuatu.
10. Preposisi, suatu
pernyataan atau pendapat yang tak perlu diberi argumentasi.
3.3. Organisasi
Kurikulum
Organisasi
kurikulum terdiri dari beberapa bentuk yang masing-masing memiliki ciri-ciri
sendiri :
1.
Mata pelajaran terpisah-pisah
Kurikulum
terdiri dari sejumlah mata ajaran yang terpisah-pisah, seperti sejarah, ilmu
pasti, bahasa Indonesia, dll. Tiap mata ajaran disampaikan sendiri-sendiri
tanpa ada hubungannya dengan mata ajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada
waktu tertentu, dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan
siswa. Semua materi diberikan sama.
2.
Mata ajaran – mata ajaran berkorelasi
Korelasi
diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat
pemisahan mata ajaran. Prosedur yang ditempuh ialah menyampaikan
pokok-pokok yang saling berkorelasi guna
memudahkan siswa memahami pelajaran tersebut.
3.
Bidang studi
Beberapa
mata ajaran yang sejenis dan memiliki ciri-ciri yang sama dikorelasikan dalam
satu bidang pengajaran, misaInya bidang studi bahasa Indonesia, meliputi
membaca, bercerita, mengarang,dan sebagainya.
4.
Program yang berpusat pada anak
Program
ini adalah orientasi baru dimana krrikulum dititik beraikan pada
kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata ajaran. Guru menyiapkan
program yang meliputi kegiatan-kegiatan yang menyajikan kehidupan anak,
misalnya ekskursi dan cerita. Dengan cam memperkaya dan mempertuas macam-macam
kegiatan, peserta didik dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Cara
lain untuk melaksanakan kurikulum ini ialah pengajaran dimulai dari kelompok
siswa yang belaju, kemudin guru bersam siswa tersebut menyusun program bagi
mereka. Para siswa akan memperoleh pengalaman melalui program ini.
5.
Core Program
Core
artinya inti atau pusat. Core program adalah suatu program inti berupa suatu
unit atau masalah. Masalah diambil dari satu mata ajaran tertentu, misalnya
bidang studi IPS. Beberapa mata ajaran lainnya diberikan melalui kegiatan
belajar dalam upaya memecahkan masalah tersebut. Mata ajaran tersebut tidak
diberikan secara terpisah. Biasanya dalam program itu telah disarankan
pengalaman-pengalaman yang akan diperoleh oleh siswa dalam garis besarnya.
Berdasarkan pengalaman yang disarankan itu, guru dan siswa memilih,
merencanakan dan mengembangkan suatu unit kerja yang sesuai dengan minat,
kemampuan dan kebutuhan siswa.
6.
Eclectic Program
Eclectic
program adalah suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi
kurikulum yang berpusat pada mata ajaran dan yang berpusat pada peserta didik.
Caranya ialah memilih unsur-unsur yang dianggap baik yang terdapat pada kedua
jems organisasi tersebut, kemudian unsur-unsur itu diintegrasikan menjadi suatu
program. Program ini sesuai dengan minat, kebutahan dan kematangan peserta
didik, Ruang lingkup dan umum bahan pelajaran telah ditentukan sebelumnya, dan
kemudian perinciannya dikerjakan oleh guru dan siswa. Sebagian waktu digunakan
secara untuk pengajaran langsung, misalnya pengajaran keterampilan dan sebagian
waktu lainnya disediakan untuk unit kerja. Program ini juga menyediakan
kesempatan untuk bekerja kreatif, mengembangkan apresiasi dan pemahaman. Pembagian
waktu disesualkan dengan kegiatan untuk mencapai tujuan.
3.4 Evaluasi kurikulum
Evaluasi
merupakan suatu komponen kurikulum, karena kurikulum adalah pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Dengan evaluasi dapat diperoleh
invormasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keherhasilan
belajar siswa. Berdasarkan informasi itu dapat dibuat keputusan tentang kurikulum itu sendiri,
pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbingan yang perlu diberlakukan.
Aspek-aspek
yang perlu dinilai benitik tolak dari aspekaspek tujuan yang hendak dicapai,
baik tujuan kurikulum, tujuan pembelajaran dan tujuan belajar siswa. Setiap
aspek yang dinilai berpangkal pada kemampuan apa yang hendak dikembangkan,
sedangkan tiap kemamptran itu mengandung unsur-unsur pengetahuan, keterampilan
dan sikap serta nilai. Penetapan aspek yang dinilai mengacu pada kriteria
keberhasilan yang telah ditentukan dalam kurikulum tersebut.
Jents
penilaian yang dilaksanakan tergantung pada tujuan diselenggarakannya penilaian
tersebut. MisaInya, penilaian formatif dimaksudkan untuk mengetahui kemajuan
siswa dan dalam upaya melakukan perbaikan yang dibutuhkan. Berbeda dengan
penilaian summatif yang bermaksud menilai kemajuan siswa setelah satu semester
atau dalam periode tertentu, untuk mengetahui perkembangan siswa secara
menyeluruh.
Ada
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu instrument penilaian, ialah
validitas, reliabilitas, obiektifitas, kepraktisan, dan pembedaan. Disamping
itu perlu diperhatikan bahwa penilaian harus objektif, dilakukan berdasarkan
tanggung jawab kelompok guru, rencana yang rinci dan terkait dengan pelaksanaan
kurikulum, sesuai dengan tujuan dan materi kurikulum, menggunakan alat ukur
yang handal dan mudah dilaksanakan serta memberikan hasil yang akurat.
3.
Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
4.1 Prinsip Relevansi
(kesesualan)
Pengembangan
kurikulum yang meliputi tujuan, isi dan sistem penyampaiannya harus relevant
dengan kebutuhan dan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat, tingkat
perkembangan dan kebutuhan sisiwa. serta serasi dengan perkembangan iptek.
4.2 Prinsip Kontinuitas
(berkesinambungan)
Kurikulum
disusun secara berkesinambungan, artinya baglan, aspek, materi, bahan kajian,
disusun secara berurutan. tidak terlepas-lepas, melainkan satu sama lain
memiliki hubungan fungsional yang bermakna, sesuai dengan jenjang pendidikan,
struktur dan tingkat perkembangan siswa. Dengan prinsip mi tampak jelas alur
dan keterkaitan di dalam kurikulum tersebut sehingga mempermudah guru dan siswa
dalam melaksanakan proses pembelajaran.
4.3 Prinsip Fleksibelitas
(keluwesan)
Kurikulum yang luwes
mudah disesuaikan, diubah dilengkapi atau dikurangi
berdasarkan tuntutan dan keadaan ekosistem dan kemampuan setempat, jadi tidak
statis atau kaku Misalnya dalam suatu kurikulum disediakan program pendidikan
keterampilan industri dan pertanian. Pelaksanaannya di kota, tapi karena
ketidaktersediaan lahan, maka yang dilaksanakan adalah program pendidikan
keterampilan industri. Sebaliknya pelaksanaannya di desa ditekankan pada
program pendidikan keterampilan pertanian. Dalam hal im lingkungan sekitar,
keadaan masyarakat dan ketersediaan tenaga dan peralatan menjadi faktor
pertimbangan dalam rangka pelaksanaan kurikulum.
FUNGSI KURIKULUM
Setiap
lembaga pendidikan formal maupun nonfomal dalam penyelenggaraan kegiatan
sehari-harinya berlandaskan kurikulum-kurikulum itu sendiri dalam hal ini dapat
berupa : (1). Rancangan kurikulum, yaitu buku kurikulum suatu lembaga
pendidikan; (2) Pelaksanann kurikulum, yaitu proses pendidikan untuk mencapai
tujuan pendidikan ; dan (3). Evaluasi kurikulum, yaitu penilaian atau
penelitian basil-hasil pendidikan.
Dengan
lingkup pendidikan formal. kegiatan merancang melaksanakan dan menitai
kurikulum tersebut, yaitu yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan,
dilaksanakan sebagai program pengajaran.
Berbicara
masalah fungsi kurikulum kita dapat meninjaunya dari tiga segi, yaitu fungsi
bagi sekolah yang bersangkutan, bagi sekolah pada tingkat diatasnya dan fungsi
bagi masyarakat (Winamo Surahmad ; 6).
1.
Fungsi bagi sekolah yang berungkutan
Fungsi kurikulum bagi sekolah yang bersangkutan ini
paling tidak dapat disebutkan dua macam. Pertama, sebagai alat untuk mencapai
tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan. Manifestasi kurikulum dalam kegiatan
belajar mengajar di sekolah adalah berupa program pengajaran. Program
pengajaran itu sendiri merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai
komponen yang kesemuanya dimaksudkan sebagai uapaya untuk mencapai tujuan
pendidikan. Tujuan pendidikan yang akan dicapai tersebut disusun secara
berjenjang mulai dart tujuan pendidikan yang bersifat nasional sampai tujuan
instruksional. Jika tujuan instruksional tercapai (hasilnya langsung dapat
diukur melalui kegiatan belajar mengajar di kelas) pada gilirannya akan
tercapai pula tujuan-tujuan pada jenjang diatasnya. Setiap kurikulum sekolah
pasti didalamnya tereantum tujuan-tujuan pendidikan yang akan atau harus
dicapai melalui kegiatan pengajaran.
Kedua,
kurikulum dijadikan pedoman untuk mengatur kegiatn-kegiatan pendidikan yang
dilaksanakan di sekolah. Dalam pelaksanaan pengajaran misalnya, telah
ditentukan macam-macam bidang studi, alokasi waktu, pokok bahasan atau materi
pengajamn untuk tiap semester, sumber bahan, metode atau cara pengajaran, alat
dan media pengajaran yang diperlukan. Disamping itu. kurikulum juga mengatur
hal-hal yang berhubungan dengan jenis program cara penyelenggaraan, strategi
pelaksanaan, penanggung jawab, sua dan prasarana dan sebagainya.
2.
Fungsi bagi sekolah tingkat diatasnya
Dalam
hal ini kurikulum dapat untuk mengontrol atau memelihara keseimbangan proses
pendidikan. Dengan mengetahui kurikulum sekolah pada tingkat tertentu, maka
kurikulum pada tingkat diatasnya dapat mengadakan penyesuaian Misalnya saja,
jika suatu bidang studi telah diberikan pada kurikulum sekolah ditingkat
bawahnya, harus dipertimbangkan lagi pemilihannya pada kurikulum, sekolah
tingkatan diatasnya terutama dalam hal pemulihan bahan pengajaran. Penyesuaian
bahan tersebut dimaksudkan untuk menghindari keterulangan penyampaian yang bisa
berakibat pemborosan waktu dan yang lebih penting lagi adalah untuk menjaga
kesinambungan bahan pengajaran itu.
Disamping
itu, terdapat juga kurikulum yang berfungsi untuk menyiapkan tenaga pengajar.
Bila satu sekolah atau lembaga pendidikan bertujuan menghasilkan tenaga guru
(LPTK),. Maka lembaga tersebut harus mengetahui kurikulum sekolah pada tingkat
dibawahnya tempat calon guru yang dipersiapkan itu akan mengaju. Misalnya murid
SPG harus mengetabui kurikulum SD, mahasiswa IKIP/FKG harus menguasai kurikulum
kurikulum SMTP dan SMTA. Jika di SD, SMP dan SMA kegiatw pengajaran disampaikan
dengan sistem PPSI, maka sekolah-sekolah yang bertugas mengadakan guru untuk
sekolah-sekolah tersebut harus membekali calon-calonnya dengan kemampuan
memtruat PPSI.
3.
Fungsi bagi Masyarakat
Padatamatan
sekolah memang dipersiapkan untuk terjun dimasyarakat atau tugasnya untuk
bekerja sesuai dengan keterampilan profesi yang dimilikinya. Oleh karena itu,
kurikulum sekolah haruslah mengetahui atau mencerminkan hal-hal yang menjadi
kebutuhan masyarakat atau para pemakai keluaran sekolah. Untuk keperluan itu
perlu ada kerja sama antara piliak sekolah dengan pihak luar dalam hal
pemberrahan kurikulum yang diharapkan. Dengan demikian, masyarakat atau para
pemakai lulusan sekolah dapat memberikan bantuan, kritik atau saran-saran yang
berguna bagi penyempumaan program pendidikan di sekolah.
Dewasa
ini kesesuaian antara program kurikulum dengan kebutuhan masyarakat harus
benar-benar diusahakan. Hal itu mengingat seringnya terjadi kenyataan balwa
lulusan selsolah halum siap pakai atau tidak sesuai dengan tenaga yang
dibutuhkan dalm lapangan pekerjaan. Akibatnya, walau semakin menumpuk tenaga
kerja yang ada, kita tak dapat mengisi lapangan pekerjaan yang tersedia karena
tidak memiliki keterampilan atau keterampilan yang dimilikinya tidak sesuai
dengan yang dibutuhkan pada lapangan pekerjaan. Untuk mengatasi kesenjangan
tersebut, ada seorang tokoh pendidikan yang mengemukakan agar sekolah tingluat
SD sudah dibuat menjadi dua jalur, yaitu jalur akademis (dipersiapkan untuk
melanjutkan sekolah) dan jalur vokasional (dipersiapkan untuk segera bekerja).
Hal itu berdasarkan kenyataan penelitian bahwa masih sebagian besar anak
tamatan SD yang tidak meneruskan pendidikan ke tingkat di atasnya.
Sering
terjadi karena suatu tingkat keterampilan yang dibutuhkan dalam suatu tingkat
pekerjaan, maka hal itu segera diajarkan di sekolah. Sebagai contoh hal yang
berhubungan dengan keguruan misalnya dapat disebutkan perabekalan keterampilan
menibuat satuan pelajaran. Pada waktu itu, yaitu permulann diterapkannya PPSI
dalam sistem pengajaran di Indonesia sesuai dengan tuntutan kurikulum '75,
calon guru segera diberi keterampilan membuatnya (sekarang Model Perencanaan
Pengajaran). Boleh dikatakan bahwa pembekalan atau pengajaran keterampilan
tersebut semata-mata disebabkan tuntutan pekerjaan kelak.
Penyiapan
keterampilan para tamatan sekolah untuk bakal terjun di masyarakat kerja, juga
ditentukan oleh suatu misi sekolah, apakah ia sekolah umum atau kejuruan. Misi
suatu sekolah apakah ia bertugas mempersiapkan tamatannya untuk meneruskan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (jalur akademis), atau untuk bekerja
(jaIur vokasional), atau untuk kedua-duanya, akan mewamai pendidikan
keterampilan yang diajarkan oleh pibak sekolah yang bersangkutan. Dengan adanya
hal itu, para pemakai lulusan sekolah tentunya sudah tanggap, Julusan dengan
keterampilan mana (atau apa) yang mereka butuhkan dan itu harus dialamatkan
pada sekolah yang sesui dengan misinya.
KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM
Seperti dikemukakan oleh
Pratt diatas, kurikulum adalah sebuah sistem, sebagai suatu sistem, ia pasti
mempunyai komponen-komponen
atau bagian-bagian yang saling mendukung dan membentuk satu kesatuan yang
terpisahkan. Komponen-komponen dalam sebuah sistem bersifat harmonis, tidak
saling bertentangan. Kurikulum sebagai suatu program pendidikan yang
direncanakan dan akan direncanakan mempunyai loomponen-komponen pokok tujuan,
isi, organisasi dan stratei (Winarno Surahmad: 9).
1.
Tujuan
Kurikulum
adalah suatu program yang dimaksudkan untuk mencapai sejumlah tujuan
pendidikan. Tujuan itulah yang dijadikan arah atau acuan segala kegiatan
pendidikan yang dijalankan. Berhasil atau tidaknya program pengajaran di
sekolah dapat diukur dari seberapa jauh dan banyaknya tujuan-tujuan tersebut.
Dalam setiap kurikulum sekolah pasti dcantumkan tujuan-tujuan pendidikan yang
akan atau harus dicapai oleh sekolah yang bersangkutan. Ada dua tujuan yang
terdapat dalam sebuah kurikulum sekolah yaitu sebagai berikut :
a.
Tujuan Pendidikan yang harus dicapai secara
keseluruhan
Tujuan
ini biasanya meliputi aspek-aspek pengetalman. keterampilan, sikap dan
nilai-nilai yang diharapkan oleh para lulusan sekolah yang bersangkutan. Itulah
sebabnya tujuan ini disebut tujuan institusional atau kelembagaan. Didalam
sebuah kurikulum sekolah, terdapat dua macam Tujuan institusional umum dan
khusus yang keduanya selalu menunjukkan keinstitusionalannya. (kedua tujuan ini
biasanya dkantumkan dalam Buku 1 suatu kurikulum sekolah).
b.
Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi
Tujuan
ini adalah penjabaran tujuan institusional diatas yang meliputi tujuan
kurikulum dan instuksional yang terdapat dalam setiap GBYP (Garis-garis Besar
Program Pengajaran) tiap bidang studi. Baik tujuan kurikulum maupun
instruksional juga meneakup aspek-aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan
nilai-nilai yang dihuapkan dimiliki anak setelah mempelajari tiap bidang studi
atan pokok bahasan dalam proses pengajaran.
2.
Isi
Isi
program kurikulum adalah segala sesuatu yarag diberikan kepada anak dalam
kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan. Isi kurikulum meliputi
jenis-jenis bidang studi yang diajarkan dan isi program masing-masing bidang
studi tersebut. Jenis-jenis bidang studi ditentukan atas dasar tujuan
institusional sekolah yang bersangkutan. Jadi, ia berdasarkan kriteria apa
suatu bidang studi menopang tujuan int atau tidak. Berdasarkan kriteria itu,
maka jenis bidang studi yang diberikan pada suatu sekolah, misalnya SMA, akan
berbeda dengan sekolah yang lain, misalnya SPG.
Isi
program suatu bidang studi yang diajarkan sebenamya adalah isi kurikulum itu
sendiri, atau ada juga yang menyebutnya sebagai silabus. Silabus biasanya
dijabarkan ke dalam bentuk pokok-pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan, serta
uraian bahan pelajaran. Uraian bahan pelajaran inilah yang dijadikan dasar
pengambilan bahan dalam setiap kegiatan belajar mengajar di kelas oleh pihak
guru, Penentuan pokok-pokok dan sub-sub pokes bahasan didasarkan pada tujuan instruksional.
3.
Organisasi
Organisasi
kurikulum adalah struktur program kurikulum yang berupa kerangka
program-program pengajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Organisasi
kurikulum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu struktur horizontal dan
struktur vertikal. Struktur horizontal berhubungan dengan masalah
pengorganisasian kurikulum dalam bentuk penyusunan bahan-bahan pengajaran yang
akan disampaikan. Bentuk-bentuk penyusunan mata-mata pelajaran itu dapat secara
terpisah (sparate subject), kelompok-kelompok mata pelajaran (correlated), atau
penyatuan seluruh pelajaran dikembangkan di sekolah, yaitu misalnya program
pendidikan moupun, akademis, keguruan keterampilan dan lain-lain.
Struktur
vertikal berhubungan dengan masalah pelaksanaan kurikulum di sekolah. MisaInya
apakah kurikulum dilaksanakan dengan sistem kelas, tanpa kelas atau gabungan
antara keduanya dengan sistem unit waktu semester atau catur wulan. Termasuk
dalam hal ini adalah Juga masalah pembagian waktu untuk masing-masing bidang
studi untuk setiap tingkatan. Misalnya bidang studi Bahasa Indonesia, diberikan
selama berapa jam tiap minggu pada SMP/SMA kelas I, II dan Ill. Demikian pula
halnya dengan bidang-bidang studi yang lain.
4.
Stretegi
Dengan
komponen strategi dimaksudkan strategi pelaksanaam kurikulum di sekolah.
Masalah strategi pelaksana itu dapat dilihat dalam cara yang ditempuh dalam
melaksanakan pengajaran, penilaian, bimbingan dan konseling, pengaturan
kegiatan sekolah sceara keseluruhan, pemilihan metode pengajaran, alat atau
media pengajaran dan sebagainya. Dalam pelaksanaan pengajaran misalnya,
dilakukan dengan pendekatan PPSI (berlaku untuk setiap bidang studi) atau
dengan cara lain seperti sistem pengajaran modul, paket pelajaran dan
sebagainya
KOMPONEN KURIKULUM
(Drs. Hendyat Soetopo,
MYd dan Drs. Wasty Soemanto, MYd dalam bukunya Pembinaan don Pengembangan
Kurikulum Sekolah)
1.
Komponen Tujuan
Tentang
komponen tujuan ini kita akan mengenal tingkat-tingkat Tujuan yang satu dengan
yang lain merupakan satu kesatuan dalam mewujudkan cita-cita pendidikan dalam
konteks pembangunan manusia Indonesia.
Seperti
telah dikemukakan dalam bagian yang Ialu, kurikulum merupakan suatu program
untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu. Oleh karena itu, dalam
kurikulum suatu sekolah telah terkandung tujuan-tujuan pendidikan yang ingin
dicapai melalm sekolah yang bersangkutan.
Ada
dua jenis tujuan yang terkandung di dalam kurikulum suatu sekolah :
1.
Tujuan yang ingin dicapai sekolah secara keseluruhan.
Selaku
lembaga pendidikan setiap, setiap sekolah mempunyai sejumlah tujuan yang ingin
dicapai. Tujuan-tujuan tersebut biasanya digambarkan dalam bentuk pengetahuan,
ketarampilan dan sikap yang kita harapkan dimiliki murid setelah mereka
menyelesaikan seluruh program pendidikan dari sekolah tersebut.
Tujuan
dari sekolah tersebut kita namakan tujuan institusional atau tujuan lembaga,
misainya tujuan SD, tujuan SMP, tujuan SPG dart seterusnya. Atas dasar
tujuan-tujuan institusional itulah kemudian ditetapkan bidangbidang studi atau
bidnag pengajuan yang akan diajukan pada sekolah yang bersangkutan.
2.
Tujuan yang ingin dicapai dalam setiap bidang studi
Disamping
tujuan institusional yang ingin dicapai oleh sekolah secara keseluruhan, setiap
bidang studi dalam kurikulum suatu sekolah juga mempunyai sejumlah tujuan yang
ingin dicapainya. Tujuan-tujuan inipun digambarkan dalam berruk pengetahuan,
keterampilan dan sikap-sikap yang kita harapkan dinliliki oleh murid setelah
mempelajari suatu bidang studi pada suatu sekolah tertentu. Oleh karena itu ada
tujuan IPA dan SD tujuan matematika di SMP, tujuan ilmu kegurun di SPG dan
sebagainya.
Tujuan-tujuan
setiap bidang studi dalam kurikulum suatu sekolah tentunya ada yang kita sebut
tujuan kurikuler dan ada pula yang kita sebut tujuan instruksional, dimna
tujuan instruksional merupakan penjabaran lebih lanjut dari tujuan kurikuler.
Atas dasar tujuan kurikuler dan tujuan instruksional inilah kemudian ditetapkan
bahan pengajaran yang diajarkan dalam setiap bidang studi pada suatu sekolah
tertentu.
Dalam
hubungannya dengan pembahasan tujuan pendidikan ini berikut diulas tentang
tujuan pendidikan secara hirarkis sesuai dengan urutan tujuan yang ada di
Indonesia.
Urutan
tujuan pendidikan tersebut diawali dari tujuan Pendidikan Nasional, kemudia
Tujuan Institusional, Tujuan Kurikuler sampai pada tujuan Instruksional.
Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan
Pendidikan Nasional adalah merupakan tujuan pendidikan yang tertinggi dalam
kegiatan di negara kita. Tujuan ini sangat umum dan sangat ideal, yang
penggambarannya disesuaikan dengan falsafah negara yaitu Pancasila.
Selanjutnya
dalam GBHN telah digariskan tujuan Pendidikan Nasional adalah :
Tujuan
Pendidikan Nasional adalah membentuk manusia pembangunan sehat jasmani dan
rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan
kreativitas dan tanggung jawab dalam menyuburkan sikap demokrasi dan penuh
tanggung rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi
pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan sesama manusia dongan ketentuan
yang temaktub dalam IJUD 1945”
Secara
ekspilisit maka tujuan pendidikan nasional itu dapat dijabarkan sebagai
membentuk manusia yang Pancasilais;
-
Scehat jasmani dan rohani ;
-
Berpengetahuan dan berketerampilan
-
Bertanggung jawab
-
Demokrasi;
-
Tanggung rasa
-
Cerdas ;
-
Berbudi pekerti yang luhur ; dan
-
Mencintai bangsa dan sesamanya.
Tujuan Institusional
Sistem
persekolahan di negara kita adalah berjenjang yang melembaga pada suatu
tingkatan. Untuk itu maka pada tiap lembaga hendaknya juga digariskan adanya
suatu tujuan pendidikan yang kita sebut tujuan institusional. Selanjutnya kita
akan mengenal tujuan institusional SD, SMP, SMA, SKKA, STM, SPG dan sebagainya.
Tentu
saja tujuan institusional itu hendaknya menceminkan dan menggambarkan tujuan
pendidikan nasional yang akan dicapai melalui lembaga pendidikan itu. Agar
tidak tercapai penyimpangan maka tiap tujuan institusional harus didahului
dengan pengertian pendidikan, dasar pendidikan dan tujuan pendidikan nasional.
Hal ini disamping untuk menghindari penyimpangan juga untuk menghindari salah
penafsiran yang emungkinkan tidak tercapainya Tujuan pembangunan dan pendidikan
nasional.
Sebagai
gambaran maka dapat kita kemukakan kerangka tujuan pendidikan di SPG (Sekolah
Pendidikan Guru) sebagai lembaga Pendidikan Guru yaitu
I.
Pengetian Pendidikan
II.
Dasar Pendidikan
III.
Tujuan Pendidikan Nasional
IV.
Tujuan Umum Pendidikan Sekolah Pendidikan Guru.
Tujuan
Khusus Sekolah Pendidikan Guru. Dalam hubungan ini kita akan mencoba memberikan
gambaran tentang tujuan umum dan khusus pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru :
(1)
Tujuan Unrum Pendidikan Sekolah Pendidikan Guru; ialah
agar lulusannya:
a.
Sehat jasmani dan rohani,
b.
Menjadi warga negara Indonesia yang bemoral Pancasila
yang memiliki sifat-sifat yang bark dan konstruktif sebagai warga masyarakat,
serta menerima dan percaya kepada kaidah-kaidah dan cara-cara pengalaman agama
masing-masing baik dalam peribadatan maupun kehidupan lainnya.
c.
Memiliki pengetahun, keterampilan dan nilai serta
sikap yang diperlukan untuk:
3.
Melaksanakan tugasnya secara efektif sebagai guru di
Lembaga Pendidikan Dasar yaitu SD atau TK.
4.
Mengembangkan dan mengamalkan ilmu dan profesinya.
5.
Menggunakan pronsip pendidikan seumur hidup di sekolah
maupun di luar sekolah sebagai alat utama bagi kemajuan pribadi dan masyarakat.
6.
Mengembangkan dan membina kepemimpinan yang demokratis
yang bertanggung jawab dalam interaksi sosial dengan murid-murid daur
anak-anak.
7.
Menggunakan prinsip kemanusiaan, demokrasi dan
keadilan sosial dalam kehidupan, pergaulan sekolah dan keluarga secara
bertanggung jawab.
(2)
Tujuan Khusus Pendidikan Sekolah Pendidikan Guru ialah
agar lulusannya :
a.
Memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk kepentingan
dirinya dan atau untuk melaksanakan program pengajaran di SI), dalam bidang :
1.
Agama/Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Malia Esa yang
dianutnya.
2.
Dasar pembinaan Moral Pancasila sesuai dengan
ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945.
3.
Perkembangan dan perjuangan bangsa Indonesia dan
bangsa-bangsa di dunia pada umumnya.
4.
Bahasa Indonesia yang tepat dan baik.
5.
O1ah raga, kesehatan dan rekreasi.
6.
Bahasa Inggris yang cukup untuk memahami uraian yang
sederhana.
7.
Matematika
8.
Ilmar Pengetahun Alam
9.
Ilmu Pengetahuan Sosial
10.
Kesenian yang meliputi seni rupa, seni musik dan atau
seni drama dan tari.
11.
Pendidikan keterampilan yang meliputi jasa, kerajinan
dan teknik, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK), pertaman, peternakan dan
atau perikanan.
12.
Ilmu Keguruan dan meliputi pedagogik, dasar dan tujuan
pendidikan nasional Indonesia, dasar psikologis dan interaksi belajar mengajar,
psikologis pendidikan, psikologis perkembangan, teknik penilaian pendidikan,
bimbingan dan penyuluhan, metodik dan didaktik umum, alat bantu dan komunikasi
pendidikan, metodik khusus untuk tiap bidang studi yang diajukan pendidikan
dasar dan pendidikan dan pengembangan.
b.
Memiliki keterampilan yang diperlukan untuk
1.
Menjalankan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Berpartisipasi dalam masyarakat sebagai warga negara
Indonesia yang bermoral Pancasila dan sehat.
3.
Merencanakan dan melaksanakan interaksi edukatif
dengan murid dalam mengerjakan bidang pengajaran yang diberikan di pendidikan
dasar yang meliputi kemampuan menyusun program pengajaran. kemampuan
melaksanakan program yang telah disusun dengan menggunakan metode teknik, dan
alat yang sesuai kemampuan mengidentifikasikan kesulitan-kesulitan dan memberikan
bimbingan kepada murid yang menghadapi kesulitun.
4.
Memimpin dan melaksanakan tugas administrasi sekolah.
5.
Berinteraksi dengan murid, masyarakat dan kalangan
dunia pendidikan.
6.
Mengarang dan menulis.
7.
Melaksanakan kegiatan dalam memanfaatkan sumber lingkungan.
8.
Melaksanakan penelitin sederhana.
c.
Memiliki nilai dan sikap yang meliputi
1.
Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Cinta kasih kepada anak, bersedia untuk menyesuaikan
diri kepada berbagai kepada keadaan anak dan memperlakukan anak secara
obyektif.
3.
Menghargai seni budaya bangsa sendiri, dan selektif
terhadap pengaruh kebudayaan asing.
4.
Bersedia untuk saling mengoreksi cara-cara mengajar
yang bisa dilakukan.
5.
Rendah hati, terbuka, peka terhadap kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, terruama dalam hubungannya dengan profesi keguruan
dan pendidikan, bercita-cita untuk maju, bersedia untuk bertindak sebagai
perintis, percaya kepada diri sendiri.
6.
Disiplin, berdedikasi, loyal dan bertanggung jawab
kepada tugas dan mengutamakan prestasi.
7.
Makarya dan efisien.
8.
Hidup sehat.
9.
Mempunyai kebiasaan membaca dan belajar dengan baik.
Tujuan Kurikuler
Suatu
lembaga pendidikan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan akan memberikan
sejumlah isi pengajaran yang disusun sedemikian rupa sehingga merupakan
sejumlah pengalaman belajar yang menunjang tercapainya tujuan Pendidikan. Dalam
hal ini dapatlah dirumuskan babwa yang dimaksud dengan tujuan yang akan dicapai
setelah si anak mengikuti sejumiah program pengajaran yang diberikan dalam
lembaga pendidikan itu. Dalam hal ini maka menurut SPG ditetapkan sejumlah 11
(sebelas) tujuan kurikuler yang barus dicaapai oleh seseorang anak/siswa
setelah menamatkan pendidikan di SPG. Tentu saja karena ini merupakan hirarki
dari tujuan institusional dan tujuan pendidikan nasional maka tujuan kurikuler
ini harus mencerminkan dan mengambarkan tujuan ilistitusional dan tujuan
pendidikan nasional itu. Atau dengan kata lain maka penjabaran dari tujuan
institusional dan tujuan pendidikan harus nampak pada tujuan kurikuler ini.
Tujuan Instruksional
Tujuan
instruksional ini merupakan penjabaran yang terakhir dari tujuan-tujuan yang
terdahulu dan lebih atas. Tujuan ini diharapkan dapat tercapai pada saat
terjadinya proses belajar mengajar secara langsung yang terjadi pada setiap
hari. Dalam pelaksanaannya tujuan ini harus dirumuskan pada saat penyusunan
atuan pelajaran.
Untuk
tujuan instruksional im kita bedakan 2 (dua) jenis tujuan yaitu :
a. Tujuan instruksional umum yang sudah
dirumuskan didalam kurikuler.
b.
Tujuan Instruksional Khusus (TIK) untuk Tujuan ini
perumusannya dilakukan oleh guru sendiri pada saat menyusun satuan pelajaran.
Dalam tujuan ini diharapkan setelah anak menerima pelajaran terjadi perubahan
tingkah laku yang nyata dan dapat diukur.
Guru
dalam merumuskan tujuan ini hendaknya memperhatikan hal-hal ini yang merupakan
syarat TIK :
a.
TIK
hendaknya mengunakan istilah -istilah yang operasional misainya menuliskan,
menyebutkan, menunjukan. menghitung, dan sebagainya, serta menghindari
istilah-istilah yang non operasional misalnya mengetahui, memahami. menghargai,
meyakini dan sebagainya.
b.
TIK hendaknya mempakan hasil belajar siswa.
c.
TIK hendaknya terwujud dalam tingkah laku yang
spesifik. TIK hendaknya megandung hanya satu jenis tingkah laku.
2.
Komponen Materi (Isi dan Struktur Program)
Isi Kurikulum
Sebagai
mana kurikulum 1975 maka untuk kurikulum SPG yang berlaku saat berisi :
(1)
Pokok-pokok bahasan adalah merupakan perincian bidang
pengajaran untuk dijadikab bahan pelajaran bagi para. siswa agar mencapai
tujuan yang telah ditetapkan
(2)
Bahan pengajaran adalah mutan penyampaian pokok
bahasan tersebut dari yang satu ke tahun pelajaran yang berikutnya, dari
semester yang satu ke semester yang berikutnya
(3)
Sumber bahan yaitu bempa resources dimana proses
belajar mengajar memperoleh sejumlah pengalaman belajar. Sumber ini dapat
berupa tempat (museum, kantor, stasiun dan sebagainya), orang ( camat, kep.
Desa, petani, sopir dan sebagainya), atau barang cetakan (buku, majalah, surat
kabar, brosur dan sebagainya.)
(4)
Garis-garis besar program pengajaran (GBPP), adalah
merupakan penjelasan terperinci dari setiap bidang pengajaran yang telah
ditentukan pembagian dan penyebaran waktunya dalam seminggu, catur wulan,
semester seperti yang diatur dalam struktur program kurikulum, dalam GBPP
berisi:
(a)
Tujuan kurikululer
(b)
Tujuan instruksional
(c)
Pokok babasan/sub pokok bahasan
(d)
Bahan pengajaran
(e)
Sumber bahan.
Sruktur Program
Untuk
struktur program ini jelasnya dapat dilihat pada lampiran. Program pendidikan
(di SPG)
Program
Pendidikan di SPG terdiri dari :
1.
Pendidikan
untum meliputi pendidikan Agama, Pendidikan Moral
Pancasila, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, o1ah Raga dan Kesehatan.
2.
Pendidikan Keguruan meliputi ilmu keguruan dan praktek
keguruan.
3.
Pergajaran di SD/pendidikan spesialisasi/pembangunan
meliputi IPS, Matematika, Pendidikan Kesenian, Pendidikan Keterampilan.
3.
Koomponen Organisasi don Strategi
Disamping
tujuan dan isi, setiap kurikulum mengandung unsur organisasi dan strategi.
1.
Organisasi
Struktur
(susunan) program suatu kurikulum mengenai apa yang disebut struktur horizontal
dan struktur vertikal.
a. Struktur Horizontal
Struktur
horizontal suatut kurikulum berkenaan dengan apakah kurikulum im
diorganisasikan dalam bentuk :
1.
Mata-mata
pelajaran secara terpisah (subjec centered) misalnya : Biologi, Fisika,
Sejarah, Ilmu bumi dan sebagainya.
2.
Kelompok-kelompok mata pelajaran yang kita sebut
bidang studi (broadfield) misalnya IPS, IPA. Kesenian, Matematika dan
sebagainya.
3.
Kesatuan program tanpa mengenai mata pelajam maupun
bidang studi (integrated program).
Selanjutnya,
dalam struktur horizontal tercakup pula jenis-jenis program yang dikembangkan
dalam kurikulum tersebut, misalnya program pendidikan unnum, program pendidikan
keguruan, program spesialisasi dan sebagainya.
b.
Struktur Vertikal
Struktur
vertikal suatu kurikulum berkenaan dengan apakah kurikulum tersebut
dilaksanakan melalui :
3.
Sistem
kelas misalnya kelas l, II, III dan seterusnya dimana kenaikan kelas diadakan
disetiap tahun secara serempak.
4.
Program tanpa kelas, dimana perpindahan dui suatu
tingkat program ke tingkat program berikutnya dapat dilakukan setiap waktu
tampa harus menunggu teman-teman yang lain.
5.
Kombinasi antara sistem A dan B.
Selanjumya,
dalam struktur vertikal ini tercakup pula sistom unit waktu yang digunakan,
misalnya apakah sistem semester atau catur wulan.
Akhirnya
struktur program ini menyangkut pula masalah penjadwalan dan pembagian waktu
untuk masing-masing bidang studi, isi kurikulum pada setiap tingkat atau kelas.
2.
Strategi
Strategi pelaksanaan suatu kurikulum tergambar dari
cara yang ditempuh didalam melaksanakan pengajaran, dan didalam mengadakan
penilaian, cara didalam melaksanakan bimbingan dan penyuluhan dan cara dalam
mengatur kegiatan sekolah secara keseluruhan.
Cara dalam melaksanakan pengajaran mencakup baik cara
yang berlaku secara umum maupun cata dalam menyajikan setiap bidang studi,
termasuk cara (metode) mengajar dan pelajaran yang digunakan.
Komponen metode ini menyangkut komponen metode atau
upaya apa saja yang dipakai agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Dalam hal
ini tentu saja metode yang dipergunakan hendaknya relevan terhadap tujuan yang
ditetapkan sebelumnnya, dengan mempertimbangkan kemampuan guru, lingkungan anak
serta sarana pendidikan yang ada. Dalam pelaksanaannya tidak ada satu metode
yang baik untuk segala tujuan, atau dengan kata lain kita harus memperhatikan
tujuan dan situasi, karena suatu metode cocok untuk mencapai suam tujuan akan
tetapi belum tentu cocok untuk mencapai suatu tujuan yang lain. Untuk itu guru
harus mengetahm kapan ia harus menggunakan metode mengingat sifat-sifat
polivalent dan polipragmatis dari suatu metode.
Dengan polipragmatis dimaksud adalah penggunaan satu
metode untuk mencapai tujuan lebih dari satu tujuan; sedang polivalent adalah
penggunaan lebih dari satu metode untuk mencapai satu tujuan. Dalam penympaian
seperti kurikulum yang berIalw niisalnya (kurikulum 1975) kurikulum SPH juga
menggunakan pendekatan PPSI yang dikembangkan melalui satuan pelajaran dan
modul. Dengan metode ini proses pengajaran (belajar-mengajar) dipandang sebagai
suaw sistem. Adapun macam-macam metode dapatlah kita kemukakan sebagai contoh
metode ceramah, tanya jawab, demonstrasi, eksperimen, pemberian tugas,
karyawisata, sosiodrama, bermain peranan, kerja kelompok diskusi, simposium,
seminar dan sebagainya.
4.
Komponen Sarana dalam Kurikulum Lembaga
Pendidikan Guru (SPG) meliputi
a. Sarana personal yang terdin dan
a.
Guru
b.
Tenaga edukatif yang tidak mengajw seperti konselon
c.
Tenaga teknis non edukatif misaInya tenaga tata usaha.
b.
Sarana material yang terdiri dari
1)
Bahan instruksional dalam bentuk bahan instruksional,
teksbook, alat atau media pendidikan, sumber yang menyediakan bahan
instruksional atau pengalaman belajar dan sebagainya.
2)
Sarana fisik yang terdin dari gedung sekolah, kantor,
laboratorium, lapangan batsman sekolah dan sebagainya.
3)
Biaya operasional yaitu tersedianya biaya dan dana
untuk penyelengguaan pendidikan.
c.
Sarana Kepemimpinan
Sarana
kepemimpinam ini akan memberi dukungan dan pengamanan pelaksanaan, serta
member! bimbingan. penggunaan dan menyempurnakan program pendidikan.
d.
Sarana Administrasi
Pendidikan
administratif disini dapat disebutKan sebagai
-
Pedoman Khusus Bidang Pengajaran
-
Pedoman Penyusunan Sawn Pelajaran
-
Pedoman Praktek Keguruan
-
Pedoman Bimbingan Siswa
-
Pedoman Administrasi Dan Supervisi
e.
Komponen Evalusasi
Pendidikan
adalah sebagian dari keperluan manusia. Sekolahpun mempalari keperluan dari
masyarakat. Untuk itu maka sekolah termasuk juga didalamnya termasuk juga harus
peka terhadap perubahan-pembahan yang terjadi di masyuakat. Oleh karena itu
kurikulum sebagai bahan konsumsi dari anal didik dm sekaligus juga konsumsi
bagi masywakat juga harus dinilai terus menems serta menyclums terhadap bahan
atau program pengajuan. Disamping itu penilaian terhadap kurikulum dimaksudkan
juga sebagai feedback terhadap tujuan, materi metode dan sarana dalam rangka
membina dan memperkembangkan kurikulum lebih lanjut. Sedangkan penilaian dapat
dilakukan oleh semua pihak baik dari kalangan masyarakat luas maupun dari
kalangan petugas-petugas pendidik.
1.1. LANDASAN
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Landasan
Pengembangan Kurikulum dapat meniadi titik tolak sekaligus titik sampai. Titik
tolak berarti pengembangan kurikulum dapat didorong oleh pembahaman tertentu
seperti penemu.an teori belajar yang baru dan perubahan tuntutan masyarakat
terhadap fungsi sekolah. Titik sampai berarti kuirikulum harus dikembangkan
sedemikian rupa sehingga dapat merealisasikan perkembangan tertentu, seperti
dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tuntutan-tuntutan sejarah masa
lalu, perbedaan latar belakang murid, nilai-nilai filsafat suatu masyarakat dan
tuntutan-tuntutan kultur tertentu.
Disini
hanya dipaparkan landasan secara umum dan sepintas, sedangkan uraian secara
detail dapat dibaca pada kurikulum man dapat dijabarkan sendiri sesuai dengan
kondisi Indonesia. Tentang landasan ini para ahli mengemukakan berbagai
pendapat, sebagai gambaran ummin kami paparkan pandangan tiga ahli kurikulum.
Landastur
Pengembangan Kurikulum
1.2. KURIKULUM
DAN LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
1.
Pengembangan Kurikulum
No
|
Aspek
|
Saylor &
Alexander
|
Ausbrey Haan
|
Hilda Taba
|
1.
|
Sosiologi
|
Contenporary
|
The variety
background of children
|
-
The analysis society
-
The analysis of culture
-
Current conception of the funtions of the school
|
No
|
Aspek
|
Saylor &
Alexander
|
Ausbrey Haan
|
Hilda Taba
|
2.
|
Filosofis
|
An Expression
of values
|
Methods &
values of e free society
|
-
|
3.
|
Psikologis
|
Child as a
learner
|
-
Dynamic of children’s learning
-
Theory of individual growth
-
Complex factor that
|
Psycology of
learning
-
Learning theories
-
The concept of development
-
The transfers of learning
|
4.
|
Contribute to
children’s personality growth.
|
-
Social and culture learning
-
The extension of learning
|
||
5.
|
“Scientific”
|
-
|
-
The nature of knowledge
-
The content of the disciplines
|
Apabila diajukan pertanyaan : apakah
kurikulum, itu ? setiap orang yang ditanya akan menjawab sama atau berbeda satu
sama yang lain. Adanya jawaban yang bervariasi terhadap pertanyaan tersebut
sesuai dengan pendapat para ahli yang juga bervariasi mengenai pengertian
kurikulum im.
Kata
"kurikulum" berasal dari satu kata bahasa asing yang berarti
"jalur pacu", dari secara tradisional kurikulum sekolah disajikan
seperti itut (ibarat jalan) bagi kebanyakan orang jais, (1976 : 6). Labih
lanjut Zais (1976) mengemukakan berbagai pengertian kurikulum, yakni : (i). Kurikulum
sebagai program pelajaran, (ii). Kurikulum sebagai isi pelajaran, (iii).
Kurikulum sebagai pengalaman belajar yang direncanakan, (vi). Kurikulum,
sebagai pengalaman dibawah tanggung jawab sekolah, dan (v). kurikulum sebagai
suatu rencama (tertulis) untuk dilaksanakan. Sedangkan Tanner dan Tanner (1980)
mengungkapkan konsep-konsep : (i). Kurikulam sebagai pengetahuan yang
diorganisasikan, (ii). Kurikulum sebagai modus mengajar, (iii). Kurikulum
sebagai arena pengajaran, (iv). Kurikulum sebagai pengalaman, (v). kurikulum
sebagai pengalaman belajar terbimbing, (vi). Kurikulum sebagai kehidupan
terbimbing, (vii). Kurikulum sebagai suam rencana pembelajaran, (viii).
Kurikulum sebaga sistem produksi sceara teknologis, dan (ix). Kurikulum sebagai
tujuan. Untuk memudahkan dan menyederhanakan pembahasan, berikut merupakan
penyimpulan dari konsep-konsep kurikulum yang terdiri dari (i). Kurikulum
sebagai jalan meraih ijazah, (ii). Kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran,
(iii). Kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran, (vi Kurikulum sebagai
basil belajar, dan (v). kurikulum sebag pengelaman belajar.
a.
Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah. Seperti kita
ketahai bersama, kurikulum merupakan syarat mutlak dalam pendidikan formal.
Boleh dikata, tidak ada pendidikan formal tanpa ada kurikulum. Pada pendidikan
formal terdapat jenjang jenjang pendidikan yang selalu berakhir dengan ijazah
atau Surat Tanda Tamat Behijar (STTB). Seseorang yang telah menyelesaikan satu
jenjang pendidikan, dalum kenyataannya telah melalui suatu jalur pacuan yang
terdiri dari berbagai mata pelajaran/bidang studi beserta isi pelajarannya dan
berakhir pada ijazah. Para pendidik
profesional juga memandang curriculum as the relatively standardize
grown coveret by students in their rece toward the finish line (diploma)"
(Zais, 1976 : 6 ).
Berdasarkan
uraian-uraian sebelumnya dapat kiranya disimpulkan bahwa kurikulum mempakan
jalan yang berisi sejumlah mata pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang
barus dilalui untuk meraih ijazah.
b.
Kurikulum sebagai mata don isi pelajaran. Kurikulum
sebagai jalan meraih ijazah mengisyaratkan adanya sejumlah mata
pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang barus diselesaikan oleh siswa.
Selain itu, jika ada orang yang bertanya : apa kurikulumnya ? seringkali dijawab
bahwa kurikulum adalah PMP, Babasa Indonesia dan yang lain. Jawaban bahwa
kurikulum terdiri dari berbagai mata pelajaran sudah sejak lama ada, bahkan
sampai sekarang masili sering terbaca ataupun terdengar. Schubert (1986)
mengemukakan bahwa penyebutan kurikulum yang demikian sama halnya menyamakan
kurikulum dengan mata pelajaran (Sumantri, 1988 : 2). Lebih jauh, orang sering
menyebut bahwa isi dari pelajaran tertentu dalam program dikatakan sebagai
kurikulum (Zais, 1976 : 7). Dengan demikian, tidaklah mengejutkan apabila ada
orang mengemukakan kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran.
c.
Kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran. Winecoff (1988
: 1), mengemukakan : "The curriculum is generally difined as a plan the
developed Ii facilitate the teachingfleaming process under the direction and
guidance of a school, college or university and its members. "Defenisi
kurikulum seperti dikemukakan oleh Winecoff (1988) tersebut, secara jelas
menunjukkan kepada kita bahwa kurikulum didefenisikan sebagai suatu rencana
yang dikembangkan untuk mendukung proses mengajar/belajar di dalam arahan dan
bimbingan sekolah, akademi atau universitas dan para anggota stafnya. Alexander
dan Saylor (1974 dalam Bondi dan Wiles, 1989 : 7) mengungkapkan pula bahwa
kurikulum sebagai suatu rancangan untuk menyediakan seperangkat kesempatan
belajar agar mencapai tujuan. Kurikulum sebagai sam rencana kegiatan
pembelajaran sudah selayaknya mencakup komponen-komponen kegiatan pembelajaran,
namun demikian komponen-komponen kegiatan pembelajaran yang dirancang dalam
kurikulum masih bersifat umum dan luwes untuk lanjut oleh guru.
d.
Kurikulum sebagai hasil Belajar. Popham dan
Baker mendefiniskan kurikulum sebagai 'All planner leaming out comes for
whkh the scholl is responsible" Tanner & Tanner, 1980 : 24).
Secara jelas diutarakan oleh Popham dan Baker bahwa semua rencana hasit belajar
(Kamig out comes) yang merupakan tanggung jawab sekolah adalah
kurikulum. Adanya defenisi ini mengubah pandangan penanggung jawals sekolah
dari kurikulum sebagai alat menjadi kurikulum sebagai tujuan. Bahkan Tanner
& Tanner (1980 :43) memandang kurikulum sebagai rekonstruksi pengetahuan
dan pengalaman, yang secara sistematis dikembangkan dengan bantuan sekolah
(atau universitas) agar memungkinkan siswa menambah penguasaan pengetahuan dan
pengalamannya. Dengan demikian, kurikulum sebagai hasil belajar mempakan
serangkaian hasil belajar yang diharapkan. Namun demikian bukan berarti dalam
kurikulum tidak diorganisasikan cara-cara sistematis untuk mewujudkan
hasil-hasil belajar yang diharapkan.
e.
Kurikulum sebagai pengalaman belajar. Dari empat
konsep kurikulum yang diuraikan sebelumnya, dapatlah kita menandai bahwa setiap
orang yang terlibat dalam pengimplementasian kurikulum tersebut akan memperoleh
pengalam belajar. Foshay mengamati bahwa sebelum tahun 1930-an istilah
kurikulum dideferusikan sebagai "semua pengalaman seorang siswa yang
diberikan dibawah bimtbingan sekolah" (Tanner & Tanner, 1980: 14)
sedangkan Krug (1956 dalam Zais, 1976 : 8) menunjukkan kurikulum sebagai "All
the means employed by the school to provide students with opportunities for
desirable leaming experiences". Jelas defenisi Krug ini menunjukkan
kepada kita bahwa semua yang bemaksud dipakai oleh sekolah untuk menyediakan
kesempatan-kesempatan bagi siswa memperoleh pengalaman-pengalaman belajar yang
diperlukan sekali adalah kurikulum. Berdasarkan defenisi kurikulum, belajar
tersebut dapat diperoleh di dalam sekolah maupun di luar sekolah sepanjang
direncanakan atau dibimbing pihak sekolah. Dengan demikian, kurikulum sebagai
pengalaman belajar mencakup pula tugas-tugas belajar yang diberikan oleh guru
untuk dikerjakan sesuatu.
Kelima
konsep tentang kurikulum, yakni : (I). Kurikulum sehagai jalan meraih ijazah,
(ii). Kunkulum sebagai mata dan isi pelajaran, (iii). Kurikulum sebagi rencana
kegiatan belajar, (iv).Kurikulum sebagai hasil belajar, dan (v). kurikulum
sebagai penglaman belajar, semua benar tergantung dari cara memandangnya. Guru
dapat memilih satu atau lebih konsep kurikulum yang dijadikan acuannya. Dalam
UU RI No. 2 tahun 1989 pasal 1 (9) menyebutkan bahwa : " kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan" serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar "
(Depdikbud, 1989: 3), sedangkan dalam pasal 37 menyebutkan: " kurikulum
disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap
perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan
pembangunan nasioanal, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masingmasing satuan pendidikan "
(Depdikbud, 1989 : 15). Rumusan penjabaran kurikulum seperti termaktub dalam UU
Sistem Pendidikan Nasional, bila dikaji merupakan konsep kurikulum yang cukup
lengkap dn menyeluruh. Dalam rumusan tersebut tampak dengan jelas bahwa
kurikulum perlu dan harus dikembangkan.
2.
Landasan Pengembangan Karikalum
Kurikulum merupakan wahana belajar
mengajar yang dinamis sehingga perlu dinilai dan dikembangkan secara terus
menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat
(Depdikbud, 1986: 1). Adapun yang dimaksud dengan pengembangan kurikulum adalah
suatu proses yang menentukan bagaimna pembuatan kurikulum akan berjalan. Hal
tersebut meliputi pertanyaan-pertanyaan berikut : Siapa akan dilibatkan dalam
pembuatan kurikulum, guru, administrator, orang tua, atau siswa ? Apa prosedur
yang akan digunakan dalam pembuatan kurikulum, petunjuk administratif, konlisi
fakultas (staf pengajar) atau konsultasi universitas ? jika komisi yang
digunakan, bagaimana mereka akan diatur ? (Zais, 1976 : 17) sedangkan Bondi dan
Wiles (1989 : 87) mengemukakan babwa pengembangan kurikulum yang terbaik adalah
proses yang meliputi banyak hal yakni : (1) kemudahan-kemudahan suatu analisis
tujuan, (2) rancangan suatu program, (3) penerapan serangkaian pengalaman yang
berhubungan, dan (4) peralatan dalam evaluasi proses ini. Secara singkat,
pengembangan kurikulum adalah suatu perbuatan kompleks yang mencakup berbagai
jenis keputusan (Taba, 1962 : 6).
Agar
pengembangan kurikulum dapat berhasil sesuai dengan yang diinginkan, maka dalam
pengembangan kurikulum diperlakan landasan-landasan pengembangan kurikulum.
Seperti yang tercantum dalam kurikulum SP, dalam landasan program dan
pengembangan dikemukakan bahwa pengembangan kurikulum mengacu pada tiga unsur,
yaitu : (1). Nilai dasar yang mempakan falsafah dalam penyelidikan manusia
seutuhnya, (2). Fakta empirik yang tercermin dari pelaksanaan kurikulum, baik
berdasarkan penilaian kurikulum studi, maupun surve lainnya. (3). Landasan
teori yang menjadi arahan pengembangan dan kerangka penyorotannya (Depdikbud,
1986 : 1). Hal yang dikemukakan dalam "Landasan Program dan Pengembangan
Kurikulum" merupakan contoh adanya landasan-landasan pengembangan
kurikulum, yang acapkali disebut sebagai determinan (faktor-faktor penentu)
pengembangan kurikulum.
a.
Landasan Filosofis. Pendidikan ada
dan berada dalam kehidupan masyarakat sehingga apa yang dikehendaki oleh
masyarakat untuk dilestarikan diselenggarakan melalui pendidikan (dalam arti
seluas-luasnya) (Raka, Joni, 1983 : 6). Segala kehendak yang dimiliki oleh
masyarakat merupakan sumber nilai yang memberikan arah pada pendidikan. Dengan
demikian pandangan dan wawasan yang ada dalam masyarakat merupakan pandangan
dan wawasan dalam pendidikan, atau dapat dikatakan bahwa filsafat yang hidup
dalam masyarakat merupakan landasan filosofis pertyelenggaraan pendidikan.
Filsafat boleh jadi didefinisikan sebagai suatu studi tentang : hakikat
realitas, hakikat ilmu pengetalman, hakikat sistem nilai, hakikat nilai
kebaikan, hakikat keindahan dan hakikat pikiran (Winecoff, 1988: 13). Oleh
karena itu landasan filosofis pengembangan kurikulum adalah hakikat realitas,
ilmu pengetahuan, sistem nilai, nilai kebaikan, keindahan, dan hakikat pikiran
yang ada dalam masysarakat. Secara logis dan realistis, landasan filosofis
pengembangan kurikulum dari satu sistem berbeda dengan pendidikan yang lain.
Juga landasan filosofis pengembangan kurikulum dan suatu lembaga berbeda dengan
lembaga yang lain. Perbedam tersebut sangat terasa dalam masyarakat yang
majemuk. Untuk landasan filosofis pengembangan kurikulum secara cepat dan tepat
kita pastikan, yakni nilai dasar yang merupakan falsafah dalam pendidikan
manusia seutuhnya yakni pancasila.
b.
landsaan Sosial- Budaya - Agama. Realitas
sosial-budaya - agama yang ada dalam masyarakat merupakan bahan kajian
pengembangan kurikulum untuk digunakan sebagai landasan pengembangan kurikulum.
Masyarakat adalah suatu kelompok individu-individu yang diorganisasikan mereka
sendiri ke dalam kelompok-kelompok berbeda ( Zais, 1976 : 157; Raka Joni, 1983
: 5 ). Masyarakat sebagai kelompok individu-individu mempunyai pengaruh
terhadap individu-individu dan sebaliknya, individu-individu itu pada
taaf-taraf tertentu juga mempunyai pengaruh terhadap masyarakat (Raka Joni,
1983 :5) kebersaman individu-individu dalam masyarakat diikat dan terikat oleh
nilai-nilai individu yang menjadi pegangan Mdup dalam interaksi di antana
mereka. Nilai-nilai yang perlu dipertahankan dan dihomati oleh
individu-individu dalam masyarakat tersebut, mencakup nilai-nilai keagamaan dan
nilai-nilai sosial budaya. Nilai-nilai keagamaam berhubungan erat dengan
kepercayaan masyarakat terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang mereka anut.
Oleh kreena nilai agama berhubungan dengan kepereayaan, maka pada umumnya
bersifat langgeng sampai masyarakat pemeluknya melepaskan kepereayaannya (Rika
Joni, 1983 : 5). Nilai-nilai sosial- budaya masyarakat bersumber pada basil
karya akal budi manusia, sehingga dalam mencrima, menyebarluaskan, melestrikan
dan atau melepaskannya manusia menggunakan akalnya. Dengan demikian, apabila
terhadap nilai-nilai sosial budaya yang tidak berterima atau bersesuaian dengan
akaInya akan dilepaskan. Oleh karena itu, nilai-nilai sosial budaya lebih
bersifat sementara bila dibanding nilai-nilai keagamaan. Untuk menerima
melaksanakan, menyebarluaskan. pelestarian, atau penolakan dan pelepasan
nilai-nilai sosial budaya-agama, maka masyarakat memanfaatkan pendidikan yang
dirancang melalui kurikulum. Jelas kiranya bagi kita. mengapa salah satu
landasan pengembangan kurikulum adalah nilai-nilai sosial-budaya-agama.
c.
Landasan ilmu pengetahuan teknologi dan seni. Pendidikan
merupakan usaha penyiapan subjek didik ( siswa) meng hadapi lingkungan hidup
yang mengalami perubahan yang semakin pesat ( Raka Joni, 1983: 25 ). Perubahan
masarakat mencakup nilai yang disepakati oleh masyarakat tersebut. Sedangkan
seluruh nilal yang telah disepakati oleh msyarakat dapat pula tersebut,
sedangkan seluruh nilai yang disepakati oleh masyarakat dapat pula disebut
sebagai kebudayaan. Oleh karena itu, kebudayaan dapat dikatakan sebagai suatu
konsep yang memiliki kompleksitas tinggi (Zais, 1987: 157). Namun dengan
demikian menurut Damd Joesoep (1982 dalam Raka Joni, 1983 : 40) bahwa sumber
ratusan ribu nilai yang ada dalam masyarakat ntuk perkembangan melalui proses
pendidikan ada tiga yaitu : pikiran ( logika), perasaan (estetika), dan kemuan
(etika). Ilmu pengetahuan dan tehnologi adalah nilai-nilai yang bersumber pada
pikiran atau logika, sedangkan seni bersumber pada perasaaan atau estetika.
Mengingat pendidikan merupakan upaya penyiapan siswa menghadapi perubaban yang
makin pesat, temasuk didalamya perubahan ilmu pengetahuan, tehnologi, dan seni.
d.
Landasan perkembangan masyarakat. Salah satu
ciri masyarakat adalah selalu berkembang. Mungkin pada msyarakat tertentu
perkembangannya tersebut sangat lambat tetapi masyarakat lainnya cepat baik
sanggat cepat (Nana Sy Sukmadinata, 1988:66). Perkembangan masyarakat juga
dipengaruhi oleh falsafah hidup, nilai-nilai, ipteks, dan kebutuhan yang ada
dalam masyarakat. Falsafah hidup akan mengarahkan perkembangan masyarakat.
Nilai-nilai sosial budaya agama akan merupakan penyaringan nilai-nilai lain
yang menghambat perkembangan masyarakat. lpteks mendukung kegiatan msyarakat,
dan kebutuhan msyarakat akan membantu menetapkan perkembangan yang
dilaksanakan. Perkembangan masyarakat akan menuntut tersedianya proses
pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka, diperlukan
rancangannya berupa kurikulum yang landasan pengembangannya berupa perkembangan
masyarakat itu sendiri.
Pengertian
kurikulum dan Iandasan-landasan pengembangan kurikulum yang telah diuraikan
sebelumnya, akan merupakan dasar untuk mengkaji pembelajaran dan pengembangan
kurikulum lebili lanjut. Tugas-tugas berikut ini akan membantu memantapkan
perasaan anda mengenai pengertian kurikulum dan landasan - landasan
pengembangan kurikulum.
1.3. Komponen dan Prinsip-Prinsip
Pengembangan Kurikulum.
1.
Komponen kurikulum
Sebelum
melaksanakan kegiatan pengembangan kurikulum, seorang pengembang terlebih
dahulu mengenal konaponen atau elemen atau unsur kurikulum. Seperti yang
dikemukakan Tyler (1950 dalam Tabs, 1962 : 422) bahwa "it is important
as a part of a compherensive theory or organization to indkate just what kinds
of elements. An in a given currkulum it is important to identify the
partkular elements that shall be used" Dari pemyataan Tyler tersebut,
tampak pentingnya mengenal komponen atau elemen atau unsur kurikulum. Herrck
(1950 dalam Taba, 1962: 425) mengemukakan 4 (empat) elemen, yakni : tujuan
(obejetives), mata pelajaran (subject matter), metode dan organisasi (method
and organization), dan evaluasi (evolution). Sedangkan ahli yang lain
mengemukakan bahwa kurikulum terdiri dari 4 komponen dasur: (1) aim, goals, and
objektive, (2) content, (3) leaming activities, don (4)evaluations (Zais, 1976:
295). Nana Sy. Sukmadinata (1988 : 110) menemukan empat konaporten dari anatomi
tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi, proses atau isi
penyampaian, serta evaluasi. Berdasarkan uraian tentang komponen-komponen
kurikulum sebelumnya, yakni komponen kurikulum yang terdiri dari : tujuan,
materil pengalaman belajar, organisasi, dan evaluasi.
a.
Tujuan. Tujuan sebagai sebuah
komponen kurikulum mempakan kekuatan-kekuatan fundamental yang peka sekali,
karena hasil yang diinginkan tidak hanya sangat mempengaruhi bentuk kurikulum,
tetapi memberikan arah dan fokus untuk selmh program pendidikan (Zais, 1976 : 297).
Apa yang diutarakan oleh Zais mengenai pentingnya tujuan adalah benar adanya,
karena tidak ada satupun aspekaspek pendidikan yang lain bertentangan dengan
tujuan. Dalam kenyataannya aspek-aspek pendidikan selalu mempertanyakan tentang
tujuan. Lebili lanjut Zais (1976 : 307) mengklasifikasik" tujuan menjadi
tiga yakni aims, goal, dan objetives, yang ketiganya mempakan
suatu hirarki vertikal. Adanya klasifikasi tujuan kurikulum seperti yang
disampaikan oleh Zais juga tersurat dalam tujum kurikulum indonesia. Hirearki
vertikal tujuan kurikulum di Indonesia, paling tinggi adalah tujuan pendidikan
nasional, kemudian tujuan kelembagaan, diikuti tujuan kurikuler, dan tujuan
pengajaran. Tujuan pendidikan nasional merupukan tujuan kurikulum tertinggi
yang bersumber pada falsafah bangsa (pancasila) dan kebutuhan masyarakat
tertuang dalam GBHN dan UU-SPN. Tujuan kelembagaan (tujuan institusional)
mempakan tujuan yang menjabarkan tujun pendidikan nasional, bersumber pada
tujuan tiap jenjang pendidikan dalam UU-SPN, karekteristik mata pelajaran
bidang studi, karakteristik lembaga, dan kebutuhan masyarakat. Tujuan yang
terbawah dari hirarki tuju" kurikulum Indonesia adalah tujuan pengajaran.,
yakni suatu tujuan yang, menjabarkan tujuan kurikuler dan bersumber pada karakteristik
mata pelajaran/bidang studi dan karakteristik siswa. Tujuan pengajuan terbagi
menjadi dua macam, yakni Tujuan Umum Pengajoran (TUP) dan Tujuan Kbusus
Pengajaran (TKP). Apabila dikaji lebih lanjut akan kita temukan bahwa dalam
perumusannya, tujuan tersusun hirarki vertikal dari yang tertinggi ke yang
terendah dan sebaliknya, untuk pencapaiannya secara hirarki vertikal daii
tujuan yang terendah ke tujuan yang lebib tinggi. Untuk memperjelas uraian,
berikut mempakan hirarki nujuan kurikulum Indonesia.
Hirarki
tujun kurikulum secara vertikal di Indonesia seperti terurai sebelumnya,
tersurat seperti terurai sebelumnya,
Jenjang Tujuan
|
Dokumen
|
Penanggung
Jawab
|
Tujuan
Pendidikan
|
UU SPN &
GBHN
|
Menteri Dikbud
|
Tujuan
Kelembagaan
|
Kurikulum Tiap
Lembaga
|
Kepala Sekolah
|
Tujuan
Kurikuler
|
GBBP
|
Guru Mata
Pelajaran / Bidang Studi / Kelas
|
Tujuan
Pengajaran
|
GBPP &
Rancangan Pembelajaran
|
Guru Mata
Pelajaran
|
tersurat
sampai dengan Kurikulum Yang Disempumakan (KYD) SD/SLTP/SLTA tahun 1984/1985
atau 1985/1986. Hierarki tujuan kurikulum secara vertikal tersebut dapat saja
berkembang atau dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan atau perkembangan
zaman.
Pengembangan
hierarki kurikulum secara. vertikal di Indonesia tertampak dalam draft
kurikulum tahun 1994/1995. Hirarki tujuan kurikulum vertikal yang tersurat
dalam draft kurikulum 1994/1995 tersebut diawali dari tujuan pendidikan
nasional, kemudian tujuan kelembagaan, tujuan kurikuler, tujuan bidang studi,
tujuan kelas dan tujuan catur wulan serta Tujuan pengajaran. Secara garis besar
hierarki tujuan kurikulum dalam draft kurikulum 1994/1995 tersebut, ditujukan
untuk lebili tajam diharapkan dapat memudahkan guru menjabarkan.
b.
Materi pengalaman belajar. Hal yang
mempakan fungsi khusus dari kurikulum pendidikan fonnal adalah memilih dan
menyusun isi (komponen kedua dari kurikulum) supaya keinginan tujuan kurikulum
dapat dicapai dengan dan paling efektif dan supaya pengetahuan paling penting
yang diinginkan pada jalumya dapat disajikan secara efektif (Zais, 1976: 322).
Selain itu untuk mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan diperlukan
bahan ajaran (Nana Sy. Sukmadinata, 1988 : 114). Namun demikian sebenarnya
tidak cukup hanya isil bahan ajaran saja
yang dipikirkan dalam kegiatan kurikulum, lebih dari itu adalah pengalaman
belajar yang mampu mendukung pencapaian tujuan secara lebili efektif. Hal ini
berarti kita memandang kurikulum sebagai suatu rencana untuk belajar, dan
tujuan menentukan belajar apa yang penting, maka kurikulum secara pasti
mencakup seleksi, dan organisasilmateri dan pengalaman belajar (Taba, 1962 :
266). Isi atau materi kurikulum adalah semua pengetalman, keterampilan,
nilai-nilai, dan sikap yang terorganisasi dalam mata pelajaran/bidang studi.
Sedangkan pengalaman belajar dapat diartikan sebagai kegiatan belajar tentang
atau Belajar bagaimana disiplin berpikir dan strata disiplin thou. Dengan
demikian jelaslah bahwa baik materi/isi kurikulum dan pengalaman belajar barus
dipikirkan dan dikaji serta diorganisasikan dalam pengembangan kurikulum. Pentingnya
materi/isi kurikulum dan pengalaman belajar dapat kita lihat pada pernyataan
Taba (1962 : 263) berikut ini : Selecting the content, with accompanying
leaming experiences, in one of the two central derision in currkulum making,
and there fore rational method of going about it is a matter of great concert "
c.
Organisasi. Perbedaan antara behijar
di sekolah dan belajar dalam kehidupan adalah dalam hal pengorganisasian secara
formal di sekolah. Jika kurikulum merupakan suatu rencana untuk belajar maka
isi dan pengalaman belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian rupa
sehingga berguna bagi tujuan-tujuan pendidikan (Taba, 1962 : 290). Berdasarkan
pendapat Taba tersebut, jelas babwa materi dan pengalaman Belajar dalam
kurikulum diorganisasikan untuk mengefektifkan pencapaian tujuan. Namam
demikian, perlu kita sadari bahwa pengorganisasian kurikulum merupakan kegiatan
yang sulit dan kompleks. Sukar dan kompleknya pengorganisasian kurikulum
dikareakan kegiatan tersebut bertalian dengan aplikasi serta pengetahuan yang
ada tentang pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, dan masalah proses
pembelajaran (Sumantri, 1988 : 23).Masalah-masalah utama organisasi kurikulum
berkisar pada ruang lingkup (scope), sekuensi kontinuitas, dan integrasi.
Evaluasi. Evaluasi merupakan
komponen ke empat kurikulum, mungkin merupakan aspek kegiatan pendidikan yang
dipandang paling kecil (Zais, 1976 : 369). Evaluasi ditujukan untuk melakukan
evaluasi terhadap belajar sisiwa (basil dan proses) mampun keefektifan
kurikulum dan pembelajaran, Lebih lanjut Zais (1976 : 378) mengemukakan
evaluasi kurikulum secara luas merupakan suatu usaha sangat besar yang kompleks
yang mencoba menantang untuk mengkondifikasi proses salah satu dari istilah
sekuensi atau komponen-komponen. Evaluasi kurikulum secara luas tidak hanya
menilai dokumen tertulis, tempat yang lebih penting adalah kurikulum yang
diterapkan sebagai bahan-bahan fungsional dari kejadian-kejadian yang meliputi
interaksi siswa, guru, material, dan lingkungan. Adapun peran evaluasi dalam
kurikulum secara keseluruhan baik evaluasi belajar sisiwa maupun keefektifan
kurikulum dan pembelajaran, dapat digunakan sebagai dasan pengembangan
kurikulum. Dari uraian tentang evaluasi jelaslah bahwa evaluasi bukanlah
komponen atau kegiatan pendidikan yang kecil. Sebagai konponen kurikulum,
evaluasi merupakan bagian integral dari kurikulum. Kegiatan evaluasi akan
memberikan informasi dan data tentang perkembangan belajar siswa maupun
keefektifan kurikulum dan pembelajaran, hingga dapat dilihat keputusan-keputusan
pembelajaran dan pendidikan secara tepat.
BAB IV
MOTIVASI BELAJAR
4.1. Pengertian
dan Pentingnya Motivasi
Motivasi
berasal dari kata Inggris motivation yang berarti dorongan, pengalasan dan
motivasi. Kata kerjanya adalah to motivate yang berarti mendorong, menyebabkan
dan merangsang. Motivate sendiri berarti alasan, sebab dan daya penggerak
(Echols, 1984). Motif adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong
individu tersebut amok melakukan aktifitas-aktifitas tertentu guna mencapai tujuan
yang diinginkan (Suryabrata, 1994). Secara serupa Winkels (1987) mengemukakan
bahwa motif adalah penggerak dalam diri seseorang mau melakukan
aktifitas-aktifitas tertentu dalam mencapai suatu tujun tertentu pula.
Dalam
kegiatan belajar mengajar, dikenal adanya motivasi belajar, yaitu motivasi yang
diterapkan dalam kegiatan belajar. Motivasi belajar adalah keseluruhan dari
penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin
kelangsungan belajar itu demi mencapai suatu tujuan (Winskel, 1987).
Motivasi
belajar memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat dan rasa
senang dalam belajar sehingga yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi
linggi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar. Siswa yang mempunyai
motiasi belajar tinggi sangat sedikit yang tertinggal belajarnya dan sangat
sedikit putus kesalahan dalam belajarnya (Palardi, 1975).
Ada
beberapa ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Ini dapat
dikenali dalam proses belajar mengajar di kelas, sebagaimana dikemukakan Brown
(1981) sebagai berikut: tertarik kepada guru, artinya tidak membenci atau
bersikap acuh tak acuh ; tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan ;
mempunyai antusias yang tinggi serta mengendalikan perhatiannya
terutama kepada
guru, ingin selalu bergabung dalam kelompok kelas; ingin identitas dirinya
diakui oleh orang lain; tindakan, kebiasaan, dan moralnya selalu dalam kontrol
diri; selalu mengingat pelajaran dan mempelajarinya kembali; dan selalu
terkontrol oleh lingkungannya.
Sardiman
(1986) mengemukakan bahwa ciri-ciri motivasi yang ada pada diri seseorang
adalah: tekun dalam menghadapi tugas atau dapat bekerja secara. terus menerus
dalam waktu lama; ulet dalam menghadapi kesulitan dan tidak mudah putus asa,
tidak cepat puas atas prestasi yang diperoleh; menunjukkan minat yang besar
terhadap bermacam-macam masalah belajar; lebih suka bekerja sendiri dan tidak
bergantung kepada orang lain; tidak cepat bosan dengan tugas-tugas rutin; dapat
mempertahankan pendapatnya; tidak mudah melepaskan apa yang diyakini; senang
mencari dan memecahkan masalah.
Suatu
hal yang penting adalah bahwa motivasi pada setiap tingkat yang diatas hanya
dapat dibangkitkan apabila telah diperngaruhii tingkat motivasi di bawahnya.
Bila kita ingin anak belajar dengan baik (tingkat 5), maka haruslah terpengaruh
tingkat 1-4. Anak yang lapar, merasa tidak aman, yang tidak dikasihi, yang
tidak diterima sebagai anggota masyarakat kelas, yang guncang harga dirinya,
tidak akan dapat belajar dengan baik.
Motivasi
kelakuan manusia merupakan topik yang sangat luas. Banyak macam motivasi dan
para ahli meneliti tentang bagaimana asal dan perkembangannya dan menjadi suatu
"daya" dalam mengarahkan kelainan seseorang. Motivasi diakui sebagai
hal yang sangat penting bagi pelajaran di sekolah.
Ada sejumlah tokoh yang meneliti soal motivasi belajar
ini. Hewitt (1968) mengemukakan bahwa "attentional set” merupakan dasar
bagi perkembangan motivasi yakni yang bersifat sosial. artinya anak itu suka
bekerja sama dengan anak-anak lain dan dengan guru, ia mengharapkan penghargaan
dari teman-temannya dan mencegah celaan mereka, dan ingin mendapatkan harga
dirinya di kalangan kawan sekelasnya. Selanjutnya anak itu memperoleh motivasi
anak menguasai pelajaran (matery), termasuk penguasaan kemampuan intelektual.
Dengan reinforcement yakni penghargaan atas keberhasilannya motivasi itu dapat
dipupuk. Taraf motivasi tertinggi menurut hewitt ialah motivasi untak
"achievemenf' atau keberhasilan yang merupakan syarat agar anak im
didorong oleh kemauannya sendiri dan merasa kepuasan dalam mengatasi
tugas-tugas yang kian bertambah sulit dan berat. Bila taraf ini tercapai, maka
anak itu sanggup untuk belajar sendiri.
Juga
peneliti lain mengemukakan pentingnya reinforcement berupa pujian, penghargaan
yang diberikan bila hasil belajar anak mendekati bentuk kelakuan yang di
inginkan, dan tidak perlu di tunggu sampai hasil belajarnya benar sepenuhnya.
Siswa perlu diberitahukan tentang hasil pekerjaanya sehingga ia dapat menilai
keberhasilannya dan kegagalannya. Akhirnya anak itu harus meningkat dalam
bentuk penghargaan dari yang konkrit kepada rasa putas atas keberhasilannya
menurut standar yang ditentukannya sendiri.
Pentingnya motivasi
Secara
konseptual motivasi berkaitan erat dengan prestasi atau perolehan belajar.
Pembelajaran yang tinggi motivasi, umumnya tinggi pula perolehan belajarnya.
Sebaliknya, pembelajaran yang rendah motivasinya, rendah pula perolehan
belajarnya. Demikin juga pembelajuan yang sedang-sedang saja motivasinya,
umumnya perolehan belajannya juga sedang-sedang saja.
Banyak
riset yang membuktikan bahwa tingginya motivasi dalam belajar berhubungan
dengan tingginya prestasi belajar. Bahkan pada saat ini, kaitan antara motivasi
dengan perolehan dan atau prestasi ini tidak hanya dalam belajar. Dalam
kerjapun, motivasi mi juga sangat prating. Salah satu hasil peneliti juga
menunjukkan bahwa siswa yang mempunyai motivasi-berprestasi umumnya juga
mempunysu prestasi yang lebih tinggi. Pegawai atau karyawan yang mempunyaj
motivasi berprestasi tinggi juga menunjukkan performansi profesional yang
diharapkan atau di atas rata-rata teman atau sejawatnya.
Bahkan
dewasa ini, ada juga yangg mengembangkan motivasi berprestasi atau motivasi
belajar ini menjadi motif berkompetensi yang dimaksud dengan berkompetensi
adalah dorongan-dorongan untuk menguasai kompetensi keahliannya. Terbukti
dengan jelas, bahwa mereka yang mempunyai motivasi kompetensi yang tinggi
cenderung lebih mengusai bidang-bidangnya dibandingkan dengan mereka yang
rendah motif kompetensinya.
Oleh
karena itu, motivasi belajar sangat urgen dalam peningkatan perolehan belajar.
Dalam khasanah kepustakaan kependidikan, motivasi sering-sering disebut secara
berulang-ulang sebagai variabel yang banyak menentuk perolehan belajar. Bahkan,
orang yang sukses disegala bidang, lebih banyak disebabkan oleh tingginya
motivasi yang mereka punyai.
Juga
untuk belajar diperlukan motivasi "motivation is dan essential
condition of learning". Hasil belajarpun banyak ditentuk oleh
motivasi. Makin tepat motivasi yang kita berikut, makin berhasil pelajaran itu.
Motivasi menentukan intensitas usaha anak belajar.
Motivasi
melepaskan energi atau tenaga yang ada pada seseorang.
Setiap
motivasi bertalian erat dengan suatu tujuan. Tensing dan Hillary mungkin ingin
membuktikan kesanggupan manusia. untuk menaklukan puncak tertinggi itu. Tukang
becak menahankan panas dan hujan untuk meneari nafkah bagi anak istrinya
Motivasi
mempunyai tiga fungsi:
(a)
Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagal
penggerak atau motor yang melepaskan energi.
(b)
Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang
hendak dicapai.
(c) Menyeleksi
perbuatan. yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dijalankan yang
serasi guna mencapai Tujuan itu, dengan menyampingkan perbuatan-perbuatan yang
tak bermanfaat bagi tujuan ini. Seorang yang betul-betul bertekad menang dalam
pertandingan, tak akan menghabiskan waktunya bermain karena, sebab tidak serasi
dengan tujuan.
Dalam
bahasa schari-hari motivasi dinyatakan dengan; hasrat, keinginan, maksud, tekad,
kenuman, dorongan, kebutahan, kehendak, cita-cita, keharusan, kesedihan dan
sebagainya.
4.2. Sifat
Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik
Motivasi
dapat di bedakan atas motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Yang dimaksud
dengan motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam individu.
Ausabel
(1968) berpendapat babwa modyasi yang dikaitkan dengan motivasi sosial tidak
begitu penting dibandingkan dengan motivasi yang bertalian dengan penguasaan
tugas dan keberhasilan. Motivasi serupa ini bersifat intrinsik dan
keberhasilannya akan memberi rasa kepuasan. Selain ini keberhasilan itu
mempertinggi harga dirinya dan rasa kemampuannya.
Dalam
hal pertama ia didorong oleh motivasi intrinsik yakni ia ingin mencapai tujuan
yang terkandung didalam perbuatan belajar itu. Dalam belajar telah terkandung
tujuan menambah pengetahuan "intrinsk motivations are inherent in the
learning situasions and meet pupil needs and purposes". Demikian pula
bila semang main badminton untuk menikmatinya, didorong oleh motivasi
intrinsik, yakni 'for the pleasure of the activity".
Motivasi
belajar secara intrinsik sebenamya memang telah ada. Ini sesuai dengan teori,
yang memandang bahwa segala tindakan manusia, termasuk belajar, adalah karena
terdapatnya tanggungjawab internal pada diri manusia itu. Manusia, dalam sudut
pandang teori ini, memang termsuk makhluk yang baik: tinggi tanggungjawabnya,
suka bekerja termasuk belajar, tinggi militansi kerja atau belajarnya, selaia
ingin berprestasi. Berarti, dalam diri manusia sebenarnya terdapat
dorongan-dorongan yang kuat untuk belajar.
Sungguhpun
demikian, rekayasa lingkungan perlu diberikan agar seseorang tetap belajar.
Rekayasa lingkungan antara lain dapat berupa motivasi ekstrinsik. Mengapa
motivasi ekstrinsik perlu diberikan, tak lain karena seseorang tidak senantiasa
bemda dalam keadaan menetap. Bisa terjadi, seseorang yang mempunyai motivasi
belajar intrinsik yang demikian tinggi tiba-tiba melemah. Supaya melemahnya
motivasi intrinsik ini tidak sampai berada pada tingkatan yang sangat rendah,
perlu dikontrol dengan menggunakan motivasi ekstrinsik.
Pada
orang yang tingleat motivasi intrinsiknya rendah, justru motivasi ekstrinsik
ini sangat diperlukan. Motivasi ekstrinsik yang diberikan secara tepat, justru
secara berlahan dapat mencangkokkan motivasi intrinsik mtuk belajar manakala
belajar yang direkayasa dengan motivasi ekstrinsik tersebut telah menjadi
kebiasaan bagi pembelajar. Bahkan kalau sudah sampai di tahap mempribadi,
seseorang akan tinggi motivasi belajarnya secara intrinsik.
Adakah
suatu kenyataan, bahwa anak manusia itu tidak sama, termasuk motivasinya.
Ketidaksamaan dalam motivasi intrinsik yang dipunyai ini, dapat dikurangi
dengan memberikan motivasi eksuinsik.
Bila
seorang belajar untuk mencari penghargaan berupa angka, hadiah, diploma, dan
sebagainya. Ini didorong oleh motivasi ekstrinsik, oleh sebab tujuan-tujuan itu
terletak di luar perbuatan itu, yakni tidak terkandung didalam perbuatan itu
sendiri. "The goal is artifkially introduced". Tujuan itu
bukan sesuatu yang wajar dalam kegiatan. Anak-anak didorong oleh motivasi
intrinsik, bila mereka belajar agar lebib sanggup mengatasi kesulitan kesulitan
hidup, agar memperoleh pengertian, pengetahum, sikap yang baik, penguasaan
kecakapan. Hasil-hasil itu sendiri telah merupakan hadiah.
"The
reward of a thing well done is to have done it"(Emerson). Ganjarant
bagi sesuatu yang dilakukan dengan baik ialah telah melakukannya. Jadi motivasi
ekstrinsik disini tidak perlu.
Akan
tetapi di sekolah sering digunakan motivasi ekstrinsik seperti angka-angka,
pujian, ijazah, kenaikan tingkat, celaan, hukuman, dan sebagainya. Motivasi
eksifinsik dipakai oleh sebab pelajaran-pelajaran sering tidak dengan
sendirinya menarik dan guru sering kurang mampu untuk membangkitkan minat anak.
Membangkitkan
motivasi tidak mudah. Untuk itu guru perlu mengenal murid, dan mempunyai
kesanggupan Kreatif untuk menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan dan minat
anak.
4.3. Motivasi dalam Belajar dan Unsur-Unsur yang
mempengamhi motivasi belajar
Motivasi
sangat krusial dalam belajar dan pembelajaran. pada hal, motivasi belajar
tersebut juga dipengaruhi oleh banyak unsur antara lain: cita-cita aspirasi
penubelajar, kemampuan pembelajar, kondisi pembelajar, kondisi lingkungan
belajar, unsur-unsur dinamis belajar. Pembelajaran dan upaya-upaya guru dalam
membelajarkan pembelajar. Oleh karena itu, unsur-unsur yang mempengaruhi
tersebut, perlu diketahui dan diperhatikan oleh guru yang membelajarkan
pembelajar. Agar dapat mendukung lebih optimal terhadap motivasi belajar. Jika
unsur-unsur yang mempenguuhi tersebut tidak diketahui dan tidak diperhatikan,
bisa menjadi penyebab rendahnya motivasi belajar para pembelajar.
Sebagai
konsekuensi atas perhatian guru terhadap unsurunsur yang mempengaruhi motivasi
belajar dan unsur-unsur yang mempengamhi tersebut, guru hendaknya senantiasa
berupaya meningkatkan motivasi belajar. Upaya meningkatkan motivasi belajar
tersebut dilakukan dengan cara mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip
belajar, mengoptimalkan unsur-unsur belajr / pembalajaran, mengoptimalkan
pemanfaatan pengalaman kemampuan yang di miliki oleh pembelajar dan
mengembangkan cita-cita dan aspirasi pembelajar.
Ausubel
mengatakan
adanya hubungan antara motivasi dan belajar. Motivasi bukan mempakan syarat
mutlak untuk belajar tak perlu lebih dahulu ditunggu adanya motivasi sebelum
kita mengajarkan sesuatu. Bahkan kita dapat mengabaikan motivasi dan memusatkan
perhatian kepada pengajaran itu sendiri. Bila belajar itu berhasil, maka akan
timbul motivasi itu dengn sendirinya dan keinginan untuk lebih banyak belajar.
Sukses dalam belajar akan membangkitkan motivasi untuk belaiar.
Menurut
Skinner(1968) masalah motivasi bukan soal memberikan motivasi, akan tetapi
mengatur kondisi belai sehingga memberikan reinforcement.
Motivasi
yang dianggap lebih tinggi tarafnya daripada penguasaan tugas ialah "achievement
motivation" yakni motivasi untuk mencapai atau menghasilkan sesuatu.
Motivasi ini lebib mantap dan memberikan dorongan kepada sejumlah besar
kegiatan, termasuk yang berkaitan dengan pelajari, di sekolah. McClelland
(1965) yang menyelidiki berbagai hal yang dapat mempertinggi motivasi ini,
misalnya dengan merumuskan tujum dengan jelas, mengetahui kemajuan yang
dicapai, merasa turut benanggungjawab, dan lingkungan sosial yang menyokong.
Peneliti
lain, White (1959) mengemukakan konsep kompetensi. Motivasi kompetensi
mempunyai dasar biologis, jadi juga terdapat pada binatang, antara lain
motivasi menyalidiki aktivitas manipulasi. Ada pula peneliti yang mencari
motiyasj positif yang dinyatakan dengan istilah "mastery”, "egoinvolvement"
(keterlibatan diri), dan lain-lain. White berpendapat bahwa kegiatan anak tak
dapat dijelaskan dengan dorongan untuk memuaskan kebutuhan makan, minum, dan
sebagainya. Akan tetapi karena kegiatan untuk berinteraksi secara efektif
dengan lingkungannya yang memberikan rasa mampu. Setiap orang ingin menguasai
lingkungannya.
Walaupun
teori-teori motivasi berbeda-beda, nanum dalam praktek pendidikan penerapannya
bersamaan. Pelajar harus diberikan ganjaran (reward) berupa pujian, angka ang
baik, rasa keberhasilan atas hasil belajarnya, sehingga ia lebih tertarik oleh
pelajaran. Keberhasilan dalam interaksi dengan lingkungan belajar, penguasaan
tujuan program pendidikan memberikan rasa kepuasan dan karena ini merupakan
sumber motivasi yang terus menerus bagi pelajar, sehingga ia sanggup belajar
sendiri sepanjang bidupnya, yang dapat dianggap sebagai salah samtu hasil
pendidikan yang paling penting.
Unsur-Unsur Yang Mempengaruhi Motivasi
Ada
beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi belajar. Unsur-unsur tersebut adalah
:
1.
Cita-cita / aspirasi pembelajar
2.
Kemampuan pembelajar
3.
Kondisi pembelajar
4.
Kondisi lingkungan belajar
5.
Unur-unsur dinamis belajar Ipembelajaran
6.
Upaya guru dalam membelajarkan pembelajar
Unsur-unsur
tersebut dijelaskan sebagaimana pada uraian berikut :
a.
Cita-cita / aspirasi pembelajaran
Setiap
manusia senantiasa mempunyai cita-cita atau aspirasi tertentu didalam hidupnya
temasuk pembelajar. Cita-cita atau aspirasi ini senantiasa ia kejar dan ia
perjuangkan. Bahkan tidak juang, meskipun rintagan yang ditemui sangat banyak
dalam mengejar cita-cita dan aspirasi tersebut seseorang tetap berusaha
semaksimal mungkin karena hal tersebut berkaitan dengan cita-cita dan
aspirasinya. Oleh karena itu, cita-cita dan aspirasi sangat mempengaruhi
terhadap motivasi belajar seseorang.
Seseorang
yang bercita-cita menjadi dokter, pada saat masih sedang belajar dijenjang
pendidikan dasar, tentu menggemari terhadap mata pelajaran-mata pelajaran dan
bacaan-bacaan yang berkaitan erat dengan ilmu kesehatan. Meskipun mata
pelajaran tersebut masih terintegrasi dengan mata pelajaran IPA, ia akan lebih
bergairah dengan mata pelajaran tersebut. Oleh karena itu. ia akan lebih
temotivasi mempelajari mata pelajaran tersebut dibandingkan dengan mata
pelajaran yang lainnya.
Sebaliknya
seseorang yang kebetulan berstatus mahasisma dan dahulunya bercita-cita menjadi
ahli hukum tetapi ia dipaksa oleh orang tuanya mengambil jurusan teknik
elektro. Dapat dipastikan kesungguhan belajarnya akan berkurang karena apa yang
ia pelajari tidak sesuai dengan cita-cita dan aspirasinya. Ketidaksungguhan
dalam belajar demikian ini tentu lantaran jurusan yang dipaksakan oleh orang
tuanya tidak cocok dengan cita-cita dan aspirasinya. Ia kendor motivasinya,
bisa jadi, pada saat-saat masih disekolah menengah ia tinggi motivasi
belajarnya sebaliknya pada saat sudah menjadi mahasiswa motivasi yang tinggi
tersebut berubah menjadi rendah. Itulah sebabnya, maka cita-cita dan aspirasi
pembelajaran ini perlu diperhitungkan dalam rangka meningkatkan motivasi
belajar seseorang, karena cita-cita atau aspirasi ini mempengaruhi motivasi
belaiar.
Jika
kaitan antara cita-cita atau aspirasi pembelajar dengan motivasi dan perolehan
belajar ini diskemakan seperti tampak dibawah ini:
b.
Kemampuan PeMbelajar
Kemampuan
manusia satu dengan yang lain tidaklah sama. Menuntut seseorang sebagaimana
orang lain dari bingkai penglihatan demikian tentulah tidak diberikan. Sebab,
orang yang mempunyai kemampuan rendah akan sangat susah menyerupai orang yang
mempunyai kemampuan tinggi; dan sebaliknya orang yang berkemampun tinggi, akan
menjadi malas jika dituntut sebagaimana mereka yang berkemampuan rendah.
Oleh
karena itu, kemampuan pembelajar ini haruslah diperhatikan dalam proses belajar
pembelajaran. Kemampuan pembelajar erat hubungannya dan bahkan mempengaruhi
motivasi belajar pembelajar. Bisa terjadi, seseorang menjadi rendah motivasi
belajarnya terhadap bidang tertentu oleh karena yang bersangkutan rendah
kemampuannya dibidang tersebut.
Jika
kaitan antara kemampunn pembelajar dengan motivasi dan perolehan belajar ini
diskemakan sebagai berikut:
c.
Kondisi pembelajar
Kondisi
pembelajar dapsat dibedakan atas kondisi fisiknya dan kondisi psikologisnya.
Dua macam kondisi ini, fisik dan psikologis, umumnya saling mempengamhi satu
sama lain. Jiwa yang sehat terdapat pada tubuh yang sehat. Dalam realitasnya
juga berlaku kebalikannya. Bila seseorang kondisi psikologisnya tidak sehat,
bisa berpengaruh juga terhadap ketahanan dan kesehatan fisiknya.
Sangatlah
jelas dan sering dirasakan oleh siapapun jika kondisi fisik dalam keadaan
lelah, umumnya motivasi belajar seseorang akan menurun. Sebaliknya jika kondisi
fisik berada dalam keadaan bugar dan segar, motivasi belajar bisa meningkat.
Berarti, kondisi fisik seseorang mempengaruhi motivasi belajarnya. Orang yang
sudah sangat lelah tidak baik kalau belajar. Demikian juga kalau sedang sakit,
tidak bails untuk dipaksa belajar.
Dalam
kondisi psikologis terganggu, sebutlah misalnya stress, juga tidak bisa mengkonsentrasikan
diri terhadap hal-hal yang dipelajari. Kmena tidak bisa konsentrasi, mka gairah
belajarnya menurun. Keadaan demikian ini, bisa menjadikan seseorang belajar
merasa terpaksa dan tidak banyak bemotivasi.
Jelaslah
bahwa kondisi pembelajar, baik yang bersifat fisik maupun psikis, sama-sama
berpengaruh terhadap motivasi belajarnya. Ada kalanya seseorang yang pada
masa-masa sebelumnya bemotivasi belajar tinggi, tiba-tiba menjadi rendah hanya
karena kondisi fisik dan psikologisnya terganggu atau sakit. Tidak jarang,
seseorang yang motivasi belajarnya biasa-biasa saja, tiba-tiba berubah karena
kondisi fisik dan psikologisnya dalam keadaan prima.
Jika
diskemakan, kondisi pembelajar dalam kaitannya dengan motivasi dan perolehan
belajar adalah sebagai berikut:
d.
Kondisi lingkungan belajar
Sudah
umum diketahui bahwa yang menentukan motivasi belajar seseorang, selain faktor
individu juga faktor lingkungan. lebih-lebih lingkungan belajar. Sebab,
individu secara sadar ataukah tidak, senantiasa tersosialisasi oleb
lingkungannya. Lingkungan belajar ini meliputi : lingkungan fisik dan
lingkungan sosial.
Yang
dimaksud dengan lingkurigan fisik adalah tempat dimana pembelajar tersebut
belajar. Apakah tempat belajarnya nyaman ataukah tidak, apakah tempatnya segar atau
pengap. Hal-hal demikian ini berpengaruh terhadap motivasi belajar. Demikian
juga yang amburadul, tidak memberikan gairah bagi belajar seseorang. Sebaiknya
tempat yang teratur, yang tertata rapi, mendorong seseorang bergairah belajar.
Tempat belajar yang berisik oleh suara bisa menganggu belajar, yang tenang,
bisa menimbulkan gairah belajar. Jadi lingkungan fisik berpengaruh terhadap
motivasi belajar.
Lingkungan
sosial adalah suatu lingkungan seseorang dalm kaitannya dengan orang lain.
Contohnya berupa lingkungan sepermainan, lingkungan sebaya, kelompok belajar.
Sungphpun faktor pribadi pribadi seseorang lebih menentukan terhadap diri
sendiri tetapi harus diakui bahwa lingkungan sosial juga menentukan motivasi
belajar seseorang. Contohnya jika dalam lingkungan sosial seseorang tidak
terbiasa dengan aktivitas belajar maka bukan budaya belajar itu yang
dikembangkan oleh seseorang.
Dalam
lingkungan yang kompetitif untuk belajar, seseorang yang berada dilingkungan
tersebut akan terbawa serta untuk belajar seperti orang lain. Baik secara sadar
atau tidak. Kaitan antara kondisi lingkungan belajar dengan motivasi dan
perolehan belajar adalah sebagai berikut :
e.
Unsur-Unsur Dinamis belajar pembelajar
Unsur
dinmis belajar pembelajar meliputi hal-hal sebagai berikut :
a.
Motivasi
dan upaya memotivasi siswa untuk belaiar
b.
Bahan belajar dan upaya penyediannya
c.
Alat bantu belajar dan upaya penyediaannya
d.
Suasana belajar dan upaya pengembangannya
e.
Kondisi subjek belajar dan upaya penyiapan dan
peneguhannya
Oleh
karena itu, unsur- unsur dinamis dennkian ini patut diperhatikan agar motivasi
belajar pembelajar menjadi tinggi. tingginya motivasi belajar berimplikasi bagi
maksimainya perolehan belajar pembelajar.
Unsur
dinamis belajar dan pembalajar Motivasi belajar pembelajar Perolehan belajar
pembelajar jika kaitan antara unsur-unsur dinamis dalam belajar dengan motivasi
dan perolehan belajar adalah sebagai berikut :
f.
Upaya Guru dalam Membelajarkan pembelajar
Upaya
guru dalam membelajarkan pembelajar juga berpengaruh terhadap motivasi belajar.
Guru yang tinggi gairahnya dalam membelajarkan pembelajar, menjadikan
pembelajar juga bergairah belajar, guru yang sungguh-sunggub dalam membelajukan
pembelajar, menjadikan tingginya motivasi belajar pembelajar. Pada guru yang
demikian umumnya mempersiapkan diri dengan matang dan senantiasa memberikan
yang terbaru dan terbaik kepada pembelajar. Oleh karena yang di berikan
tersebut menarik. Terbaik dan mungkin terbaru. Maka tingkat aktualitasnya sangat tinggi dimata pembelajar. Sebagai
akibatnya, hal-hal yang disajikan oleh guru menjadi menarik dimata pembelajar.
Menariknya hal-hal yang diberikan ini hisa menjadikan tingginya motivasi
pembelajar.
Sebaliknya
pada guru yang tidak bergairah dalar membelajarkan pembelajar, umumnya
mengulang saja pelajaran yang di berikan dari tahun ketahun. Proses belajar
pembelajar terasa kering dan kehilangan nuansa. Akibat dari proses belajar
pembelajaran demikian ini, pembelajar tidak bergairah dan babkan mungkin
kehilangan motivasi. Hal demikian bisa lebib parah lagi. manakala guru yang
membelajarkan tersebut sudah puas dengan keadaan yang demikian ini.
Oleh
karena itu, upaya guru untuk membelajarkan pembelajar sangat krusial dalam
meningkatkan motivasi pembelajar. Jika di skemakan antara upaya guru untuk
membelajarkan pembelajar dengan motivasi dan perolehan belajar pembelajar
adalah sebagai berikut :
Upaya Meningkatkan motivasi belajar
Upaya
belajar senantiasa bergelombang. Adakalanya bergerak naik dan adakalanya
bergerak turun. Tidak jarang motivasi belajar hanya mendatar saja. Oleh karena
demikian " watak" motivasi tersebut, maka diperlukan upaya untuk
meningkatkannya. Dengan demikian, motivasi belajar yang di punyai oleh
pembelajar bisa cenderung naik dan atau minimal Menetap.
Ada
beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh guru guna meningkatkan motivasi
pembelajar, yaitu :
1.
Mengoptimalkan
penerapan prinsip-prinsip belajar
2.
Mengoptimalkan unsur-unsur dinamis belajar /
pembelajaran
3.
Mengoptimalkan pemanfaatan pengalaman / kemampuan yang
telah dimiliki dalam belajar
4.
Mengembangkan cita-cita / aspirasi dalam belajar
Secara
berturut-turut, ketiga cara tersebut di kemukakan sebagai berikut :
1. Mengoptimalkan penerapan
prinsip-prinsip belajar
Ada
beberapa prinsip yang harus dipedomani dalam belajar. Prinsip tersebut adalah :
a.
Prinsip perhatian dan motivasi belajar
b.
Prinsip keaktifan belajar
c.
Prinsip keterlibatan langsung pembelajar
d.
Prinsip pengulangan belajar
e.
Prinsip sifat perangsang dan menantang dari materi
yang dipelajari
f.
Prinsip pemberian balikan dan penguruan dalam belajar
g.
Prinsip perbedaan individual antar belajar
Ketujuh
prinsip ini diterapkan secara optimal agar pembelajar mempunyai motivasi yang
tinggi dalam belajar.
Ada
dua cara dalam mengoptimalkan penerapan prinsip belajar tersebut. Pertama,
menyusun strategi-strategi sehingga prinsip-prinsip tersebut dapat terterapkan
secara optimal. Strategi disini, dari pandangan-pandangan dan temuan-temuan
teoritik dan dapat pula digali dari kiat guru sendiri. Temuan-temuan ahli
psikologi pendidikan dan temuan-temuan ahli pengajaran part[ digali hingga
dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip belajar.
Kedua,
menjauhkan konstrain-konstrain (kendala-kendala) yang ditemui dalam
mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip belajar. Kendala demikian ini patut
dijauhkan, agar tidak mengganggu bagi penerapan prinsip-prinsip belajar.
2.
Mengoptimalkan Unsur-Unsur Dinamis Belajar /
Pembelajaran
Mengingat
unsur-unsur belajar / pembelajaran dapat mempengaruhi motivasi, maka ia perlu
di optimalkan penerapannya. Pengoptimalan demikian mi perlu dilakukan agar
motivasi belajar siswa juga optimal.
Cara
mengoptimalkan unsur-unsur dinamis dalam belajar / pembelajaran dalah :
pertama, menyediakan secara kreatif berbagai unsur belajar pembelajaran
tersebut dalm setting belajar pembelajaran. Penyediaan secara kreatif ini perlu
dilakukan, katena umumnya ketika tidak ada guru dan menerima kondisi tersebut
apa adanya. Contohnya peralatan pengajaran yang tidak tersedia dapat disediakan
dengan merancang sendiri bersama-sama dengan pembelajar.
Kedua, memanfaatkan sumber-sumber diluar sekolah
sehingga keterbatasan yang dimiliki oleh sekolah dapat ditanggulangi. Hal
demikian dapat dilakukan dengan banyak mengadakan kerjasama dengan sejumlah
lembaga diluar sekolah bahkan diluar dunia pendidikan.
3.
Mengoptimalkan Pemanfaatan
Pengalaman / Kemampuan Yang Telah Dimiliki Dalam belajar
Setiap
pembelajar mempunyai kemampuan dan pengalamn-pengalaman tertentu yang berbeda
antara satu dengan yang lain. Kemampuan dan pengalaman yang berbeda demikian
ini hendaknya tidak justru menjadi konstrain dalam aktivitas belajarnya.
Kemampuan atau pengalaman masa Ialu ini bisa didapatkan oleh pembelajw melalui
aktivitas belajar, dan bisa juga didapatkan oleh pembelajar melalui aktivitas
lain atau aktivitas non belajar.
Pengalaman
dan kemampuan masa Ialu ini bisa menjadi konstrain untuk belajar berikutnya,
tetapi tidak jarang bisa mendukung aktivitas belajar. Pengalaman dan kemampuan
masa lain bisa menjadi konstrain belajar, manakala dipandang bertentangan dengan
pengalaman belajar berikutnya oleh pembelajar. Pengalaman dan kemampuan masa
Ialu bisa mendukung terhadap aktivitas belajar manakala sesuai dengan
pengalaman belajar berikutnya. Tidak itu saja pengalamana atau kemampuan masa
lalu malahan bisa menjadi prasyarat bagi pengalaman berikutnya. dan jika kasus
yang trakhir ini terjadi, maka pembelajar tidak dapat mempelajari mata
pelajaran berikutnya, tanpa yang bersangkutan telah mempunyai kemampuan dan
pengalaman yang diprasyaratkan. Dkk dan Cany (1981) menyebut pengalamn dan
kemampuan demikian dengan entry behavior.
Yang
harus diupayakan guru agar kemampuan atau pengalaman masa lalu justru mendukung
terhadap aktivitas belajar adalah :
a.
Biarkan pembelajar dapat menangkap apa yang dipelajari
sekarang ini dari perspektif kemmpuan dan pengalaman masa lalunya. Jangan
dipaksa menggunakan perspektif gurunya.
b.
Kaitkan aktivitas belajar pada masa sekarang ini
dengan kemampuan dan pengalaman yang sudah dipunyai oleh pembelajar.
c.
Gali dulu pengalaman dari kemampuan yang sudah
dimiliki oleh pembelajar melalui tes lisan atau tertulis sebelum menyampaikan
materi berikutnya.
d.
Beri kesempatan kepada pembelajar untuk membandingkan
apa yang sekarang dipelajari dengan kemampuan dan pengalaman yang telah
dimiliki.
4.
Mengembangkan Cita-Cita / Aspirasi Dalam Belajar
Cita-cita
adalah sesuatu yang dikejar oleh seseorang. Kegiatan-kegiatan seseorang,
utamanya kegiatan belajar. Lebih banyak teraksentuasi pada pengejaran dan atau
pencapaian cita-cita atau aspirasi tersebut. Maka dari itu cita-cita atau
sapirasi tersebut harus senantiasa dikembangkan dalam pembelajaran.
Penjurusan
yang ada disekolah-sekolah kita, tidak lain adalah demi penampungan aspirasi
dan cita-cita yang berbeda dari masing-masing pembelajar. Demikian juga dengan
adanya kurikulum muatan tokal, yang antara daerah yang satu dengan yang lain
berbeda, adalah dalam rangka menampung aspirasi dan cita-cita yang berbeda
antara, pembelajar didaerah satu dengan daerah lainnya. Persoalannya adalah,
apakah memang benar bahwa dalam pemilihan jurusan tersebut memang benar-benar
sesuai dengan cita-cita dan aspirasi pembelajar ? mengingat yang menjadi
pertimbangan dalam penjurusan tersebut tidak semata-mata cita-cita dan aspirasi
melainkan banyak hal lain seperti daya tampung masing-masing jurusan, tersedia
tidaknya prasarana dan sarana.
Aspirasi
/ cita-cita dapat dikembangkan dalam belajar pembelajaran, dengan beberapa
langkah sebagai berikut :
a.
Kenalilah aspirasi dan cita-cita pembelajar.
Pengenalan ini dapat dilakukan dengan melalm penyebaran daftar isian yang dapat
memuat sejumlah cita-cita atau aspirasi pembelajar. Dari sejumlah aspirasi atau
cita-cita tersebut, pembelajar masih diliarapkan anak merangking dari yang paling diminaati sampai
dengan yang paling tidak diminati. Pengenalan aspirasi ini dapat dilakukan
dengan mengadakan tes minat kepada pembelajar. Dengan tes minat, akan diketabui
jenis-jenis pekerjaan apa dimasa depan yang paling diminati dan menjadi
cita-cita pembelajar.
b.
Hasil pengenalan atas cita-cita aspirasi tersebut
dapat dikomunikasikan kepada siswa dan orangmanya. Orang tua ini patut juga
diberi tahu, agar tidak memaksakan kehendaknya kepada putra-putrinya, karena
mungkin pembelajar tersebut mempunyai cita-cita atau aspirasi yang berbeda
dengan orangtuanya.
c.
Sediakan program-program yang dapat mengembanglum
aspirasi dan cita cita tersebut. Setelah program-program tersebut disediakan,
barulah para pembelajar diberi kesempatan untuk mengambil program yang sesuai
dengan aspirasi dan cita-citanya. Persoalannya hanyalah, apakah mungkin hat
demikian dilakukan disekolah-sekolah kita mengingat kurikulum yang
tersentralkan dari pusat ?
Jenis
Motivasi Yang Didasarkan Motif Primer Dan Sekunder Motivasi dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu :
1.
Motivasi Primer
Motivasi
primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar. Motif-motif
dasar tersebut umumnya berasal dari segi biologis atau jasmani manusia. Manusia
adalah makluk berjasmani, sehingga perilakunya terpengaruh oleh tasting atau
kebutuhan jasmaninya.
Ahli
lain, Freud berpendapat bahwa insting memiliki empat ciri, yaitu tekanan,
sasaran, objek dan sumber.tekanan adalah kekuatan yang memotivasi individu amok
bertingkah laku. Semakin besar energi dalana insting, maka tekanan terhadap
individu semakin besar. Sasaran insting adalah kepuasan atau kesenangan.
Kepuasan tercapai, bila tekanan energi dalam insting berkurang. Sebagai
ilustrasi, keinginan makan berkurang bila individu masih kenyang. Objek insting
adalah hal-hal yang mermaskan insting. Hal-hal yang memutuskan insting tersebut
dapat berasal dari luar individu atau dari dalam individu. Adapun sumber
insting adalah keadaan kejasmaniah individu. Segenap insting manusia dapat di
bedakan menjadi dua jenis, yaitu insting kehidupan (life instinest ) dan
insting kematian (death instinest ). Insting kehidupan terdiri dari insting
yang bertujuan memelihara kelangsungan hidup. lnsting kehidupan tersebut berupa
makan. minum, istirahat dan memelihara keturunan. Insting kematian tertuju pada
penghancuran seperti, merusak, menganiaya, atau membunuh orang lain atau diri
sendiri. Menurut Freud energi bekerja memelihara keseimbangan fisik. Insting
bekerja seumur hidup. Yang mengalami perubahan adalah cara pemuasan atau objek
pemuasan.
2.
Motivasi Sekunder
Motivasi
sekunder adalah motivasi yang dipelajari. Hal ini berbeda dengan motivasi
primer. Sebagai ilusirasi, orang yang
lapar akan tertarik pada makanan tanpa berpikir. Untuk memperoleh
makanan tersebut orang harus bekerja terlebih dahulu. Agar dapat bekerja dengan
baik, orang harus belajar bekerja. Bekerja dengan haik merupakan motivasi
sekunder, bila orang bekerja dengan baik, maka ia memperoleh gaji berupa uang.
Uang tersebut berupa penguat motivasi sekunder, Uang merupakan penguat unnum.
Setelah in bekerja dengan baik maka ia dapat membeli makanan untuk
menghilangkan rasa lapar.
Menurut
beberapa ahli, manusia adalah makluk sosial. Perilakunya tidak hanya
terpengaruh oleh faktor biologis saja. Tetapi juga faktor-faktor sosial.
Perilaku manusia terpengaruh oleh tiga komponen penting seperti afektif,
koqnitif, dan konatif. Komponen
afektif adalah aspek emosional. komponen ini terdiri dari motif sosial, sikap
dan emosi. Komponen koqnitif adalah aspek intelektual yang terkait dengan
pengetahuan. Komponan konatif adalah terkait dengan kemauan dan kebiasaan
bertindak.
Perilaku
motivasi sekunder juga terpengaruh oleh adanya sikap. Sikap adalah suatu motif
yang dipelajari. Ciri-ciri sikap, yakni :
-
merupakan kecenderungan berpikir, merasa, kemudian
bertindak
-
memiliki daya dorong bertindak
-
relatif bersikap tetap
-
kecenderungan melakukan penilaian
-
dapat timbul dari dari pengalaman, dapat dipelajari
atau berubah.
Perilaku juga terpengaruh oleh emosi.
Emosi menunjukkan adanya sejenis kegoncangan seseorang. Kegoncangan tersebut
disertai proses jasmani, perilaku dan kesadaran. Emosi memiliki fungsi sebagai
pembangkit tenaga, pemberi informasi pada oranglain, pembawa pesan dalam
hubungan dengan orang lain, sumber informasi tentang diri seseorang.
Perilaku
juga terpengaruh oleh adanya pengetahuan yang dipercaya. Pengetahuan yang
dipercaya tersebut adakalanya berdasarkan akal, ataupun tak berdasar akal sehat
pengetahuan tersebut dapat mendorong terjadinya perilaku.
BAB V
PENDEKATAN CBSA
DALAM PEMBELAJARAN
5.1. KONSEP CBSA
DALAM PEMBELAJARAN
Cara
belajar siswa aktif merupakan suatu upaya dalam pembaruan pendidikan dan
pembelajaran. Kendatipun cara ini tergolong baru, namun sesungguhnya konsep ini
telah lama dikembangkan, hanya perwujudannya yang masih baru dalam sistem
pembelajaran di sekolah-sekolah kita. Karena itu, ada baiknya guru-guru
mengenal dan memahaminya lebih seksama agar mampu menerapkan secara efektif.
5.1.1. Pengertian Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA)
CBSA
adalah suatu pendekatan dalam
pembelajaran yang menitik beratkan pada keaktifan siswa, yang merupakan inti
dari kegiatan belajar. Pada hakekatnya, keaktifan belajar terjadi dan terdapat
pada semua perbuatan belajar, tetapi kadamya yang berbeda tergantung pada
kegiatannya, materi yang dipelajari dan tujuan yang hendak dicapai.
Dalam
CBSA, kegiatan belajar diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan, seperti:
mendengarkan, berdiskusi, membuat sesuatu, menulis laporan, memecahkan masalah,
memberikan prakarsa/gagasan, menyusun rencana, dan sebagainya- Keaktifan itu da
yang dapat diamati dan ada pula yang tidak dapat diamati secara langsung.
Setiap kegiatan tersebut menuntut keterlibatan intelektual-emosional siswa
dalam proses pembelajaran melalui asimilasi, dan akomodasi kognitif untuk
mengembangkan pengetahuan, tindakan, serta pengalaman langsung dalam rangka
membentuk keterampilan (motorik, kognitif dan sosial), penghayatan serta
internalisasi nilat-nilai dalam pembentukan sikap (Raka Joni, 1980, h. 2).
Sejak
dimunculkannya pendekatan CBSA dalam lingkungan pendidikan ditanah air, konsep
CBSA telah mengalami perkembangan yang cukup jauh. Pendekatan CBSA dinilai
sebagai suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara
fisik, mental, intelektual dan emosional guna memperole hasil belajar yang
bempa perpaduan antara matra kognitif, afekisi. dan psikomotorik, (A. Yasin,
1984,h.24).
Dalam
kerangka sistem belajar mengajar, terdapat komponen proses yakni keaktifan
fisik, mental, intelektual dan emosional dan komponen produk, yakni hasil
belajar berupa keterpaduan aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik
Secara lebili rinci komponen produk tersebut mencakup berbagai kemampuan:
menamati, menginterprestasikan, meramalkan. mengkaji, menggeneralisasikan,
menemukan, mendiskusikan, dan mengkomonikasikan hasil penemuan. Aspek-aspek
kemampun tersebut dikembangkan secara terpadu melalui sistem pembelajaran berdasarkan pendekatan
CBSA.
5.1.2 Rasional
CBSA dalam pembelajaran
Penerapan
dan pendayagunaan konsep CBSA dalam pembelajaran merupakan kebutuhan dan
sekaligus sebaga. keharusan dalam kaitannya dengan upaya merealisasikan Sistem
Pendidikan Nasional untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang pada
gilirannya berimplikasi terhadap sistem pembelajaran yang efektif.
Siswa
peserta didik dipandang dari dua sisi yang berkaitan, yakni sebagai objek
pembelajaran dan sebagai subjek yang belajar. Siswa sebagai subjek dipandang
sebagai manusia yang potensial sedang berkembang, memiliki
keinginan-keinginan-harapan dan tujuan hidup, aspirasi dan motivasi dan
berbagai kemungkinan potensi lainnya. Siswa sebagai objek dipandan: sebagai
yang memiliki potensi yang perlu dibina, diarahkan dan dikembangkan melalui
proses pembelajaran. Karena itu proses pembelajaran harus dilaksanakan
berdasarkan prinsip-prinsip manusiawi (humanistik), misainya melalm suasana kekeluargaan
terbuka dan bergairah serta berpariasi sesuai dengan keadaan perkembangan siswa
bersangkutan.
Pelaksanaan
proses pembelajaran dititik beratkan pada keaktifan siswa belajar dan keaktifan
guru menciptakan lingkungan belajar yang serasi dan menantang. Penerapan CBSA
dilakukan dengan cara mengfungsionalisasikan seluruh potensi manusiawi siswa
melalui penyediaan lingkungan belajar yang meliputi aspek-aspek bahan
pelajaran, guru, media pembelajaran, suasana kelas dan sebagainya. Cara belajar
di sesuaikan dengan minat dim pemberian kemudahan kepada siswa untuk memperoleh
pemahaman, pendalaman, dan pengendapan sehingga hasil belajar berintemalisasi
dengan pribadi siswa. Dalam kondisi ini semua unsur pribadi siswa aktif seperti
emosi, perasaan, intelektual, pengindran, fisik dan sebagainya.
CBSA
dapat berlangsung dengan efektif, bila guru melaksanakan peran dan fungsinya
secara aktif dan kreatif, mendorong dan membantu serta berupaya mempenguruhi
siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan belajar yang telah ditentukan.
Keaktifan guru dilakukan pada tahap-tahap kegiatan perencanaan, pelaksanaan,
pellilaian dan tindak lanjut pembelajaran.Peranan guru bukan sebagai orang yang
menuangkan materi pelajaran kepada siswa, melainkan bertindak sebagai pembantu
dan pelayanan bagi siswanya. Siswa aktif belajar, sedangkan guru memberikan
fasilitas belajar, bantuan dan pelayanan. Beherapa kegiatan yang dapat
dilakukan oleh guru, ialah:
1)
menyiapkan lembaran kerja
2)
Menyusun tugas bersama siswa;
3)
Memberikan informasi tentang kegiatan yang akan
dilakukan;
4)
Memberikan bantuan dan pelayanan kepada siswa apabila
siswa mendapat kesulitan;
5)
Menyampaikan pertanyaan yang bersifat asuhan;
6)
Membantu mengarahkan rumusan kesimpulan umum;
7)
Memberikan bantuan dan pelayanan khusus kepada siswa
yang lambat;
8)
Menyalurkan bakat dan minat siswa;
9)
Mengamati setiap aktivitas siswa.
Kegiatan-kegiatan
tersebut menunjukkan, bahwa pembelajaran berdasarkan pendekatan CBSA tidak
diartikan guru menjadi fasif, melainkan tetap harus aktif namun tidak bersikap
mendominasi siswa dan menghambat perkembangan potensinya Guru bertindak sebagai
guru inquiry, dan fasilitator.
5.1.3 Kadar Cara
Belajar Siswa Aktif
Kadar
MA ditandai oleh semakin banyaknya dan bervariasinya keaktifan dan keterlibatan
siswa dalam proses belajar mengajar. Semakin banyak dan semakin beragamnya
keaktifan dan keterlibatan siswa, maka semakin tinggi pula kadar ke-CBSA-annya.
Sebaliknya, semakin sedikit keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses
belajar mengajar, maka berarti semakin rendah kadar CBSA tersebut.
Kadar
CBSA itu dalam rangka sistem belajar mengajar menunjukkan ciri-ciri, sebagai
berilmu :
1)
Pada tingkat masukan, ditandai oleh:
a.
Adanya keterlibatan siswa dalam merumuskan kebutuhan
pembelajaran sesuai dengan kemampuan, minat, pengalaman, motivasi, aspirasi
yang telah dimiliki sebagai baban masukan untuk melakukan kegiatan belajar.
b.
Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun rancangan
belajar dan pembelajaran, yang menjadi acuan baik bagi siswa mupun bagi guru.
c.
Adanya keterlibatan siswa dalam memilih dan
menyediakan sumber bahan pembelajaran.
d.
Adanya keterlibatan siswa dalam pengadaan media
pembelajaran yang akan digunakan sebagai alat bantu belajar.
e.
Adanya kesadaran dan keinginan belajar yang tinggi
serta motivasi untuk melakukan kegiatan belajar.
2)
Pada tingkat proses, kadar CBSA ditandai dengan:
a.
Adanya keterlibatan siswa secara fisik, mental,
emosional, intelektual, dan personal dalam proses belajar.
b.
Adanya berbagai keaktifan siswa mengenal, memahami,
menganalisis, berbuat, memutuskan, dan berbagai kegiatan belajar lainnya yang
mengandung unsur kemandirian yang cukup tinggi.
c.
Keterlibatan secara aktif oleh siswa dalam menciptakan
suasana belajar yang serasi, selaras dan seimbang dalam proses belajar dan
pembelajaran.
d.
Keterlibatan siswa menunjang upaya guru menciptakan
lingkungan belajar untuk memperoleh pengalaman belajar serta turut membantu
mengorganisasikan lingkungan belajar itu, baik secara individual maupun secara
kelompok.
e.
Keterlibatan siswa dalam meneari imformasi dari
berbagai sumber yang berdaya guna dan tepat guna bagi mereka sesuai dengan
rencana kegiatan belajar yang telah mereka rumuskan sendiri.
f.
Keterlibatan siswa dalam mengajukan prakarsa,
memberikan jawaban atas penanyaan guru, mengajukan penanyaan/ masalah dam
berupaya menjawabnya sendiri, menilai jawaban dari rekannya, dan memecahkan
masalah yang timbul selama berlangsungnya proses belajar mengajar tersebut.
3)
Pada tingkat produk, kadar CBSA ditandai oleh:
a.
Ketertibatan siswa dalam menilai diri sendiri, menilai
teman sekelas.
b.
Keterlibatan siswa secara mandiri mengerjakan tugas
menjawab tes dan mengisi instrumen penilaian lainnya yang diajukan oleh guru.
c.
Keterlibatan siswa menyusun laporan baik tertulis
maupun lisan yang berkenaan dengan hasil belajar.
d.
Keterlibatan siswa dalam menilai produk-produk kerja
sebagal hasil belajar dan pembelajaran.
Berdasarkan
ciri-ciri tersebut dapat ditentukan derajat kadar CBSA dalam suatu proses
belajar mengajar, dan bila mungkin di klasifikasikan menjadi: kadar tinggi,
kadar sedang, dan kadar rendah. Kendatipun tampak, bahwa keaktifan guru sangat
menonjol, namun tidak berarti keaktifan guru di abaikan. Tanpa upaya dan
pengaruh serta arahan guru sebagai fasilitator dan pengorganisasian belajar,
maka kadar CBSA yang diinginkan tak mungkin tercapai. Guru tetap
bertanggungjawab menciptakan lingkungan belajar yang mampu mengundang /
menantang siswa untuk belajar.
5.1.4
Rambu-Rambu Penyelenggaraan CBSA
Pembelajaran
berdasarkan CBSA menuntut kondisi-kondisi tertentu untuk menjamin kadar CBSA
yang tinggi guna mencapai tujuan pembelajaran atau hasil belajar siswa pada
tingkat optimal. Penyelenggaraan pembelajaran CBSA tersebut ditandai oleh
indikator-indikator sebagai berikut:
1)
Derajat partisipasi dan responsif siswa yang tinggi.
Para siswa berperan serta secara aktif dan bersikap responsif dalam proses
pembelajaran. Siswa tidak tinggal diam hanya menunggu stimuli yang disampaikan
oleh guru, melainkan berperan aktif menentukan stimuli misalnya merumuskan
suatu masalah dan mencari jawahan serdiri (responsif) atas masalah tersebut.
Pada waktu guru menyajikan suatu topik, siswa aktif-responsif mempertanyakan
materi yang terkandung didalamnya. Kedua contoh tersebut sebagai landa, bahwa
siswa berperan serta dalam proses pembelajaran.
2)
Keterlibatan siswa dalam pelaksanaan pembuatan tugas.
Pada dasarnya sejak disusunnya perencanaan tugas-tugas, para siswa telah dapat
diaktifkan peran sertanya. Siswa dapat mengajukan usul dan minat tugas yang
diinginkannya dengan asumsi bahwa tugas tersebut sesuai dengan kemampuannya.
Pada waktu pembuatan tugas, siswa melaksanakan kegiatan kelompok atau dengan
belajar mandiri. Pada waktu penilaian tugas (hasil pekerjaannya), siswa
hendaknya aktif menilai tugas-tugas temannya dan hasil kerjanya sendiri dalam
bentuk menilai dirinya sendiri (self evaluation). Hal ini menunjukan,
bahwa tersedia berbagai kemungkinan dimana siswa dapat berperan aktif dalam
pelaksarman tugas-tugas yang dikondisikan dalam pembelajaran.
3)
Peningkatan kadar CBSA dalam proses pembelajaran juga
ditentukan oleh faktor guru. Guru hendaknya menyadari tujuan-tujuan belajar
yang ingin dicapai, baik dalam arti efek instruksional maupun efek pengiring,
dan dalam pada itu memiliki wawasan dan penguasaan yang memadai tentang
bermacam-macam stategi belajar mengajar yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan
belajar. Sudah barang tentu penguasaan teknik yang mantap juga merupakan
persyaratan sebelum seorang guru bisa secara Kreatif merancang dan
menginformasikan program belajar mengajar (T.R aka Joni, 1985, h. 18),
4)
Pendekatan CBSA pada dasarnya dapat diterapkan sentua
strategi dan metode mengajar, walaupun kadaannya berbeda- beda. Penggunaan
metode mengajar, secara berpariasi dapat memberikan peluang penerapan CBSA
dengan kadar yang tinggi. Namun demikian, pemilihan metode tersebut tetap harus
ditandasi oleh tujuan yang hendak dicapai, bahan pelajaran yang hendak
dipelajari, kondisi subjek belajar itu sendiri (motivasi, pengalaman awal,
kondisi kesehatan, keadaan mental, dan lain-lain), serta penguasaan guru
terhadap metode tersebut. Dengan demikian, keaktivan siswa belajar tetap
terarah, terbimbing, dan diharapkan mencapai hasil secara optimal.
5)
Penyediaan media dan peralatan serta berbagai
fasilitas belajar tetap diperlukan, agar tercipta lingkungan belajar yang
menantang dan merangsang serta meningkatkan kegiatan belajar siswa. Pengetahuan
dan keterampilan dalam bidang kemediaan dan teknologi hardware sangat
diisyaratkan. Media dan alat merupakan alat bantu bagi siswa kendatipun mereka
diminta untuk memilih dan menggunakannya
sendiri sesuai dengan aktivitas belajarnya.
6)
Keaktifan belajar berdasarkan CBSA tidak jarang
menimbulkan kesulitan balajar pada siswa, misalnya teknik-teknik belajar,
memilih bahan, menilai hasil kegiatan, tim masalah-masalah lain. Itu sebabnya,
bimbingan dan pembelajaran remedial pada waktu tertentu diperlukan untuk
membantu siswa bersangkutan, sehingga kecepatan belajar dan penyelesaian
tugas-tugas tetap terus berlangsung menyertai rekan-rekannya yang tidak
mendapat kesulitan.
7)
Kondisi lingkungan kelas/sekolah turut berpengaruh
terhadap pelaksanaan pembelajaran berdasarkan CBSA. Pengaturan, dan pembinaan
lingkungan ini perlu mendapat dari pihak guru melalui kerja sama dengan
guru-guru lainnya serta para siswa sendiri. Termasuk dalam lingkungan kelas
juga suasana. disiplin kelas yang baik.
5.2 PENERAPAN
CBSA
Pendekatan
CBSA dapat diterapkan dalam pembelajaran dalam bentuk dan teknik:
Pemanfaatan waktu luang
Pemanfaatan waktu luang di rumah
oleh siswa memungkinkan dilakukanya kegiatan belajar aktif, dengan cara
menyusun rencana belajar, memilah bahan untuk dipelajari, dan menilai
penguasaan bahan sendiri. Jika pemanfaman waktu tersebut dilakukan secara
saksama dan berkesinambungan akan memberikan manfaat yang baik dalam menunjang
keberhasilan belajar di sekolah.
Pembelajaran Individual
Pembelajaran
individual adalah pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik perbedaan
individu tiap siswa, seperti: minat abilitet, bakat, kecerdasan, dan
sebagainya. Guru dapat mempersiapkan / merencanakan tugas-tugas belajar bagi
para siswa, sedang pilihan dilakukan oleh siswa masing-masing, dan selanjutnya
tiap siswa aktif belajar secara perseorangan. Teknik lain, kegiatan belajar
dilakukan dalam bentuk kelompok, yang terdiri dari siswa yang memiliki
kemampuan, minat bakat yang sama.
Belajar kelompok
Belajar
kelompok memiliki kadar CBSA yang cukup tinggi. teknik pelaksanaannya dapat
dalam bentuk kerja kelompok, diskusi kelompok, diskusi kelas, diskusi
terbimbing, dan diskusi ceramah. Dalam situasi belajar kelompok, masing-msing
anggota dapat mengajukan gagasan, pendapat, pertanyaan, jawaban, keritik dan
sebagainya. Siswa aktif berpartisipasi, berelasi dan berinteraksi satu dengan
yang lainya.
Bertanya jawab
Kegiatan
tanya jawab antara guru dan siswa, antara siswa dengan siswa, dan antara
kelompok siswa dengan kelompok lainnya memberikan peluang cukup banyak bagi
setiap siswa belajar aktif. Kadar CBSA-nya akan lebih besar jika
pertanyaan-pertanyaan timbul dan diajukan oleh pihak siswa dan dijawab oleh
siswa lainnya. Guru bertindak sebagai pengatur lalulintas atau distributor, dan
dianggap perlu guru melakukan koreksi dan perbaikan terhadap pertanyaan dan
jawaban-jawaban tersebut.
Belajar
Inquiry/discovery (belajar mandiri)
Dalam strategi belajar ini siswa
melakukan proses mental intelektual dalann upaya memecahkan masalah. Dia
sendiri merumuskan suatu masalah, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan menarik kesimpulan serta
mengaplikasikan hasil belajarnya. Dalam konteks ini, keaktifan siswa belajar
memang lebih menonjol, sedangkan kegiatan guru hanya mengarah membimbing,
memberikan fasilitas yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan inquirynya.
Strategi dan kemampun inquiry ini, akan diuraikan lebih lanjut dalam pembahasan
mengenai keterampilan proses sebagai bagian dari CBSA.
Pengajaran unit
Strategi
pengajaran ini berpusat pada suatu masalah atau suatu proyek. Pada tahap-tahap
kegiatan belajar ditempuh tahap-tahap kegiatan utama, yakni: tahap pendahuluan
dimana siswa melakukan orientasi dan perencanaan awal; tahap pengembangan dimana
siswa melakukan kegiatan mencari sendin informasi selanjumya menggunakan
informasi itu dalam kegiatan praktik, tahap kegiatan kulminasi, dimana siswa
mengalami kegiatan penilaian, pembuatan laporan dan tiddak lanjut.
Berdasarkan
beberapa contoh strategi pembelajaran tersebut di atas, maka semakin jelas
tentang bagai mana penerapan pendekatan CBSA tersebut dalam proses
pembelajaran. kendatipun dengan kadar yang berbeda-beda.
5.3 PENDEKATAN
KETERAMPILAN PROSES SEBAGAI BAGIAN DARI CBSA
5.3.1
Rasional keterampilan proses dalam pembelajaran
Pembelajaran
adalah suatu proses interaksi (hubungan timbal balik) antara guru dengan siswa.
Dalam proses tersebut memberikan bimbingan dan menyediakan berbagai kesempatan
yang dapat mendorong siswa belajar dan untuk memperoleh pengalaman sesuai
dengan tujuan pembelajaran. Tercapainya
tujuan pembelajaran ditandai oleh tingkat penguasaan kemampuan dan
pembentukan kepribadian.
Proses
pembelajaran melibatkan terbagi kegiatan dan tindakan yang perlu dilakukan oleh
siswa untuk memperoleh basil belajar yang baik. Kesempatan untuk melakukan
kegiatan dan perolehan hasil belajar ditentukan oleh pendekatan yang digunakan
oleh guru-siswa dalam proses pembelajaran tersebut.
Suatu
prinsip untuk memilih pendekatan pembelajaran ialah belajar melalui proses
mengalami secara langsung untuk memperoleh basil belajar yang bermakna. Proses
tersebut dilaksanakan melalui interaksi antara siswa dengan lingkungannya.
Dalam proses im siswa bermotivasi dan sering melakukan kegiatan belajar yang
menarik dan bermakna bagi dirinya. Ini berarti, peranan pendekatan belajar
mengajar sangat penting dalam kaitannya dengan keberhasilan belajar.
Dalam
kurikulum telah ditegaskan, bahwa penerapan pendekatan dalam proses belajar
mengajar diarahkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan dasar dalam diri
siswa supaya mampu menemukan dan mengelola perolehannya. Pendekatan mi disebut
"pendekatan proses". Proses pembelajaran yang menerapkan
pendekatan ini mengacu kepada siswa agar belajar berorientasi pada belajar
bagaimana belajar (Depdikbud, 1980).
5.3.2 Pengertian
keterampilan proses dan kaitannya dengan CBSA
Pendekatan
dalam keterampilan proses ialah pendekatan pembelajaran yang bertujuan
mengembangkan sejumiah kemampuan fisik dan mental sebagai dasar untuk
mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi pada diri siswa. Kemampuan-kemampun
fisik dan mental tersebut pada dasarnya leiah dimiliki oleh siswa meskipun
masih sederhana dan perlu dirangsang agar. Menunjukkan jati dirinya. Dengan
mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses perolehan, anak akan mampu
menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep menumbuhkan dan
mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Keterampilan-keterampilan itu
sendiri menjadi roda penggerak dan penemuan dan pengembangan fakta dan konsep
serta pertumbuhan dan pengembangan sikap dan nilai. Seluruh gerak atau tindakan
dalan proses belajar mengajar akan menciptakan kondisi cara belajar siswa aktif
(Conny Se a 1990).
Pengertian
tersebut menunjukkan, bahwa dengan keterampilan proses siswa berupaya menemukan
mengembangkan konsep dalam materi ajaran. Konsep-konsep yang telah dikembangkan
int berguna untuk menunjang pengembangan kemampuan selanjutnya. Interaksi
antara kemampuan dan konsep melalui proses balajar mengajar selanjutnya
mengembangkan sikap dan nilai pada diri siswa misalnya kreativitas, kritis,
ketelitian, dan kemampu memecahkan masalah.
Pendapat
yang senada diungkapkan oleh Gagne yang merumuskan pengertian keterampilan
proses dalam bidang ilmu pengetahuan alam (sains): pengetahuan tentang
konsep-konsep dari prinsip-prinsip yang dapat diperoleh siswa bila dia memilhi
kemampum-kemampuan dasar tertentu, yaitu keterampilan proses sains yang
dibutuhkan untuk menggunakan sains. Keterampilan-keterampilan dalam bidang
sains itu meliputi: mengamati. menggolongkan, berkomunikasi, mengukur, mengenal
dengan menggunakan hubungan ruang/waktu, menarik kesimpulan menyusun definisi
operasional, mengendalikan variabel. menafsirkan data, dan bereksperimen.
Berdasarkan
konsep pemikiran di atas maka pendekatan keterampilan proses diartikan sebagai
pendekatan dalam perencanaan pembelajaran yang menitikberatkan pada aktivitas
dan kreativitas. siswa untuk mengembangkan kemampuan fisik dan mental yang
sudah dimiliki ketingkat yang lebih tinggi dalam memproses perolehan belajamya.
Hal ini menunjukkan, babwa ketempilan proses erat kaitannya dengan CBSA.
5.3.3 Kemampuan
keterampilan dasar yang perlu dilatih dalam keterampilan proses
Keterampilan
proses sebagai suatu pendekatan proses pembelajaran mengarah pada pengembangan
kennampman fisik dan mental yang mendasar sebagai pendorong untuk mengembangkan
kemampman yang lebih tinggi pada diri siswa.
Ada
tujuh jenis kemampuan yang hendak dikembangkan melalui proses pembelajuan
berdasarkan pendekatan keterampilan proses, yakni:
1)
Mengamati ; Siswa harus mampu menggunakan alat-alat
inderanya : melihat, mendengar, meraba, mencium dan merasa. Dengan kemampuan
ini, dia dapat mengumpulkan data / informasi yang relevan dengan kepentingan
belajarnya.
2)
Menggolongkan / mengklasifikasikan ; Siswa harus
terampil mengenal perbedaan dan persaman atas hasil pengamatannya terhadap
suatu objek, serta mengadakan klasifikasi berdasarkan ciri khusus, tujuan, atau
kepentingan tertentu. Pembuatan klasifikasi memerlukan kecermatan dalam
melakukan pengamatan.
3)
Menafsirkan (meginterpretasikan) ; Siswa harus
memiliki keterampilan menafsirkan fakta, data, informasi, atau peristiwa.
Keterampilan ini diperlukan untuk melakukan percobaan atau penelitian
sederhana.
4)
Meramalkan ; Siswa harus memiliki keterampilan
menghubungkan data, fakta, dan informasi. Siswa dituntut terampil
mengantisipasi dan meramalkan kegiatan atau peristiwa yang mungkin terjadi pada
masa yang akan datang.
5)
Menerapkem; siswa harus mampu menerapkan konsep yang
telah dipelajari dan dikuasai ke dalam situasi dan pengalaman baru.
Keterampilan ini digunakan untuk menjelaskan tentang apa yang akan terjadi dan
dialami oleh siswa dalam proses belajarnya.
6)
Merencanakan penelitian; siswa harus mampu menentukan
masalah dan variabel-vatiabel yang akan diteliti, tujuan, dan ruang lingkup
penelitian. Dia harus menentukan langkah-langkah kerja pengumpulan dan
pengolahan data serta prosedur melakukan penelitian.
7)
Mengkomunikasikan; Siswa harus mampu menyusun dan
menyampaikan laporan secara sistimatis dan menyampaikan perolehannya, baik
proses maupun hasil belajarnya kepada siswa lain dan peminat lainnya.
5.3.4 Penerapan
keterampilan proses dalam pembelajaran
Siswa
bentuk penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran adalah pemecahan
masalah atau inquiry (penemuan).
1)
Pengertian pemecahan masalah
Masalah pads. hakekatnya merupakan bagian dalam
kehidupan manusia. Tiap orang tidak pernah luput dari masalah, baik yang
bersifat sederhana maupun yang sulit. Masalah yang sederhana dapat dijawab
melalui proses berpikir yang sederhana, sedangkan masalah yang rumit memerlukan
langkah-langkah pemecahan yang rumit pula. Masalah pada hakekatnya adalah
mengundang jawaban. Suatu pertanyaan mempunyai peluang tertentu untuk dijawab
dengan tepat, bila pertanyaan iu dirumuskan dengan baik dan sistematis. lni
berarti, pemecahan suatu masalah menuntut kemampuan tertentu pada diri individu
yang hendak memecahkan masalah tersebut.
Pemecahan masalah adalah suatu proses mental dan
intelektual dalam menemukan suatu nasalah dan memecahkannya berdasarkan data
dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan
cermat. Proses penecahan masalah memberikan kesempatan peserta didik berperan
aktif dalam mempelajari, mencari dan menemukan sendiri informasil data untuk diolah
menjadi konsep, prinsip, read, atau kesimpulan. Dengan kata lain, pemecahan
masalah menuntut kemampuan memproses infomasi untuk membuat keputusan tertentu.
Kemampuan memecahkan masalah harus ditunjang oleh
kemampuan penalaran, yakni kemampuan melihat hubungan sebab akibat. Kemampuan
penalaran memerlukam upaya peningkatan kemampuan dalam mengamati, bertanya,
berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Pemikiran terarah pada
hal-hal yang bertalian dengan upaya mencari jawaban terhadap persoalan yang
dibadapi. Upaya ini memerlukan berpikir kneatif dan kemampuan menjajaki
bidang-bidang baru serta menghasilkan temuan-temuan baru.
Para peserta didik harus dilatih tentang tata cara
memecahkan masalah dengan mengembangkan kemampun berpikir yang terarah untuk
menghasilkan gagasan mengenai berbagai kemungkinan memecahkan masalah, dalam
kaitannya dengan upaya mencapai tujuan.
2)
Langkah-langkah pemecahan masalah
Dalam proses pembelajaran, di samping perlunya
penalaran yang baik, tetapi juga penting menguasai lingkungan langkah-langkah
memecahkan masalah secara tepat.
Langkah-lmgkah
tersebut pada umumnya terdiri dari
1.
Siswa menghadapi masalah, artinya dia menyadari adanya
suatu masalah tertentu;
2.
Siswa merumuskan masalah, artinya menjabarkan masalah
dengan jelas dan spesifikasi;
3.
Siswa merumuskan hipotesis, artinya merumuskan
kemungkinan-kemungkinan jawaban atas masalah tersebut, yang masih perlu diuji
kebenarannya;
4.
Siswa mengumpulkan dan mengolah data / informasi
dengan teknik dan prosedur tertentu;
BAB V1
KONSEP DASAR
EVALUASI BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN
6.1. PENGERTIAN KEDUDUKAN DAN SYARAT-SYARAT UMUM
EVALUASI
Mengapa
evaluasi hasil belajar pembelajaran perlu dilakukan? Karena dengan evaluasilah,
akan diketahui apakah proses belajar mengajar, dimana pembelajaran dan guru
berinteraksi, telah mencapai sasaran yang dikehendaki ataukah belum. Secara
rinci, alasan-alasan bagi perlunya evaluasi pembelajar adalah sebagai berikut:
1.
Kemampuan mengajar guru akan diketahui, setelah
diadakan evaluasi.
2.
Taraf penguasa pembelajaran terhadap materi pelajaran
yang diberikan akan diketahui setelah diadakan evaluasi.
3.
Letak kesulitan pembelajar akan diketahui setelah
diadakan evaluasi.
4.
Tingkat kesukaran dan kemudahan bahan pelajaran yang
diberikan pembalajar akan diketahui setelah diadakan evaluasi.
5.
Termanfaatkan didalmya sarana dan fasilitas pendidikan
akan diketahui setelah adanya evaluasi.
6.
Remidi-remidi spa saja yang dapat diberikan kepada
pembelajaran yang mengalami kesulitan juga. akan diketalmi setelah melihat
hasil
7.
Tujuan tujuan pengajaran yang telah dirumuskan akan
diketabui seberapa tingkat pencapaiannya setelah diadakan evaluasi.
8.
Pembelajar dapat dikelompokkan kedalam kelompok mana
juga akan diketahui setelah evaluasi.
9.
Pembelajar maua yang perlu mendapatkan prioritas dalam
bimbingan penyuluhan, dan mana yang tidak menjadi prioritas akan diketahui
setelah evaluasi.
Jelaslah
bahwa evaIuasi sangat penting dilakukan guna memberikan pelayanan sebaik
mungkin, dari lebih jauh sangat penting bagi pencapaian tujuan pendidikan.
6.1.1 Pengertian
evaluasi
Kata
evaluasi merupakan pengindonesiaan dari kata evaluation dalam bahasa inggris,
yang lazim diartikan dengan penaksiran atau penilaian. Kata kerjanya adalah
evaluate yang berarti menaksir atau menilai. Sedangkan orang yang menilai atau
menaksir disebut sebagai evaluator (Echols, 1975).
Secara
harfiah kata evaluasi berasal dan bahasa Inggris Evaluation; dalam bahasa Arab:
al-taqdir; dalam bahasa Indonesia berarti: pnilaian. Akar katanya adalah value;
dalam Babasa Arab ; al-qimah; dalam bahasa Indonesia berarti; nilai. Dengan
demikian secara harfiah, evaluasi pendidikan (educationnal evaluation =
al-Taqdir al-Tarbawiy) dapat diartikan sebagai penilaian-penilaian dalam
(bidang) pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan
pendidikan.
Adapun
dui segi istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Edwind Wandt dam Gerald W. Brown
(1977): Evaluation refer to act or process to determining the value of some
thing. Menurut definisi int, maka istilah evaluasi itu menunjuk kepada atau
mengandung pengertian: suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai
dari sesuatu. Apabila definisi evaluasi yang dikemukakan oleh Edwin Wandt dan
geral W Brown itu untuk memberikan definisi tentang evaluasi pendidikan, maka
evaluasi pendidikan itu dapat diberi pengertian sebagai; suatu tindakan atau
kegiatan (yang dilaksanakan dengan maksud) atau suatia proses (yang berlangsung
dalam rangka) menetukan nulai dari segala sesuatu dalam dunia pendidikan (yaitu
segala sesuatu yang berhubungan dengan, atau yang terjadi di lapangan
pendidikan). Atau singkatnya: Evaluasi pendidikan adalah kegiatan atau proses
penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya.
Mengingat
sangat luasnya pembicaraan tentang penilaian pendidikan, maka dalam buku ini,
pembicaraan hanya akan dibatasi pada penilaian atau evaluasi yang dilaksanakan
di sekolah. Berbkara tentang pengertian evaluasi pendidikan, di tanah air kita,
lembaga administrasi negara mengemukakan batasan mengenai Evaluasi Pendidikan
sebagai berikut:
1)
Proses/kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan,
dibanding tujuan yang telah ditentukan;
2)
Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik
(feed back) bagi penyempurnaan pendidikan
Secara
teminologis, evaluasi dikemukak oleh para ahli sebagai berikut:
1.
Grounlund (1976) mengartikan evaluasi sebagai berikut:
....
a systematk process of determining the extent to whkh instructional objectives
are achieved by pupil.
2.
Nurkancana (1983) menyatakan bahwa evaluasi dilakukan
berkenaan dengan proses kegiatan untuk menentukan nilai sesuatu.
3.
Raka Joni (1975) mengartikan evaluasi sebagai berikut:
'suatu proses dimana kita mempertimbangkan sesuatu barang atau gejala dengan
mempertimbangkan patokan-patokan tertentu, patokan-patokan mana mengandung pengertian
baik tidak baik, memadai tidak memadai, memenuhi syarat tidak memenuhi symat
dengan perkataan lain kita menggunakan Value Judgement.
Berdasarkan
pengertian pengertian diatas, sangatlah jelas bahwa evaluasi adalah suatu
proses menentukan nilai seseorang dengan menentukan patokan-patokan tertentu
untuk mencapai suatu Tujuan. Evaluasi hasil belajar pembelajaran adalah suatu
proses menentukan nilai prestasi belajar pembelajar dengan menentukan patokan
patokan tertentu guna mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan
sebelumnya.
6.1.2 Perbedaan
Pengukuran dan Penilaian
Sebelum
dilakukan evaluasi terkhir dahulu dilakukan pengukuran.Secara etimologis,
pengukuran merupakan terjemahan darl measurement (Echols,1975). Secara
terminologis, pengukuran diartikan sebagai suatu usaha untuk mengetalmi sesuatu
sebagaimana adanya. Oleh karena sesuatu yang diukur itu bermaksud diketahui
secara apa adanya, maka dalam pengukuran sedikitpun penafsiran mengenai
sesuatu. Sebagaimana adanya mengandung sesuatu pengertian bahwa sesuatu yang
diukur tidak holeh dibandingkan dengan sesuatu yang lainnya.
Jika
pengertian evaluasi dan pengukuran tersebut ditarik ke setting belajar dan
pembelajaran, maka dapat dikemukakan pengertian sebagai berikut:
1.
Pengukuran adalah suatu upaya atau aktivitas yang
dimaksudkan untuk mengetahui belajar pembelajaran sebagaimana adanya, meliputi:
hasil belajar pembelajaran. proses belajar pembelajaran, mereka yang terlibat
dalam belajar pembelajaran (pembelajar dan guru).
2. Penilaian
atau evaluasi adalah suatu aktivitas yang bermaksud menentukan nilai belajar
pembelajaran (baik belumnya/tidaknya, berhasil belumnya/tidaknya, memadai
belum/tidaknya, belajar pembelajaran, yang meliputi hasil belajar, proses
belajar dan mereka yang terlibat dalam belajar pembelajaran ).
Oleh
karena pengukuran adalah salah satu kegiatan yang berada dalam evaluasi, maka
orang yang mengevaluasi sebenamya juga melakukan aktivitas pengukuran. Evaluasi
pendidikan. dengan demikian juga mencakup penguluaran pendidikan. Evaluasi
belajar pembelajaran juga mencakup pengukuran belajar dan pembelajaran.
6.1.3 Pengertian
Evaluasi Dalam Proses Pendidikan
Berbkara
tentang pengertian istilah evaluasi pendidikan ditanah air kita, Lembaga
Administrasi Negara mengemukakan batasan mengenai evaluasi pendidikan sebagai
berikut: Evaluasi pendidikan adalah:
1.
Proses atau kegiatan untuk menentukan kemajuan
pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan
2.
Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik
(feed back) bagi penyempurnaan pendidikan
Bertitik
tolak dari uraian diatas, maka apabila defenisi tentang evaluasi pendidikan itu
dituangkan dalm bentuk bagan berikut.
Bagan
tersebut memperlihatkan kepada kita bahwa dalam proses penilaian dilakukan
pembandingan antara informasi- infomasi yang telah berhasil dihimpun dengan
kriteria tertentu, untuk kemudian diambil keputusan atau dirumuskan
kebijaksanaan tertentu. Kriteria atau tolak ukur yang dipegangi tidak lain
adalah tujuan yang sudah ditentikan terlebih dahulu sebelum kegiatan pendidikan
itu dilaksanakan..
BAGAN TENTANG EVALUASI PENDIDIKAN
6.2 KEDUDUKAN
EVALUASI DALAM PROSES PENDIDIKAN
Kedudukan
evaluasi dalam belajar dari pembelajaran sungguh sangat penting, dan bahkan
dapat dipandang sebagai bagian yang tak terpisalikan dengan keseluruhan proses
belajar dan pembelajaran. Penting karena dengan evaluasi atom diketahui apakah
belajar dan pembelajaran tersebut telah mencapai tujuuan ataukah belum. Dengan
evaluasi juga akan diketahui faktor-faktor apa saja yang menjadikan penyebab
belajar dan pembelajaran tersebut berhasil dart faktor-faktor apa saja yang
menjadikan penyebab belajar dan pembelajaran tidak atau belum berhasil. Tidak
hanya itu, dengan evaluasi juga diketahui dimanakah letak kegagalan dan
kesuksesan belajar dan pembelajaran. Padahal dikehuinya hal tersebut, akan
dapat dijadikan sebagai titik tolak dalam mengadakan perbaikan belajar duo
pembelajaran.
Evaluasi
juga punya kedudukan yang tak terpisahkan dari belajar dan pembelajaran secara
keseluruhan, karena strategi belajar dan pembelajaran, proses belajar dan
pembelajaran menempatkan evaluasi sebagai salah satu langkahnya. Hampir semua
ahli prosedur sistem instruksional menempatkan evaluasi ini sebagai
langkah-langkahnya. Perhatikan pula langkah-langkah pembelajaran yang
dikemukakan oleh para ahli berikut, pasti kita akan tahu betapa tidak dapat
terpisahkan evaluasi tersebut dengan keseluruhan proses belajar dan
pembelajaran.
1.
Mentout Kauffman, langkah-langkah yang harus ditempuh
dalitm belajar pembelajaran adalah dengan menggunakan model pemecahan masalah
sebagai berikut:
a.
Identifikasi masalah.
b.
Menentukan syarat-syarat dan altematif pemecahan
masalah
c.
Memilih strategi pemecahan masalah.
d.
Melaksanakan pemecahan msalah.
e.
Menentukan keefektifan hasil
f.
Mengadakan revisi atas keseluruhan langkah a sampai
dengan Imgkah c.
Jelaslah bahwa langkah c (menentukan keefektifan
hasil) pada dasarnya tidak berbeda dengan evaluasi itu sendiri. Dan dari
langkah menentukan keefektifan basil tersebut baru dapat dilakukan revisi atas
keseluruhan langkah sebelumnya.
2.
Menurut Glaser, proses belajar pembelajaran haruslah
menempuh prosedur-prosedur sebagai berikut :
a.
Merumuskan teori pembelajaran (instuksional
objectives) b. Memutuskan situasi permulaan siswa
b.
Menentukan prosedur pembelajaran.
c.
Penilaian terhadap perfomansi
d.
Umpan balik.
Jelaslah bahwa evaluasi (sebagaimana pada langgkah d)
sangat diperlukan dan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam
proses belajar pembelajaran. Hal serupa dapat juga dibaca pada prosedur belajar
pembelajaran yang dikemukakan para ahli berikut.
3.
Menurut Kemp
a.
topcs and general purposes.
b.
student characteristks
c.
learning objectives
d.
Subject content.
e.
Pre test
f.
Teaching/ leaming activities and resources
g.
Evaluation.
4.
Menumt Gelder
a.
Merumuskan tujuan instruksional.
b.
Analisis situasi.
c.
Menentukan aktivitas guru, aktivitas pembelajar, mata
pembelajaran dan alat bantu pembelajaran.
d.
Evaluasi
5.
Menurut model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem
lnstruksional):
a.
Merumuskan tujuan
b.
Mengembangkan alat evaluasi
c.
Merumuskan kegiatan belajar pembelajaran
d.
Mengembangkan program kegiatan
e.
Pelaksanaan kegiatan belajar pembelajaran.
Selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik demi kemajuan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara
Subscribe to:
Posts (Atom)
Semangat Kolaborasi Riset Membangun IKN Berbudaya: Desa Telemow Bersiap Menjadi Laboratorium Hidup Kearifan Lokal
Penajam Paser Utara, 16 September 2024 – Gemuruh semangat pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara di Kalimantan Timur bergema hingga ke pel...
-
PENGERTIAN STILISTIKA Stilistika ( stylistic ) menurut Ratna (2009: 1) adalah ilmu tentang gaya, sedangkan stil ( style ...
-
Secara etimologis, puisi berasal dari bahasa Yunani poeima yang memilki makna membuat, poeisis yang berarti pembuatan, atau poeitis yan...
-
S emangat Kebangsaan ___&___ Cinta Tanah Air Semangat kebangsaan merupakan cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menem...