Sunday, September 13, 2015

LAPORAN MEMBACA BUKU



BAB I
HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

PENDAHULUAN
            Istilah belajar sebenamya telah lama dan banyak dikenal. Bahkan pada era sekarang ini, hampir semua orang mengenal istilah belajar. Namun apa sebenamya belajar itu, rasanya masing-masing orang mempunyai tangkapan yang tidak sama.
            Sejak manusia ada, sebenamya ia telah melaksanan aktivitas belajar. Oleh sebab itu, kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa aktivitas itu telah ada sejak adanya manusia.
            Mengapa manusia melaksanakan aktivitas belajar ? Jawabannya adalah karena belajar itu salah satu kebutuhan manusia. Bahkan ada ahli yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk belajar. Oleh karena manusia adalah makhluk belajar, maka sebenamya di dalam dirinya terdapat potensi untuk diajar.
Pada masa sekarang ini, belajar menjadi sesuatu yang tak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia. Hampir di sepanjang waktunya, manusia banyak melaksanakan “ritual-ritual” belajar.
            Apa sebenamya belajar itu, banyak ahli yang memberikan batasan. Belajar mempunyai sejumlah ciri yang tak dapat dibedakan dengan kegiatan-kegiatan lain yang bukan belajar. Oleh karena itu, tidak semua kegiatan yang meskipun mirip belajar dapat disebut dengan belajar.
            Dalam proses pengajaran, unsur proses belajar memegang peranan yang penting / vital. Mengajar adalah proses membimbing kegiatan belajar, dan kegiatan mengajar hanya bermaksan bila terjadi kegiatan belajar siswa. Oleh karena itu, adalah penting sekali bagi setiap guru memahami sebaik-baiknya tentang proses belajar siswa, agar ia dapat memberikan bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan serasi bagi siswa.
1.      PENGERTIAN BELAJAR
1.1.Pengertian belajar yang dipergunakan sehari – hari
Dalam pengertian yang umum atau populer, belajar adalah mengurupulkan sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau yang sekarang ini dikenal dengan guru. Dalam belajar, pengetahuan tersebut dikumpulkan sedikit demi sedikit hingga akhirnya menjadi banyak. Orang yang banyak pengetahuannya diidentifikasi sebagai orang yang banyak belajar, sementara orang yang sedikit pengetahuannya diidentifikasi sebagai orang yang sedikit belajar, dan orang yang tidak berpengetahuan dipandang sebagai orang yang tidak belajar.
Belajar dalam pengertian mengurupulkan sejumlah pengetahuan demikian, tampaknya masih diikuti juga sampai sekarang. Orang baru dikatakan belajar manakala sedang membaca bacaan, membaca sejumlah tugas mata kuliah atau mata pelajaran, membaca buku pelajaran. Seorang murid yang sedang mengerjakan tugas-tugas matematika biasa disebut sedang belajar. Orang yang sedang menimba pengetahuan pada bangku sekolah lazim juga dikenal sebagai pelajar. Bahkan orang yang banyak menguasai ilmu pengetahuan lazim dikenal dengan kaum terpelajar. Singkat perkataan, belajar dalam pengertian umum atua populer adalah suatu upaya yang dimaksudkan untuk menguasai sejumlah pengetahuan.
Pengetahuan belajar demikian, secara konseptual tampakanya sudah mulai ditinggalkan orang, meskipun secara praktikal masih banyak yang menganut. Ini karena berkembang pesatnya teknologi informasi seperti sekarang ini. Guru tidak lagi dipandang sebagai satu-satunya sumber informasi yang dapat memberikan informasi apa saja kepada para pembelajar.
Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang “belajar”. Sering kai pula perumusan dan tafsiran itu berbeda satu sama lain. Dalam uraian ini kita akan berkenalan dengan beberapa perumusan saja, guna melengkapi dna memperluas pandangan kita tentang mengajar.
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakukan melalui pengalaman. (leaming is defined as the modifkation or strengthening of behavior through experincing).
Menurut pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Pengertian ini sangat berbeda dengan pengertian lain tentang belajar, yang mengatakan bahwa belajar adalah memperoleh pengetahuan, belajar adalah latihan-latihan pembentukan kebiasaan secara otomatis, dan seterusnya.
Sejalan dengan perumusan diatas, ada pula tafsisan lain tentang belajar, yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.
Dibandingkan dengan pengertian pertama, maka jelas, tujuan belajar itu prinsipnya sama, yakni perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara atau usaha pencapaiannya. Pengeritan ini menitik beratkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan. Di dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman belajar. William Burton mengemukakan bahwa : A good leaming situation consist of a rkh and baried series of leaming experiences unified around a vigorous purpose, and carried on in interaction with a rkh, varried and provocative environment.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa :
a.       Situasi belajar harus bertujuan dan tujuan-tujuan itu diterima baik oleh masyarakat. Tujuan merupakan salah satu aspek dari belajar.
b.      Tujuan dan maksud belajar timbul dari kehidupan anak sendiri.
c.       Di dalam mencapai tujuan itu, siswa senantiasa akan menemui kesulitan, rintangan-rintangan dan situasi-situasi yang tidak menyenangkan.
d.      Hasil belajar yang utama adalah pola tingkah laku yang bulat.
e.       Proses belajar terutama mengerjakan hal-hal yang sebenamya. Belajar apa yang diperbuat dan mengerjakan apa yang dipelajari.
f.       Kegiatan-kegiatan dan hasil-hasil belar dipersatukan dan dihubungkan dengan tujuan dalam situasi belajar.
g.      Siswa memberikan reaksi secara keseluruhan.
h.      Siswa mereaksi sesuatu aspek dari lingkungan yang bermakna baginya.
i.        Siswa diarahkan dan dibantu oleh orang-orang yang berada dalam lingkungan itu.
j.        Siswa diarahkan ke tujuan-tujuan lain, baik yang berkaitan maupun yang tidak berkaitan dengan tujuan utama dalam situasi belajar.
Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandangan psikologi belajar tertentu. Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka berbarengan dengan itu bermunculan pula berbagai teori tentang belajar. Justru dapat dikatakan, bahwa dengan tumbuhnya pengetahuan tentang belajar, maka psikologi dalam pendidikan menjadi berkembang secara pesat. Di dalam masa perkembangan psikologi pendidikan di jaman mutakhir ini muncullah secara beruntun aliran psikologi pendidikan masing-masing yaitu :
-          Psikologi behavioristik
-          Psikologi kognitif
-          Psikologi humanistik
Ketiga aliran psikologi pendidikan di atas tumbuh dan berkembang secara beruntun, dari periode ke periode berikutnya. Dalam setiap periode perkembangan aliran psikologi tersebut bermunculan teori-teori tentang belajar. Bertolak dari kenyataan itu, maka berbagai teori belajar yang ada dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok teori belajar, masing-masing yaitu :
-          Teori-teori belajar dari psikologi behavioristik.
-          Teori-teori belajar dari psikologi kognitif
-          Teori-teori belajar dari psikologi humanistik.
Para penulis buku psikologi belajar, umumnya mendefinisikan belajar sbagai suatu perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman. Selain itu, ahli-ahli psikologi mempunyai pandangan yang berada mengenai apa belajar itu.
Dalam pandangan psikologis, setidak-tidaknya ada empat pandangan mengenai belajar.
Pertama, pandangan yang berasal dari aliran psikologi behavioristik. Menurut pandangan ini, belajar dilaksanakan dengan kontrol instrumental dari lingkungan. Guru mengkondisikan sedemikian sehingga pembelajar atau siswa mau belajar. Mengajar dengan demikian dilaksanakan dengan kondisioning, pembiasaan, peniruan. Hadian dan hukuman sering ditawarkan dalam mengajar dan belajar demikian. Kedaulatan guru dalam belajar demikian relatif tinggi, sementara kedaulatan siswa sebalikya, relatif rendah.
Kedua, pandangan yang berasal dari psikologi humanistik. Pandangan humanistik ini merupakan anti tesa pandangan behavioristik. Dalam pandangan demikian, belajar dapat dilakukan sendiri oleh siswa. Dalam belajar demikian siswa senantiasa menemukan sendiri mengenai sesuatu tanpa banyak campur tangan dari guru. Peranan guru dalam mengajar dan belajar demikian relatif rendah, sementara kedaulatan guru relatif rendah.
Ketiga, pandangan yang berasal dari psikologi kognitif. Pandangan ini merupakan konvergensi dari pandangan behavioristik dan humanistik. Menurut pandangan demikian belajar merupakan perpaduan dari usaha pribadi dengan kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan. Oleh karena itu, metode belajar yang cocok dalam pandangan ini adalah eksperimentasi.
Berdasarkan diagram sebagaimana pada diagram 1.1. diketahui, bahwa dalam pandangan psikologi behavioristik, tanggung jawab siswa dalam belajar rendah, sedangkan tanggung jawab guru dalam mengajar tinggi. Sebaliknya, dalam pandangan psikologi humanisti, tanggung jawab guru rendah sedangkan tanggung jawab siswa tinggi. Sementara itu, dalam pandangan psikologi kognitif, tanggung jawab guru dan siswa sama-sama sedang.
Selain ketiga pandangan tersebut, ada pandangan keempat dari psikologi gestalt. Menurut pandangan psikologi gestalt, belajar adalah usaha yang bersifat totalitas dari individu, oleh karena totalitas lebih bermakna dibandingkan dengan sebagian-sebagian.

1.2.Pengertian belajar menurut psikologi behavioristik
Behaviorisme adalah suatu studi tentang kelakuan manusia. Timbulnya aliran ini disebabkan rasa tidak puas terhadap teori psikologi daya dan teori mental state. Sebabnya ialah karena aliran-aliran terdahulu hanya menekankan pada segi kesadaran saja.
Berkat pandangan dalam psikologi dan naturalisme science maka timbullah aliran baru ini. Jiwa atau sensasi atau image tak dapat diterangkan melalui jiwa itu sendiri karena sesungguhnya jiwa itu adalah respons-respons psikologis. Aliran lama memandang badan adalah sekunder, padahal sebenamya justru menjadi titik pangkal bertolak. Natural science melihat semua realita sebagai gerakan-gerakan (movemant), dan pandangan ini mempengaruji timbulnya behaviorisme. Metode instrospeksi sesungguhnya tidak tepat, sebab menimbulkan pandangan yang berbeda-beda terhadap objek luar. Karena itu harus dkarai metode yang objektif dan ilmiah. Dari eksperimen menunjukkan bahwa tikus dapat membedakan antara wama hijau dan wama merah dan dapat pula dilatih. Jadi kesadaran itu tiada gunanya.
Dalam behaviorisme, masalah matter (zat) menempati kedudukan yang utama. Dengan tingkah laku segala sesuatu tentang jiwa dapat diterangkan. Behaviorisme dapat menjelaskan segala kelakuan manusia secara seksama dan menyediakan perogram pendidikan yang efektif.
Dari uraian tersebut, ternyata konsepsi behaviorisme besar pengaruhnya terhadap masalah belajar. Belajar ditafsirkan sebagai latihan-latihan pembentukan hubungan antara stimulus dan respons.
Dengan memberikan rangsangan (stimulus), maka anak akan mereaksi dengan respons. Hubungan situmulus -  respons ini akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar, jadi pada dasamya kelakuan anak adalah terdiri atas respons-respons tertentu terhadap stimulus-stimulus tertentu. Dengan latihan-latihan pembentukan maka hubungan-hubungan itu akan semakin menjadi kuat. Inilah yang disebut S-R Bond Theory.
Beberapa teori belajar dari psikologi behavioristik dikemukakakn oleh para psikolog behavioristik. Mereka ini sering disebut “ Contemporary Behaviorists” atau jg disebut “S-R Psychologists”. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian, dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-rekasi behavioral dengan stimulasinya.
Guru-guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku murid-murid merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang, dan bahwa segenap tingkah laku adalah merupakan hasil belajar. Kita dapat menganalisis kejadian tingkah laku dengan jalan mempelajari latar belakang penguatan (reinforcement) terhadap tingkah laku tersebut.

Teori-teori yang mengawali perkembangan psikologi behavioristik

            Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa belajar menurut psikologi behavioristik adalah suatu kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan. Belajar tidaknya seseorang bergantung kepada faktor-faktor kondisional yang diberikan oleh lingkungan. Oleh karena itu, teori ini juga dikenal dengan teori conditioning. Tokoh-tokoh psikologi behavioristik mengenai belajar ini antara lain adalah : Pavlov, Watson, Gutrie dan Skinner.
            Psikologi aliran behavioristik mulai mengalami perkembangan dengan lahimya teori-teori tentang belajar yang dipelopori oleh Thondike, Pavlov, Wabon, dan Ghuyhrie. Mereka masing-masing telah mengadakan penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang berharga mengenai hal belajar.
            Pada mulanya pendidikan dan pengajaran di Amerika serikat di dominasi oleh pengaruh Thondike (1874-1949). Teori belajar Thondike disebut “connectionism”, karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respons. Teori ini sering disebut “trial dan error leaming” individu yang belajar melakukan kegiatan melalui proses “trial and error” dalam rangka memilih respon yang tepat bagi stimulus tertentu. Thondike mendasarkan teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku berbagai binatang antara lain kucing, tingkah laku anak-anak dan orang dewasa.
            Objek penelitian dihadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas untuk merespon situasi itu. Dalam hal itu, objek mencoba berbagai cara beraksi sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu rekasi dengan stimulasinya. Ciri-ciri belajar dengan “trial and error” yaitu :
1.      Ada motif pendorong aktivitas
2.      Ada berbagai respon terhadap situasi
3.      Ada eliminasi respon-respon yang gagal / salah ; dan
4.      Ada kemajuan rekasi-reaksi mencapai tujuan. Dari penelitiannya itu Thondike menemukan hukum – hukum :
(1)   “law of readiness”, jika reaksi terhadap stimulus didukung oleh kesiapan untuk bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi menjadi memuaskan
(2)   “law of exercise”, makin banyak dipraktekkan atau digunakannya hubungan stimulus respon, makin kuat hubungan itu. Praktek perlu disertai dengan “reward”.
(3)   “law of effect” , bilamana terjadi hubungan antara stimulus dan respon dan dibarengi dengan “state of affairs” yang memuaskan, maka hubungan itu menjadi lebih kuat. Bilamana hubungan dibarengi “state of affairs” yang mengganggu, maka kekuatan hubungan menjadi berkurang.
            Sementara Thondike mengadakan penelitiannya, di Rusia Ivan Pavlov (1849-1936) juga menghasilkan teori belajar yang disebut “classkal conditioning” atau “stimulus substitution”. Mula-mula teori conditioning ini dikembangnkan oleh Pavlov (1972).
            Teori Pavlov berkembang dari percobaan laboratoris terhadap anjing. Dalam percobaan ini, anjing diberi stimulus bersyarat sehingga terjadi reaksi bersyarat pada anjing.
            Ia melakukan percobaan terhadap anjing. Anjing tersebut diberi makanan dan diberi lampu. Pada saat diberi makanan dan lampu keluarkan respon anjing tersebut berupa keluamya air liur.
Demikian juga jika dalam pemberikan makanan tersebut disertai dengan bel, air liur tersebut juga keluar.
            Pada saat bel atau lampu diberikan mendahului makanan, anjing tersebut juga mengeluarkan air liur. Makanan yang diberikan tersebut oleh Pavlov disebutu sebagai perangsangan yang bersyarat, sementara bel atau lampu yang menyertai disebut sebagai perangsang bersyarat.
            Terhadap perangsang tak bersyarat yang disertai dengan perangsang bersyarat tersebut, anjing memberikan respons berupa keluamya air liur. Selanjutnya, ketika perangsang bersyarat (bel, lampu) diberikan tanpa perangsang tak bersyarat anjing tersebut tetap memberikan respon dalam bentuk keluamya air liur. Oleh karena perangsang bersyarat (sebagai pengganti perangsang tak bersyarat : makanan) ini ternyata dapat menimbulakn respons, maka dapat berfungsi sebagai conditioned. Karena itu, teori Pavlov ini dikenal teori classkal conditioning. Menurut Pavlov pengkondisian yang dilakukan pada anjing demikian ini, dapat juga berlaku pada manusia.
            Teori kondisioning Pavlov tersebut dapat dimodelkan sebagai berikut :
            Bel / lampu + makan ® air liur (berulang-ulang)
            Bel / lampu                  ® air liur
            Teori kondisioning ini lebih lanjut dikembangkan oleh Watson (1970) adalah orang pertama di Amerika Serikat yang mengembangkan teori belajar berdasarkan hasil penelitian Pavlov. Watson berpendapat, bahwa belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respons-respons bersyarat melalui stimulus pengganti. Menurut Watson, manusia dilahirkan dengan beberapa refleks dan reaksi-reaksi emosional berupa takut, cinta dan marah. Semua tingkah laku lainnya terbentuk oleh hubungan-hubungan stimulus-respon baru melalui “conditioning”.
            Salah satu percobaannya adalah terhadap anak umur 11 bulan dengan seekor tikus putih. Rasa takut dapat timbul tanpa dipelajari dengan proses ekstinksi, dengan mengulang stimulus bersyarat tanpa di barengi stimulus tak bersyarat.
            E.R. Guthrie memperluas penemuan Watson tentang belajar. Ia mengemukakan prinsip belajar yang disebut “the law of association” yang berbunyi : suatu kombinasi stimulus yang telah menyertai suatu gerakan, cenderung akan menimbulkan gerakan itu, apabila kombinasi stimulus itu muncul kembali. Dengan kata lain, jika anda mengerjakan sesuatu dalam situasi tertentu, maka nantinya dalam situasi yang sama anda akan mengerjakan hal serupa lagi. Menurut gutrie, belajar memerlukan reward dan kedekatan antara stimulus dan respon. Gutrie berpendapat, bahwa hukuman itu tidak baik dan tidak pula buruk. Efektif tidaknya hukuman tergantung pada apakah hukuman itu menyebabkan murid belajr ataukah tidak ?
            Teori belajar kondisioning ini kemudian dikembangkan oleh Gutrie (1935-1942). Gutrie berpendapat bahwa tingkah laku manusia dapat diubah : tingkah laku jelek dapat diubah menjadi baik. Teori Gutrie berdasarkan atas model penggantian stimulus saut ke stimulus yang lain. Responsi atas suatu situasi cenderung di ulang manakala individu menghadapi situasi yang sama. Inilah yang disebut dengan asosiasi.
            Menurut Gutrie, setiap situasi belajar merupakan gabungan berbagai stimulus (dapat intemal dan dapat ekstemal) dan respon. Dalam situasi tertentu, banyak stimulus yang berasosiasi dengan banyak respon. Asosiasi tersebut, dapat benar dan dapat juga salah.

            Ada tiga metode pengubahan tingkah laku menurut teori ini, yaitu :
a.       Metode respon bertentangan. Misalnya saja, jika anak jijik terhadap sesuatu, sebutlah misalkan saja boneka, maka permainan anak yang disukai tersebut diletakkan di dekat boneka. Dengan meletakkan permainan di dekat boneka, dan ternyata boneka tersebut sebenamya tidak menjijikkan, lambat laun anak tersebut tidak jijik lagi kepada boneka. Peletakan permainan yang paling disukai tersebut dapat dilakukan secara berulang-ulang.
b.      Metode membosankan. Misalnya saja anak kecil suka mengisap rokok. Ia disuruh merokok terus sampai bosan ; dan setelah bosan, ia akan berhenti merokok dengan sendirinya.
c.       Metode mengubah lingkungan. Jika anak bosan belajar, maka lingkungan belajarnya dapat diubah-ubah sehingga ada suasana lain dan memungkinkan ia betah belajar.
Selanjutnya, Skinner mengembangkan teori kondisioning dengan menggunakan tikus sebagai kelinci percobaan. Dari hasil percobaannya Skinner membedakan respon menjadi dua, ialah respon yang timbul dari stimulus tertentu dan operant (instrumental) respons yang timbul dan berkembang karena diikuti oleh perangsang tertentu. Oleh karena itu, teori Skinner ini dikenal dengan operant conditioning.
            Seperti halnya Thondike, Skinner menganggap “reward” atau “reinforcement” sebagai faktor terpenting dalam proses belajar. Skinner berpendapat, bahwa tujuan psikologi adalah meramal dan mengontrol tingkah laku. Skinner membagi dua jenis respon dalam proses belajar, yakni :
(1). Responsents    :    respon yang terjadi karena stimulus khusus misalnya Pavlov
(2). Operants          :    respon yang terjadi karena situasi random
            Perbedaan penting antara Pavlov’s classkal conditioning dan Skinner’s operant conditioning ialah dalam classkal conditioning, akibat-akibat suatu tingkah laku itu. Reinforcement tikdak diperlakukan karena stimulusnya menimbulkan respon yang diinginkan.
            Operant conditioning, suatu situasi belajar dimana suatu respons dibuat lebih kuat akibat reinforcement langsung.
            Dalam percobaannya terhadap tikus-tikus dalam sangkar, digunakan suatu “diskriminative stimulus” (tanda untuk memperkuat respons) misalnya tombol, lampu, pemindah makanan. Disamping itu, digunakan pula suatu “reinforcemen stimulus, berupa makanan”.
Dalam pengajaran, operants conditioning menjamin respon-respon terhadap stimulus. Apabila murid tidak menunjukkan reaksi-reaksi terhadap stimulus guru tak mungkin dapat membimbing tingkah lakunya ke arah tujuan behavior. Guru berperan penting di dlaam kelas untuk mengontrol dan mengarahkan kegiatan belajar ke arah tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.
Jenis-jenis stimulus :
(1)     Jenis-jenis  stimulus
(2)     Positive reinforcement : Penyajian stimulus yang meningkatkan probabilitas suatu respon
(3)     Negative rinforcement : Pembatasan stimulus yang tidak menyenangkan, yang jika dihentikan akan mengakibatkan probabilitas respon
(4)     Hukuman : pemberian stimulus yang tidak menyenangkan misalnya : “Contradktion or reprimand”. Bentuk hukuman lain berupa penangguhan stimulus yang menyenangkan (removing adalah pelasant  or reinforcing stimulus).
(5)     Primary rinforcement : stimulus pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fisiologis
(6)     Modifikasi tingkah laku guru : Perlakuan guru terhadap murid-murid berdasarkan minat dan kesenangan mereka.
Jadwal reinforcement menguraikan tentang kapan dan bagaimana suatu respon diperbuat ? Ada empat cara penjadwalan reinforcement :
1.      Fixed-ratio schedule”; yang didasarkan pada penyajian bahan pelajaran, yang mana pemberi reinforcement baru memberikan penguatan respon setelah terjadi jumlah tertentu dari respon.
2.      Variable ratio schedule”; yang didasarkan penyajian bahan pelajaran dengan penguat setelah rata-rata respon
3.      Fixed interval schedule”; yang didasarkan atas satuan waktu tetapi diantara “reinforcement”
4.      variable interval schedule”; pemberian renforcement menurut respon betul yang pertama setelah terjadi kesalahan-kesalahan respon.
Paling tidak tidak, ada enam konsep operant conditioning ini yaitu :
a.       Penguatan positif dan negatif
b.      Shopping, ialah proses pembentukan tingkah laku yang makin mendekati tingkah laku yang diharapkan.
c.       Pendekatan suksesif, ialah proses pembentukan tingkah laku yang menggunakan penguatan pada saat tepat hingga respon pun sesuai dengan yang diisyaratkan.
d.      Extention, ialah proses penghentian kegiatan sebagai akibat dari ditiadakannya penguatan.
e.       Chaining of respons, ialah respon dan stimulus yang berangkaian satu sama lain
f.       Jadwal penguatan ialah variasi pemberian peguatan : rasio tetap dan bervariasi, interval tetap dan bervariasi.
g.      Menurut
Menurut thondike, belajar dapat dilakukan dengan mencoba-coba (trial and error).mencoba-coba ini dilakukan, manakala seseorang tidak tahu bagaimana harus memberikan respon atas sesuatu. Dalam mencoba-coba ini seseorang mungkin akan menemukan respoons yang tepat berkaitan dengan persoalan yang dihadapinya.
Karakteristik belajar trial dan error adalah sebagai berikut :
a.       Adanya motivatie pada diri seseorang yang mendorong untuk melakukan sesuatu
b.      Seseorang berusaha melakukan berbagai macam respons dalam rangka memenuhi motive-motivenya.
c.       Respons-respons yang dirasakan tidak bersesuaian dengan motivenya dihilangkan
d.      Akhirnya seseorang mendapatkan jenis respon yang paling tepat.
Beberapa hukum belajr yang ditemukan oleh Thoendike adalah sebagai berikut :
a.       Hukum kesiapan (law of readiness). Jika seseorang siap melakukan sesuatu, dan ia melakukannya, maka ia puas. Sebaliknya, jika ia siap melakukan sesuatu, tetapi tidak melakukannya, maka ia tidakpuas. Implikasi dari hukum ini adalah, bahwa motivasi sangat penting dalam belajar. Sebab pemuas yang antara lain berupa terpemenuhinya motif-motif seseorang, menjadikan seseorang belajar berulang-ulang.
b.      Hukum latihan (low of exercise). Jika seseorang mengulang-ulang respons terhadap suatu stimulus, maka akan memperkuat hubungan antara respon dan stimulus. Sebaliknya jika respons tersebut tidak digunakan, hubungannya dengan stimulus semakin lemah. Tetapi lemah dan kuatnya hubungan antara respons dan stimulus tersebut tergantung kepada memuaskan tidaknya respons yang diberikan. Implikasi hukum ini adalah baha belajar dimulai dari tingkatan yang mudah berangsur-angsur menuju yang sukat. Berangkat dari yang sederhana berangsur-angsur menuju ke yang kompelks.
c.       0hukum akibat (law of effect). Manakala hubungan antara respon dengan stimulus menimbulkan kepuasan, maka tingkatan penguatannya kian besar. Sebaliknya jika hubungan antara respon dengan stimulus menimbulkan ketidak puasan, maka tingkatan penguatannya kian lemah. Dengan perkataan lain, hukum akibat ini punya keyakinan bahwa orang punya kecenderungan mengulang respon yang memuaskan dengan menghindari respon yang tidak memuaskan. Hukum ini membawa implikasi kebenaran bagi diadakannya eksperimentasi dalam belajar.
Selain mengemukakan tiga hukum belajar, Tondike  mengemukakan prinsip-prinsip belajar, yaitu :
a.       Pada saat seseorang berhadapan dengan sebuah situasi yang bagi dia termasuk baru, berbagai ragam respon ia lakukan. Respon tersebut ada kalanya berbeda-beda sampai yang bersangkutan memperoleh respon yang benar.
b.      apa yang ada pada diri seseorang, baik itu berupa pengalaman, kepercayaan, sikap dan hal-hal lain yang telah ada pada dirinya, turut menentukan tercapainya tujuan yang ingin dicapai.
c.       Pada diri seseorang sebenamya terdapat potensi untuk mengadakan seleksi terhadap unsur-unsur penting dari yang kurang atau penting hingga akhirnya dapat menentukan respon yang tepat.
d.      Orang cenderung memberikan respon yang sama terhadap situasi yang sama.
e.       Orang cenderung mengadakan assosiative shiffing, ialah menghubungkan respon yang ia kuasai dengan situasi tertentu tatkala menyadari bahwa respon yang ia kuasai dengan situasi tersebut mempunyai hubungan.
f.       Manakala suatu respon cocok dengan situasinya relatif mudah untuk dipelajari (concept belongingness).

1.3. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Kognitif
Ada beberapa ahli yang belum merasa puas terhadap penemuan-penemuan para ahli sebelumnya mengenai belajr sebagai proses hubungan stimulus-respon-reinforcement. Mereka berpendapat, bahwa tingkahlaku seseorang tidak hanya dikontrol oleh Reward dan reinforcement. Mereka ini adalah para ahli jiwa aliran kognitif. Menurut pendapat mereka, tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan seseorang terlibat langsung dalam situsi itu dan memperoleh insight untuk pemecahan masalah. Jadi kaun kognitif berpandangan, bahwa tingkahlaku seseorang lebih bergantung kepada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada dalam suatu situasi. Keseluruhan adalah lebih dari bagian-bagiannya. Mereka memberi tekanan pada organisasi pengamatan atas stimulus di dalam lingkungan serta faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan.
Menurut psikologi kognitif, belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti tentang sesuatu. Usaha untuk mengerti tentang sesuatu tersebut, dilakukan secara aktif oleh pembelajar. Keaktifan tersebut dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan. Mempraktekkan, mengabaikan dan respon-respon yang lainnya guna mencapai tujuan. Para psikolog kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dipunyai sebelumnya, sangat menentukan terhadap perolehan belajar :yang berhasil dipelajari yang berhasil diingat dan yang mudah dilupakan.
Salah satu teori belajar yang berasal dari psikologi kognitif adalah teori pemerosesan informasi. Menurut teori ini, belajar dipandang sebagaoi proses pengolahaninformasi dalam otak manusia. Sedangkan pengolahan oleh otak manusia sendiri dimulai dengan pengatan (penginderaan) atas informasi yang berada dalam lingkungan manusia, penyimpanan (baik untuk jangka waktu pendek maupun panjang), penyimpanan / pengkodean / penyadian terhadap informasi-informasi yang tersimpan, dan setelah membentuk pengertian, kemudian dikeluarkan kembalii oleh pembelajar.
Menurut teori ini suatu informasi yang berasal dari lingkungan pembelajar, pada awalnya diterima oleh reseptor. Reseptor-sreseptor tersebut memberikan simbol-simbol informasi yang ia terima, dan kemudian diteruskan ke registor penginderaan yang terdapat pada saraf pusat. Dengan demikian, informasi-informasi yang diterima oleh registor penginderaan telah mengalami  transformasi.
Informasi yang masuk ke dalam syaraf pusat tersdebut kemudian disimpan dalam waktu pendek. Informasi-informasi yang disimpan dalam waktu sebentar ini, sebagian diantaranya diteruskan ke memori jangka pendek, sedangkan selebihnya hilang dari sistem. Proses pereduksian seperti ini dikenal juga dengan persepsi selektif. Sementara memori jangka pendek lazim juga dikenal dengan memori kerja dan kesadaran. Kapasitas memori jangka pendek ini amat terbatas, waktunya juga pendek.
Informasi dalam memori jangka pendek dapat ditranspormasi dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya, diteruskan ke memori jangka panjang. Saat transpormasi, informasi-informasi baru terintegrasi dengan informasi-informasi lama yang sudah tersimpan dalam memori jangka panjang bertahan lama, dan disiapkan untuk dipergunakan di kemudian hari.
Pengeluaran kembali atas informasi-informasi yang terseimpan dalam memori jangka panjang adalah dengan pemanggilan. Dalam pikiran yang sadar, informasi mengalir dari memori jangka panjang ke memori jangka pendek, dan kemudian kegenerator respon. Sementara untuk respon otomatis, informasi mengalir langsung dari memori jangka panjang kegenerator respon selama pemanggilan.menurut psikologi belajr kognitif, reinforcemen sangat penting juga dalam belajar, meskipun alasan yang dikemukakan berbeda dengan psikologi behavioristik. Sebab, manakala menurut psikolog behavioristik reinforcemen berfungsi sebagai pemerkuat respon atau tingkah laku, maka menurut psikolog kognitif, berfungsi sebagai sumber umpan balik, megurangi keragu-raguan hingga mengarah kepada pengertian.
Teori kognitif berpijak pada tiga hal yaitu :
(1)     Perantara sentral (central intermediaries)
(2)     Proses-proses pusat otak (central brain), misalnya ingatan atau ekpektasi merupakan integrator tingkah laku yang bertujuan. Pendapat ini berdasarkan pada inferensi tingkah laku yang tampak (diamati)
(3)     Pertanyaan tentang apa yang dipelajari ? Jawabannya adalah struktur kognitif, bahwa yang dipelajari adalah fakta, kita mengetahui dimana adanya, yang mengetahui altemate routes illustratis cognitive structure . variabel tingkah laku non habitual adalah struktur kognitif sebagai bagian dari apa yang dipelajari.
(4)     Pemahaman dalam pemecahan masalah. Pemecahan suatu masalah ialah dengan cara menyajikan pengalaman lampau dalam bentuk struktur perseptual yang mendasari terjadinya insight (pemahaman) di mana adanya pemgetian mengenai hubungan-hubungan yang essensial. Perferensi yang digunakan adalah the contemporary structuring of the problem.
Prinsip-prinsip belajar teori kognitif :
(1)     Gambaran perseptual sesuai dengan masalah yang dipertunjukkan kepada siswa adalah kondisi belajar yang penting. Suatu masalah belajar yang trstruktur dan disajikan upaya gambaran-gambaran yang esensial terbuka terhadap inspeksi dari siswa.
(2)     Organisasi pengetahuan harus merupakan sesuatu mendasar bagi guru atau perencana pendidikan. Susunanya dari yang sederhana ke yang kompleks, dalam arti dari keseluruhan yang sederhana ke keseluruhan yang lebih kompleks. Masalah bagian keseluruhan adalah masalah organisasi dan tidak bertalian dengan teori pola kompleksitas. Sesuai dengan pandangan mengenai pertumbuhan kognitif, maka organisasi pengetahuan tergantung pada tingkat perkembangan siswa.
(3)     Belajar dengan pemahaman (understanding) adalah lebih permanen (menetap) dan lebih memungkinkan untuk ditransferkan, dibandingkan dengan rte leaming atau belajar dengan formula. Berbeda dengan teori stimulus respon, teori yang menitikberatkan pada pentingnya kebermaknaan dalam belajar dan mengingat (retention).
(4)     Umpan balik kognitif mempertunjukkan pengetahuan yang benar dan tepat dan mengoreksi kesalahan belajr. Siswa menerima atau menolak sesuatu berdasarkan konsekuensi dari apa yang telah diperbuatnya. Dalam hal ini kognitif setara dengan penguatan (reinforcement) pada S-R theory, tetapi teori kognitif cenderung menempatkan titik beratnya pada pengujian hipotesis melalui umpan balik.
(5)     Penetapan tujuan (goal setting) penting sebagai motivasi belajar. Keberhasilan dan kegagalan menjadi hal yang menentukan cara menetapkan tujuan untuk waktu  yang akan datang.
(6)     Berfikir defergen menuju ke ditemukannya pemecahan masalah atau terciptanya produk yang berilai dan menyenagkan. Berbeda dengan berfikir konvergen yang menuju ke mendapatkan jawaban-jawaban yang benar secara logika. Berfikir defergen menuntut dukungan (umpan balik) bagi upaya tentatif seseoranbg yang orisinil agar supaya dia dapat mengamati dirinya sebagai kreatif potensial.

Teori Belajar Cognitive-Field dari Lewin

Bertolak dari penemuan Gestalt Psychology, Kurt Lewin (1892-1947) mengembangkan suatu teori belajar cognitive field dengan menaruh perhatian kepadakepribadian dan psikologi sosial. Lewin memandang masing-mading individu berada di dalam suatu medan kekuatan, yang bersifat psikologis. Medan kekuatan psikologis dimana individu bereaksi disebut life space. Life space mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi, misalnya : orang-orang yang ia jumpai, objek materiil yang ia hadapi, serta fungsi-fungsi kejiwaan yang ia miliki. Lewin berpendapat, bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan-kekuatan, baik dalam diri individu seperti tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan, maupun dari luar diri individu seperti sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari struktur medan kognisi itu sendiri, yang lainnya dari kebutuhan dan motivasi intemal individu. Lewin memberikan peranan yang lehih penting pada motivasi dari reward.

 

Teori Belajar Cognitive Development dari Piaget

Dalam teorinya Piaget memandang bahwa proses berfikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak.
Piaget adalah seorang psikolog developmental karena penelitiannya mengenai tahap-tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajr individu. Dia adalah salah seorang psikolog suatu teori komperhensif tentang perkembangan intelegensi atau proses berfikir. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemampuan mental baru yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektual adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Apabila ahli biologi menekankan penjelasan tentang pertumbuhan struktur memungkinkan individu mengalami penyesuaian diri dengan lingkungna, maka Piaget tekanan penyelidikannya lain. Piaget menyelidiki masalah yang sama dari segi penyesuaian / adaptasi manusia serta meneliti perkembangan intelektual atau kognisi berdasarkan dalil bahwa struktur intelektual terbentuk di dalam individu akibat interaksinya dengan lingkungan.
Piage memakai istilah scheme secara interchageably, Piaget memakai istilah scheme secara interchangeably dengan istilah struktur. Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat diulangulang. Scheme berhubungan dengan :
-          Refleks-refleks pembawaan, misalnya bemafas, makan, minum
-          Scheme mental, misalnya scheme of classifkation, scheme of operation (pola tingkah laku yang masih sukar diamati seperti sikap), scheme of operation (pola tingkah laku yang dapat diamati).
Menurut Piaget, intelegensiitu sendiri terdiri dari tiga aspek yaitu :
a.       Struktur, disebut juga scheme seperti yang dikemukakan di atas.
b.      Isi disebut juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu masalah.
c.       Fungsi, disebut juga fungcion, yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektual, fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam fungsi invarian, yaitu organisasi dan adaptasi.
-          Organisasi, berupa kecakapan seseorang / organisme dalam menyusun proses-proses fisik dan psikis dalam bentu sistem-sistem yang koheren.
-          Adaptasi, yaitu adaptasi individu terhadap lingkungannya. Adaptasiini terdiri dari dua macam proses komplementer yaitu asimilasi dan akomodasi.
+        Asimilasi : Proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk menghadapi masalah dalam lingkungannya.
+        Akomodasi : Proses perubahanrespon individu terhadap stimuli lingkungannya.
Dengan penjelasan seperti di atas dapatlah kita ketahui tentang bagaimana terjadinya pertumbuhan dan perkembangan individu.
Pertumbuhan intelektual terjadi karena adanya proses yang kontinu dari adanya equlibrium-equilibrium. Bila individu dapat menjaga adanya equilibrium, individu akan dapat mencapai tingkat perkembangan intelektual yang lebih tinggi. Pengaplikasian di dlaam belajar, perkembangan kognitif bergantung kepada komodasi. Kepada siswa harus diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tak dapat belajar dari apa yang telah diketahuinya saja. Ia tak dapat menggantngkan diri pada asimilasi. Dengan adanya area baru ini siswa akan mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasi. Situasi atau area itulah yang akan mempermudahpertumbuhan kognitif.
Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan intelektual anak mengandung tiga aspek, yaitu structure, content, dan function. Anak yang sedang mengalami perkembangan. Struktur dan kontent intelektualnya berubah / berkembang. Fungsi dan adaptasi akan mtersusun sehingga berubah / berkembang. Fungsi dan adaptasi akan tersusun sehingga melahirkan suatu rangkaian perkembangan, masing-masing mempunyai struktur psikologis khusus yang menentukan kecakapan pikir anak. Maka Piaget mengartikan inteligensi adalah sejumlah struktur piskologis yang ada pada tingkat perkembangan khusus.

Tahap-tahap Perkembangan

Piaget mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan anak, yaitu :
1.      Kematangan
2.      pengalaman fisik / lingkungan
3.      transmisi sosial
4.      equilibrium atau self regulation
Selanjutnya ia membagi tingkat-tingkat perkembangan
1.      Tingkat sensori motoris     0.0 – 2.0          Tiap
2.      tingkat preoperasinal         2.0 – 7.0          anak
3.      tingkat operasi konkret     7.0 – 11.0        ber-
4.      tingkat operasi formal       11.0  -              beda

Penjelasan :
1.      Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Pada masa kanak-kanak ini, anak belum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan inderanya.
2.      tingkat preoperasional
anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat ia jumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja. Baru pada menjelang akhir tahun ke-2 anak telah mulai mengenal simbol / nama. Dalam hubungan ini Philips (1969) membagi atas :
1.      concreteness
2.      interversibility
3.      centering, (ini tampak adanya egocentisme)
4.      state vs transformation, dan
5.      transductive reasoning
1.      tingkat operasi konkret
anak telah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak. Kecakapan kognitif anak :
(1)    Combinativy classifkation
(2)    Reversibility
(3)    Associativity
(4)    Identity
(5)    Serializing
Anak mulai kurang egocentrisme-nya dan lebih sociocentris (anak mulai membentuk peer group)
2.      Tingkat operasi formal
Anak telah mempunyai pemikiran abstrak pada bentuk-bentuk kompleks. Flavell (1963) memberikan ciri-ciri sebagai berikut :
a.       Pada pemikiran anak remaja adalah hypothetko-deductive.
Ia telah dapat membuat hipotesis-hipotesis dari suatu problema dan membuat keputusan terhadap problema itu secara tepat, tetapi anak kecil belum dapat menyimpulkan apakah hipotesisnya ditolak atau diterima.
b.       Periode propositional thinking
Remaja telah dapat meberikan statemen atu proposisi berdasarkan pada data yang konkret. Tetapi kaang-kadang ia berhadapan dengan proporsi yang bertentangan dengan fakta.
c.       Periode combinatorial thinking
Bila remaja itu mempertimbangkan tentang pemecahan problem ia telah dapat memisahkan faktor-faktor yang menyangkut dirinya dan mengkombinasi faktor-faktor itu.

Jerome bruner dengan Discovely Leaming-nya

Yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam belajr di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya discovery leeaming, yaitu dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedor ini berbeda dengan reception leaming atau expositoryteaching, dimana guru menerangkan informasi dan murid harus mempelajari semua bahan / informasi itu.
Banyak pendapat yang mendunkung discovery leaming itu, diantaranya J. Dewey (1933) dengan complete art of reflective activity aau dikenal dengan problem solving. Ide Bruner itu ditulis dalam bukunya Process of Education. Di dalam buku itu ia melaporkkan hasil dari suatu konferensi diantara suatu para ahli science. Ahli sekolah / pengajaran dan pendidik tentang pengajaran science. Dalam hal ini /ia mengemukakan pendapatnya, bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pada tingkat permulaan pengajaran hendaknya dapat diberikan melalui cara-cara yang bermakna, dan makin meningkat ke arah yang abstrak.
Bruner mendapat pertanyaan, bagaimana kita dapat mengembangkan program pengajaran yang lebih efektif bagi anak yang muda ? Jawaban Bruner ialah dengan mengkoordinasikan metode penyajian bahan itu, yang sesuai dengan tingkat kemajuan anak. Tingkat-tingkat kemajuan anak dari tingkatt kamajuan anak (anactive) ke representasi konret (konek) dan akhirnya ke tingkat representasi yang abstrak (symbolk). Demikian juga dalam penyesuaian kurikulum. Pemyataan lain dan process of education ialah tentang bagaimana mata pelajaran itu harus diajarkan. Kurikulum dari suatu mata pelajaran harus ditentukan oleh pengertian yang sangat fundamental bahwa hal itu dapat dicapai berdasarkan prinsip-prinsip yang memberikan struktur bagi mata pelajaran itu. Maka di dalam mengajar harus dapat diberikan kepada murid struktur dari mata pelajaran itu, murid harus mempelajari prinsip-prinsip itu sehingga terbentuklah suatu disiplin. Sekali murid mengetahui prinsip itu ia problem di dalam disiplin itu. Bruner menyebutkan hendaknya guru harus memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historin, atau ahli matematika.Biarkanlah murid-murid kita menemukan arti bagi diri mereka endiri, dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang dimengerti mereka.

the act of discovery dari Bruner:
1.      Adanya suatu kenaikan berkala di dalam potensi intelektual.
2.      Ganjaran intrinsik lebih ditekankan daripada intrinsik.
3.      Murid yang mempelajari bagaimana menemukan berarti murid itu menguasai metode discovery leaming.
4.      Murid lebilh senang mengingat-ingat informasi .

1.4. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Humanistik
Pada akhir tahun 1940-an muncul suatu perspektif psikologi baru. Orang-orang yang terlibat dalam penerapan psikologilah yang berjasa dalam perkembangan ini, misalnya ahli-ahli psikologi klinik, pekerja-pekerja sosial dan konseler. Gerakan ini erkembang, dan kemudian dikenal sebagai psikologi humanistik, eksestensial, perceptual, atau fenomenologikal. Psikologi ini berusaha untuk memahami perilaku seseorang dari sudut si pelaku (behaver), bukan dari pengamat (observer).
Dalam dunia pendidikan, aliran humanistik muncul pada tahun 1960 sampai 1970-an dan mungkin perubahan-perubahan dan inovasi yang terjadi selama dua dekade yang terakhir pada abad 20 ini pun juga akan menuju pada arah ini (John Jarolimak ek, Cliffor D Foste, 1976, halaman 330)
Perhatian psikologi humanistik yang terutama tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistik penyusunan dan penyajian materi pelajaran barus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.
Tujuan utama para pendidik ialah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka (Hamachek, 1977, p. 148).
Psikologi humanistik berkeyakinan bahwa anak termasuk makhluk yang unik, beragam, berbeda antara satu dengan yang lain. Keberagaman yang ada pada diri anak, hendaknya dikukuhkan. Dengan demikian, seorang pendidik atau guru bukanlah bertugas untuk membentuk anak menjadi manusia sesuai yang ia kehendaki, melainkan memantapkan visi yang telah ada pada anak itu sendiril untuk itu, seorang pendidik pertama kali membantu anak untuk memahami diri mereka sendiri, dan tidak memaksakan pemahamannya sendiri mengenai diri siswa.
Keberagaman anak tidak saja dari segi lahir, melainkan yang terutama adalah dari segi batinnya. Oleh karena itu, jika ingin memahami anak, tidak dapat dengan menggunakan perspektif orang yang memahami, melainkan dengan menggunakan perspektif orang yang dipahami.

Behaviorisme Versus Humanistik

Dalam menyoroti masalah perilaku, ahli-ahli psikologi behavioral dan humanistik mempunyai pandangan yang sangat berbeda. Perbedaan ini dikenal sebagai freedom of determination issue. Para behaviorest memandang orang sebagai makhluk reaktif yang memberikan responsnya terhadap lingkungannya. Pengalaman lampau dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Sebaliknya para humanistik mempunyai pendapat bahwa tiap orang itu menentukan perilaku mereka sendiri. Mereka bebas dalam memilih kualitas hidup mereka, tidak terikat oleh lingkungannya.
Sebagaimana disebtakan diatas, bahwa pandangan psikologi humanistik merupakan anti tesa dari pandangan psikologi behavioristik. Eka dalam pandangan psikologi behavioristik, belajar merupakan kontrol instrumental yang dilakukan oleh lingkungan, maka dalam pandangan psikologi humanistik justru sebaliknya. Belajar dilakukan dengan cara memberikan kebebasan yang sebesar-besarnya kepada individu.

Tokoh-Tokoh Humanistik

Ada beberapa tokoh yang menonjol dalam aliran humanistik seperti: Combs, Maslov, dan Rogers

1)      Combs :
Combs dan kawan-kawan menyatakan apabila kita ingin memahami perilaku orang kita harus mencoba memahami dunia persepsi orang itu. Apabila kita ingin mengubah perilaku seseorang, kita harus berusaha mengubah keyakinan atau pandangan orang itu, perilaku dalamlah yang membedakan seseorang dari yang lain. Combs dan kawankawan selanjutnya mengatakan bahwa perilaku buruk itu sesungguhnya tak lain hanyalah dari ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Apabila seorang guru mengeluh bahwa siswanya tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu, ini sesungguhnya berarti, bahwa siswa itu tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh guru itu. Apabila guru itu memberikan aktivitas yang lain, mungkin sekali siswa akan memberikan reaksi yang positif. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada leaming, yaitu:
1.       Pemerolehan informasi baru,
2.       Personalisasi informasi, ini pada individu.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila subject matter-nya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada subject matter itu, dengan kata lain di individulah yang memberikan arti tadi kepada subject matter itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana caranya membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari subject matter itu, bagaimana siswa itu menghubungkan subject matter itu dengan kehidupannya (Principles of Instruction Design oleh Robert M. Gayne & Leshe J. Briggs, halaman 212).
Combs memberikan lukisan persepsi diri dan persepsi dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkaran besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhya pada individu dan makin dekat peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin besar pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.

2)      Maslov
Teori didasarkan atas asumsi bahwa di dalam diri kita ada dua hal :
(1)   Suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2)   Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu, (maslov, 1968)
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya. Tetapi mendorong untuk maju ke arah keutuhan, keunikan diri, menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendifi (self).
Maslov membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di tasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Hirarki kebutuhan manusia menurut Maslov ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar tidak mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.

3)      Carl Rogers
Salah seorang tokoh psikologi humanistik adalah Carl Rogers, seorang ahli psikoterapi. la mempunyai pandangan bahwa siswa yang belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas. Tidak itu saja, siswa juga diharapkan dapat membebaskan dirinya hingga ia dapat mengambil keputusan sendiri dan berani bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yang ia ambil atau pilih.
Dalam belajar demikian, anak tidak dketak menjadi oran lain melainkan dibiarkan dan dipupuk untuk menjadi dirinya sendiri. la tidak direkayasa agar terikat kepada orang lain, bergantung kepada pihak lain dan memenuhi harapan orang lain. la dibiarkan agar tetap bisa menjadi arsitek buat dirinya sendiri.
Rogers mengemukakan prinsip-prinsip belajar humanistik sebagai berikut :
a.      Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar merupakan suatu hal yang bersifat alamiah bagi manusia. Ini disebabkan adanya hasrat ingin tahu manusia yang terus menerus terhadap dunia dengan segala isinya. Hasrat ingin tahu yang demikian terhadap dunia sekelilingnya, menjadikan penyebab seseorang senantiasa berusaha mencari jawabannya. Dalam proses mencari jawaban inilah, seseorang mengalami aktivitas-aktivitas belajar.
b.      Belajar bermakna.
Dalam pandangan psikologi humanistik makna sangat penting dalam belajar. Seorang beraktivitas atau tidak senantiasa akan menimbang-nimbang apakah aktivitas tersebut menipunyai makna buat dirinya. Sebab, sesuatu yang tak bermakna bagi dirinya, tentu tidak akan ia lakukan.
c.       Belajar tanpa hukuman.
Hukuman memang dapat saja membuat seseorang untuk belajar. Tetapi, hasil belajar demikian tidak akan bertahan lama. la melakukan aktivitas sekedar menghindari ancaman hukuman. Pada hal, manakala hukuman tak ada, aktivitaspun tidak akan dilakukan. Oleh karena itu, agar anak belajar justru harus dibebaskan dari ancaman hukuman.
Belajar yang terbebas dari ancaman hukuman demikian im menjadikan penyebab anak bebas melakukan apa saja, mencoba-coba sesuatu yang bermanfaat buat dirinya. mengadakan eksperimentasi-eksperimentasi hingga anak dapat menemukan sendiri mengenai sesuatu yang baru. Kreativitas anak dalam belajar yang bebas dari ancaman hukuman dengan sendirinya juga akan meningkat.
d.      Belajar dengan inisiatif sendiri.
Belajar dengan inisiatif sendiri pada diri pembelajar sebenamya menyiratkan betapa tingginya motivasi internal yang dipunyai. Pembelajar yang banyak berinisiatif tatkala belajar, senantiasa mencari cara-cara hingga dia berhasil dalam belajarnya. Inisialif yang lahir dari diri sendiri im juga menunjukkan rendalmya dependensi pembelajar terhadap orang lain. la akan bebas melakukan apa saja dalam belajarnya. dan tidak terikat oleh rekayasa-rekayasa yang berasal dari lingkungannya. Pada diri pembelajar yang kaya inisiatif, terdapat kemampuan untuk mengarahkan dirinya sendiri, menentukan pilihannya sendiri serta berusaha menimbang-nimbang sendiri mana hal yang baik bagi dirinya. la akan berusaha dengan totalitas pribadinya untuk mencapai sesuatu yang ia cita-citakan.
e.       Belajar dan perubahan.
Dunia terus berubah, dan siapapun di dunia ini tak ada yang dapat menangkal perobahan. Oleh karena itu, pembelajar haruslah dapat belajar dalam segala kondisi dan situasi yang serba berubah. Kalau tidak, ia akan terlindas oleh perubahan.
Dengan demikian, belajar yang sekedar mengingat fakta, menghafal sesuatu, dipandang tidak cukup. Orang harus dapat menyesuaikan dalam sebuah dunia yang senantiasa berubah.
Dalam bukunya freedom to learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistik yang penting, di antaranya adalah :
(1)        Manusia itu mempunyai kemampuan untuk belajar secara alami.
(2)        Belajar yang signifikan terjadi apabila subject matter di rasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksudnya sendiri.
(3)        Belajar yang menyangkut suatu perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
(4)        Tugas-tugas belajar yang mengancam diri adalah lebilh mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman- ancaman dari luar itu semakin kecil
(5)        Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar
(6)        Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
(7)        Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggung-jawab terhadap proses belajar itu.
(8)        Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi
siswa seutuhnya baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan basil yang mendalam dan lestari.
(9)        Kepercayaan tehadap diri sendiri, kemerdekaan. kreativitas lebih mudah dicapai terutama siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengeritik dirinya sendiri dan penilaian diri orang lain merupakan cara kedua yang penting.
(10)    Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar. suatu keterbukaan yang terus-menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam dirinya sendiri mengenai proses perubahan itu.

1.5. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Gestalt.
Dalam aliran ini ada beberapa istilah yang artinya sama ialah: field, pattera, organisme, closure, integration, wholistk, configuration, dan gestalt. Karena itu psikologi gestalt sering disebut psikologi organisme atau field theory.
Menurut aliran ini, jiwa manusia adalah suatu keseluruhan yang berstruktur. Suatu keseluruhan bukan terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Unsur-unsur itu berada dalam keseluruhan menurut struktur yang telah tertentu dan saling berinteralisi satu sama lain, Contoh: kepala manusia bukan merupakan penjumlahan daripada batok kepala, telinga, bidung, mata, mulut, rambut, dagu, dan sebagainya, melainkan kepala itu adalah suatu keseluruhan yang bermakna, di mana unsur-unsur tadi teletak pada struktumya masing-masing. Mata tidak mungkin terletak di ibu jari, hidung tidak mungkin terletak di tengah-tengah dada dan seterusnya. Pada struktumya masing-masing itulah bagian-bagian dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam hubungan keseluruhan itu. Lagi pula sesuatu hal, perbuatan, benda lain-lain hanya bermakna dalam hubungan dengan situasi tertentu. Misalnya: emas (perhiasan) hanya bermakna dalam situasi di mana ada pesta. para tamu umumnya memakai perhiasan yang indah-indah, akan tetapi akan tidak bermakna dalam situasi padang pasir di mana seseorang sedang mengalami rasa haus dan dahaga.
Pandangan ini sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar. Beberapa pokok yang perlu mendapat perhatian antara lain ialah :
(1)   Timbulnya kelakuan adalah berkat interaksi, antara individu dan lingkungan dimana faktor apa yang telah dimiliki (natural endowment) lebih menonjol.
(2)   Bahwa individu berada dalam keadaan keseimbangan dinamis, adanya gangguan terhadap keseimbangan itu akan mendorong timbulnya kelakuan.
(3)   Mengutamakan segi pemahaman (insight)
(4)   Menekankan kepada adanya situasi sekarang, dimana individu menemukan dirinya
(5)   Yang utama dan pertama adalah keseluruhan, dan bagian-bagian hanya bermakna jika berada dalam keseluruhan itu.

Prinsip-prinsip Belajar gestalt (field theory )
1)       Belajar dimulai dari suatu keseluruhan. Keseluruhan yang menjadi permulaan, baru menuju ke bagian-bagian. Dari keseluruhan organisasi mata pelajaran menuju tugas-tugas harian yang beruntun. Belajar dimulai dari satu unit yang kompleks menuju ke hal-hal yang mudah dimengerti, deferensiasi pengetahuan dan kecakapan.
2)       Keseluruhan memberikan makna kepada bagian-bagian. Bagian-bagian terjadi dalam suatu keseluruhan. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam rangka keseluruhan tadi. Dengan demikian keseluruhan yang memberikan makna terhadap suatu bagian, misal : sebuah ban mobil hanya bemakna kalau menjadi bagian dari mobil, sebagai roda. Sebuah papan tulis hanya bermakna sebagai papan tulis kalau ia berada dalam kelas, sebuah tiang kayu hanya bermakna sebagai tiang kalau menjadi satu dari rumah dan sebagainya.
3)       Individuasi bagian-bagian dari keseluruhan. Mula-mula anak melihat sesuatu sebagai keseluruhan. Bagian-bagian dilihat dalam hubungan fungsional dengan keseluruhan. Tetapi lambat laun ia mengadakan deferensiasi bagian-bagian itu dari keseluruhan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil atau kesatuan yang lebih kecil contoh: mula-mula anak melihat mengenal wajah ibunya sebagai keseluruhan kesatuan. Lambat laun dia dapat memisahkan mana mata ibu, mana hidung ibu, mana telinga ibu, kemudian ia melihat bahwa wajah ibunya itu cantik atau jelek, atau menarik dan sebagainya.
4)       Anak belajar dengan menggunakan pemahaman atau insight. Pemahaman adalah kemampuan melihat hubungan-hubungan antara berbagai faktor atau unsur dalam situasi yang problematis, seperti simpanse dapat melihat hubungan antara beberapa buah kotak menjadi sebuah tangan untuk mengambil buah pisang karena ia sedang lapar.
Tokoh psikologi gestalt ini antara lain adalah Kohler, Koffka dan Wertheimer. Menurut pandangan psikologi gestalt, belajar terdiri atas hubungan stimulus respon yang sederhana tanpa adanya pengulangan ide atau proses berfikir.
Psikologi kognitif mulai berkembang dengan lahimya teori belajar Gestalt ini. Peletak dasar psikologi gestalt adalah Mex Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Sumbangannya ini diikuti oleh Kurt koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, kemudian Wollgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang insight pada simpanse. Penelitian-penelitian mereka menumbuhkan psikologi gestalt yang menekankan bahasan pada masalah konfigurasi, struktur dan pemetaan dalam pengalaman. Kaum gestalt berpendapat, bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan. Orang yang belajar, mengamati stimuli dalam keseluruhan yang terorganisasi, bukan dalam bagian-bagian yang terpisah.
Suatu konsep yang penting dalam teori gestalt adalah tentang "insight", yaitu pengamatan/pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Insight itu sering dihubungkan dengan pemyataan spontan "aha" atau "oh", “sec-now".
Kohler (1927) menemukan tumbuhnya insight pada seekor simpanse dengan menghadapkan simpanse pada masalah bagaimana memperoleh pisang yang terletak di luar kurungan atau tergantung di atas kurungan. Dalam eksperimen itu Kohler mengamati, bahwa kadangkala simpanse dapat memecahkan masalah secara mendadak, kadangkala gagal meraih pisang, kadang kala duduk merenungkan masalah, dan kemudian secara tiba-tiba menemukan pemecahan masalah.
Wertheimer (1945) menjadi orang gestalt yang mula-mula menghubungkan pekerjaannya dengan proses belajar di kelas. Dari pengamatannya itu. ia menyesalkan penggunaan metode menghafal di sekolah dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis.
Menurut pandangan gestaltis, semua kegiatan belajar (baik pada simpanse maupun pada manusia) menggunakan insight atau pemahaman terhadap hubungan-hubungan, terutama hubungan-hubungan antara bagian dengan keseluruhan. Menurut psikologi gestalt, tingkat kejelasan atau keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan belajar seseorang daripada dengan hukuman dan ganjaran.
Menurut psikologi gestalt setiap pengalaman itu senantiasa struktur. Setiap respon yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulan, sebenamya tidak tertuju kepada suatu bagian melainkan teriuju kepada sesuatu yang bersifat kompleks.
Adapun hukum-hukum belajar menurut psikologi adalah sebagai   berikut :
a.       Hukum kesamaan (law of similarity). Menurut hukum ini, sesuatu yang sama cenderung membentuk satu kesatuan. Perhatikan gambar berikut ini:
$   Y   @   h
$   Y   @   h
$   Y   @   h
b.      Hukum penuh makna (law of pragnanz). Menurut hukum ini, pengamatan terhadap sesuatu objek cenderung dikaitkan dengan makna objek tersebut bagi seseorang. Makna objek tersebut bagi seseorang, bisa berupa bentuknya, ukurannya, warnanya dan sebagainya.
c.       Hukum kedekatan ( law of proximity ). Menurut hukum ini, sesuatu yang berdekatan cenderung membentuk satu kesatuan, periksa gambar berikut ini
||             ||          ||          ||
||             ||          ||          ||
ab           cd        ef         gh
d.      Hukum ketutupan (law of closure ). Menurut hukum ini, hal-hal yang tertutup membentuk suatu kesatuan. Perhatikan gambar berikut
ù           é  ù             é  ù            é
½         ½  ½            ½  ½          ½
û           ë  û             ë  û           ë
a          b  c             d  e           f
e.       Hukum-hukum kontinyutas ( law of goof continuation )
Menurut hukum ini, hal-hal yang merupakan kontinyuitas membentuk suatu kesatuan.
Menurut psikologi gestalt, wawasan atau yang lazim disebut sebagai insight dipandang sebagai inti belajar. Oleh karena itu, dalam belajar yang mestinya ditanamkan adalah pengertian siswa mengenai sesuatu yang harus dipelajari.

 

2. CIRI - CIRI BELAJAR

Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya pengalaman. Oleh karena itu, ada sejumlah ciri belajar yang dapat dibedakan dengan kegiatan-kegiatan lain selain belajar. Pertama, belajar dibedakan dengan kematangan. Kedua, belajar dibedakan dengan perubahan kondisi fisik dan mental. Ketiga hasil belajar bersifat relatif menetap.
Berdasarkan pengertian belajar diatas. maka pada hakikatnya "belajar menunjuk ke perubahan dalam tingkah laku si subjek dalam situasi tertentu berkat pengalamannya yang berulang-ulang, dan perubahan tingkah taku tersebut tak dapat dijelaskan atas dasar kecendrungan-kecendrungan respon bawaan, kematangan atau keadaan temporer dari subjek (misalnya keletihan, dsb)".

1)      Belajar berbeda dari kematangan.
Kematangan adalah sesuatu yang dialami oleh manusia karena perkembangan-perkembangan bawaan. Tanpa melalui aktivitas belajarpun, pada saat tertentu, orang akan mengalami kematangan. Oleh karena itu, kematangan akan dialami oleh seseorang, meskipun ia sendiri tidak mensengaja. Kematangan yang ada pada diri seseorang juga bukan karena satu upaya yang dilakukan oleh orang lain (misalnya saja guru).
Kematangan umumnya ditandai oleh adanya perubahan-perubahan pada diri seseorang, baik yang bersifat fisik maupun psikis. Adanya perubahan pada diri seseorang semisal dari belum bisa berjalan pada umur tertentu menjadi bisa berjalan pada umur selanjutnya, tidaklah akibat dari aktivitas belajar. Demikian juga, dari seseorang belum bisa berbkara kemudian menjadi bisa berbkara, juga bukan karena aktivitas belajar melainkan karena adanya proses kematangan.
Berbeda dengan belajar, ia adalah suatu proses yang disengaja dan secara sadar. Belajar adalah suatu aktivitas yang dirancang, atau sebagai akibat interaksi antara individu dengan lingkungannya.
2)      Belajar dibedakan dari perubahan kondisi fisik dan mental.
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang disengaja. Perubahan tersebut bisa berupa dari tidak talm menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengedakan sesuatu, dari memberikan respon yang salah atas stimulus-stimulus ke arah memberikan respon yang benar. Berarti perubahan fisik dari kecil menjadi besar, dari kurus menjadi gemuk, dan pendek menjadi semakin tinggi bukanlah karena proses belajar, dan oleh karena itu tidak dapat disebut sebagai proses belajar.
3)      Hasil belajar relatif menetap
Hasil belajar relatif menetap, dan tidak berubah-ubah. Perubahan tingkah laku yang sifatnya relatif tidak menetap, bukanlah karena proses belajar. Orang setiap kali dapat berubah. Perubahan-perubahan demikian, tidak sama dengan perubahan-perubahan dalam belajar. Oleh karena itu, tidak semua perubahan yang ada pada diri seseorang dianggap sebagai hasil belajar. Hanya perubahan-perubahan tertentu saja yang memenuhi syarat untuk disebut sebagai belajar.

3. TUJUAN DAN UNSUR-UNSUR DINAMIS DALAM BELAJAR
Tujuan dan unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah dua hal yang sangat penting dalam belajar. Tujuan umumnya mengarahkan seseorang yang sedang belajar ke arah kegiatan tertentu. Sementara unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah suatu perangkat yang turut menghantarkan sesemang yang sedang mencapai tujuan belajar.
Tujuan Belajar
Setiap manusia kreativitas, sepanjang aktivitas tersebut disadari, senantiasa dimaksudkan bagi pencapaian tujuan tertentu. Demikian juga seseorang yang sedang berkreativitas belajar. tentulah dimaksudkan bagi pencapaian tujuan.
Paling tidak ada empat alasan mengapa tujuan belajar ini perlu dirumuskan oleh pembelajar. Pertama, agar ia mempunyai arah dalam berkreativitas belajar. Kedua, agar ia dapat menilai seberapa target belajar telah ia capai atau belum. Ketiga agar waktu dan tenaganya tidak tersita untuk kegiatan selain belajar.

3.1. Tujuan belajar dalam hubungannya dengan perubahan tingkah laku.
Salah satu ciri belajar pada diri seseorang adalah terdapatnya perubahan tingkah laku pada dirinya. Adanya perubahan tingkah laku ini menjadikan seorang pembelajar berubah dari suatu kondisi ke kondisi tertentu. Perubahan tingkah laku dalam diri pembelajar umumnya dapat diamati (obsevable). Oleh karena itu, ketika pembelajar mau mengadakan aktivitas belajarnya, perlu merumuskan tujuan belajar buat dirinya sendiri.
Dalam merumuskan tujuan belajar yang terkait dengan perubahan tingkah laku ini, seseorang pembelajar pertama kali haruslah mengenali mengenai dirinya sendiri. Pengenalan terhadap dirinya sendiri ini sangat penting guna merumuskan kebutuhan kebutuhan belajarnya. Pengenalan mengenai diri sendiri ini juga bisa terhindar dari mempelajari sesuatu yang sudah dikuasai, disamping dapat terhindar juga dari mempelajari sesuatu yang tidak dimaksudkan untuk dipelajari.
Tujuan belajar yang dikaitkan dengan perubahan tingkah laku ini mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a.       Jelas siapa yang berubah (dalam hal ini adalah pembelajar sendiri, dan bukan pengajar).
b.      Jelas perubahannya, dari tidak bisa sesuatu menjadi bisa sesuatu.
c.       Jelas waktunya, yaitu kapan perubahan tingkah laku tersebut berlangsung dan tercapai.
d.      Jelas ukuran perubahannya, yang lazim ditunjukkan secara kuantitatif.
e.       Jelas cara menghukumya, yaitu perubahan tersebut dapat diukur dengan cara bagaimana.
f.       Dirumuskan dengan kata-kata yang kongkrit (observable).
Sebagai contoh, setelah menelaah Bab I, pembelajar dapat menjelaskan 4 ciri-ciri tingkah laku menyimpang secara lisan. Kata pertama, pembelajar, menunjukkan dengan jelas siapa yang berubah tingkah lakunya setelah melakukan aktivitas, dalam hal ini adalah pembelajar bukan pengajar (unsur pertama). Kata-kata dapat menjelaskan menunjukkan terdapatnya perubahan tingkah laku pada diri pembelajar: dari tidak bisa menjelaskan menjadi bisa menjelaskan (unsur kedua). Kata-kata setelah menelaah bab I menunjukkan waktu perubahan (unsur ketiga). Kata-kata 4 ciri-ciri tingkah laku menyimpang menunjukkan ukuran perubahan. Bandingkan misalnya dengan kata-kata: ciri-ciri tingkah laku menyimpang. Kata-kata ini tidak menunjukkan berapa jumlah ciri tingkah laku menyimpang (unsur keempat). Kata secara lisan menunjukkan bagaimana perubahan tingkah laku tersebut diukur. Sebab, pengukuran terhadap bisa tidaknya seseorang menjelaskan secara lisan dan secara tertulis. membutuhkan cara pengukuran tersendiri. Oleh karena itu, bentuk perubahan tingkah laku tesebut haruslah jelas (unsur kelima). Kata menjelaskan pada rumusan tujuan menunjukkan bahwa ia dapat diamati secara konkrit. Bandingkan misaInya dengan kata memahami, mengerti. merasakan, menikmati. Kata-kata disebutkan terakhir ini tidak dapat diamati (tidak observable).
Bloom dan kawan-kawan (1956) membuat taksonomi tujuan belajar yang terkait dengan perubahan tingkah laku ini. Ia mengkategorisasikan tujuan (bukan memisahkan, karena semestinya tidak untuk dipisah-dipisahkan) menjadi tiga kawasan, ialah kawasan tersebut, masing-masing mempunyai sub kawasan masing-masing yang disusun mulai dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks.
Kawasan pertama, cognitive terdiri dari knowledge, comprehension, applkation, analysis, syntihesis don evaluation. secara berturut-turut akan dijelaskan sebagai berikut :
a.       Knowledge, dapat diartikan dengan pengetahuan. Sub kawasan ini mementingkan aspek ingatan. Oleh karena itu, sub kawasan ini lebih tepat untuk diartikan mengingat terhadap materi-materi yang pernah dipelajari. Mengingat kembali terhadap fakta-fakta yang pernah dipelajari, teori-teori yang pernah ditelaah. dalam kawasan kognitive ini dipandang berada pada tingkat terendah.
b.      Comprehension dapat diartikan dengan kemampuan untuk menangkap pengertian mengenai sesuatu. Pada sub kawasan ini, seseorang dapat menterjemahkan sesuatu, mengambil kata lain dari suatu kata atau pengertian, mengambil inti dari suatu bacaaan dan membuat prakiraan-prakiraan.
c.       Applkation lazim diberi makna sebagai suatu kemampuan untuk menerapkan apa-apa yang pernah dipelajari ke dalam situasi yang senyatanya. Pada sub kawasan ini, seseorang yang sedang belajar mampu menerapkan, mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori dalam situasi praktis.
d.      Analysis adalah suatu kentamptian untuk merinci, menghubungkan, menguraikan rincian dan saling hubungan antara bagian satu dengan bagian lainnya.
e.       Synthesis adalah suatu kemamptian untuk menyatukan hal-hal yang tak menyatu menjadi sebuah kesatuan yang utuh. Dengan kemampuan synthesis ini sesuatu yang sebelumnya terbelah-belah terkristal dan kemudian dapat diformulasikan ke dalam forinula yang tak terbelah.
f.       Evaluation adalah suatu kemampuan unluk menentukan baik-buruk, berharga-tidak berharga, bernilai-tidak bernilai
mengenai suatu hal. Penentuan tersebut didasarkan atas patokan-patokan yang dilmat pada masa sebelumnya. Kemampuan mengadakan evaluasi ini termasuk jenis kemampuan yang tertinggi dalam kawasan kognitive ini.
Kawasan kedua, affective ineliputi empat sub kawasan berikut: receiving, responding, valuing, organization, characteristization by a value or value complex. Secara berturut-turut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.       Receiving atau penerimaan, adalah kemampuan seseorang untuk menghadirkan kediriannya pada sebuah even atau stimulus-stimulus yang ia terima. Menghadirkan diri demikian ini, meskipun dalam tataran rendah. telah dapat meliput kesadaran seseorang. Hasil belajar pada sub kawasan ini telah memunculkan sebuah kesadaran yang paling simpel sampai dengan hadimya perhatian yang terpilih.
b.      Responding atau pemberian tanggapan. Kemampuan ini relatif febih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan sub kawasan receiving. Jika pada sub kawasan receiving seseorang menghadirkan kediriannya pada sebuah even, maka dalam sub kawasan responding ini seseorang memberikan tanggapan/ respon/jawaban atas even-even yang ia terima.
c.       Valuing atau pemberian nilai. Yang dimaksud dengan pemberian nilai di sini adalah memberikan harga terhadap suatu fenomena, benda, kejadian atau even, Sub kawasan ini menjadikan seseorang bisa menerima nilai tertentu dan menunjukkan komitmennya pada nilai tertentu. Oleh karena itu, pada sub kawasan ini seseoarang tampak tingkatan integritasnya: keajegan, integritas.
d.      Organization atau pengorganisasian adalah upaya untuk memadukan berbagai jenis nilai yang berbeda-beda. Dari nilai-nilai yang berbeda tersebut, kemudian dibangun menjadi suatu sistem nilai. Ada semacam sintesa nilai-nilai yang beragam, hingga menjadi suatu kesatuan nilai. Antara nilai satu dengan yang lain dicoba hubungkan. Bila terdapat konflik di antara nilai-nilai tersebut dicoba pecahkan.
e.       Characterization of value or value complex atau karakterisasi dengan suatu nilai. Pada sub kawasan ini seseorang mempunyai sistem nilai yang dapat mengendalikan tingkah lakunya dalam kehidupan hingga dapat membentuk gaya hidup yang khas, berbeda dengan orang lain. Hasil belajar pada sub kawasan ini bisa menjadikan seseorang menyesuaikan diri secara personal, sosial dan emosional.
Kawasan ketiga psycomotor, mencakup tujuh sub kawasan dari yang tingkatan terendah hingga tingleatan tertinggi. Ke tujuh sub kawasan ini adalah perception, set, guided respon, mechanism, complex overt respon, adaptation dan origination. Sub-sub kawasan ini dapat d1Jelaskan sebagai berikut:
a.       Perception atau persepsi. Yang dimaksud dengan persepsi di sini adalah penggunaan indera untuk memperoleh petunjuk ke arah motorik. Pada sub kawasan ini, seseorang mengindera stimulus-stimulus yang berasal dari lingkungannya guna persiapan untu membimbing aktivitas-aktivitas motoriknya.
b.      Set atau kesiapan. Sub kawasan ini meliputi mental set, physkal set dan emotional set. Pada subleawasan ini, seseorang bersedia mengambil tindakan-tindakan berdasarkan persepsinya terhadap stimulus atau fenomena-fenomena yang berasal dari agkungannya.
c.       Guided respon atau respon terpimpin. Pada sub kawasan ini seseorang mulai berada pada proses belajar keterampilan yang lebib komplek. Pada sub kawasan ini seseorang terlibat dalam proses peniruan yang diperformansikan, selanjumya mencoba menggunakan tanggapan dalam menangkap suatu motorik.
d.      Mechanism atau mekanisme. Pada sub kawasan ini responrespon yang telah dipelajari oleh seseorang telah berubah menjadi kebiasaan dan gerakan-gerakan yang ditampilkan, dilakukan dengan penuh kepercayaan dan kemahiran.
e.       Complex over respons atau respon nyata yang kompleks. Pada sub kawasan ini seseorang yang lagi belajar, melakukan gerakan dengan mudah disamping mempunyai kontrol yang baik. Kadar motorik pada sub kawasan ini relatif cukup tinggi. Sebab, gerakan-gerakan pada sub kawasan ini relatif cepat, cermat termasuk pada hal-hal yang rumit dan tepat meskipun disertai dengan energi yang minimal.
f.       Adaptation atau penyesuaian. Yang dimaksud dengan penyesuaian adalah sebuah keterampilan dimana seseorang dapat mengolah gerakan hingga sesuai dengan tuntutan kondisional dan situational, termasuk yang problematis sekalipun.
g.      Origination atu penciptaan. Sub kawasan ini termasuk paling tinggi tingkatannya dibandingkan dengan sub kawasan sebelumnya, oleh karena unsur kreativitas sudah masuk di sini. Performansi seseorang yang belajar pada sub kawasan ini umumnya ditandai dengan hal-hal yang serba baru, misaInya membuat pola-pola baru, merancang hal-hal baru.

3.2. Tujuan belajar sebagai pembentukan pemahaman nilai dan sikap.
a.      Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan pemahaman
Tujuan belajar memang merupakan sasaran bagi pembentukan pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dipelajari. Pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dipelajari, sebutlah saja dunia dengan segala isinya, sangatlah penting artinya bagi pembelajar.
Pemahaman pembelajar tehadap dunia dengan segala isinya tidak saja mendatangkan kepuasan bagi pembelajar, melainkan dapat menempatkan diri pembelajar pada posisi strategik. la akan mempunyai peta dimana ia harus menempatkan diri, ia akan mengetalmi apa yang harus ia pertuat dan apa yang tidak ia perbuat.
Terjadinya bentrokan-bentrokan di dunia, sebenamya disebabkan kurang adanya saling pemahaman di antara mereka. MimbuInya saling curiga, juga dapat disebabkan kurang adanva saling pemahaman. Oleh karena itu terbentuknya pemahaman pembelajaran terhadap sesuatu yang dipelajari, tidak saja bermanfaat bagi dirinya sendiri, melainkan bermanfaat juga bagi linkungannya
Pemahaman seseorang terhadap orang lain, malahan dapat menjadikan seseorang melihat orang lain tidak semata dengan menggunakan perspektif sendiri. la mencoba menangkap seseorang dengan menggunakan perspektif orang yang dipandang. Dengan cara pandangan demikian, ia akan mengenal orang yang dipandang tersebut dalam keadaan yang senyatanya, dan tidak terbatas pada persepsinya sendiri.
Pemahaman terhadap orang lain, juga menjadikan seseorang tidak risau, jika melihat orang lain berbeda dengan dirinya. la. juga sekaligus tidak membuat dirinya agar seperti orang lain, dan sebaliknya tidak menuntut orang lain agar seperti dirinya. la akan menjadi dirinya sendiri, dan memahami jika orang lain juga seperti dirinya.
Singkat kata, pemahaman adalah suatu dasar bagi segala akan seseorang. Ia memberikan kontribusi yang besar bagi sukses tidaknya seseorang. Lebih jauh pemahaman menjadikan seseorang saling mengerti, dan lehih lanjut lagi saling menghargai. Pemahaman sekaligus mencegah timbuInya saling curiga, dan lebih jauh lagi mencegah timbuInya saling bentrokan.

b.      Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan nilai dan sikap.
Setiap masyarakat, masyarakat manapun, pasti menganut sebuah nilai, Nilai dinlaksud, adakalanya merupakan produk masyarakat pada kurun waktu yang sejaman dengan mereka. Malahan, pada masa sekarang ini, nilai-nilai yang dianut oleh sebuah masyarakat, dapat merupakan kristalisasi dari hasil dialog antara nilai-nilai yang diwariskan oleh generasi sebelumnya dengan yang sejaman dengan mereka.
Di era globalisasi seperti saat sekarang, sebagai akibat dari melesatnya perkembangan teknologi komunikasi, nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat, dapat merupakan kristalisasi hasil dialog antara nilai-nilai yang selama ini dianut dengan nilai-nilai baru yang datang dari dunia luar. Oleh karenanya, nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dewasa ini semakin beragam.
Dalam belajar, ada nilai-nilai tertentu yang harus diupayakan terbentuk pada diri pembelajar. Nilai-nilai yang dibentukkan pada diri pembelajar tersebut, tentu nilai-nilai luhur yang secara universal dianut oleh hampir setiap masyarakat, disamping nilai-nilai luhur yang spesifik dianut oleh masyarakat dimana pembelajar tersebut berada.
Nilai-nilai luhur yang hampir dianut oleh setiap masyarakat secara universal misaInya adalah: kebenaran, kejujuran, keindaban, kemerdekaan, saling membantu dan memberi manfaat. Sementara nilai-nilai luhur yang dianut oleh masyarakat secara spesifik khususnya di lingkungan pembelajar banyak ragamnya, seberagam jumlah pembelajar.
Disamping tujuan belajar terkait dengan pembentukan nilai, sekaligus juga terkait dengan pembentukan sikap. Terbentuknya sebuah sikap, lazim juga didasarkan atas sehuah nilai. Meskipun nilai bukanlah satu-satunya yang menentukan sikap. Berbedanya nilai-nilai yang dianut oleb seseorang lazim menjadikan penyebab berbedanya seseorang dalam menyikapi sesuatu. Sebab, nilai-nilai yang dianut seseorang turut menentukan persepsi seseorang tentang sesuatu. Pada hal persepsi seseorang terhadap sesuatu lazimnya juga turut menentukan sikap seseorang terhadap sesuatu.

c.       Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan, keterampilan-keterampilan personil-sosial, kognitif dan instrumental.
Setiap pembelajar, tentu memiliki kekhasan tertentu yang berbeda dengan pembelajar lain. Oleb karena itu, dalam belaiar seorang pembelajar haruslah mengembangkan kekhasan-kekhasan yang dimiliki. Keterampilan personal yang dimiliki. Keterampilan p.ersonal yang dimiliki oleh pembelajar, haruslah dibentuk dan dikembangkan secara terus menerus. Dengan cara demikian, maka pembelajar akan berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan ciri khas atau karakteristik yang ada pada dirinya.
Selain keterampilan-keterampilan personal dibentuk, keterampilan sosial pembelajar juga perlu dibentuk. Pembentukan keterampilan sosial demikian tampak urgensinya manakala dilihat kedudukan pembelajar yang tidak saja sebagai makhluk individu melainkan juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, pembelajar haruslah dapat berinteraksi secara baik dengan lingkungan sosiaInya, sesama manusia. Maka dari itu, pembentukan keterampilan-keterampilan sosial pada diri pembelajar dimaksudkan untuk menyiapkan pembelajar agar dapat hergabung dan berinteraksi secara baik dengan lingkungan sosialnya.
Dengan perkataan lain, jika pembentukan keterampilan personal dimaksud untuk mengembangkan potensi-potensi bawaan yang ada pada diri pembelajar, maka keterampilan sosial antara lain dimaksudkan mengkomunikasikan keterampilan personal yang telah terbentuk dalam lingkungan sosiaInya.
Pembentukan keterampilan kognitif dimaksudkan agar pembelajar secara terus-menerus menimba ilmu pengetahuan, tanpa batas. Keterampilan kognitif pada diri pembelajar menjadikan pembelajar haus secara terus menerus terhadap ilmu pengetahuan. Dengan pengembangan yang terus menerus pembelajar tidak akan ketinggalan dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan yang demikian pesat. Dengan pembentukan keterampilan kognitif ini maka pembelajar memandang belajar bukan sebagai beban melainkan menjadi sebuah kebutuhan.
Pembentukan keterampilan instrumental pada diri pembelajar, mengarahkan pembelajar sadar pada pembangunan yang sedang digalakkan. Jika keterampilan instrumental ini telah terbentuk pada diri pembelajar, maka pembelajar punya kesadaran yang sedemikian dalam terhadap pembangunan yang sedang dilaksanakan. Dengan demikian ia mengambil bagian secara aktif di dalamnya, dan tidak sekedar sebagai penonton saja. Kesadaran untuk secara terus menerus membangun dirinya sendiri dan membangun masyarakat, lingkungan dan bangsanya adalah sasaran bagi pembentukan keterampilan instrumental ini.
Keterampilan instrumental ini adalah tindak lanjut konkrit dari keterampilan-keterampilan yang ingin dibentuk sebelumnya: keterampilan personal, sosial dan kognitif

3.3. Unsur - unsur dinamis yang terkait di dalam proses belajar
Yang dimaksud dengan unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur yang dapat berubah dalam proses belajar. Perubahan unsur-unsur tersebut dapat berupa: dan tidak ada menjadi ada atau sebaliknya, dari lemah menjadi kuat dan sebaliknya, dari sedikit menjadi banyak dan sebaliknya. Unsur-unsur dinamis tersebut meliputi: motivasi, bahan belajar, alat bantu belajar, suasana belajar dan kondisi subjek pembelajar. Berikut ini akan dijelaskan tentang :
1)      Motivasi dan upaya memotivasi siswa untuk belajar.
2)      Bahan belajar dan upaya penyediaannya.
3)      Alat bantu belajar dan upaya penyediaanya.
4)      Suasana belajar dan upaya pengembangannya.
5)      Kondisi subjek belajar dan upaya penyiapan dan peneguhannya.
1.       Motivasi dan Upaya Memotivasi Siswa Untuk Belajar
Motivasi berasal dari kata Inggris motivation yang berarti dorongan, pengalasan dan motivasi. Kata kerjanya adalah to motivate yang berarti mendorong, menyebabkan merangsang. Slotive sendiri berarti alasan, sebab, dan daya penggerak (echols, 1984). Motif adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong individu tersebut untuk melakukan aktivitas-aktivitas rertentu guna mencapai tujuan yang diinginkan (suryabrata, 1984). Secara serupa Winkels (1987) mengemukakan bahwa motif adalah adanya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan alstivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu pula.
Dalam kegiatan belajar mengajar, dikenal adanya motivasi belajar, yaitu motivasi yang diterapkan dalam kegiatan belajar. Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar mengajar. kelangsungan belajar itu demi mencapai suatu tujuan (Winkels, 1987).
Motivasi belajar memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar sehingga yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar. Siswa yang mempunyai motivasi tinggi sangat sedikit yang tertinggal belajarnya dan sangat sedikit pula kesalahan dalam belajarnya (Palardi, 1975).
Secara garis besar motivasi dapat dibedakan menjadi dua ialah intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam tanpa ada rangsangan dari luar, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar.
Ada beberapa ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Ini dapat dikenali melalui proses belajar mengajar di kelas, sebagaimana dikemukakan Brown (1981) sebagai berikut: menarik kepada guru, artinya tidak membenci atau bersikap acuh tak acuh, tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan. mempunyai antusias yang tinggi seta mengendalikan perhatiannya terutama kepada guru, ingin selalu bergabung dalam kelompok kelas, ingin identitas dirinya diakui oleh orang lain, tindakan, kebiasaan, dan moraInya selalu dalanu kontrol diri, selalu mengingat pelajaran dan mempelajarinya kembali, dan selalu terkontrol oleh lingkungammya.
Sardiman (1986) mengemukakan bahwa ciri-ciri motivasi yang ada pada diri seseorang adalah: tekun dalam menghadapi tugas atau dapat bekerja secara terus menerus dalam waktu lama, ulet, menghadapi kesulitan, dan tidak mudah putus asa, tidak cepat puas atas prestasi yang diperoleh, menunjukkan minat yang besar terhadap bermacam-macam masalah belajar, lebih suka bekerja sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain, tidak cepat bosan dengan tugas-tugas yang rutin, dapat mempertahankan pendapatnya, tidak mudah melepaskan apa yang diyakini: senang mencari dan memecahkan masalah.
Beberapa upaya yang dapat ditempuh untuk memotivasi siswa agar belajar ialah :
a.       Kenalkan siswa pada kemampuan yang ada pada dirinya sendiri. Dengan mengenal kemampuan dirinya, siswa akan tahu kelebihan dan kekurangannya. Dengan mengetahui kelebihan dirmya, ia mengukuhkan dan memperkuat kelebihan tersebut. Dengan mengetabui kekurangan yang ada pada dirinya, siswa akan berusaha menyempurnakan melalui aktivitas belajar. Di sini siswa akan timbul motivasi belajarnya.
b.      Bantulah siswa untuk merumuskan tujuan belajarnya. Sebab, dengan merumuskan tujuan belajar ini, siswa akan mendapatkan jalan yang jelas dalam melaksanakan aktivitas belajar. Siswa juga akan mempunyai target-target belajar, dan ia berusaha untuk mencapainya.
c.       Tunjukkan kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas yang dapat mengarahkan bagi pencapaian tujuan belajar. Dengan ditunjukkannya aktivitas-aktvitas yang dapat mencapai tujuan, siswa tersebut tidak melakukan aktivitas lain yang tidak ada kaitannya dengan pencapaian tujuan dan target belajar. Dengan cara demikian waktu dan tenaga siswa dapat secara efektif dan efisien dipergunakan mencapai target belajarnya.
d.      Kenalkanlah siswa dengan hal-hal yang baru. Sebab hal-hal baru ini dapat "menghidupkan kembali" hastat ingin tahu siswa. Adanya rasa ingin tahu yang demikian besar, menimbulkan gairah bagi siswa untu beraktifitas belajar.
e.       Buatlah variasi-variasi dalam kegiatan belajar mengajar, supaya siswa tidak bosan. Sebab, kebosanan pada diri siswa, termasuk dalam aktivitas belajar, hanya akan memperlemah motivasi saja.
f.       Adakan evaluasi terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Sebab, evaluasi yang dilakukan terhadap keberhasilan belajar siswa ini, akan mendorong siswa untuk belajar. karena ingin dikatakan berhasil belajarnya.
g.      Berikan umpan balik terhadap tugas-tugas yang diberikan dan evaluasi yang telah dilakukan. Dengan adanya umpan balik, siswa akan mengetahui mana aktivitas belajarnya yang benar dan mana yang kurang benar, mana pekerjaannya yang sesuai dan mana pekerjaannya yang tidak sesuai.

2. Bahan belajar dan upaya penyediaannya
Bahan belajar sangat penting bagi siswa yang melakukan aktivitas belajar. Tanpa ada yang dipelajari, kemungkinan siswa bisa belajar dengan baik. Oleh karena itu, supaya siswa dapat belajar dengan baik, maka bahan belajar ini harus tersedia.
Yang dimaksud bahan belajar adalah sesuatu yang harus dipelajari oleh pembelajar dalam melaksanakan aktivitas belajarnya. Bahan ini, bisa berasal dari guru, bisa berasal dari buku-buku teks, paper, makalah, artikel, disamping dapat berasal dari lapangan objek tertentu.
Penyediaan bahan belajar ini sangat bergantung kepada tujuan belajar, karakteristik siswa, siasat belajar yang harus ditempuh oleh siswa dan faktor ketersediaaan tidaknya bahan belajar. Jika tujuan belajar yang ingin ditempuh diaksentuasikan pada penguasaan pengetahuan, mungkin bahan belajarnya akan lain dengan tujuan belajar yang diaksentuasikan pada penguasaan konsep-konsep, maka pertyediaan bahan belajarnya lain sekali dengan tujuan belajar yang dimaksudkan untuk memperoleh pengalaman langsung.
Karakteristik siswa juga mempengaruhi penyediaan bahan belajar. Pada siswa yang bertipe auditif, mungkin membutuhkan bahan belajar yang berlainan dengan siswa yang bertipe visual.
Siasat belajar yang harus ditempuh oleh siswa juga menentukan bahan belajarnya. Siasat belajar dimana guru menjadi tokoh sentralnya, umumnya gurulah yang menjadi penyedia bahan belajar. Bahkan dalam siasat belajar semacam ini siswa menggantungkan bahan belajar yang dipelajari dari ceramah atau penyampaian yang dilakukan oleh gurunya. Sementara siasat belajar di mana siswa diharapkan bisa belajar secara mandiri, bahan belajar tersebut telah disediakan secara utuh sekaligus beserta petunjuk atau cara mempelajarinya. Pengajaran dengan bahan belajar modul dan balian belajar buku teks, adalah sekian dari banyak contoh dan siasat belajar mandiri oleh siswa.
Apapun faktor yang menentukan bahan belajar ini, akhirnya juga bergantung kepada faktor ketersediaan tidaknya. Mudah didapatkan tidaknya bahan belajar ini, sangat menentukan penyediaan baban belajar. Apalagi kalau sulit atau tidak mudah didapatkan, maka penyediaan bahan belajar ini sangat repot.
Sungguhpun demikian bahan belajar bagi siswa haruslah diupayakan penyediaannya. Dalam penyediaan bahan belajar ini, faktor-faktor yang harus menjadi pertimbangan adalah :
a.       Cukup menarik. Ini patut menjadi peninibangan, agar bahan belajar tersebut menggugah rasa ingin tahu siswa dan menimbulkan hasrat belajar. Eka bahannya sendiri tidak menarik, maka cara penyajiannya yang menaiik. Jadi kalau bahan belajar tersebut terpaksa tidak menarik, haruslah dikemas dengan menggunakan kemasan yang menarik.
b.      Isinya relefan. Relevan isi ini, lazimnnya dikaitkan dengan tujuan belajar. Isi bahan belajar haruslah mendukung dan memberi kontribusi bagi pencapain tujuan belajar. Relevan isi ini, juga berkaitan dengan faktor kondisional dan situasional siswa.
c.       Mempunyai sekuensi yang tepat. Sekuensi atau urutan penyajian ini sangat penting diperhatikan dalanu penyediaan bahan belajar. Seharusuya sekuensi bahan ini dari yang sederhana menuju ke yang kompleks.
d.      Informasi yang dibutuhkan ada. Ini sangat penting, agar bahan belajar yang akan dipelajari tersebut tidak kering,
e.       Ada soal latihan. Ini sangat penting, agar siswa dapat menguji diri sendiri, seberapa banyak !a telah menguasai bahan yang dipelajari.
f.       Ada jawaban kunci untuk soal latihan. Kegunaan kunci jawaban bagi soal latihan ini adalah siswa dapat mencocokkan hasil-hasil latihannya dengan kunci.
g.      Ada tes yang sesuai. Tes yang sesuai ini, tentu bergantung kepada bahan belajarnya.
h.      Terdapat petunjuk untuk mengadakan perbaikan. Baban belajar harus dilengkapi dengan petunjuk bagaimana siswa harus memperbaiki belajarnya, jika ada diantara bahan belajar yang belum terkuasai.
i.        Ada petunjuk lanjutan untuk mempelajari bahan selanjumya. Setelah berhasil menguasai bahan belajar tertentu siswa tidak akan menungggu petunjuk guru untuk mempelajari bahan selanjutnya.

3.      Alat bantu belajar dan upaya penyediaannya.
Alat bantu belajar termasuk salah satu unsur dinamis dalam belajar, kesusukannya juga penting, oleh karena dapat membantu terhadap belajar siswa. Dengan sebuah alat bania bahan belajar yang abstrak bisa konkrit. Dengan alat bantu bahan belajar yang tidak menarik bisa menjadi menarik. Dengan alat bantu bahan belajar yang meragukan dapat diyakinkan karena dapat dibuktikan secara empirik
Alat bantu belajar lazim juga disebut media belajar dan piranti Belajar, meskipun tidak semua median belajar dapat berfungsi sebagai alat bantu. Alat bantu belajar ada kalanya dibeli di toko-toko buku. atau stationary, tetapi adakalanya dibuat sendiri oleh pembelajar bersama-sama dengan gurunya. Pada kasus vang pertama pembelajar mendapatkan secara given.
Hal-hal yang dapat dijadikan sebagai patokan dalam upaya menyediakan alat bantu belajar adalah :
a.       Jenis kemampuan apa yang ditargetkan untuk dikuasai oleh pembelajar.
b.      Faktor ketersediaan alat bantu tersebut
c.       Faktor keterjangkauannya
d.      Kepraktisan dan daya tahan alat bantu.
e.       Keefektifan dan keefisienan alat bantu
Contoh alat bantu sederhana adalah pena. pensil, papan tulis, kapur tulis, penggaris, penghapus. Contoh alat bantu yang penggunaannya membutuhkan keterampilan tertentu adalah skala, rubrik, jangka, 0HP, video, tape recorder, dan media audiovisual lainnya. Beherapa upaya penyediaan bahan antara lain adalab:
a.       Pembelian, jika mampu
b.      Pengajuan kepada pemerintah
c.       Permobonan bantuan melalui sponsor
d.      Membuat sendiri, jika bisa
e.       Menggerakkan dan mengajak para pembelajar untuk menciptakan dengan memanfaatkan alam sekitar
4.      Suasana belajar dan upaya pengembangannya
Dalam pandangan tradisional suasana belajar yang kondusif adalahh jika di dalam sebuah kelas terasa tenang sementara para siswa bisa mendengarkan apa yang diceramahkan gurunya. Oleh karena itu, pandangan tradisional tsb, maka kelas yang baik dalam belajar mengajar adalah kelas yang siswanya duduk dengan tenang, berdiam diri sambil mendengarkan pengajaran yang dilakukan guru. Umumnya, siswa tidak berani mengajukan pertanyaan terhadap hal-hal yang deceermahkan guru, terkecuali guru telah memberikan kesempatan.
Dalam pandangan sekarang suasana belajar yang kondusif adalah suasana yang mendukung bagi terciptanya kegiatan belajar. Yaitu suasana yang interaktif dimana para siswa giat belajar. suasana yang interaktif belajar di dalamnya, tentu tidak  dibatasi ketika ditunggui oleh gurunya. Pada saat guru sedang menunggui misalkan saja, siswa tetap aktif dan giat belajar.
Suasana belajar yang kondusif demikian tidak terjadi dengan sendirinya. la harus dirancang oleh guru melalui sebuah rancangan pengajaran sebuah suasana belajar dikatakan kondusif manakala :
a.       Siswa tekun mengerjakan sesuatu yang semestinya dikerjakan.
b.      Siswa aktif berinteraksi tidak saja hanya dengan gurunya melainkan aktif berinteraksi dengan siswa-siswa yang lain.
c.       Siswa secara bebas mengerjakan segala hal yang dapat mencapai tujuan belajarnya.
d.      Kreativitas siswa mendapatkan penghargaan yang sepantasnya, dan bakan sebaliknya.
Agar suasana belajar tersebut kondusif, maka upaya-upaya yang dapat dilakukan adalah :
a.       Buatlah kontak pengajaran dengan para siswa
b.      Rancanglah aktivitas belajar siswa
c.       Berikan kebebasan kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya.
d.      Buatlah suasana yang demokratis. agar tidak menakutkan bagi para siswa dalana beraktivitas.
e.       Rancanglah ruangan belajar sefleksibel mungkin hingga mudah dirubah-ubah.
f.       Jangan gampang memberikan penghukumn terhadap siswa, lebih-lebibh jika kepada siswa yang belum tentu bersalah.
g.      Hargailah siswa-siswa mencoba cara-cara dan metede-metode baru

5.      Kondisi Subjek Belajar dan Upaya Penyiapan dan Peneguhannya.
Kondisi subjek belajar sebenamya berbeda-beda. Kondisi subjek belajar yang kelihatannya samapun, manakala diteliti lebib dalam, akan kelibatan perbedaannya. Oleh karena stu, dalam kclompok siswa yang homogen pun, sebenamya kalau dilihat lebih dalam akan tampak heterogenitasnya.
Kondis subjek belajar dapat dibedakan atas hal-hal yang bersifat lahiriah, dan hal-hal yang bersifat batiniah atau hal-hal yang bersifat fisik dan hal-hal yang hersifat psikologis. Dari segi lahiriah atau fisik, subjek belajar bisa berbeda: ukuran tubuhnya, kekuatan tubuhnya, kesehatan fisiknya, daya tahan fisiknya, kesegaran dan kebugam jasmaninya. Mereka yang berada pada kondisi lebih, misalnya lebih besar/tingai. khib kuat lebih sehat lebih tinggi daya tahannya dan khib segarIbLigar, umumnya tehih mendukung bagi aktivitas belajarnya dibandingkan dengan mereka yang berada pada posisi kurang.
Dari segi psikis, kondisi subjek belajar juga berbeda dari segi: intelegensinya, bakatnya, militansi kerjanya, motivasi instrinsik atau motivasi berprestasinya, kematangannya aspirasi dan punya, ambisi-ambisinya.
Mereka yang mempunyai inteligensi tinggi umumnya lebih gampang berhasilnya dibandingkan yang berintelegensi rendah. Demikian juga yang mempunyai bakat khusus, yang tinggi militansi kerjanya, yang tinggi motivasi intrinsiknya, yang besar ambisinya, dan yang lebih stabil emosinya.
Oleh karena beragamnya kondisi subjek belajar tersebut, dan tidak senuttiasa menetapnya kondisi belajar tersebut, maka hs ada upaya-upaya unruk menyiapkan mereka dan sekaligus meneguhkannya. Dengan penyiapan yang terancang dan dengan upaya-upaya peneguhan diharapkan mendukung aktivitas belajar.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan kondisi objek belajar khususnya dari segi fisiknya adalah:
a.       Memenuhi subjek belajar dengan gizi dan nutrisi-nutrisi yang diperlukan.
b.      Penyegaran fisik subjek belajar dengan olahraga atau latihan-latihan fisik seperti senam.
c.       Memeriksakan tubuh subjek belajar secara teratax kepada dokter agar dapat dicegah timbulnya penyakit yang memungkinkan terganggunya belajar mengajar.
Sementara itu, upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan psikis subjek belajar adalah :
a.       Memperkenalkan dengan lingkungan belajar yang mangkin baru bagi mereka.
b.      Memelihara keseimbangan emosi mereka, agar secara psikologis mereka merasa aman.
c.       Mengasah kondisi psikis mereka dengan latihan-latihan.
d.      Menerima mereka apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya sehingga subjek belajar tidak merasa tertolak oleh lingkungunya.

4. PENGERTIAN DAN CIRI - CIRI PEMBELAJARAN.
4.1. Pengertian pembelajaran yang ditarik dari pengertian populer
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistim pengajaran terdiri dari: siswa, guru dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material meliputi buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografl, slide, dan film audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio visual juga komputer. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktek, belajar, ujian dan sebagainya.
Rumusan tersebut tidak terbatas dalam ruang saja. Sistim pembelajaran dapat dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar di kelas, atau di sekolah, karena diwamai dengan organisasi dan interaksi antara berbagai komponen yang saling berkaitan untuk pembelajaran peserta didik.

4.2. Pengertian pembelajaran yang ditarik dari pengertian belajar menurut abli psikologi.
Istilah belajar dan mengajar adalah dua peristiwa yang berbeda tetapi terdapat hubungan yang erat, bahkan terjadi kaitan dan interaksi saling mempengaruhi dan saling menunjang satu sama lain.
Banyak ahli yang telah merumuskan pengertian mengajar berdasarkan pandangannya masing-masing. Perumusan dan tinjauan itu masing-masing memiliki kebaikan dan kelemahan. berbagai rumusan yang ada pada dasarnya berlandaskan pada teori tertentu.

a.      Mengajar adalah upaya menyampaikan pengetahuan kepada peseta didik/siswa di sekolah.
Rumusan ini sesuai dengan pendapat dalam teori pendidikan yang mementingkan mata ajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik. Dalam rumusan ini terkandung konsep-konsep sebagai berikut:

1.      Pembelajaran merupakan persiapan di masa depan
Masa depan kehidupan anak ditentukan oleb orang tua. Mereka dianggap paling mengetahui apa dan bagaimana kehidupan itu. Itu sebabnya, orang tua berkewajiban menentukan akan dijadikan apa peserta didik. Sekolah berfungsi mempersiapkan mereka agar mampu hidup dalam masyarakat yang akan datang.
2.      Pembelajaran merupakan proses penyampaian pengetahuan
Penyampaian pengetahuan dilaksanakan dengan menggunakan metode imposisi, dengan cara menuangkan pengetahuan kepada siswa. Umumnya guru menggunakan metode "formal step" dari J. Herbart berdasarkan asas asosiasi dan reproduksi atas tanggapan/kesan. Cara penyampaian pengetahuan tersebut berdasarkan ajaran dalann psikologi asosiasi.

3.      Tinjauan utama pembelajaran ialah penguasaan pengetahuan.
Pengetahuan sangat penting bagi manusia. Barang siapa menguasai pengetahuan, maka dia dapat berkuasa.: “knowledge is power". Pengetalman bersumber dari perangkat mata ajaran yang disampaikan di sekolah. Para pakar yang mendukung teori ini berpendapat bahwa mata ajaran berasal dari pengalaman-pengalaman orang tua, masa lampau yang berlangsung sepanjang kehidupan manusia. Pengalaman-pengalaman itu diselidiki, disusun secara sistematis dan logis, sehingga tercipta yang kita sebut mata ajaran (H. Alberty 1953). Mata ajaran itu diuraikan, disusun dan dimuat dalam buku pelajaran dan berbagai referensi lainnya.

4.      Guru dipandang sebagai orang yang sangat berkuasa.
Peranan guru sangat dominan. Dia menentukan segala hal yang dianggap tepat untuk disajikan kepada para siswanva. Guru dipandang sebagai orang yang serba mengetahui, berarti guru adalah yang paling pandai. Dia mempersiapkim tugas-tugas memberikan latihan-latihan dan menentukan peraturan kemajuan tiap siswa.

5.      Siswa selalu bersikap dan betindak pasif
Siswa dianggap sebagai tong kosong, belum mengetahui apa-apa. Dia hanya menerima apa yang diberikan okh gurunya. Siswa bersikap sebagai pendengar, pengikut, pelaksana tugas. Kebutuhan, minat. tujuan, abilitas dan lain-lain yang dimiliki oleh siswa diabaikan dan tidak mendapat perhatian guru.
6.      Kegiatan pembelajaran hanya berlangsung dalam kelas.
Pembelajaran dilaksanakan dalam batas-batas ruang kelas saja, sedangkan pembelajaran di luar kelas tak pernah dilakukan. Tembok sekolah menjadi benteng yang kuat yang membatasi hubungan-hubungan dengan kehidupan masyarakat. Para siswa duduk pada bangku yang berdiri kokoh, tak bisa dipindah-pindahkan. Mereka duduk dengan rapi dan kaku secara rutin setiap hari. Ruangan kelas dipandang sebagai ruang penyelamat, ruang memberi kehidupan. Belajar dalam batas-batas ruangan itu adalah yang paling baik.

Wrighstone, berkata sebagai berikut :
........... the immediate implications of the older principles when they are applied to the classroom:
1)      The classroom is a restrkted from of social life, and Aildren's experiences are limited there in to academk lessons.
2)      The qukkest an most through method of leaming lessons is to allot a certain portion of the school day it instruction in separate subjects.
3)      Children's interests whkh do not confrom to the set currkulum should be the regarded.
4)      The real objectives of classroom instruction, consist to a belajar degree in the aguisition of the content matter of each subject.
5)      Teaching the conventional subjects is the wisest method of achieving social progress (J. Wayner Wrighstone, 1935).

b.      Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah.
Rumusan ini bersifat lebih umum bila dibandinglean dengan rumusan pertama, namun antara keduanya memiliki pola pikiran yang seirama. Implikasi dari rumusan ini adalah sebagai berikut:
1.      Pembelajaran bertujuan membentuk manusia berbudaya.
Peserta didik hidup dalam pola kebudayaan masyarakatnya. Manusia berbudaya adalah manusia yang mampu hidup dalam pola tersebut. Peserta didik diajar agar memiliki kemainpuan dan kepribadian sesuai dengan kehidupan budaya masyarakat itu.
2.      Pembelajaran berarti suatu proses pewarisan.
Para siswa dipandang sebagai keturunan orang tua dan orang tua adalah keturunan neneknya dan seterusnya, demikian terus terjadi proses turun temurun. Dengan sendirmya apa yang dimiliki oleh nenek moyang pada masa lampau itu harus diwariskan kepada keturunan berikumya. Upaya pewarisan itu dilakukan metalui berbagai prosedur: pengajaran, media hubungan pribadi dan sebagainya. Bila dilakukan melalui pengajaran, maka proses yang telah dikemukakan dalam proses perumusan pertama berlaku dan dilaksanakan dengan teknik yang sama.

3.      Bahan pembelajaran bersumber dari kebudayaan.
Yang termasuk kebudayaan adalah kebiasaan orang berpikir dan berbuat seperti: kehidupan keluarga, cara menyediakan makanan, bahasa, pemerintahan, ukuran moral, kepereayaan agama, dan bentuk-bentuk ekspresi seni. Kebudayaan merupakan kumpulan daripada warisan sosial dalam masyarakat. Berdasarkan pada pengertian mi, kebudayaan itu bersifat non material., dan bersifat abstrak, ada dalam jiwa dan kepribadian manusia. Benda-benda bersifat material sesungguhnya adalah hasil dari keterampilan manusia (Worcester, 1969).
Kebudayaan dan hasil kebudayaan diwariskan kepada siswa yang umumnya berupa benda-benda dan non benda, tertulis dan lisan, dan berbagai bentuk tingkah laku norma dan lain-lain.
4.      Siswa sebagai generasi muda ahli waris kebudayaan
Generasi muda berfungsi sebagai generasi penerus. Mereka perlu dipersiapkan sedemikian rupa agar benar-benar siap melanjutkan hasil yang telah dicapai oleh generasi yang ada sekarang. Kebudayaan yang diwariskan kepada mereka harus dikuasai dan dikembangkan, sehingga mereka menjadi warga masyarakat yang lebih berbudaya. Dalam hal ini, diakui bahwa anak sedang berada dalam tahap perkembangan dan menuju ketingkatan yang lebih dewasa, dalam arti, menjadi manusia yang berbudaya. Mereka harus mampu memanfaatkan teknologi, sebagai aspek dari kebudayaan, untuk kehidupannya. serta mampu mengadakan penemuan-penemuan baru, mengembangkan kebudayaan yang telah ada.

c.       Pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik.
Rumusan ini dianggap lebih maju dibandingkan dengan rumusan terdahulu, sehab lebih menitik beratkan pada unsur peserta didik, lingkungan, dan proses belajar. Perumusan ini sejalan dengan pendapat dari Me. Donald, yang mengemukakan sebagai berikut:
“educational, in the sense used here, is a process or an activity whkh is directed at producing desirable changes in the behavior of human beings (Me. Donal, 1959)
artinya :
Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang bertujuan menghasilkan perubahan tingkah laku manusia.

Implikasi dari pengertian tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Pendidikan bertujuan mengembangkan atau mengubah tingkah aku peserta didik
Pribadi adalah suatu sistem yang bersifat unik, terintegrasi dan terorganisasi yang meliputi semua jenis tingkah laku individu. Pada hakikatnya pribadi tidak lain daripada tingkah laku itu sendiri. Kepribadian mempunyai ciri-ciri: (1). Berkembang secara berkelanjutan sepanjang hidup manusia, (2). Pola organisasi kepribadian berbeda-beda untuk setiap orang dan bersifat unik, (3). Kepribadian hersifat dinamis, terus berubah meialui cara-cara tertentu. Tingkah laku manusia memiliki dua aspek, yakni: (1). Aspek objektif, yang bersifat struktural, yakni aspek jasmaniah, (2). Aspek subjektif, yang besifat fungsional, yakni aspek rohaniah.

2.      Kegiatan pembelajaran berupa pengorganisasian lingkungan
Perkembangan tingkah laku seseorang adalah berkat pengaruh dari lingkungan. Lingkungan kita artikan secara luas, yang terdiri dari lingkungna alam dan lingkungan sosial. Lingkungan sosial sering lebih berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang. Melalui interaksi antara individu dan lingkunganya, maka siswa memperoleh pengalaman, yang pada gilirannya berpengaruh terhadap perkembangan tingkah lakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa pendidikan adalah suatu proses sosialisasi di mana anak didik disiapkan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat sekitamya.
Sekolah berfungsi menyediakan lingkungan yang dibutuhkan bagi perkembangan tingkah laku siswa, antara lain menyiapkan program belajar, bahan belajar, metode mengajar, alat mengajar dan lain-lain. Selain dari itu, pribadi guru sendiri, suasana kelas, kelompok siswa, lingkungan di luar sekolah, semua menjadi lingkungan belajar yang bermakna bagi perkembangan siswa.

3.      Peserta didik sebagai suatu organisme yang hidup.
Peserta didik memiliki berbagai potensi yang siap untuk berkembang, misalnya, kebutuhan, minat, tujuan, abilitas, intelegensi, emosi dan lain-lain. Tiap individu peserta didik mampu berkembang menurut pola dan caranya sendiri. Mereka dapat melakukan berbagai aktivitas dan mengadakan interaksi dengan lingkungannya.
Aktivitas belajar sesungguhnya bersumber dari dalam diri peserta didik. Guru berkewajiban menyediakan lingkungan yang serasi agar aktivitas itu menuju ke arah tujuan yang diinginkan. Dalam hal ini guru bertindak sebagai organisator belajar bagi siswa yang potensial itu, sehingga tercapai tujuan pembelajaran secara optimal.

d.      Pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga masyarakat yang baik.
Rumusan ini didukung oleh para pakar yang menganut pandangan bahwa pendidikan itu berorientasi kepada kebutuhan tuntutan masyarakat. Implikasi dari rumusan/pengertian ini,adalah sebagai berikut:

1.      Tujuan pembelajaran
Pembentukan warga negara yang baik adalah warga negara yang dapat bekerja di masyarakat. Seorang warga negara yang baik bukan menjadi konsumen, tetapi yang lebih penting ialah menjadi seorang produsen. Untuk menjadi seorang produsen, maka dia barus memiliki keterampilan berbuat dan bekerja, menghasilkan barang-barang dan benda kebutuhan masyarakat. Motto yang dikemukakan: "benign habitat for good living", artinya seorang warga negara yang baik bila dapat menyumbangkan dirinya kepada kebidupan yang baik.

2.      Pembelajaran berlangsung dalam suasanan kerja.
Program pembelajaran diselenggarakan dalam suasana kerja. dimana para siswa mendapat latihan dan pengalaman praktis. Karena itu, suasana yang diperlukan adalah suasana yang aktual, seperti dalam keadaan sesungguhnya. Para siswa mengerjakan hal-hal menarik minatnya dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

3.      Peserta didik/siswa sebagai calon warga negara yang memiliki potensi untuk bekerja.
Siswa memiliki bermacam kemampuan, minat, dan Kebutuhan, antara lain kebutuhan ingin berdiri sendiri, ingin punya pekerjaan. Siswa tidak menginginkan berdiam dengan pasif, semua ingin melakukan kegiatan, bermain, atau bekerja. Energi mereka miliki perlu mendapat penyaluran sebagaimana mestinya. Jikalau energi itu tidak disalurkan, maka dapat menyebabkan tingkah laku yang tidak diharapkan, Perumusan atas kebutuhan itu, pengembangan minat dan sikap, penyaluran energi yang berlebihan sebaiknya dilakukan dengan cara menyediakan kesempatan bekerja, mencari pengalaman yang praktis, dan memupuk keterampilan jasmaniah-rohaniah. Dengan berkembang kemampuan kerja, maka tuntutan dan harapan masyarakat dapat dipenuhi. Pada dasamya tidak ada masyarakat yang menginginkan anak-anaknya menjadi barisan penganggur.

4.      Guru sebagai pimpinan don pembimbing bengkel kerja.
Sesuai dengan tujuan tersebut, sekolah merupakan suatu ruang workshop dan oleh karenanya guru harus mampu memimpin dan membimbing siswa belajar bekerja dalam bengkel sekolah. Guru-guru harus menguasai program keterampilan khusus dan menguasai strategi pembelajaran keterampilan, serta menyediakan proyek-proyek kerja yang menciptakan berbagai kesibukan yang bermakna. Dalam hal mi, peranan guru dalam sekolah komprehensif adalah sangat penting.

e.       Pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.
Pandangan ini didukung oleh para pakar yang berorientasi pada kehidupan masyarakat. Sekolah dari masyarakat adalah suatu integrasi. Pendidikan adalah di sini dan sekarang ini (G.E. Olson, 1945). Implikasi dari pengertian ini adalah sebagai berikut:
1.      Tujuan pembelajaran ialah mempersiapkan siswa untuk hidup dalam masyarakat.
Sekolah berfungsi menyiapkan siswa untuk menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan, mereka bukan dipersiapkan untuk menghadapi masa depan yang masih jauh, 10 atau 20 tahun ke depan, melainkan untuk memecahkan masalah seharihari dalam lingkungannya, di rumah dan di masyarakat.
2.      Kegiatan pembelajaran berlangsung dalam hubungan sekolah don masyarakat.
Masyarakat diartikan sebagai laboratorium belajar yang paling besar. Sumber-sumber masyarakat tak pernah habis sebagai sumber belajar. Prosedur penyelenggaraan ialah dengan membawa siswa ke dalam masyarakat dengan karyawisata, survei, berkemah dan lain-lain, atau dengan cara membawa masyarakat ke dalam sekolah sebagai nara sumber. Dengan demikian, masyarakat akan memberikan sumbangan yang besar terhadap pendidikan anak, dan sebaliknya, sekolah akan memberikan bantuan dalam memecahkan masalah-masalah dalam masyarakat. Sekolah juga berfungsi turut memperbaiki kehidupan masyarakat sekitamya.
3.      Siswa belajar secara aktif.
Siswa bukan saja aktif belajar di laboratorium sekolah, mencari pengalaman kerja dalam berbagai lapangan kehidupan, -tapi juga aktif bekerja langsung di masyarakat. Dengan cara ini. semua potensi yang mereka miliki menjadi hidup dan berkembang. Siswa turut merencanakan, berdiskusi, meninjau. membuat laporan, dan lain-lain, sehingga perkembangan pribadinya selaras dengan kondisi lingkungan masyarakatnya.
4.      Guru bertugas sebagai komunikator
Guru juga bertugas sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. Guru mempersiapkan rencana awal pembelajaran, kemudian menyusun rencana lengkap bersama para siswa sebagai persiapan melaksanakan di lapangan. Guru harus mengenal dengan baik keadaan masyarakat sekitamya, supaya dapat menyusun proyek kerja bagi para siswa. Kelas -ialu melakukan inventarisasi masalah-masalah yang muncul jalam masyarakat, kemudian diupayakan pemecahannya. Pranan sebagai komunikator, bukan saja memerlukan pengetahuan dalam bidang pendidikan dan apresiasi, namun diperlukan pula keterampilan berintegrasi dan bekeda sama dengan masyarakat.
Berdasarkan teori-teori tersebut semakin jelaslah bahwa kegiatan dan proses pembelajaran itu sangat kompleks. Pandangan-pandangan yang telah dibahas itu, akan menjadi lebih jelas setelah mempelajari uraian-uraian berikumya.

4.3 CIRI-CIRI PEMBELAJARAN
Ada tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran, antara lain adalah:
1.      Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur, yang merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran, dalam suatu rencana khusus.
2.      Kesaling tergantungan (interdependence), antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu kescluruhan. Tiap unsur bersifat essensial, dan memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran.
3.      Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai. Ciri ini menjadi dasar perbedaan antara sistem yang dibuat oleh manusia dan sistem yang alami (natural). Sistem yang dibual oleh manusia, seperti: sistem transportasi, sistem komunikasi, sistem pemerintahan, semuanya memiliki tujuan. Sistim alami (natural) seperti sistem ekologi, sistem kehidupan hewan, memiliki unsur-unsur yang saling ketergantungan satu sama lain, disusun sesuai dengan rencana tertentu, tetapi tidak mempunyai tujuan tertentu. Tujuan sistem menuntun proses merancang sistem. Tujuan sistem pembelajaran agar siswa belajar. Tugas seorang perancang sistem ialah mengorganisasi tenaga. material, dan prosedur, agar siswa belajar secara efisien dan efektif. Dengan proses mendisain sistem pembelajaran si perancang membuat rancangan untuk memberikan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan sistem pembelajaran tersebut.

5.      TUJUAN DAN UNSUR-UNSUR DINAMIS PEMBELMARAN.
5.1. Tujuan pembelajaran yang menunjang tercapainya tujuan belajar.
Pembelajaran dimaksudkan terciptanya suasana sehingga siswaa belajar. Tujuan pembelajaran haruslah menunjang dan dalam tercapainya tujuan belajar.
Dahulu, ketika pembelajaran dimaksudkan sebagai kadar penyampaian ilmu pengetahuan, pembelajaran tak terkait dengan blajar. termasuk tujuannya. Sebab, jika guru telah menyampaikan ilmu pengetahuan. tercapailah maksud atau tujuan pembelajaran tersebut.
Pembelajaran model dahulu itu, memang tidak dicoba terkaitkan dengan belajar itu sendiri. Pembelajaran lebih onsentrasi pada kegiatan guru dan tidak terkonsentrasi pada kegiatan siswa.
Jika pada masa sekarang ini pembelajaran dicoba terkaitkan dengan belajar, maka dalam merancang aktivitas pembelajaran, guru harus belajar dari aktivitas belajar siswa. Aktivitas belajar siswa harus dijadikan titik tolak dalam merancang pembelajaran.
Implikasi dari adanya keterkaitan antara kegiatan pembelajaran dan kegiatan belajar siswa tersebut adalah usunnya tujuan pembelajaran yang dapat menunjang apainya tujuan belajar. Muatan-muatan yang termaktub dalam tujuan belajar, haruslah termaktub juga dalam tujuan pembelajaran.
Contoh kongkiit tujuan pembelajaran yang kongruen dengan tujuan belajar adalah sebagai berikut :





Tujuan Belajar
Tujuan Pembelajaran
Setelah menelaah teks butir-butir pertama pancasila siswa dapat menjelaskan kaitan antara butir pertama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Setelah siswa dibelajarkan dengan cara menelaah teks butir pertama pancasila siswa dapat menjelaskan kaitan antara butir pertama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Setelah mengamati berbagai tumbuh-tunibuhan di kebun percobaan sekolah, siswa dapat membedakan antara tumbuhtumbuhan yang berkeping satu dan yang berkeping dua. Setelah dibelajarkan dengan cara mengamati tumbuh-tumbuhan di kebun percobaan sekolah, siswa dapat menibedakan tumbuh-tumbuhan yang berkeping satu dengan tumbuhan berkeping dua.
Setelah siswa dibelajarkan dengan cara menclaah teks butir pertama pancasila, siswa dapat menjelaskan kaitan antara butir portama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan kata-kata yang ada pada teks Setelah mengamati berbagai tumbuh-tumbuhan di kebun percobaan sekolah, siswa dapat membedakan antara tumbuh-tumbuhan yang berkeping satu dengan yang berkeping dua.
Setelah dibelajarkan dengan cara membaca buku teks dan berdiskusi dengan teman-temannya siswa dapat membedakan tumbuh-tumbuhan yang berkeping satu dengan yang berkeping dua.
Setelah menelaah teks butir-butir pertama pancasila siswa dapat menjelaskan kaitan antara butir pertama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan kata-kata sendiri
Setelah menelaah teks butir-butir pertama pancasila, siswa dapat menjelaskan kaitan antara butir pertama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Setelah siswa dibelajarkan dengan cara menelaah teks butir pertama pancasila, siswa dapat menjelaskan kaitan antara butir pertama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan kata-kata yang ada pada teks

Dari contoh yang disebutkan tersebut sangatlah jelas, bahwa tujuan pembelajaran yang kongruen dengan tujuan belajar siswa adalah :
1.      Punya kesamaan tercapainya tujuan dari segi waktu, yaitu setelah siswa belajar dan atau dibelajarkan.
2.      Punya kesamaan tercapainya tujuan dari segi substansinya,  aitu siswa bisa "apa" setelah belajar dan atau dibelajarkan.
3.      Punya kesamaan tercapainya tujuan dari segi cara mencapainya.
4.      Punya kesamaan takaran dalam pencapaian tujuan.
5.      Punya kesamaan dari segi pusat kegiatan, yaitu sama-sama berada pada diri siswa.
Agar tujuan pembelajaran yang kongruen dengan tujuan belajar tersebut jelas, berikut disajikan contoh tujuan pembelajaran yang tidak kongruen dengan tujuan belajar :
Contoh yang disebutkan tersebut, jelas menunjukkan tidak kongruen antara tujuan pembelajaran dengan tujuan belajar. Oleh karena itu tujuan pembelajaran demikian ini tidak menunjang pencapaian tujuan belajar. Ada perbedaan titik tekan antara tujuan belajar dengan tujuan pembelajaran. Pada contoh pertama dan kedua. substansi tujuan belajar telah dikacaukan oleh substansi tujuan pembelajaran. Sedangkan pada contoh ketiga dan keempat. tujuan belajar telah dikacaukan oleh tujuan pembelajaran dari segi cara penyampaiannya.

5.2.    Unsur-unsur dinamis pembelajaran kongruen dalam proses belajar siswa/mahasiswa
a.       Motivasi belajar menuntut sikap tanggap dari pihak guru serta kemampuan untuk mendorong motivasi dengan berbagai upaya pembelajaran. Ada beberapa prinsip yang dapat digunakan oleh guru dalam rangka memotivasi siswa agar belajar, ialah:
1.       Prinsip kebermaknaan, siswa termotivasi untuk mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya,
2.       Prasyarat, siswa lebih suka mempelajari sesuatu yang baru jika dia memiliki pengalaman prasyarat (prerckuisit).
3.       Model, siswa lebih suka memperoleh tingkah laku baru bila disajikan dengan suatu model perilaku yang dapat diamati dan ditim.
4.       Komunikasi terbuka, siswa lebih suka belajar bila penyajian ditata agar supaya pesan-pesan guru terbuka terhadap pendapat siswa.
5.       Daya tarik, siswa lebih suka belajar bila perhatiannya tertarik oleh penyajian yang menyenangkan/menarik.
6.       Aktif dan latihan, siswa lebih senang belajar bila dia dapat berperan aktif dalam latihan/praktik dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran
7.       Latihan yang terbagi, siswa lebih suka belajar bila latihan-latihan dilaksanakan dalamjangka waktu yang pendek.
8.       Tekanan instruksional, siswa lebih suka belajar terus bila kondisi pembelajaran menyenangkan baginya.
9.       Keadaan yang menyenangkan, siswa lebih suka belajar terus bila kondisi-kondisi pembelajaran menyenangkan bagmya.
b.      Sumber-sumber yang digunakan sebagai bahan belajar terdapat pada:
1.       Buku pelajaran yang sengaja disiapkan dan berkenan dengan mata ajaran tertentu. Bahan-bahan tersebut dapat berupa sumber pokok dan sumber pelengkap. Pemilihim buku-buku sumber telah ditetapkan dalam pedoman kurikulum dan berdasarkan pilihan guru berdasarkan pertimbangan tertentu. Buku-buku tersebut mungkin telah tersedia di perpustakaan sekolah, atau harus dibeli di pasaran buku.
2.       Pribadi guru sendiri pada dasamya merupakan sumber tak tertulis dan sangat penting serta sangat kaya dan luas, yang perlu dimanfaatkan secara maksimal. Itu sebabnya, guru senantiasa diminta agar terus belajar untuk memperkaya dan memperluas serta mendalami ilmu pengetalman, sehingga pada waktunya dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan belajar yang berdaya guna bagi kepentingan proses belajar siswa.
3.       Sumber masyarakat, juga merupakan sumber yang paling kaya bagi bahan belajar siswa. Hal-hal yang tidak tertulis dalam buku dan belum terkuasai oleh guru, ternyata ada dalam, masyarakat berupa objek, kejadian dan peninggalan sejarah. Hal-hal tersebut dapat digunakan sebagai bahan belajar. Untuk itu, guru perlu menyiapkan program pembelajaran dalam upaya memanfaatkan masyarakat sebagai sumber bahan belajar bagi siswanya.
c.       Pengadaan alat-alat bantu belajar dilakukan oleh guru, siswa sendiri dan bantuan orang ma. Namun, harus dipertimbangkan kesesuaian alat bantu belajar itu dengan tujuan belajar, kemampuan siswa sendiri, bahan yang dipelajari, dan ketersediaannya di sekolah. Prinsip kesesuaian ini perlu diperhatikan karena sering terjadi pemilihan dan penggunaan suatu alat bantu belajar ternyata tidak cocok untuk pengajaran dan ternyata tidak banyak pengaruhya terhadap keberhasilan belajar siswa. Prosedur yang harus ditempuh adalah:
1.       Memilih dan menggunakan alat bantuan yang tersedia di sekolah sesuai dengan rencana pembelajaran.
2.       Siswa memilih dan membuat sendiri alat bantu yang diperlukan, berdasarkan petunjuk dan bantuan guru.
3.       Membeli di pasaran bebas scandamya alat yang diperlukan itu ada di pasaran dan cocok dengan kegiatan belajar yang akan ditakukan.
d.      Untuk menjamin dan membina suasana belajar yang efektif. guru dan siswa dapat melakukan beberapa upaya sebapi berikut:
1.       Sikap guru sendiri terhadap pembelajaran di kelas. Guru diharapkan bersikap menunjang, membantu, adil, dan terbuka dalam kelas. Sikap-sikap tersebut pada gilirannya akan menciptakan suasana yang menyenangkan dan menggairahkan serta menciptakan antusiasme terhadap pelajaran yang sedang diberikan.
2.       Perlu adanya kesadaran yang tinggi di kalangan siswa untuk membina disiplin dan tata tertib yang baik di dalam kelas. Suasana yang disiplin ini juga ditentukan oleh perilaku guru, kemampuan guru memberikan pengajaran. serta suasana dalam diri siswa sendiri.
3.       Guru dan siswa berupaya menciptakan hubungan dan kerjasama yang serasi, selaras dan seimbang dalam kela. yang dijiwai oleh rasa kekeluargaan dan kebersamaan rasa tenggang rasa dan tanggung jawab untuk kepentingan bersama ternyata lebih efektif dibandingkan dengan suasana dengan persaingan, berusaha untuk kopentingan sendiri, dan pergaulan guru siswa yang renggang dan kaku.
e.       Subjek belajar yang berada dalam kondisi kurang mantap perlu diberikan binaan. Pembinaan kesehatan, penyesuaian bahan belajar dengan tingkat kecerdasan siswa, memperhatikan kesiapan belajar yang tepat waktunya, penyesuaian bahan, belajar dengan kemampuan dan bakatnya, dan memberikan pengalaman-pengalaman perekuisit, semua kondisi itu perlu terus dikontrol oleh guru. Sediakan waktu yang khusus untuk mengenal dan mengetahui dengan seksama semua kondisi subjek belajar. Bila diketahui terdapat ketidak seimbangan dan gangguan pada kondisi mereka, maka guru perlu segera melakukan upaya untuk memperbaiki dan meningkatkannya.

5.3. Unsur-unsur dinamis pembelajaran pada diri guru.
a.      Motivasi untuk membelajarkan siswa.
Guru harus memiliki motivasi untuk membelajarkan siswa. Motivasi itu sebaiknya timbul dari kesadaran yang tinggi untuk mendidik peserta didik menjadi warga negara yang bak. Jadi guru memiliki hasrat untuk menyiapkan siswa menjadi pribadi yang memiliki pengetahuan dan kemampuan tertentu. Namun, diakui bahwa motivasi pembelajaran itu sering timbul karena insentif yang diberikan, sehingga guru melaksanakan tugasnya sebaik mungkin. Kedua jenis motivasi itu diperlukan untuk membelajarkan siswa.

b.      Kondisi guru siap membelajarkan siswa.
Guru perlu memiliki kemampuan dan proses pembelajaran, disamping kemampuan kepribadian dan kemampuan kemasyarakatan. Kemampuan dalam proses pembelajaran sering disebut kemampuan profesional. Guru perlu berupaya meningkatkan kemampuan-kemampuan tersebut agar senantiasa berada dalam kondisi siap untuk membelajarkan siswa.


BAB II
PRINSIP BELAJAR DAN APLIKASINYA

2.1. PRINSIP-PRINSIP BELAJAR YANG TERKAIT DENGAN PROSES BELAJAR
Banyak teori dan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh para ahli yang satu dengan yang lain memiliki persamaan dan perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yamg relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam apaya meningkatkan mengajarnya. Prinsip-prinsip itu berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan. serta perbedaan individual.

2.1.1 Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage n Berliner, 1984: 335 ). Perhatian terhadap belajar akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.
Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih Ianjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Apabila perhatian alami ini tidak ada maka siswa perlu dibangkitkan perhatiannya.
Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil (gage dan Berliner, 1984 : 372).
"Motivation is the concept we use when we ddescribe the force action on or whitin an organism yo initiate and direct behavior"
Demikian menurut H.L. Petri (Petri, Herbet L, 1986: 3). Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu tujuan dalam mengajar. Guru berharap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan.
Motivasi mempunyai kaitan yang crat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianggap penting dalan, kehidupannya. Perubahan nilai-nilai yang dianut akan mengubah tingkah laku manusia dan motivasinya. Karenanya, bahan-bahan pelajaran yang disajikan hendaknya disesuaikan dengan minat siswa dan tridak bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Sikap siswa, seperti haInya motif menimbulkan dan mengarahkan aktivitasnya. Siswa yang menyukai matematika akan merasa senang belajar matematika dan terdorong untulk belajar lebih giat, demikian pula sebaliknya. Karenanya adalah kewajiban bagi guru untuk bisa menanamkan sikap positif pada diri siswa terhadap mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Insentif, suatu hadiah yang diharapkan diperoleh sudah melakukan kegiatan, dapat menimbulkan motif. Hal ini merupakan dasar teori belajar B.F. Skinner dengan operant conditioning-nya' (Hal ini dibkarakan lebih lanjut dalam prinsip balikan dan penguatan).
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain, dari guru, orang tua, teman dan sebagainya. Motivasi juga dibedakan atas motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa yang dengan sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya. Sedangkan motil ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyertaanya. Sebagai contoh, siswa belajar sungguh-sungguh bukan disebabkan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya telapi didorong oleh keinginan naik kelas atau mendapat ijazah. Naik kelas dan mendapat ijazah adalah penyerta dari keberhasilan belajar.
Motif intrinsik dapat bersifat internal, datang dari diri sendiri, dapat juga bersifat eksternal, datang dari luar. Motif ekstrinsik bisa bersifat eksternal, walaupun lebih banyak bersifat ekstemal. Motif ekstrinsik dapat juga berubah menjadi motif intrinsik yang disebut 'Iransformasi motir'. Sebagai contoh. seorang siswa belajar di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LIPTK) karena menuruti keinginan orang tuanya yang menginginkan anaknya menjadi guru. Mula-mula motifnya adalah ekstrinsik, yaitu ingin menyenangkan orang tuanya, tetapi setelah belajar heberapa lama di LPTK ia menyenangi pelajaran-pelajaran yang digelutinya dan senang belajar untuk menjadi guru. Jadi motif pada siswa itu yang semula ekstrinsik menjadi intrinsik.

Perhatian

Perhatian erat sekali kaitannya dengan motivasi bahkan tidak dapat dipisahkan. Perhatian ialah pemusatan energi psikis (fikiran dan perasaan) terhadap suatu objek. Makin terpusat perhatian pada pelajaran, proses belajar makin baik dan hasilnya akan makin haik pula. Oleh karena itu guru harus selalu berusaha supaya perhatian siswa terpusat pada pelajaran. Memunculkan perhatian seseorang pada suatu objek dapat diakibatkan oleh dua hal.
Pertama, orang itu merasa bahwa objek tersebut mempunyai kaitan dengan dirinya umpamanya dengan kebutuhan, cita cita, pengalaman, bakat, minat.
Kedua, Objek itu sendiri dipandang memiliki sesuatu yang lain dari yang lain, atau yang lain dari yang biasa, lain dari yang pada umumnya muncul.
Perhatikan contoh kasus dibawah ini
1.      Rukiah, salah seorang siswa disuatu sekolah dasar sangat tertarik dengan penjelasan ibu gurunya tentang perpindahan penduduk. sehingga ia sungguh-sungguh memperhatikan pelajaran tersebut, karena ia pernah dibawa orang tuanya bertransmigrasi.
2.      Sekelompok siswa disuatu sekolah dasar pada sutu waku mengikuti pelajaran dengan penuh perhatian karena guru mengajarkan pelajaran tersebut dengan menggunakan alat peraga yang sebelumnya guru tersebut belum pernah melakukannya.
3.      Sekelompok siswa sedang asyik mengerjakan tugas kelompok, dalam pelajaran IPA. KeRhatannya mereka sangat sungguh-sungguh menerjakan tugas tersebut. Biasanya mereka belajar cukup mendengarkan ceramah dari guru.
Ketiga contoh diatas menggambarkan siswa yang belajar dengan penuh perhatian akan tetapi penyebabnya berbeda.
Contoh pertama, Rukiah belajar dengan penuh perhatian. Karena pelajaran tersebut memiliki kaitan dengan pengalamannya. Pelajaran tersebut ada kaitan dengan diri siswa. Pada contoh kedua, siswa belajar dengan penuh perhatian, karena guru mengajar dengan menggunakan alat peraga, (cara guru mengajar lain dan kebiasaannya)
Demikian pula contoh ketiga, siswa belajar dengan penuh perhatian Karena guru menggunakan metode yang bervariasi tidak hanya ceramah).
Dari uraian dan contoh diatas dapat disimpulkan, bahwa :
1.      Belajar dengan permh perhatian pada pelajaran yang sedang dipelajari, proses dan hasilnya akan lebih baik.
2.      Upaya guru memumbuhkan dan meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
a.       Mengaitkan pelajaran dengan pengalaman, kebutuhan, cita-cita, bakat atau minat siswa.
b.       Menciptakan situasi pembelajaran yang tidak monoton. Umpamanya penggunaan metode mengajar yang bervariasi, penggunaan media, tempat belajar tidak terpaku hanya didalam kelas saja.
Coba anda pilih salah satu pokok bahasan dari salah satu mata pelajaran yang biasa anda ajarkan. Kemukakan upaya apa yang harus anda lakukan untuk:
1.      Menarik perhalian siswa dengan cara mengailkan pelajaran tersebut dengan diri siswa (umpamanya dengan pengalaman mereka).
2.      Menarik perhatian siswa dengan cara menciptakan situasi pembelajaran yang bervariasi (umpamanya dalam penggunaan metode mengajar)

2.2. KEAKTIFAN BELAJAR
Kecendrungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemampuan dan aspirasi sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendri. Mon Dewey misalnya mengemukakan, bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirmya sendiri. maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri. Guru sekedar pembimbing dan pengarah (John Dewy 1916. dalam Dak ks, 1937:3 1).
Menurut teori kognitif. belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekadar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. (Gage and Berliner, 1984 : 267). Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu mencari. menermakan fakta. menganalisis, menafsirkan dan menairik kesimpulan,
Thomdike mengemukakan keakifan siswa dalam belajar dengan bukum "lah. of exercise " -nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Mc Keachk berkenan dengan prinsip keaktifan mengemukakan babwa individu merupakan "manusia belajar yang selalu ingin tahu, sosial,” (MC Keachk, 1976:230 dari Gredler MEB terjemahan Munandir, 1991:105).
Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu beraneka ragam bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh kegiatan psikis misaInya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan basil percobaan, dan kegiatan psikis yang lain.
Seperti yang telah dibahas di depan bahwa belajar iu sendiri adalah akivitas, yaitu aktivitas mental dan emosional. Bila ada siswa ) yang duduk di kelas pada saat pelajaran berlangsung, akan tetapi mental emosionainya tidak terlibat akif didalam situasi pembelajaran itu, Pada hakikamya siswa tersebut tidak ikut belajar.
Oleh karena itu guru jangan sekali-kali membiarkan ada siswa yang tidak ikut aktif belajar. Lebih jauh dari sekedar mengaktifkan siswa belajar, guru harus berusaha meningkatkan kadar aktifitas belaiar tersebut.
Kegiatan mendengarkan penjelasan guru, sudah menunjukkan adanya aktivitas belajar. Akan tetapi barangkali kadarnya perlu ditingkinkan dengan metode mengajar lain.
Sekali untuk memantapkan pemahaman anda tentang upaya meningkatkan kadar aktivitas belajar siswa, coba anda tetapkan salah satu pokok bahasan dari salah satu mata pelajaran yang biasa diajarkan. Silahkan anda rancang kegiatan-kegiatan belajar  yang bagaimana yang harus siswa anda lakukan, supaya kadar aktivitas belajair mereka relatif tinggi.
Bila sudah selesai anda kerjakan, silahkan diskusikan deingan guru lain disekolah anda atau guru sesama peserta program
2.3. KETERLIBATAN LANGSUNG DALAM BELAJAR
Di muka telah dibkarakan bahwa belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa yang, belajar adalah mengalami, belajar tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerueut pengalamannya mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekadar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab tehadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang belajar membuat tempe, yang paling baik apabila ia terlihat secara langsng dalam perbuatan (direct performance), bukan sekadar melihat bagaimana orang menikmati tempe (demonstrating), apalagi sekadar mendengar orang bercerita bagaimana cara pembuatan tempe (telling).
Pentingnya ketelibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan "leaming by doing"-nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah (prolem solving). Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.
Keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan intemalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilat, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.

2.4. PENGULANGAN BELAJAR
Prinsip belajar yang menekankan perlunva pengulangan barangkali yang paling tua adalah yang dikemukakan oleh teori Psikologi Dava. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat. mengkhayal, merasakan. berpikir. dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka dasya-daya tersebut akan berkembang. Seperti hainya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan menjadi sempuma.
Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori psikologi Asosiasi atau Koneksionisme dengan tokoh yang terkenal Thorndike. Berangkat dari salah satu hukum belajarnya “law of exercise", ia mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons. dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons benar. Seperti kata pepatah "latihan menjadikan sempuma" (Thomdike, 1931b:20. dari Gredlei, Marget E Bell, terjemahan Munandir, 1991: 51).Psikologi Conditioning yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari Koneksionisme juga menekankan pentingnya pengulangan dalam belajar. Kalau pada Koneksionisme, belajar adalah pembentukan hubungan stimulus dan respons maka pada psikologi conditioning respons akan timbul bukan karena saja stimulus, tetapi juga oleh stimulus yang dikondisikan. Banyak tingkah laku manusia yang terjadi karena kondisi, misalnya siswa berbaris masuk ke kelas karena mendengar bunyi lonceng, kendaman berhenti ketika lampu Ialu lintas berwarna merah. Menurut teori ini perilaku individu dapat dikondisikan, dan belajar merupakan upaya untuk mengkondisikan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu. Mengajar adalah membentuk kebiasaan, mengulang-ulang sesuatu perbuatan sehingga menjadi suatu kebiasaan dan pembiasaan tidak perlu selalu oleh stimulus yang sesungguhnya, tetapi dapat juga oleh stimulus penyerta.
Ketiga teori tersebut menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar walaupun dengan tujuan yang berbeda. Yang pertama pengulangan untuk melatih daya-daya jiwa sedangkan yang kedua dan ketiga pengulangan untuk respons yang benar dan membentuk kebiasaan- kabiasaan. Walaupun kita tidak japat menerima bahwa belajar adalah pengulangan seperti yang dikemukakan ketiga teori tersebut, karena tidak dapat dipakai untuk menerangkan semua bentuk belajar, namun prinsip pengulangan masih relevan sebagai dasar pembelajaran. Dalam belajar tetap diperlukan latihan/pengulangan. Metode drill dan stereotyping adalah bentuk belajar yang menerapkan prinsip pengulangan (Gage dan Berliner, 1984: 259).

2.5.    SIFAT MERANGSANG DAN MENANTANG DARI MATERI YANG DIPELAIARI
Teori Medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa dalam, situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yang mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahasa belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Agar pada anak timbul motif yang Kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik maka bahan belajar haruslah menantang. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar haruslah menantang.tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Pelajaran yang memberi kesempatan pada siswa untuk menermakan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi akan menyebabkan siswa berusaha meneari dan menemukan konsp-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi tersebut. Bahan belajar yang telah mendan saja kurang menarik bagi siswa.
Penggunaan metode eksperimen, inkuiri, diskoveri juga memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebili giat dan sungguh-sunggub. Penguatan positif maupun negatif juga akan menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh gaujaran atau terhindar dari hukum yang tidak menyenangkan.
2.6.    PEMBERIAN BALIKAN ATAU UMPAN BALIK DAN PENGUATAN BELAJAR
Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan oleh teori belajar operant Conditioning dari B.F. Skinner. Kalau pada teori conditioning yang diberi kondisin adalah stimulusnya, maka pada operant conditioning yang diperkuat adalah responsnya. Kunci dari teori belajar im adalah law of effect - nya Thomdike. Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang haik. Hasil, apalagi hasil yang baik, akan merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengarub baik bagi usaha belajar selanjutnya. Namum dorongan belajar itu menurut B.E Skinner tidak saja oleh penguatan yang menyenangkan tetapi juga ada yang tidak menyenangkan. Atau dengan kata lain penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat belajar (gage dan Berliner, 1984: 272).
Siswa belajar sunggub-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yamg baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operant conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya anak yang mendapatkan nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong tuk belajar lebih giat. Di sini nilai buruk dan dan rasa takut lidak naik kelas juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif. Di sini siswa mencoba menghindar dari peristiwa yang tidak menyenangkan, maka penguatanatan negatif juga disebut escape conditioning, Format sajian berupa tanya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan, dan sebagainya merupakan cara belajar-mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan. Balikan yang segera diperoleh siswa setelah belajar melalui penggunaan metode-metode ini akan membuat siswa terdorong untuk belajar lebih giat dan bersemangat.


2.7. IMPLIKASI PRINSIP-PRINSIP BELAJAR
Siswa sebagai "primus motor” (motor utama) dalam kegiatan pembelajaran, dengan alasan apapun tidak dapat mengabaikan begitu saja adanya prinsip- prinsip belajar. Justru pada siswa akan berhasil dalam pembelajaran, jika mereka menyadari implikasi prinsip-prinsip belajar terhadap diri mereka.

2.7.1. Perhatian dan Motivasi
Siswa dituntut untuk memberikan perhatian terhadap semua ungsangan yang mengarah ke arah pencapaian tujuan belajar. Adanya tuntutan untuk selalu memberikan perhatian ini, menyebabkan siswa harus membangkitkan perhatiannya kepada segala pesan yang dipelajarinya. Pesan-pesan yang menjadi isi pelajaran seringkali dalam bentuk rangsangan suara, warna. bentuk, gerak, dan rangsangan lain yang dapat diindra. Dengan demikian siswa diharapkan selalu melatih indranya untuk memperhatikan rangsangan yang muncul dalam prosses pembelajaran. Peningkatan/pengembangan minat im merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi (Gage dan Berliner, 1984:373). Contob kegiatan atau perilaku siswa, baik fisik atau psikis, seperti mendengarkan ceramah guru, membandingkan konsep sebelumnya dengan konsep yang baru diterima, mengamati secara cermat gerakan psikomotorik yang dilakukan guru, atau kegiatan sejenis lainnya. Senma kegiatan atau perilaku tersebut harus dilakukan oleh siswa secara sadar sebagai upaya untuk meningkatkan motivasi belajarnya.
Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi siswa adalah disadarinya oleh siswa bahwa motivasi belajar yang ada pada diri mereka harus dibangkitkan dan mengembangkan secara terus menerus. Untuk dapat membangkitkan dan mengembangkan motivasi belajar mereka secara terus menerus, siswa dapat melakukannya dengan menentukan atau mengetahm tujuan belajar yang hendak dicapai. menanggapi secara positif pujian atau dorongan dari orang lain, menentukan target atau sasaran penyelesaian tugas belajar, dan perilaku sejenis lainnya. Dari contoh-contoh perilaku siswa untuk meningkatkan dan membangkitkan motivasi belajar, dapat ditandai bahwa perilaku-perilaku tersebut bersifat psikis.

2.7.2. Keaktifan
Sebagai "primus motor" dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa dituntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah perolehan belajarnya secara efektif, perilaku-perilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan,  menganalisis hasil percobaan, ingin tahu hasil dan kimia, membuat karya tulis, membuat kliping, dan prilaku sejenis lainnya. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa lebih lanjut menuntut keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran.

2.7.4. Keterlibatan langsung/ berpengalaman
Hal apapun yang dipelajari siswa, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak ada seorangpun dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya (Davies, 1987:32). Pemyataan ini. secara mutlak menuntut adanyan keterlibatan langsung dari "tiap siswa dalam kegiatan belajar pembelajaran. Implikasi prinsip ini dituntut pada para siswa agar tidak segan-segan mengerjakan segala tugas belajar yang dibeerikan kepada mereka. Dengan keterlibatan langsung inj, secara logis akan menyebabkan mereka memperoleh pengalaman atau berpengalaman. Bentuk-bentuk perilaku yang merupakan implikasi prinsip keterlibatan langsung bagi siswa misalnya adalah siswa ikut dalam pembuatan lapangan bola voli, siswa melakukan reaksi kimia, siswa berdiskusi untuk membuat laporan, siswa membaca puisi di depan kelas, dan perilaku sejenis lainnya. Bentuk perilaku keterlibatan langsung siswa tidak secara mutlak menjamin terwujudnya prinsip keaktifan pada diri siswa. Namun demikian, perilaku keterlibatan siswa secara langsung dalam kegiatan belajar pembelajaran dapat diharapkan mewujudkan keaktifan siswa.
2.7.5. Pengulangan
Penguasaan secara penuh dari setiap langkah kemungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti (Davies, 1987:32 ). Dari pemyataan inilah pengulangan masih diperlukan merasa bosan dalam melakukan pengulangan. Bentuk-bentuk perilaku pembelajaran yang merupakan implikasi prinsip pengulangan, diantaranya menghafal unsur-unsur kimia setidp valensi, mengerjakan soal-soal lingkungan, Jachan, menghafal nama-nama latin tumbuhan, atau menghafal tahun-tahun terjadinya peristiwa sejarah.

2.7.6. Tantangan
Prinsip belajar ini bersesuaian dengan pemyataan bahwa apabila siswa diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, ia akan belajar dan mengingat secara lebih baik (Davies, 1987: 32). Hal ini berarti siswa selalu menghadapi tantangan untuk memperoleh. memproses, dan mengolah setiap pesan yang ada dalam kegiatan pembelajaran. Implikasi prinsip tantangan bagi siswa adatah tuntutan dimilikinya kesadaran pada diri siswa akan adanya kebutuhan untuk selalu memperoleh, memproses. dan mengolah pesan. Sclain itu, siswa juga harus memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala permasalahan yang dihadapinya. Bentuk-bentuk perilaku siswa yang merupakan implikasi dari prinsip tantangan ini diantaranya adalah melakukan eksperimen, melaksanakan tugas terbimbing maupun mandiri, atau mencari tahu pemecahan suatu masalah.

2.7.7. Balikan dan Penguatan
Siswa selalu membutuhkan suatu kepastian dari kegiatan yang dilakukan, apakah benar atau salah? Dengan demikian siswa akan selalu memiliki pengetahuan tentang hasil (knowledge of result), yang sekaligus merupakan penguat (reinforce) bagi penguatan bentuk-bentuk perilaku siswa yang memungkinkan diantaranya adalah dengan segera mencocokkan jawaban dengan kunci jawaban, menerima kenyataan terhadap skor atau nilai yang dicapai, atau menerima teguran dari gurulorang tua karena hasil belajar yang jelek.
2.7.8. Perbedaan Individual
Setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang berbeda satu dengan yang lain. Karena hal inilah, setiap siswa belajar menurut tempo (kecepatan)nya sendiri dan untuk setiap kelompok umur terdapat variasi kecepatan belajar (Davies, 1987: 32). Kesadaran bahwa dirinya berbeda dengan siswa lain, akan membantu siswa menentukan cara belaiar dan sasaran belajar bagi dirinya sendiri. Implikasi adanya prinsip perbedaim individual diantaranya adalah menentukan tempat duduk di kelas, menyusun jadwal belajar, atau memilih bahwa implikasi adanya prinsip perbedaan individu bagi siswa dapat berupa perilaku fisik maupun psikis. Untuk memperjelas implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa, anda dapat mengidentifikasi dari kegiatan siswa dalam kegiatan pembelajaran sebagai indikatornya.

2.7.9. Perbedaan individual
Belajar tidak dapat diwakilkan kepada orang lain. Tidak belajar, berarti tidak akan memperoleh kemampuan. Belajar dalam arti proses mental dan emosional terjadi secara individual. Jika kita mengajar disuatu kelas sudah barang tentu kadar aktivitas belajar para siswa beragam.
Disamping itu, siswa yang belajar sebagai pribadi tersendiri, yang memiliki perbedaan dari siswa lain. Perbedaan itu mungkin dalam hal pengalaman, minat, bakat, kebiasaan belajar, kecerdasan, tipe belajar dan sebagainya..
Guru yang menyamaratakan siswa menganggap semua siswa sama. sehingga memperlakukan mereka sama kepada semua. pada prinsipnya bertentangan dengan hakikat manusia, khususnya siswa.
Guru yang bijaksana akan menghargai dan memperlakukan siswa sesuai dengan hakikat mereka masingmasing. Suatu tindakan guru yang dipandang tepat terhadap seorang siswa, belum tentu tepat untuk siswa yang lain. Akan tetapi ada perlakuan yang memang harus sama terhadap semua.
Demikian pula yang menyangkut pelajaran. Pelajaran mana yang harus dipelajari oleh semua siswa dan peIajaran mana yang boleh dipilih oleh siswa sesuai dengan bakat mereka.
Perlakuan guru terhadap siswa yang cepat harus berbeda dii i perlakuaii terhadap siswa yang termasuk lamban. Siswa yang lamban perlu banyak dibantu sedangkan siswa yang cepat dapa diberi kesempatan lebih dulu maju atau melakukan pengayaan.
Didalam menggunakan metode mengajar, guru perlu menggunakan metode mengajar yang bervariasi, sebab mungkin siswa yang kita ajar memiliki tipe belajar yang berbeda. Siswa yang memiliki tipe belajar yang auditif akan lebih mudah belajar melalui pendengaran. Siswa yang memiliki tipe belajar yang motorik akan memiliki tipe belajar visual akan lebih mudah belajar melalui penglihatan. sedangkan siswa yang memiliki tipe belajar motorik akan lebih mudah belajar melalui perbuatan.
Untuk keperluan itu semua guru perlu memahami pribadi masing-masing yang menjadi bimbingannya.
Oleh karena itu catatan pribadi siswa sangat bermanfaat. Setiap siswa perlu dikatat tentang kecerdasannya, bakatnya, tipe belajarnya, latar belakang kehidupan orang tuanya, kemampuan panca indranya, penyakit yang dideritanya, bahkan kejadian sehari-hari yang dianggap penting. Semua itu harus dkatat pada catatan pribadi siswa. Buku catatan pribadi siswa itu harus diisi secara rutin dan terus mengikuti pribadi siswa tersebut ke kelas dan ke jenjang pendidikan berikutnya.
Buku catatan pribadi tiap siswa kelas 1 setelah mereka naik kelas II harus diserahkan pada guru kelas II untuk digunakan dan diisi dengan data baru, begitulah seterusnya sampai kejenjang pendidikan berikumya.
Adakah buku catatan pribadi tiap siswa dikelas tempat anda mengajar? Bila ada coba pelajari:
1.      Data apa saja yang dicatat
2.      Kapan buku tersebut diisi
3.      Pernahkah buku catatan pribadi tersebut digunakan, dan untak apa
4.      Bagaimana saran anda untuk pemanfaatan buku catatan pribadi tersebut : data dan pengisiannya serta penggunaanya.
Jika ternyata belum ada, coba buat sebuah model buku catatan pribadi siswa yang menurut anda cukup lengkap untuk keperluan pembimbingan belajar terhadap siswa, Itulah lima prinsip belajar telah kita diskusikan. Silahkan anda pelajari berbagai sumber tentang belajar. Akan tetapi paling tidak kelima prinsip diatas hendaknya menjadi pegangan kita didalam membelajarkan siswa-siswa kita.
Belajar terjadi pada suatu system lingkungan belajar yang terdiri dari komponen atau unsur tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa dan guru. Sebagai suatu system, unsur-unsur penabelajaran tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi. Oleh karena itu pemilihan dan penggunaan strategi belajar mengajar tidak dapat dilepaskan dari pertimbangan unsur-unsur lain didalam system pembelajaran. Yang menjadi unsur utama ialah tujuan pembelajaran. Semua unsur didalam pembelajaran harus sesuai dengan tujuan pembelajaran. Oleh karena itu tujuan pembelajaran harus ditetapkan lebih dulu.
Bagaimana implikasi tujuan, bahan pelajaran, alat dan siswa terhadap penggunaan strategi belajar mengajar akan kita diskusikan pada kegiatan belajar berikutnya. Untuk memantapkan pemahaman anda terhadap materi yang anda pelajari kerjakanlah latihan dibawah ini.
1.      Identifikasikanlah kegiatan pembelajaran yang anda rancang.
Apakah kegiatan pembelajarannya termasuk belajar meialui pengalaman ataukah melalui pengamatan?
2.      Kegiatan apa yang dapat dilakukan guru untuk membangkitkan motifasi belajar siswa?
3.      Kegiatan apa yang dapat dilakukan guru untuk menarik perhatian siswa?
Untuk memudahkan anda dalam mengerjakan latihan diatas bacalah rambu-rambu pengerjaan latihan berikut ini. Rambu-rambu pengerjaan latihan.
1.      Ambillah salah satu rencana pembelajaran yang akan anda laksanakan. Identifikasi setiap langkah kegiatan pembelajaran yang akan anda tempuh. Dari hasil identifikasi ini anda akan mengetahui apakah kegiatan pembelajaran yang anda rancang lebih menekankan pada belajar melalui pengalaman (langsung dan tak langsung) ataukah melalui pengamatan.
2.      Untuk menjawab pertanyaan ini anda hendaknya mengingat kembali materi yang membahas teknik-teknik membangkitkan motivasi belajar siswa. Untuk lebih meyakinkan anda observasilah teman anda yang sedang mengajar. Catatlah kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan teman anda yang dapat membangkitkan motivasi belajar siswa.
3.      Selain anda harus mengingat kembali materi tentang teknik-teknik menarik perhatian siswa, anda juga dapat melakukan observasi atau meminta teman anda mengobservasi anda yang sedang mengajar. Catatlah kegiatan-kegiatan yang dapat menarik perhatian siswa selama kegiatan pembelajaran.
Sekarang tiba saamya anda membaca rangkuman dibawah ini unuk lebih memantapkan ingatan anda terhadap materi yang telah dipelajari.
Belajar memiliki tiga atribu pokok ialah:
1.      Belajar merupakan proses mental dan emosional atau aktivitas pikiran dan perasaan.
2.      Hasil belajar berupa perubahan perilaku, baik menyangkut kognitif psikomotorik maupun afektif.
Siswa merupakan imdividual yang unik artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaim satu dengan lain. Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian dan sifat-sifatnya.
Perbedaan individual ini pada cara dan hasil belajar siswa. Karenanya perbedaan individu perlu diperhaikan pleh guru dalam upaya pembelajaran. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan disekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya pelaksanaan pembelajaran dikelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.
Pembelajaran yang bersifat klasikal yang mengabaikan perbedaan individual dapa diperbaiki dengan beberapa cara. Antara lain penggunaan metode atau straegi belajar mengajar yang ervariasi sehingga perbedaan perbedaan kemampuan siswa dapat terlayani. Juga penggunaan media instruksional akan membantu melayani perbedaan siswa dalam cara belajar. Usaha lain untuk memperbaiki pembelajaran klasikal adalah dengan memberikan tambahan pelajaran atau pengayaan pelajaran bagi siswa yang pandai, dan memberikan bimbingan belajar bagi anak yang kurang. Disamping in dalam memberikan tugas hendaknya disesuikan dengan minat dan kemampuan siswa sehingga bagi siswa yang pandai, sedang, maupun kurang akan merasakan berhasil didalam belajar. Sebagai unsur primer dan sekunder dalam pembelajaran, maka dengan sendirinya  dan guru teimplikasi adanya prinsip-prinsip belajar.
Implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru, tampak dalam setiap kegiatan perilaku mereka selama proses pembelajaran berlangsung. Namun demikian, perlu disadari bahaya implementasi prinsip-prinsip belajar sebagai implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru tidak semuanya terwujud dalam setiap proses pembelajaran.


BAB III
DASAR PENGEMBANGAN KURIKULUM

Kurikulum dan pendidikan adalah dua hal yang erat berkaitan, tak dapat dipisahkan sama dengan yang lain. Sistem pendidikan yang dijalankan pada zaman modern ini tak mungkin tanpa melibatkan keikutsertaan kurikulum. Tak mungkin ada Kegiatan pendidikan tanpa kurikulum. Kebutuhan akan adanya aktivitas pendidikan selalu berarti kebutuhan adanya kurikulum. Dalam kurikulum itulah tersimpul segala sesuatu yang harus lijadikan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan. Pemikiran tentang adanya kurikulum adalah setua dengan adanya sistem pendidikan itu sendiri.
Hubungan antara pendidikan dan kurikulum adalah hubungan antara tujuan dan isi pendidikan. Suatu tujuan, tegasnya tujuan pendidikan yang ingin dicapai, akan dapat terlaksana jika alat sarana, isi, atau tegasnya kurikulum yang dijadikan dasar acuan ini relevan. Artinya sesuai dengan tujuan pendidikan tersebut. Hal itu dapat diartikan bahwa kurikulum dapat membawa kita ke arah tercapainya tujuan pendidikan. karena kurikulum merupakan isi dan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan, maka kurikulum berisi nilai-nilai atau cita-cita yang sesuai dengan pandangan hidup bangsa. Pada hakekatnya, proses pendidikan yang dijalankan adalah usaha untuk merealisasikan nilai-nilai dan ide-ide tersebut.
Pada dasamya tujuan pendidikan yang pokok (atau hakiki, esensial, prinsipil ini tetap karena ia berhubungan dengan sistem nilai atau pandangan hidup suatu bangsa. Akan tetapi. hal itu tidak berarti kurikulum pun harus statis, tak pernah mengalami perubahan. Kurikulum pun harus selalu dikembangkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat.. masyarakat yang dinamis akan selalu mengalami perkembangan, selalu menuntut adanya perubahan sesuai dengan perubahan zaman. Pada hakekamya, hal itupun dapat dipandang sebagai akibat sistem pendidikan yang dijalankan yang sudah diperhitungkan. Dengan kata lain adanya keadaan masyarakat yang dinamis dan terbukti terhadap adanya usaha-usaha pembaharuan sesuai dengan perkembangan zaman tersebut, merupakan keberhasilan sistem pendidikan, tanpa mengakibatkan berbagai faktor lain yang juga berperan.
Dalam banyak hal, kurikulum dapat dijadikan ukuran kualitas proses dan keluaran pendidikan yang dijalankan. Dalam suatu kurikulum sekolah telah tergambar tentang berbaga pengetahuan, keterampilan, sikap serta nilai-nilai yang diharapkan dimiliki oleh setiap lulusan suatu sekolah. Akan tetapi kurikulum bukanlah merupakan satu-satunya faktor penentu "kualitas seperti yang disarankan didalamnya. Masih terdapat berbagai faktor lain yang turut menunjang kualitas atau keberhasilan kegiatan pendidikan yang dijalankan. Misalnya saja masalah sarana dan prasarana, situasi dan kondisi lingkungan, kualitas guru sebagai pelaksana pendidikan dan sebagainya. Penting bagi guru adalah ia harus benar-benar menyadari peranannya sebag pelaksana pendidikan yang amat menentukan. Hal itu menunt kepadanya untuk memahami dan menguasai berbagai masalah pendidikan, antara lain masalah kurikulum.

3.1. Pengertian Kurikulum
3.1.1 Kurikulum Sebagai Jembatan Meraih Ijazah
Istilah "kurikulum" memiliki berbagai tafsiran yan dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembang kurikulum sejak dulu sampai dengan dewasa. ini. Tafsiran-tafsi tersebut berbeda-beda satu sama lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin yakni "currculae", artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengerti kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditemp oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh Ijazah.
Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakekatnya merupakan suatu bukti, bahwa siswa telah menempuh suatu Kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ke tempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.

Pengertian Kurikulum

(Oleh Burhan Nurgiyantoro dalam bukunya Dasar-Dasar Pengembangan Karikalum Sekolah)
Istilah kurikulum semula berasal dari istilah yang dipergunakan dalam dunia taktik curere yang berarti "berlari' . Istilah tersebut erat hubungannya dengan kata curier atau kurir yang berarti penghubung atau seseorang yang bertugas menyampaikan sesuatu kepada orang atau tempat lain. Seseorang kurir harus menempuh suatu perjalanan untuk mencapai tujuan, maka istilah kurikulum kemudian diartikan sebagai orang sebagai suatu jarak yang harus ditempuh (S. Nasution, 1980 : 5).
Dari istilah atletik kurikulum mengalami perpindahan arti kedunia pendidikan. Sebagai misal pengertian kurikulum seperti yang tercantum dalam Webster's Intemational Dktionary " .
Currculum ; Course ; a specified fixed course of study, is in a school or collage. as one leading to degree.
Kurikulum kemudian diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran atau ilmu pengetalman yang ditempult atau dikuasai untuk mencapai suatu tingkat tertentu atau ijazah. Disamping itu, kurikulum juga diartikan sebagai suatu rencana yang disengaja dirancang untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan. Itulah sebabnya orang pada waktu lalu juga menyebut kurikulum dengan istilah “Rencana Pelajaran" yang merupakan terjemahan istilah Leerplan. Rencana pelajaran merupakan salah satu komponen dalam asas-asas didaktik yang harus dikuasai (atau paling tidak diketahui) oleh seorang guru atau calon guru.
Pengertian kurikulum sebagai yang tercantum dalam kamus Webster yang dikutip diatas, kiranya ada kesesuaiannya dengan perumusan yang dikemukakan oleh Stenhouse berikut : Currkulum is the planned conipesite effort of any school to guide pupil leaming to ward prederennined learning outcome (Larence Stenhouse, 1976 : 4).
Defenisi-defenisi kurikulum yang bersifat tradisional biasanya masih menampakkan adanya kecenderungan penekanan pada rencana pelajaran untuk menyampaikan mata-mata peiajaran (subject matter) kepada anak didik yang biasanya berisi kebudayaan. (hasil budidaya) masa lampau atau sejumlah ilmu pengetahuan. Anak yang berhasil melewati tahap ini akan atau herhak memperoleh ijazah. Kabudayaan atau sejumlah ilmu pengetahuan yang akan disampaikan tersebut bersumber pada buku-buku yang baik atau dianggap bermutu, sehingga kurikulum terutama dalam hal tujuan instruksional dan pemilihan bahan pengajaran lebih banyak ditentukan atau dipengaruhi oleh buku- buku tersebut.
Dihubungkan dengan kebutuhan pengalaman anak yang diharapkan terpenuhi melalui kegiatan belajar-mengajar sekolah, ternyata hal tersebut kurang menguntungkan karena ia membatasi pengalaman anak dalam proses belajar-mengajar kelas saja dan kurang inemperhatikan pengalaman-pengalaman lain yang diperoleh di luar kelas. Kurikulum yang bersi demikian. hanya menekankan aspek intelektual saja yang harus dikuasai siswa dan mengabaikan aspek-aspek yang lain yang juga sangat berpengaruh dalam perkembangan kejiwaan siswa. Kurikulum macam ini biasanya disebut Subject Centere Curiculum, yaitu kurikulum yang berpusat pada materi pelajaran Sejalan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat, pendirian tradisional mengenai kurikulum tersebut ditinggalkan orang karena dianggap terlalu sempit dan atau paling tidak orang berusaha mencari kemungkinan-kemungkinan baru, sebab pada kenyataanya pula seperti halnya dengan masalah-masalah lain, belum dapat meninggalkan (atau mungkin meninggalkan) sama sekali pendirian tradisonal. dasarkan pendirian diatas, yakni pendirian tradisional, kurikulum dijalankan (mau tak mau) berpusat pada guru atau but Teacher Centered Curiculum. Pandangan yang lebih kemudian ingin mengubah pandangan tersebut dengan memperhatikan minat dan kebutuhan anak, karena anaklah sebenamya yang menjadi subjek didik. Anak tak boleh hanya dipeerlakukan sebagai objek yang statis, melainkan harus diperhatikan kebutuhannya sesuai dengan perkembangan jiwanya karena itu, terjadilah pergeseran dalam dunia pendidikan dari suject atau teacher centered ke student centered. Kurikulum yang sesuai dengan pandangan terakhir itu disebut Child Centered curiculum. Hal itu terutama disebabkan oleh pengaruh penemuan-penemuan dibidang psikologi. khususnya psikologi kembangan.
Adanya pergeseran tentang kurikulum tersebut juga terlibat pada defenisi-defenisi kurikulum yang dikemukakan orang. misalnya menurut George A. Beauchamp (1964 : 4) kurikulum adalahah "It as all activities of children under the jurisdktion of the school”Dalam pengertian ini kurikulum mencakup segala kegiatan, yang disediakan dan direncanakan sekolah. Konsep lain misalnya mengatakan bahwa kurikulum tidak terbatas pada kegiatan saja, melainkan meneakup seluruh pengalaman yang diperoleh siswa, baik intelektual, emosional, sosial maupun pengalaman galaman yang lain.
Sebagai bahan perbandingan mengenai pengertian kriikulum menurut konsep batu, barikut dikemukakan lagi denisi-defenisi yang lain.
A sequence of potensial experiences it set up in the school for the purpose of disciplining children and yuouth in group ways of thingking and acting (Smith dalam Beauchamp : 5).
atau
Curriculum is all of the planned experiences providedby the school to assist the pupils in attaining children the designated learning outcomes to the best their abilitie (Neagly dalam Lawrence : 4).
David Pratt dalam Curriculum Design and Development (1980 : 4) mendefenisikan kurikulum secara sederhana, yaitu sebagai seperangkat organisasi pendidikan formal atau pusat-pusal latihan. Selanjumya ia membuat implikasi secara lebih ekplisit tentang defenisi yang dikemukakannya tersebut menjadi enam hal. yaitu :
1.      Kurikulum adalah suatu rencana atau intentions, ia mungkin hanya berupa perencanaan (mental) saja. tapi pada umumnya diwujudkan dalam bentuk tulisan.
2.      Kurikulum bukanlah kegiatan, melainkan perencanaan atau rancangan kegiatan;
3.      Kurikulum berisi berbagai macam hal seperti masalah apa yang harus dikembangkan pada diri siswa, evaluasi untuk menafsirkan hasil belajar, bahan dan peralatan yang dipergunakan, kualitas guru yang dituntut dan sebagainya.
4.      Kurikulum melibatkan maksud atau pendidikan formal, maka ia sengaja mempromosikan belajar dan menolak sifat rambang tanpa rencana, atau kegiatan tanpa belajar.
5.      Sebagai perangkat organisasi pendidikan, kurikulum menyatukan berbagai komponen seperti tujuan, isi. sistem penilaian dalam satu kesatuan yang tak terpisahkan. Atau dengan kata lain, kurikulum adalah sebuah sistem
6.      Pendidikan dan latihan dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman yang terjadi jika suatu hal dilalaikan.
Defenisi diatas yang kemudian disertai dengan berbagai implikasinya, dapat memberikan gambaran yang lebih nyata tentang kurikulum, walau mungkin tidak sepenuhnya kita terima atau pahami. Misalnya saja dikatakan bahwa kurikulum mungkin hanya berupa perencanaan secara mental, dalam arti tidak diwujudkan dalam bentuk tertulis. Bagaimana jadinya jika ada (mungkin hanya sebagian) kurikulum yang tidak ditutis, tentunya akan mengundang berbagai permasalahan.
Kurikulum merupakan suatu yang dijadikan pedoman dalam segala kegiatan pendidikan yang dilakukan, termasuk kegiatan belajar mengajar di kelas. Dalam hal ini kita dapat memandang bahwa kurikulum merupakan suatu program yang didesain, direncanakan, dikembangkan dan akan dilaksanakan dalam situasi belajar mengajar yang sengaja diciptakan di sekolah. Atas dasar hal tersebut, kurikulum kemudian dapat didefenisikan sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu (Winamo Surahmad, 1977 : 5).
Kiranya defenisi tersebut lebih sederhana dan jelas rumusannya. Pendidikan merupakan suatu pendidikan yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu, merupakan program yang direncanakan, disusun dan diatur untuk kemudian dilaksanakan di sekolah melalui cara-cara yang telah ditentukan pula. Jika defenisi diatas diperbandingkan dengan defenisi-defenisi yang dikemukakan lebih dahulu, sebenamya tidak ada perbedaan yang prinsipil. Sentua defenisi yang ditunjuk sama-sama menyebut kurikulum sebagai rencana-rencana kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan belajar yang dilakukan siswa yang tentunya dimaksudkan untuk memperoleh sejumlah pengalaman (baca tujuan) tertentu.
Dalam pembkaraan selanjurnya, jika disebut-sebut kurikulum pengertiannya menunjuk pada defenisi yang terakhir diatas.

3.1.2 Kurikulum Sebagai Materi Pelajaran
Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa unluk mempoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran dipandang sebagai pengalaman orang tua atau pengalaman orang-orang pandai masa yang telah disusun secara sistematis dan logis. Misalinya, pengalaman dan penemuan-penemuan masa lampau, maka diadakan pemilihan dan selanjutnya disusun secara sistematis, artinya menurut urutan tertentu, dan logis, artinya dapat diterima dan pikiran. Mata ajaran tersebut mengisi materi pelajaran yang disampaikan pada siswa sehingga memperoleh sejumiah pengetahuan yang berguna baginya. Semakin banyak pengalaman dan penemuan-penemuan maka semakin banyak pula mata ajaran yang harus disusun dalam kurikulum dan harus dipelajari oleh siswa disekolah.

3.1.3 Kurikulum Sebagai Rencana Kegiatan Pembelajaran
Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk pembelajaran siswa. Dengan program ini siswa inelakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga menjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain sekolah menyediakan lingkungan yang memberikan kesempatan belajar bagi siswa. Itu sebabnya, suatu kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat tercapai. Kurikulum tidak terbatas pada mata ajaran saja, melainkan melipiuti segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti bangunan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman, perlengkapan dll. Hal ini berarti semua hal dan semua orang yang terlibat dalam memberikan bantuan kepada siswa termasuk ke dalam kurikulum.

3.1.4 Kurikulum Sebagai Pengalaman Pelajar
Perumusan atau pengertian kurikulum lainnya agar berbeda dengan pengertian-pengertian sebelumnya yang lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar. Pengertian ini menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan diluar kelas. Tak ada pemisahan yang tegas dntara ekstra dan intra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman belajar bagi siswa pada hakekatnya adalah kurikulum.Kurikulum adalah seperangkat rencana dan peraturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Isi kurikulum merupakan susunan dan bahan kajian dan    untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan, dalam rangka upaya pencapai tujuan pendidikan nasional.

3.2. Landasan Pengembangan Kurikulum
3.1 Filosofis
Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau cita-cita masyarakat. Berdasarkan cita-cita tersebut terdapat landasan, man dibawa kemana pendidikan anak. Filsafat pendidikan menggambarkan manusia yang ideal yang diharapkan oleh masyarakat. Dengan kata lain filsafat pendidikan merupakan pandangan hidup masyarakat. Filsafat pendidikan menjadi landasan untuk merancang tujuan pendidikan, prinsip pendidikan serta seperangkat pengalaman belajar lainnya.
            Hal ini menunjukkan pada kebutuhan pembangunan sesuai dengan sektor-sektor yang perlu dibangun itu sendiri, yakni bidang industri, pertanian, tenaga kerja, perdagangan, transportasi dll. Pembangunan SDM yang berkualitas diarahkan untuk meningkatkan kwalitas SDM yang mampu mendukung -pembangunan ekonomi dan pembangunan dibidang-bidang lainnya. Implikasi dari upaya pembangunan tersebut maka diperlukannya peningkatan produktifitas, peningkatan pendidikan nasional yang merata dan bermutu, peningkatan dan perluasan pendidikan keahlian sesuai dengan kebutuhan bidang-bidang pembangunan tersebut. dan pembangunan iptek yang mantap.
Gambaran tentang proses dan tujuan pembangunan tersebut diatas sekaligus menggambarkan kebutuhan pembangunan secara keseluruhan. Hal mana memberikan implikasi tertentu terhadap pendidikan di perguruan tinggi. Dengan kata lain penyelenggara pendidikan di perguruan tinggi harus disesuaikan dan diarahkan pada upaya-upaya dan kebutuhan pembangunan, yang mencangkup pembangunan ekonomi dan pengembangan SDM yang berkwalitas. Penyelenggaraan pendidikan diarahkan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan keilmuan dan keahlian, yang berisi mendukung tercapainya cita-cita nasional. yakni suatu masyaral yang maju, mandiri dan sejahtera.

2.2 Iptek dan Seni
Pembangunan didukung oleh perkembangan iptek dalam rangka mempercepat terwujudnya ketangguhan dan Keunggu bangsa. Dukungan iptek terhadap pembangunan dimaksud untuk memacu pembangunan untuk menuju terwujudnya masyarakat yang mandiri, maju dan sejahtera. Di sisi lain perkembangan iptek itu sendiri berlangsung semakin cepat berbarengan dengan persaingan antar bangsa semakin meluas sehingga diperlukan penguasan dan pengembangan iptek yang pada gilirannya mengandung implikasi tertentu terhadpa pengembangan sumber daya manusia supaya memiliki kemampua dalam penguasaan dan pemanfaatan serta pengembangan dalam bidang iptek. Untuk mencapai tujuan dan kemampuan tersebut, beberapa hal yang dapat dijadikan dasar :
1.      Pembangunan iptek harus beraada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif dengan pembinaan SDM. pengembangan sarana dan prasarana iptek, pelaksanaan penelitian pengembangan serta rekayasa produksi barang dan jasa.
2.      Pembangunan iptek tertuju pada peningkatn kwalitas, yaitu untuk meningkatkan kwalitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
3.      Pembangunan iptek harus sclaras dengan nilai-nilai agama, nilai luhur budaya bangsa, kondisi sosial budaya dan lingkungan hidup.
4.      Pembangunan iptek harus berpijak pada upaya peningkatan produktifitas, efisiensi dan efektifitas penelitian dan pengembangan yang lebih tinggi.
5.      Pembangunan iptek berdasarkan pada asas pemanfaatan yang dapat memberikan nilai tambah dan memberikaxt pemecahan masalah konkrit dalam pembangunan.
Penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan iptek dilaksanakan oleh berbagai pihak, yakni :
1.      Pemerintah, mengembangkan dan memanfaatkan iptek untuk menunjang pembangunan di segala bidang.
2.      Masyarakat, yang memanfaatkan iptek untuk pengembangan masyarakat secara swadaya.
3.      Akademisi terutama dilingkungan perguruan tinggi yang memanfaatkan iptek untuk disumbangkan pada pembangunan.
4.      Pengusaha, untuk kepentingan meningkatkan produktifitas.

3.      Komponen Pengenibangan Kurikulum
3.1 Tujuan Kurikulum
Tujuan kurikulum setiap satuan pendidikan harus mengacu pada pencapaian tujuan pendidikan nasional, sebagai mana telah ditetapkan pada UU no.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam skala yang lebih luas, kurikulum merupakan sesuatu alat pendidikan dalam rangka pengembangan SDM yang berkwalitas. Kurikulum menyediakan kesempatan yang luas bagi peserta didik untuk mengalami prosdes pendidikan dan pembelajaran unutuk mencapai target tujuan pendidikan nasional khususnya dan SDM yang berkwalitas umumnya. Tujuan itu dikategorikan sebagai tujuan umum kurikulum.
Tujuan mata ajaran. Mata ajaran dikelompokkan menjadi beberapa bidang studi, yakni :
1.      Bidang studi bahasa dan seni
2.      Bidang studi IPS
3.      Bidang studi IPA
4.      Bidang studi pendidikan jasmani dan kesehatan
Setiap bidang studi meliputi mata ajaran tertentu. Misalnya bidang studi IPS, terdiri dari mata ajaran ekonomi, sosiologi, geografi, sejarah dll.
Setiap mata ajaran mempunyai tujuan sendiri dan berbeda dengan tujuan yang hendak dicapai oleh mata ajaran lainnya. Tujuan mata ajaran merupakan penjabaran dari tujuan kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Sebagai contoh kita pilih, kita pilih tujuan mata ajaran berhitung, sebagai berikut :
1.      Menanamkan, memupuk dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan dasar berhitung yang praktis.
2.      Menanamkan, memupuk dan mengembangkan kemampuan berpikir logis dan kritis dalam pola berpikir abstrak, sehingga mampu memecahkan soal-soal yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
3.      Menanamkan, memupuk dan mengembangkan kemampuan untuk hemat dan pandai menghargai waktu, rasional dan ekonomis.
4.      Menanamkan, memupuk dan mengembangkan sikap gotong royong, jujur, serta percaya kepada diri sendiri.
Berdasarkan tujuan tersebut, baik tujuan umum maupun tujuan khusus selanjutnya dapat ditetapkan atau direncanakan dalam materi pelajaran.

3.2 Materi Kurikulum
Materi kurikulum pada hakekatnya adalah isi kurikulum. Dalam UU pendidikan tentang Sistim Pendidikan Nasional telah ditetapkan bahwa "isi kurikulum merupakan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional". Sesuai dengan rumusan tersebut, isi kurikulum dikembangkan dan disusun berdasarkan prinsip-prinsip :
1.      Materi kurikulum bempa bahan pembelajaran yang terdiri dari bahan kajian atau topik-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses belajar dan pembelajaran.
2.      Materi kurikulum mengacu pada pencapaian tujuan masing-masing satuan pendidiknan. Perbedaan dalam ruang lingkup dan urutan bahan pelajaran disebabkan oleh perbedaan tujuan satuan pendidikan tersebut.
3.      Materi kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini, tujuan pendidikan nasional mempakan target tertinggi yang hendak dicapai melalui penyampaian materi kurikulum.
Materi kurikulum mengandung aspek-aspek tertentu sesuai dengan tujuan kurikulum yang meliputi :
1.      Teori, seperangkat konsep atau defenisi dan preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan-hubungan antara variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
2.      Konsep, suatu abstraksi yang dibentuk oleh generalisasi dari kekhususan - kekhususan. Konsep adalah defenisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
3.      Generalisasi, kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
4.      Prinsip, adalah ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep
5.      Prosedur, adalah suatu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan oleh siswa.
6.      Fakta, adalah sejumlah informasi khusus dalam materi dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang, tempat dan kejadian.
7.      Istilah, adalah kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus diperkenalkan dalam materi
8.      Contoh atau illustrasi ialah suatu hal atau tindakan atau dan khusus diperkenalkan dalam materi
9.      Definisi, ialah penjelasan tentang makna atau pengertian tentang sesuatu.
10.  Preposisi, suatu pernyataan atau pendapat yang tak perlu diberi argumentasi.

3.3. Organisasi Kurikulum
Organisasi kurikulum terdiri dari beberapa bentuk yang masing-masing memiliki ciri-ciri sendiri :
1.      Mata pelajaran terpisah-pisah
Kurikulum terdiri dari sejumlah mata ajaran yang terpisah-pisah, seperti sejarah, ilmu pasti, bahasa Indonesia, dll. Tiap mata ajaran disampaikan sendiri-sendiri tanpa ada hubungannya dengan mata ajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu, dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan siswa. Semua materi diberikan sama.
2.      Mata ajaran – mata ajaran berkorelasi
Korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata ajaran. Prosedur yang ditempuh ialah menyampaikan pokok-pokok  yang saling berkorelasi guna memudahkan siswa memahami pelajaran tersebut.
3.      Bidang studi
Beberapa mata ajaran yang sejenis dan memiliki ciri-ciri yang sama dikorelasikan dalam satu bidang pengajaran, misaInya bidang studi bahasa Indonesia, meliputi membaca, bercerita, mengarang,dan sebagainya.
4.      Program yang berpusat pada anak
Program ini adalah orientasi baru dimana krrikulum dititik beraikan pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata ajaran. Guru menyiapkan program yang meliputi kegiatan-kegiatan yang menyajikan kehidupan anak, misalnya ekskursi dan cerita. Dengan cam memperkaya dan mempertuas macam-macam kegiatan, peserta didik dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Cara lain untuk melaksanakan kurikulum ini ialah pengajaran dimulai dari kelompok siswa yang belaju, kemudin guru bersam siswa tersebut menyusun program bagi mereka. Para siswa akan memperoleh pengalaman melalui program ini.
5.      Core Program
Core artinya inti atau pusat. Core program adalah suatu program inti berupa suatu unit atau masalah. Masalah diambil dari satu mata ajaran tertentu, misalnya bidang studi IPS. Beberapa mata ajaran lainnya diberikan melalui kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalah tersebut. Mata ajaran tersebut tidak diberikan secara terpisah. Biasanya dalam program itu telah disarankan pengalaman-pengalaman yang akan diperoleh oleh siswa dalam garis besarnya. Berdasarkan pengalaman yang disarankan itu, guru dan siswa memilih, merencanakan dan mengembangkan suatu unit kerja yang sesuai dengan minat, kemampuan dan kebutuhan siswa.
6.      Eclectic Program
Eclectic program adalah suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang berpusat pada mata ajaran dan yang berpusat pada peserta didik. Caranya ialah memilih unsur-unsur yang dianggap baik yang terdapat pada kedua jems organisasi tersebut, kemudian unsur-unsur itu diintegrasikan menjadi suatu program. Program ini sesuai dengan minat, kebutahan dan kematangan peserta didik, Ruang lingkup dan umum bahan pelajaran telah ditentukan sebelumnya, dan kemudian perinciannya dikerjakan oleh guru dan siswa. Sebagian waktu digunakan secara untuk pengajaran langsung, misalnya pengajaran keterampilan dan sebagian waktu lainnya disediakan untuk unit kerja. Program ini juga menyediakan kesempatan untuk bekerja kreatif, mengembangkan apresiasi dan pemahaman. Pembagian waktu disesualkan dengan kegiatan untuk mencapai tujuan.

3.4 Evaluasi kurikulum
Evaluasi merupakan suatu komponen kurikulum, karena kurikulum adalah pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Dengan evaluasi dapat diperoleh invormasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keherhasilan belajar siswa. Berdasarkan informasi itu dapat dibuat  keputusan tentang kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbingan yang perlu diberlakukan.
Aspek-aspek yang perlu dinilai benitik tolak dari aspekaspek tujuan yang hendak dicapai, baik tujuan kurikulum, tujuan pembelajaran dan tujuan belajar siswa. Setiap aspek yang dinilai berpangkal pada kemampuan apa yang hendak dikembangkan, sedangkan tiap kemamptran itu mengandung unsur-unsur pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai. Penetapan aspek yang dinilai mengacu pada kriteria keberhasilan yang telah ditentukan dalam kurikulum tersebut.
Jents penilaian yang dilaksanakan tergantung pada tujuan diselenggarakannya penilaian tersebut. MisaInya, penilaian formatif dimaksudkan untuk mengetahui kemajuan siswa dan dalam upaya melakukan perbaikan yang dibutuhkan. Berbeda dengan penilaian summatif yang bermaksud menilai kemajuan siswa setelah satu semester atau dalam periode tertentu, untuk mengetahui perkembangan siswa secara menyeluruh.
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu instrument penilaian, ialah validitas, reliabilitas, obiektifitas, kepraktisan, dan pembedaan. Disamping itu perlu diperhatikan bahwa penilaian harus objektif, dilakukan berdasarkan tanggung jawab kelompok guru, rencana yang rinci dan terkait dengan pelaksanaan kurikulum, sesuai dengan tujuan dan materi kurikulum, menggunakan alat ukur yang handal dan mudah dilaksanakan serta memberikan hasil yang akurat.

3.      Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
4.1 Prinsip Relevansi (kesesualan)
Pengembangan kurikulum yang meliputi tujuan, isi dan sistem penyampaiannya harus relevant dengan kebutuhan dan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat, tingkat perkembangan dan kebutuhan sisiwa. serta serasi dengan perkembangan iptek.

4.2 Prinsip Kontinuitas (berkesinambungan)
Kurikulum disusun secara berkesinambungan, artinya baglan, aspek, materi, bahan kajian, disusun secara berurutan. tidak terlepas-lepas, melainkan satu sama lain memiliki hubungan fungsional yang bermakna, sesuai dengan jenjang pendidikan, struktur dan tingkat perkembangan siswa. Dengan prinsip mi tampak jelas alur dan keterkaitan di dalam kurikulum tersebut sehingga mempermudah guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.

4.3 Prinsip Fleksibelitas (keluwesan)
Kurikulum yang luwes mudah disesuaikan, diubah dilengkapi atau dikurangi berdasarkan tuntutan dan keadaan ekosistem dan kemampuan setempat, jadi tidak statis atau kaku Misalnya dalam suatu kurikulum disediakan program pendidikan keterampilan industri dan pertanian. Pelaksanaannya di kota, tapi karena ketidaktersediaan lahan, maka yang dilaksanakan adalah program pendidikan keterampilan industri. Sebaliknya pelaksanaannya di desa ditekankan pada program pendidikan keterampilan pertanian. Dalam hal im lingkungan sekitar, keadaan masyarakat dan ketersediaan tenaga dan peralatan menjadi faktor pertimbangan dalam rangka pelaksanaan kurikulum.

FUNGSI KURIKULUM

Setiap lembaga pendidikan formal maupun nonfomal dalam penyelenggaraan kegiatan sehari-harinya berlandaskan kurikulum-kurikulum itu sendiri dalam hal ini dapat berupa : (1). Rancangan kurikulum, yaitu buku kurikulum suatu lembaga pendidikan; (2) Pelaksanann kurikulum, yaitu proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan ; dan (3). Evaluasi kurikulum, yaitu penilaian atau penelitian basil-hasil pendidikan.
Dengan lingkup pendidikan formal. kegiatan merancang melaksanakan dan menitai kurikulum tersebut, yaitu yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan, dilaksanakan sebagai program pengajaran.
Berbicara masalah fungsi kurikulum kita dapat meninjaunya dari tiga segi, yaitu fungsi bagi sekolah yang bersangkutan, bagi sekolah pada tingkat diatasnya dan fungsi bagi masyarakat (Winamo Surahmad ; 6).

1.      Fungsi bagi sekolah yang berungkutan
Fungsi kurikulum bagi sekolah yang bersangkutan ini paling tidak dapat disebutkan dua macam. Pertama, sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan. Manifestasi kurikulum dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah adalah berupa program pengajaran. Program pengajaran itu sendiri merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang kesemuanya dimaksudkan sebagai uapaya untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan yang akan dicapai tersebut disusun secara berjenjang mulai dart tujuan pendidikan yang bersifat nasional sampai tujuan instruksional. Jika tujuan instruksional tercapai (hasilnya langsung dapat diukur melalui kegiatan belajar mengajar di kelas) pada gilirannya akan tercapai pula tujuan-tujuan pada jenjang diatasnya. Setiap kurikulum sekolah pasti didalamnya tereantum tujuan-tujuan pendidikan yang akan atau harus dicapai melalui kegiatan pengajaran.
Kedua, kurikulum dijadikan pedoman untuk mengatur kegiatn-kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di sekolah. Dalam pelaksanaan pengajaran misalnya, telah ditentukan macam-macam bidang studi, alokasi waktu, pokok bahasan atau materi pengajamn untuk tiap semester, sumber bahan, metode atau cara pengajaran, alat dan media pengajaran yang diperlukan. Disamping itu. kurikulum juga mengatur hal-hal yang berhubungan dengan jenis program cara penyelenggaraan, strategi pelaksanaan, penanggung jawab, sua dan prasarana dan sebagainya.

2.      Fungsi bagi sekolah tingkat diatasnya
Dalam hal ini kurikulum dapat untuk mengontrol atau memelihara keseimbangan proses pendidikan. Dengan mengetahui kurikulum sekolah pada tingkat tertentu, maka kurikulum pada tingkat diatasnya dapat mengadakan penyesuaian Misalnya saja, jika suatu bidang studi telah diberikan pada kurikulum sekolah ditingkat bawahnya, harus dipertimbangkan lagi pemilihannya pada kurikulum, sekolah tingkatan diatasnya terutama dalam hal pemulihan bahan pengajaran. Penyesuaian bahan tersebut dimaksudkan untuk menghindari keterulangan penyampaian yang bisa berakibat pemborosan waktu dan yang lebih penting lagi adalah untuk menjaga kesinambungan bahan pengajaran itu.
Disamping itu, terdapat juga kurikulum yang berfungsi untuk menyiapkan tenaga pengajar. Bila satu sekolah atau lembaga pendidikan bertujuan menghasilkan tenaga guru (LPTK),. Maka lembaga tersebut harus mengetahui kurikulum sekolah pada tingkat dibawahnya tempat calon guru yang dipersiapkan itu akan mengaju. Misalnya murid SPG harus mengetabui kurikulum SD, mahasiswa IKIP/FKG harus menguasai kurikulum kurikulum SMTP dan SMTA. Jika di SD, SMP dan SMA kegiatw pengajaran disampaikan dengan sistem PPSI, maka sekolah-sekolah yang bertugas mengadakan guru untuk sekolah-sekolah tersebut harus membekali calon-calonnya dengan kemampuan memtruat PPSI.

3.      Fungsi bagi Masyarakat
Padatamatan sekolah memang dipersiapkan untuk terjun dimasyarakat atau tugasnya untuk bekerja sesuai dengan keterampilan profesi yang dimilikinya. Oleh karena itu, kurikulum sekolah haruslah mengetahui atau mencerminkan hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat atau para pemakai keluaran sekolah. Untuk keperluan itu perlu ada kerja sama antara piliak sekolah dengan pihak luar dalam hal pemberrahan kurikulum yang diharapkan. Dengan demikian, masyarakat atau para pemakai lulusan sekolah dapat memberikan bantuan, kritik atau saran-saran yang berguna bagi penyempumaan program pendidikan di sekolah.
Dewasa ini kesesuaian antara program kurikulum dengan kebutuhan masyarakat harus benar-benar diusahakan. Hal itu mengingat seringnya terjadi kenyataan balwa lulusan selsolah halum siap pakai atau tidak sesuai dengan tenaga yang dibutuhkan dalm lapangan pekerjaan. Akibatnya, walau semakin menumpuk tenaga kerja yang ada, kita tak dapat mengisi lapangan pekerjaan yang tersedia karena tidak memiliki keterampilan atau keterampilan yang dimilikinya tidak sesuai dengan yang dibutuhkan pada lapangan pekerjaan. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, ada seorang tokoh pendidikan yang mengemukakan agar sekolah tingluat SD sudah dibuat menjadi dua jalur, yaitu jalur akademis (dipersiapkan untuk melanjutkan sekolah) dan jalur vokasional (dipersiapkan untuk segera bekerja). Hal itu berdasarkan kenyataan penelitian bahwa masih sebagian besar anak tamatan SD yang tidak meneruskan pendidikan ke tingkat di atasnya.
Sering terjadi karena suatu tingkat keterampilan yang dibutuhkan dalam suatu tingkat pekerjaan, maka hal itu segera diajarkan di sekolah. Sebagai contoh hal yang berhubungan dengan keguruan misalnya dapat disebutkan perabekalan keterampilan menibuat satuan pelajaran. Pada waktu itu, yaitu permulann diterapkannya PPSI dalam sistem pengajaran di Indonesia sesuai dengan tuntutan kurikulum '75, calon guru segera diberi keterampilan membuatnya (sekarang Model Perencanaan Pengajaran). Boleh dikatakan bahwa pembekalan atau pengajaran keterampilan tersebut semata-mata disebabkan tuntutan pekerjaan kelak.
Penyiapan keterampilan para tamatan sekolah untuk bakal terjun di masyarakat kerja, juga ditentukan oleh suatu misi sekolah, apakah ia sekolah umum atau kejuruan. Misi suatu sekolah apakah ia bertugas mempersiapkan tamatannya untuk meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (jalur akademis), atau untuk bekerja (jaIur vokasional), atau untuk kedua-duanya, akan mewamai pendidikan keterampilan yang diajarkan oleh pibak sekolah yang bersangkutan. Dengan adanya hal itu, para pemakai lulusan sekolah tentunya sudah tanggap, Julusan dengan keterampilan mana (atau apa) yang mereka butuhkan dan itu harus dialamatkan pada sekolah yang sesui dengan misinya.

KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM

Seperti dikemukakan oleh Pratt diatas, kurikulum adalah sebuah sistem, sebagai suatu sistem, ia pasti mempunyai komponen-komponen atau bagian-bagian yang saling mendukung dan membentuk satu kesatuan yang terpisahkan. Komponen-komponen dalam sebuah sistem bersifat harmonis, tidak saling bertentangan. Kurikulum sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan akan direncanakan mempunyai loomponen-komponen pokok tujuan, isi, organisasi dan stratei (Winarno Surahmad: 9).


1.      Tujuan
Kurikulum adalah suatu program yang dimaksudkan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan. Tujuan itulah yang dijadikan arah atau acuan segala kegiatan pendidikan yang dijalankan. Berhasil atau tidaknya program pengajaran di sekolah dapat diukur dari seberapa jauh dan banyaknya tujuan-tujuan tersebut. Dalam setiap kurikulum sekolah pasti dcantumkan tujuan-tujuan pendidikan yang akan atau harus dicapai oleh sekolah yang bersangkutan. Ada dua tujuan yang terdapat dalam sebuah kurikulum sekolah yaitu sebagai berikut :
a.       Tujuan Pendidikan yang harus dicapai secara keseluruhan
Tujuan ini biasanya meliputi aspek-aspek pengetalman. keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diharapkan oleh para lulusan sekolah yang bersangkutan. Itulah sebabnya tujuan ini disebut tujuan institusional atau kelembagaan. Didalam sebuah kurikulum sekolah, terdapat dua macam Tujuan institusional umum dan khusus yang keduanya selalu menunjukkan keinstitusionalannya. (kedua tujuan ini biasanya dkantumkan dalam Buku 1 suatu kurikulum sekolah).
b.      Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi
Tujuan ini adalah penjabaran tujuan institusional diatas yang meliputi tujuan kurikulum dan instuksional yang terdapat dalam setiap GBYP (Garis-garis Besar Program Pengajaran) tiap bidang studi. Baik tujuan kurikulum maupun instruksional juga meneakup aspek-aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dihuapkan dimiliki anak setelah mempelajari tiap bidang studi atan pokok bahasan dalam proses pengajaran.

2.      Isi
Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yarag diberikan kepada anak dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan. Isi kurikulum meliputi jenis-jenis bidang studi yang diajarkan dan isi program masing-masing bidang studi tersebut. Jenis-jenis bidang studi ditentukan atas dasar tujuan institusional sekolah yang bersangkutan. Jadi, ia berdasarkan kriteria apa suatu bidang studi menopang tujuan int atau tidak. Berdasarkan kriteria itu, maka jenis bidang studi yang diberikan pada suatu sekolah, misalnya SMA, akan berbeda dengan sekolah yang lain, misalnya SPG.
Isi program suatu bidang studi yang diajarkan sebenamya adalah isi kurikulum itu sendiri, atau ada juga yang menyebutnya sebagai silabus. Silabus biasanya dijabarkan ke dalam bentuk pokok-pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan, serta uraian bahan pelajaran. Uraian bahan pelajaran inilah yang dijadikan dasar pengambilan bahan dalam setiap kegiatan belajar mengajar di kelas oleh pihak guru, Penentuan pokok-pokok dan sub-sub pokes bahasan didasarkan pada tujuan instruksional.

3.      Organisasi
Organisasi kurikulum adalah struktur program kurikulum yang berupa kerangka program-program pengajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Organisasi kurikulum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu struktur horizontal dan struktur vertikal. Struktur horizontal berhubungan dengan masalah pengorganisasian kurikulum dalam bentuk penyusunan bahan-bahan pengajaran yang akan disampaikan. Bentuk-bentuk penyusunan mata-mata pelajaran itu dapat secara terpisah (sparate subject), kelompok-kelompok mata pelajaran (correlated), atau penyatuan seluruh pelajaran dikembangkan di sekolah, yaitu misalnya program pendidikan moupun, akademis, keguruan keterampilan dan lain-lain.
Struktur vertikal berhubungan dengan masalah pelaksanaan kurikulum di sekolah. MisaInya apakah kurikulum dilaksanakan dengan sistem kelas, tanpa kelas atau gabungan antara keduanya dengan sistem unit waktu semester atau catur wulan. Termasuk dalam hal ini adalah Juga masalah pembagian waktu untuk masing-masing bidang studi untuk setiap tingkatan. Misalnya bidang studi Bahasa Indonesia, diberikan selama berapa jam tiap minggu pada SMP/SMA kelas I, II dan Ill. Demikian pula halnya dengan bidang-bidang studi yang lain.
4.      Stretegi
Dengan komponen strategi dimaksudkan strategi pelaksanaam kurikulum di sekolah. Masalah strategi pelaksana itu dapat dilihat dalam cara yang ditempuh dalam melaksanakan pengajaran, penilaian, bimbingan dan konseling, pengaturan kegiatan sekolah sceara keseluruhan, pemilihan metode pengajaran, alat atau media pengajaran dan sebagainya. Dalam pelaksanaan pengajaran misalnya, dilakukan dengan pendekatan PPSI (berlaku untuk setiap bidang studi) atau dengan cara lain seperti sistem pengajaran modul, paket pelajaran dan sebagainya

KOMPONEN KURIKULUM

(Drs. Hendyat Soetopo, MYd dan Drs. Wasty Soemanto, MYd dalam bukunya Pembinaan don Pengembangan Kurikulum Sekolah)
1.      Komponen Tujuan
Tentang komponen tujuan ini kita akan mengenal tingkat-tingkat Tujuan yang satu dengan yang lain merupakan satu kesatuan dalam mewujudkan cita-cita pendidikan dalam konteks pembangunan manusia Indonesia.
Seperti telah dikemukakan dalam bagian yang Ialu, kurikulum merupakan suatu program untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu. Oleh karena itu, dalam kurikulum suatu sekolah telah terkandung tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai melalm sekolah yang bersangkutan.
Ada dua jenis tujuan yang terkandung di dalam kurikulum suatu   sekolah :
1.      Tujuan yang ingin dicapai sekolah secara keseluruhan.
Selaku lembaga pendidikan setiap, setiap sekolah mempunyai sejumlah tujuan yang ingin dicapai. Tujuan-tujuan tersebut biasanya digambarkan dalam bentuk pengetahuan, ketarampilan dan sikap yang kita harapkan dimiliki murid setelah mereka menyelesaikan seluruh program pendidikan dari sekolah tersebut.
Tujuan dari sekolah tersebut kita namakan tujuan institusional atau tujuan lembaga, misainya tujuan SD, tujuan SMP, tujuan SPG dart seterusnya. Atas dasar tujuan-tujuan institusional itulah kemudian ditetapkan bidangbidang studi atau bidnag pengajuan yang akan diajukan pada sekolah yang bersangkutan.
2.      Tujuan yang ingin dicapai dalam setiap bidang studi
Disamping tujuan institusional yang ingin dicapai oleh sekolah secara keseluruhan, setiap bidang studi dalam kurikulum suatu sekolah juga mempunyai sejumlah tujuan yang ingin dicapainya. Tujuan-tujuan inipun digambarkan dalam berruk pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap yang kita harapkan dinliliki oleh murid setelah mempelajari suatu bidang studi pada suatu sekolah tertentu. Oleh karena itu ada tujuan IPA dan SD tujuan matematika di SMP, tujuan ilmu kegurun di SPG dan sebagainya.
Tujuan-tujuan setiap bidang studi dalam kurikulum suatu sekolah tentunya ada yang kita sebut tujuan kurikuler dan ada pula yang kita sebut tujuan instruksional, dimna tujuan instruksional merupakan penjabaran lebih lanjut dari tujuan kurikuler. Atas dasar tujuan kurikuler dan tujuan instruksional inilah kemudian ditetapkan bahan pengajaran yang diajarkan dalam setiap bidang studi pada suatu sekolah tertentu.
Dalam hubungannya dengan pembahasan tujuan pendidikan ini berikut diulas tentang tujuan pendidikan secara hirarkis sesuai dengan urutan tujuan yang ada di Indonesia.
Urutan tujuan pendidikan tersebut diawali dari tujuan Pendidikan Nasional, kemudia Tujuan Institusional, Tujuan Kurikuler sampai pada tujuan Instruksional.

Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan Pendidikan Nasional adalah merupakan tujuan pendidikan yang tertinggi dalam kegiatan di negara kita. Tujuan ini sangat umum dan sangat ideal, yang penggambarannya disesuaikan dengan falsafah negara yaitu Pancasila.
Selanjutnya dalam GBHN telah digariskan tujuan Pendidikan Nasional adalah :
Tujuan Pendidikan Nasional adalah membentuk manusia pembangunan sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab dalam menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tanggung rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan sesama manusia dongan ketentuan yang temaktub dalam IJUD 1945”
Secara ekspilisit maka tujuan pendidikan nasional itu dapat dijabarkan sebagai membentuk manusia yang Pancasilais;
-          Scehat jasmani dan rohani ;
-          Berpengetahuan dan berketerampilan
-          Bertanggung jawab
-          Demokrasi;
-          Tanggung rasa
-          Cerdas ;
-          Berbudi pekerti yang luhur ; dan
-          Mencintai bangsa dan sesamanya.

Tujuan Institusional
Sistem persekolahan di negara kita adalah berjenjang yang melembaga pada suatu tingkatan. Untuk itu maka pada tiap lembaga hendaknya juga digariskan adanya suatu tujuan pendidikan yang kita sebut tujuan institusional. Selanjutnya kita akan mengenal tujuan institusional SD, SMP, SMA, SKKA, STM, SPG dan sebagainya.
Tentu saja tujuan institusional itu hendaknya menceminkan dan menggambarkan tujuan pendidikan nasional yang akan dicapai melalui lembaga pendidikan itu. Agar tidak tercapai penyimpangan maka tiap tujuan institusional harus didahului dengan pengertian pendidikan, dasar pendidikan dan tujuan pendidikan nasional. Hal ini disamping untuk menghindari penyimpangan juga untuk menghindari salah penafsiran yang emungkinkan tidak tercapainya Tujuan pembangunan dan pendidikan nasional.
Sebagai gambaran maka dapat kita kemukakan kerangka tujuan pendidikan di SPG (Sekolah Pendidikan Guru) sebagai lembaga Pendidikan Guru yaitu
I.         Pengetian Pendidikan
II.      Dasar Pendidikan
III.   Tujuan Pendidikan Nasional
IV.   Tujuan Umum Pendidikan Sekolah Pendidikan Guru.
Tujuan Khusus Sekolah Pendidikan Guru. Dalam hubungan ini kita akan mencoba memberikan gambaran tentang tujuan umum dan khusus pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru :
(1)   Tujuan Unrum Pendidikan Sekolah Pendidikan Guru; ialah agar lulusannya:
a.       Sehat jasmani dan rohani,
b.       Menjadi warga negara Indonesia yang bemoral Pancasila yang memiliki sifat-sifat yang bark dan konstruktif sebagai warga masyarakat, serta menerima dan percaya kepada kaidah-kaidah dan cara-cara pengalaman agama masing-masing baik dalam peribadatan maupun kehidupan lainnya.
c.       Memiliki pengetahun, keterampilan dan nilai serta sikap yang diperlukan untuk:
3.      Melaksanakan tugasnya secara efektif sebagai guru di Lembaga Pendidikan Dasar yaitu SD atau TK.
4.      Mengembangkan dan mengamalkan ilmu dan profesinya.
5.      Menggunakan pronsip pendidikan seumur hidup di sekolah maupun di luar sekolah sebagai alat utama bagi kemajuan pribadi dan masyarakat.
6.      Mengembangkan dan membina kepemimpinan yang demokratis yang bertanggung jawab dalam interaksi sosial dengan murid-murid daur anak-anak.
7.      Menggunakan prinsip kemanusiaan, demokrasi dan keadilan sosial dalam kehidupan, pergaulan sekolah dan keluarga secara bertanggung jawab.
(2)   Tujuan Khusus Pendidikan Sekolah Pendidikan Guru ialah agar lulusannya :
a.       Memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk kepentingan dirinya dan atau untuk melaksanakan program pengajaran di SI), dalam bidang :
1.        Agama/Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Malia Esa yang dianutnya.
2.        Dasar pembinaan Moral Pancasila sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945.
3.        Perkembangan dan perjuangan bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa di dunia pada umumnya.
4.        Bahasa Indonesia yang tepat dan baik.
5.        O1ah raga, kesehatan dan rekreasi.
6.        Bahasa Inggris yang cukup untuk memahami uraian yang sederhana.
7.        Matematika
8.        Ilmar Pengetahun Alam
9.        Ilmu Pengetahuan Sosial
10.    Kesenian yang meliputi seni rupa, seni musik dan atau seni drama dan tari.
11.    Pendidikan keterampilan yang meliputi jasa, kerajinan dan teknik, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK), pertaman, peternakan dan atau perikanan.
12.    Ilmu Keguruan dan meliputi pedagogik, dasar dan tujuan pendidikan nasional Indonesia, dasar psikologis dan interaksi belajar mengajar, psikologis pendidikan, psikologis perkembangan, teknik penilaian pendidikan, bimbingan dan penyuluhan, metodik dan didaktik umum, alat bantu dan komunikasi pendidikan, metodik khusus untuk tiap bidang studi yang diajukan pendidikan dasar dan pendidikan dan pengembangan.
b.       Memiliki keterampilan yang diperlukan untuk
1.        Menjalankan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.        Berpartisipasi dalam masyarakat sebagai warga negara Indonesia yang bermoral Pancasila dan sehat.
3.        Merencanakan dan melaksanakan interaksi edukatif dengan murid dalam mengerjakan bidang pengajaran yang diberikan di pendidikan dasar yang meliputi kemampuan menyusun program pengajaran. kemampuan melaksanakan program yang telah disusun dengan menggunakan metode teknik, dan alat yang sesuai kemampuan mengidentifikasikan kesulitan-kesulitan dan memberikan bimbingan kepada murid yang menghadapi kesulitun.
4.        Memimpin dan melaksanakan tugas administrasi sekolah.
5.        Berinteraksi dengan murid, masyarakat dan kalangan dunia pendidikan.
6.        Mengarang dan menulis.
7.        Melaksanakan kegiatan dalam memanfaatkan sumber lingkungan.
8.        Melaksanakan penelitin sederhana.
c.       Memiliki nilai dan sikap yang meliputi
1.        Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.        Cinta kasih kepada anak, bersedia untuk menyesuaikan diri kepada berbagai kepada keadaan anak dan memperlakukan anak secara obyektif.
3.        Menghargai seni budaya bangsa sendiri, dan selektif terhadap pengaruh kebudayaan asing.
4.        Bersedia untuk saling mengoreksi cara-cara mengajar yang bisa dilakukan.
5.        Rendah hati, terbuka, peka terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terruama dalam hubungannya dengan profesi keguruan dan pendidikan, bercita-cita untuk maju, bersedia untuk bertindak sebagai perintis, percaya kepada diri sendiri.
6.        Disiplin, berdedikasi, loyal dan bertanggung jawab kepada tugas dan mengutamakan prestasi.
7.        Makarya dan efisien.
8.        Hidup sehat.
9.        Mempunyai kebiasaan membaca dan belajar dengan baik.

Tujuan Kurikuler
Suatu lembaga pendidikan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan akan memberikan sejumlah isi pengajaran yang disusun sedemikian rupa sehingga merupakan sejumlah pengalaman belajar yang menunjang tercapainya tujuan Pendidikan. Dalam hal ini dapatlah dirumuskan babwa yang dimaksud dengan tujuan yang akan dicapai setelah si anak mengikuti sejumiah program pengajaran yang diberikan dalam lembaga pendidikan itu. Dalam hal ini maka menurut SPG ditetapkan sejumlah 11 (sebelas) tujuan kurikuler yang barus dicaapai oleh seseorang anak/siswa setelah menamatkan pendidikan di SPG. Tentu saja karena ini merupakan hirarki dari tujuan institusional dan tujuan pendidikan nasional maka tujuan kurikuler ini harus mencerminkan dan mengambarkan tujuan ilistitusional dan tujuan pendidikan nasional itu. Atau dengan kata lain maka penjabaran dari tujuan institusional dan tujuan pendidikan harus nampak pada tujuan kurikuler ini.

Tujuan Instruksional
Tujuan instruksional ini merupakan penjabaran yang terakhir dari tujuan-tujuan yang terdahulu dan lebih atas. Tujuan ini diharapkan dapat tercapai pada saat terjadinya proses belajar mengajar secara langsung yang terjadi pada setiap hari. Dalam pelaksanaannya tujuan ini harus dirumuskan pada saat penyusunan atuan pelajaran.
Untuk tujuan instruksional im kita bedakan 2 (dua) jenis tujuan yaitu :
a.       Tujuan instruksional umum yang sudah dirumuskan didalam kurikuler.
b.      Tujuan Instruksional Khusus (TIK) untuk Tujuan ini perumusannya dilakukan oleh guru sendiri pada saat menyusun satuan pelajaran. Dalam tujuan ini diharapkan setelah anak menerima pelajaran terjadi perubahan tingkah laku yang nyata dan dapat diukur.
Guru dalam merumuskan tujuan ini hendaknya memperhatikan hal-hal ini yang merupakan syarat TIK :
a.       TIK hendaknya mengunakan istilah -istilah yang operasional misainya menuliskan, menyebutkan, menunjukan. menghitung, dan sebagainya, serta menghindari istilah-istilah yang non operasional misalnya mengetahui, memahami. menghargai, meyakini dan sebagainya.
b.      TIK hendaknya mempakan hasil belajar siswa.
c.       TIK hendaknya terwujud dalam tingkah laku yang spesifik. TIK hendaknya megandung hanya satu jenis tingkah laku.

2.      Komponen Materi (Isi dan Struktur Program)
Isi Kurikulum
Sebagai mana kurikulum 1975 maka untuk kurikulum SPG yang berlaku saat berisi :
(1)     Pokok-pokok bahasan adalah merupakan perincian bidang pengajaran untuk dijadikab bahan pelajaran bagi para. siswa agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(2)     Bahan pengajaran adalah mutan penyampaian pokok bahasan tersebut dari yang satu ke tahun pelajaran yang berikutnya, dari semester yang satu ke semester yang berikutnya
(3)     Sumber bahan yaitu bempa resources dimana proses belajar mengajar memperoleh sejumlah pengalaman belajar. Sumber ini dapat berupa tempat (museum, kantor, stasiun dan sebagainya), orang ( camat, kep. Desa, petani, sopir dan sebagainya), atau barang cetakan (buku, majalah, surat kabar, brosur dan sebagainya.)
(4)     Garis-garis besar program pengajaran (GBPP), adalah merupakan penjelasan terperinci dari setiap bidang pengajaran yang telah ditentukan pembagian dan penyebaran waktunya dalam seminggu, catur wulan, semester seperti yang diatur dalam struktur program kurikulum, dalam GBPP berisi:
(a)    Tujuan kurikululer
(b)   Tujuan instruksional
(c)    Pokok babasan/sub pokok bahasan
(d)   Bahan pengajaran
(e)    Sumber bahan.

Sruktur Program
Untuk struktur program ini jelasnya dapat dilihat pada lampiran. Program pendidikan (di SPG)
Program Pendidikan di SPG terdiri dari :
1.      Pendidikan untum meliputi pendidikan Agama, Pendidikan Moral Pancasila, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, o1ah Raga dan Kesehatan.
2.      Pendidikan Keguruan meliputi ilmu keguruan dan praktek keguruan.
3.      Pergajaran di SD/pendidikan spesialisasi/pembangunan meliputi IPS, Matematika, Pendidikan Kesenian, Pendidikan Keterampilan.

3.      Koomponen Organisasi don Strategi
Disamping tujuan dan isi, setiap kurikulum mengandung unsur organisasi dan strategi.
1.      Organisasi
Struktur (susunan) program suatu kurikulum mengenai apa yang disebut struktur horizontal dan struktur vertikal.
a.       Struktur Horizontal
Struktur horizontal suatut kurikulum berkenaan dengan apakah kurikulum im diorganisasikan dalam bentuk :
1.        Mata-mata pelajaran secara terpisah (subjec centered) misalnya : Biologi, Fisika, Sejarah, Ilmu bumi dan sebagainya.
2.        Kelompok-kelompok mata pelajaran yang kita sebut bidang studi (broadfield) misalnya IPS, IPA. Kesenian, Matematika dan sebagainya.
3.        Kesatuan program tanpa mengenai mata pelajam maupun bidang studi (integrated program).
Selanjutnya, dalam struktur horizontal tercakup pula jenis-jenis program yang dikembangkan dalam kurikulum tersebut, misalnya program pendidikan unnum, program pendidikan keguruan, program spesialisasi dan sebagainya.
b.       Struktur Vertikal
Struktur vertikal suatu kurikulum berkenaan dengan apakah kurikulum tersebut dilaksanakan melalui :
3.      Sistem kelas misalnya kelas l, II, III dan seterusnya dimana kenaikan kelas diadakan disetiap tahun secara serempak.
4.      Program tanpa kelas, dimana perpindahan dui suatu tingkat program ke tingkat program berikutnya dapat dilakukan setiap waktu tampa harus menunggu teman-teman yang lain.
5.      Kombinasi antara sistem A dan B.
Selanjumya, dalam struktur vertikal ini tercakup pula sistom unit waktu yang digunakan, misalnya apakah sistem semester atau catur wulan.
Akhirnya struktur program ini menyangkut pula masalah penjadwalan dan pembagian waktu untuk masing-masing bidang studi, isi kurikulum pada setiap tingkat atau kelas.
2.      Strategi
Strategi pelaksanaan suatu kurikulum tergambar dari cara yang ditempuh didalam melaksanakan pengajaran, dan didalam mengadakan penilaian, cara didalam melaksanakan bimbingan dan penyuluhan dan cara dalam mengatur kegiatan sekolah secara keseluruhan.
Cara dalam melaksanakan pengajaran mencakup baik cara yang berlaku secara umum maupun cata dalam menyajikan setiap bidang studi, termasuk cara (metode) mengajar dan pelajaran yang digunakan.
Komponen metode ini menyangkut komponen metode atau upaya apa saja yang dipakai agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Dalam hal ini tentu saja metode yang dipergunakan hendaknya relevan terhadap tujuan yang ditetapkan sebelumnnya, dengan mempertimbangkan kemampuan guru, lingkungan anak serta sarana pendidikan yang ada. Dalam pelaksanaannya tidak ada satu metode yang baik untuk segala tujuan, atau dengan kata lain kita harus memperhatikan tujuan dan situasi, karena suatu metode cocok untuk mencapai suam tujuan akan tetapi belum tentu cocok untuk mencapai suatu tujuan yang lain. Untuk itu guru harus mengetahm kapan ia harus menggunakan metode mengingat sifat-sifat polivalent dan polipragmatis dari suatu metode.
Dengan polipragmatis dimaksud adalah penggunaan satu metode untuk mencapai tujuan lebih dari satu tujuan; sedang polivalent adalah penggunaan lebih dari satu metode untuk mencapai satu tujuan. Dalam penympaian seperti kurikulum yang berIalw niisalnya (kurikulum 1975) kurikulum SPH juga menggunakan pendekatan PPSI yang dikembangkan melalui satuan pelajaran dan modul. Dengan metode ini proses pengajaran (belajar-mengajar) dipandang sebagai suaw sistem. Adapun macam-macam metode dapatlah kita kemukakan sebagai contoh metode ceramah, tanya jawab, demonstrasi, eksperimen, pemberian tugas, karyawisata, sosiodrama, bermain peranan, kerja kelompok diskusi, simposium, seminar dan sebagainya.

4.      Komponen Sarana dalam Kurikulum Lembaga Pendidikan Guru (SPG) meliputi
a.       Sarana personal yang terdin dan
a.       Guru
b.       Tenaga edukatif yang tidak mengajw seperti konselon
c.       Tenaga teknis non edukatif misaInya tenaga tata usaha.
b.      Sarana material yang terdiri dari
1)      Bahan instruksional dalam bentuk bahan instruksional, teksbook, alat atau media pendidikan, sumber yang menyediakan bahan instruksional atau pengalaman belajar dan sebagainya.
2)      Sarana fisik yang terdin dari gedung sekolah, kantor, laboratorium, lapangan batsman sekolah dan sebagainya.
3)      Biaya operasional yaitu tersedianya biaya dan dana untuk penyelengguaan pendidikan.
c.       Sarana Kepemimpinan
Sarana kepemimpinam ini akan memberi dukungan dan pengamanan pelaksanaan, serta member! bimbingan. penggunaan dan menyempurnakan program pendidikan.
d.      Sarana Administrasi
Pendidikan administratif disini dapat disebutKan sebagai
-          Pedoman Khusus Bidang Pengajaran
-          Pedoman Penyusunan Sawn Pelajaran
-          Pedoman Praktek Keguruan
-          Pedoman Bimbingan Siswa
-          Pedoman Administrasi Dan Supervisi

e.       Komponen Evalusasi
Pendidikan adalah sebagian dari keperluan manusia. Sekolahpun mempalari keperluan dari masyarakat. Untuk itu maka sekolah termasuk juga didalamnya termasuk juga harus peka terhadap perubahan-pembahan yang terjadi di masyuakat. Oleh karena itu kurikulum sebagai bahan konsumsi dari anal didik dm sekaligus juga konsumsi bagi masywakat juga harus dinilai terus menems serta menyclums terhadap bahan atau program pengajuan. Disamping itu penilaian terhadap kurikulum dimaksudkan juga sebagai feedback terhadap tujuan, materi metode dan sarana dalam rangka membina dan memperkembangkan kurikulum lebih lanjut. Sedangkan penilaian dapat dilakukan oleh semua pihak baik dari kalangan masyarakat luas maupun dari kalangan petugas-petugas pendidik.

1.1. LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Landasan Pengembangan Kurikulum dapat meniadi titik tolak sekaligus titik sampai. Titik tolak berarti pengembangan kurikulum dapat didorong oleh pembahaman tertentu seperti penemu.an teori belajar yang baru dan perubahan tuntutan masyarakat terhadap fungsi sekolah. Titik sampai berarti kuirikulum harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat merealisasikan perkembangan tertentu, seperti dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tuntutan-tuntutan sejarah masa lalu, perbedaan latar belakang murid, nilai-nilai filsafat suatu masyarakat dan tuntutan-tuntutan kultur tertentu.
Disini hanya dipaparkan landasan secara umum dan sepintas, sedangkan uraian secara detail dapat dibaca pada kurikulum man dapat dijabarkan sendiri sesuai dengan kondisi Indonesia. Tentang landasan ini para ahli mengemukakan berbagai pendapat, sebagai gambaran ummin kami paparkan pandangan tiga ahli kurikulum.
Landastur Pengembangan Kurikulum

1.2. KURIKULUM DAN LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
1.      Pengembangan Kurikulum
No
Aspek
Saylor & Alexander
Ausbrey Haan
Hilda Taba
1.
Sosiologi
Contenporary
The variety background of children
-          The analysis society
-          The analysis of culture
-          Current conception of the funtions of the school
No
Aspek
Saylor & Alexander
Ausbrey Haan
Hilda Taba
2.
Filosofis
An Expression of values
Methods & values of e free society
-
3.
Psikologis
Child as a learner
-          Dynamic of children’s learning
-          Theory of individual growth
-          Complex factor that
Psycology of learning
-          Learning theories
-          The concept of development
-          The transfers of learning
4.


Contribute to children’s personality growth.
-          Social and culture learning
-          The extension of learning
5.
“Scientific”

-
-          The nature of knowledge
-          The content of the disciplines

            Apabila diajukan pertanyaan : apakah kurikulum, itu ? setiap orang yang ditanya akan menjawab sama atau berbeda satu sama yang lain. Adanya jawaban yang bervariasi terhadap pertanyaan tersebut sesuai dengan pendapat para ahli yang juga bervariasi mengenai pengertian kurikulum im.
Kata "kurikulum" berasal dari satu kata bahasa asing yang berarti "jalur pacu", dari secara tradisional kurikulum sekolah disajikan seperti itut (ibarat jalan) bagi kebanyakan orang jais, (1976 : 6). Labih lanjut Zais (1976) mengemukakan berbagai pengertian kurikulum, yakni : (i). Kurikulum sebagai program pelajaran, (ii). Kurikulum sebagai isi pelajaran, (iii). Kurikulum sebagai pengalaman belajar yang direncanakan, (vi). Kurikulum, sebagai pengalaman dibawah tanggung jawab sekolah, dan (v). kurikulum sebagai suatu rencama (tertulis) untuk dilaksanakan. Sedangkan Tanner dan Tanner (1980) mengungkapkan konsep-konsep : (i). Kurikulam sebagai pengetahuan yang diorganisasikan, (ii). Kurikulum sebagai modus mengajar, (iii). Kurikulum sebagai arena pengajaran, (iv). Kurikulum sebagai pengalaman, (v). kurikulum sebagai pengalaman belajar terbimbing, (vi). Kurikulum sebagai kehidupan terbimbing, (vii). Kurikulum sebagai suam rencana pembelajaran, (viii). Kurikulum sebaga sistem produksi sceara teknologis, dan (ix). Kurikulum sebagai tujuan. Untuk memudahkan dan menyederhanakan pembahasan, berikut merupakan penyimpulan dari konsep-konsep kurikulum yang terdiri dari (i). Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah, (ii). Kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran, (iii). Kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran, (vi Kurikulum sebagai basil belajar, dan (v). kurikulum sebag pengelaman belajar.
a.       Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah. Seperti kita ketahai bersama, kurikulum merupakan syarat mutlak dalam pendidikan formal. Boleh dikata, tidak ada pendidikan formal tanpa ada kurikulum. Pada pendidikan formal terdapat jenjang jenjang pendidikan yang selalu berakhir dengan ijazah atau Surat Tanda Tamat Behijar (STTB). Seseorang yang telah menyelesaikan satu jenjang pendidikan, dalum kenyataannya telah melalui suatu jalur pacuan yang terdiri dari berbagai mata pelajaran/bidang studi beserta isi pelajarannya dan berakhir pada ijazah. Para pendidik  profesional juga memandang curriculum as the relatively standardize grown coveret by students in their rece toward the finish line (diploma)" (Zais, 1976 : 6 ).
Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya dapat kiranya disimpulkan bahwa kurikulum mempakan jalan yang berisi sejumlah mata pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang barus dilalui untuk meraih ijazah.
b.      Kurikulum sebagai mata don isi pelajaran. Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah mengisyaratkan adanya sejumlah mata pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang barus diselesaikan oleh siswa. Selain itu, jika ada orang yang bertanya : apa kurikulumnya ? seringkali dijawab bahwa kurikulum adalah PMP, Babasa Indonesia dan yang lain. Jawaban bahwa kurikulum terdiri dari berbagai mata pelajaran sudah sejak lama ada, bahkan sampai sekarang masili sering terbaca ataupun terdengar. Schubert (1986) mengemukakan bahwa penyebutan kurikulum yang demikian sama halnya menyamakan kurikulum dengan mata pelajaran (Sumantri, 1988 : 2). Lebih jauh, orang sering menyebut bahwa isi dari pelajaran tertentu dalam program dikatakan sebagai kurikulum (Zais, 1976 : 7). Dengan demikian, tidaklah mengejutkan apabila ada orang mengemukakan kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran.
c.       Kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran. Winecoff (1988 : 1), mengemukakan : "The curriculum is generally difined as a plan the developed Ii facilitate the teachingfleaming process under the direction and guidance of a school, college or university and its members. "Defenisi kurikulum seperti dikemukakan oleh Winecoff (1988) tersebut, secara jelas menunjukkan kepada kita bahwa kurikulum didefenisikan sebagai suatu rencana yang dikembangkan untuk mendukung proses mengajar/belajar di dalam arahan dan bimbingan sekolah, akademi atau universitas dan para anggota stafnya. Alexander dan Saylor (1974 dalam Bondi dan Wiles, 1989 : 7) mengungkapkan pula bahwa kurikulum sebagai suatu rancangan untuk menyediakan seperangkat kesempatan belajar agar mencapai tujuan. Kurikulum sebagai sam rencana kegiatan pembelajaran sudah selayaknya mencakup komponen-komponen kegiatan pembelajaran, namun demikian komponen-komponen kegiatan pembelajaran yang dirancang dalam kurikulum masih bersifat umum dan luwes untuk lanjut oleh guru.
d.      Kurikulum sebagai hasil Belajar. Popham dan Baker mendefiniskan kurikulum sebagai 'All planner leaming out comes for whkh the scholl is responsible" Tanner & Tanner, 1980 : 24). Secara jelas diutarakan oleh Popham dan Baker bahwa semua rencana hasit belajar (Kamig out comes) yang merupakan tanggung jawab sekolah adalah kurikulum. Adanya defenisi ini mengubah pandangan penanggung jawals sekolah dari kurikulum sebagai alat menjadi kurikulum sebagai tujuan. Bahkan Tanner & Tanner (1980 :43) memandang kurikulum sebagai rekonstruksi pengetahuan dan pengalaman, yang secara sistematis dikembangkan dengan bantuan sekolah (atau universitas) agar memungkinkan siswa menambah penguasaan pengetahuan dan pengalamannya. Dengan demikian, kurikulum sebagai hasil belajar mempakan serangkaian hasil belajar yang diharapkan. Namun demikian bukan berarti dalam kurikulum tidak diorganisasikan cara-cara sistematis untuk mewujudkan hasil-hasil belajar yang diharapkan.
e.       Kurikulum sebagai pengalaman belajar. Dari empat konsep kurikulum yang diuraikan sebelumnya, dapatlah kita menandai bahwa setiap orang yang terlibat dalam pengimplementasian kurikulum tersebut akan memperoleh pengalam belajar. Foshay mengamati bahwa sebelum tahun 1930-an istilah kurikulum dideferusikan sebagai "semua pengalaman seorang siswa yang diberikan dibawah bimtbingan sekolah" (Tanner & Tanner, 1980: 14) sedangkan Krug (1956 dalam Zais, 1976 : 8) menunjukkan kurikulum sebagai "All the means employed by the school to provide students with opportunities for desirable leaming experiences". Jelas defenisi Krug ini menunjukkan kepada kita bahwa semua yang bemaksud dipakai oleh sekolah untuk menyediakan kesempatan-kesempatan bagi siswa memperoleh pengalaman-pengalaman belajar yang diperlukan sekali adalah kurikulum. Berdasarkan defenisi kurikulum, belajar tersebut dapat diperoleh di dalam sekolah maupun di luar sekolah sepanjang direncanakan atau dibimbing pihak sekolah. Dengan demikian, kurikulum sebagai pengalaman belajar mencakup pula tugas-tugas belajar yang diberikan oleh guru untuk dikerjakan sesuatu.
Kelima konsep tentang kurikulum, yakni : (I). Kurikulum sehagai jalan meraih ijazah, (ii). Kunkulum sebagai mata dan isi pelajaran, (iii). Kurikulum sebagi rencana kegiatan belajar, (iv).Kurikulum sebagai hasil belajar, dan (v). kurikulum sebagai penglaman belajar, semua benar tergantung dari cara memandangnya. Guru dapat memilih satu atau lebih konsep kurikulum yang dijadikan acuannya. Dalam UU RI No. 2 tahun 1989 pasal 1 (9) menyebutkan bahwa : " kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan" serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar " (Depdikbud, 1989: 3), sedangkan dalam pasal 37 menyebutkan: " kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasioanal, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masingmasing satuan pendidikan " (Depdikbud, 1989 : 15). Rumusan penjabaran kurikulum seperti termaktub dalam UU Sistem Pendidikan Nasional, bila dikaji merupakan konsep kurikulum yang cukup lengkap dn menyeluruh. Dalam rumusan tersebut tampak dengan jelas bahwa kurikulum perlu dan harus dikembangkan.

2.      Landasan Pengembangan Karikalum
            Kurikulum merupakan wahana belajar mengajar yang dinamis sehingga perlu dinilai dan dikembangkan secara terus menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat (Depdikbud, 1986: 1). Adapun yang dimaksud dengan pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang menentukan bagaimna pembuatan kurikulum akan berjalan. Hal tersebut meliputi pertanyaan-pertanyaan berikut : Siapa akan dilibatkan dalam pembuatan kurikulum, guru, administrator, orang tua, atau siswa ? Apa prosedur yang akan digunakan dalam pembuatan kurikulum, petunjuk administratif, konlisi fakultas (staf pengajar) atau konsultasi universitas ? jika komisi yang digunakan, bagaimana mereka akan diatur ? (Zais, 1976 : 17) sedangkan Bondi dan Wiles (1989 : 87) mengemukakan babwa pengembangan kurikulum yang terbaik adalah proses yang meliputi banyak hal yakni : (1) kemudahan-kemudahan suatu analisis tujuan, (2) rancangan suatu program, (3) penerapan serangkaian pengalaman yang berhubungan, dan (4) peralatan dalam evaluasi proses ini. Secara singkat, pengembangan kurikulum adalah suatu perbuatan kompleks yang mencakup berbagai jenis keputusan (Taba, 1962 : 6).
Agar pengembangan kurikulum dapat berhasil sesuai dengan yang diinginkan, maka dalam pengembangan kurikulum diperlakan landasan-landasan pengembangan kurikulum. Seperti yang tercantum dalam kurikulum SP, dalam landasan program dan pengembangan dikemukakan bahwa pengembangan kurikulum mengacu pada tiga unsur, yaitu : (1). Nilai dasar yang mempakan falsafah dalam penyelidikan manusia seutuhnya, (2). Fakta empirik yang tercermin dari pelaksanaan kurikulum, baik berdasarkan penilaian kurikulum studi, maupun surve lainnya. (3). Landasan teori yang menjadi arahan pengembangan dan kerangka penyorotannya (Depdikbud, 1986 : 1). Hal yang dikemukakan dalam "Landasan Program dan Pengembangan Kurikulum" merupakan contoh adanya landasan-landasan pengembangan kurikulum, yang acapkali disebut sebagai determinan (faktor-faktor penentu) pengembangan kurikulum.
a.       Landasan Filosofis. Pendidikan ada dan berada dalam kehidupan masyarakat sehingga apa yang dikehendaki oleh masyarakat untuk dilestarikan diselenggarakan melalui pendidikan (dalam arti seluas-luasnya) (Raka, Joni, 1983 : 6). Segala kehendak yang dimiliki oleh masyarakat merupakan sumber nilai yang memberikan arah pada pendidikan. Dengan demikian pandangan dan wawasan yang ada dalam masyarakat merupakan pandangan dan wawasan dalam pendidikan, atau dapat dikatakan bahwa filsafat yang hidup dalam masyarakat merupakan landasan filosofis pertyelenggaraan pendidikan. Filsafat boleh jadi didefinisikan sebagai suatu studi tentang : hakikat realitas, hakikat ilmu pengetalman, hakikat sistem nilai, hakikat nilai kebaikan, hakikat keindahan dan hakikat pikiran (Winecoff, 1988: 13). Oleh karena itu landasan filosofis pengembangan kurikulum adalah hakikat realitas, ilmu pengetahuan, sistem nilai, nilai kebaikan, keindahan, dan hakikat pikiran yang ada dalam masysarakat. Secara logis dan realistis, landasan filosofis pengembangan kurikulum dari satu sistem berbeda dengan pendidikan yang lain. Juga landasan filosofis pengembangan kurikulum dan suatu lembaga berbeda dengan lembaga yang lain. Perbedam tersebut sangat terasa dalam masyarakat yang majemuk. Untuk landasan filosofis pengembangan kurikulum secara cepat dan tepat kita pastikan, yakni nilai dasar yang merupakan falsafah dalam pendidikan manusia seutuhnya yakni pancasila.
b.      landsaan Sosial- Budaya - Agama. Realitas sosial-budaya - agama yang ada dalam masyarakat merupakan bahan kajian pengembangan kurikulum untuk digunakan sebagai landasan pengembangan kurikulum. Masyarakat adalah suatu kelompok individu-individu yang diorganisasikan mereka sendiri ke dalam kelompok-kelompok berbeda ( Zais, 1976 : 157; Raka Joni, 1983 : 5 ). Masyarakat sebagai kelompok individu-individu mempunyai pengaruh terhadap individu-individu dan sebaliknya, individu-individu itu pada taaf-taraf tertentu juga mempunyai pengaruh terhadap masyarakat (Raka Joni, 1983 :5) kebersaman individu-individu dalam masyarakat diikat dan terikat oleh nilai-nilai individu yang menjadi pegangan Mdup dalam interaksi di antana mereka. Nilai-nilai yang perlu dipertahankan dan dihomati oleh individu-individu dalam masyarakat tersebut, mencakup nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai sosial budaya. Nilai-nilai keagamaam berhubungan erat dengan kepercayaan masyarakat terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang mereka anut. Oleh kreena nilai agama berhubungan dengan kepereayaan, maka pada umumnya bersifat langgeng sampai masyarakat pemeluknya melepaskan kepereayaannya (Rika Joni, 1983 : 5). Nilai-nilai sosial- budaya masyarakat bersumber pada basil karya akal budi manusia, sehingga dalam mencrima, menyebarluaskan, melestrikan dan atau melepaskannya manusia menggunakan akalnya. Dengan demikian, apabila terhadap nilai-nilai sosial budaya yang tidak berterima atau bersesuaian dengan akaInya akan dilepaskan. Oleh karena itu, nilai-nilai sosial budaya lebih bersifat sementara bila dibanding nilai-nilai keagamaan. Untuk menerima melaksanakan, menyebarluaskan. pelestarian, atau penolakan dan pelepasan nilai-nilai sosial budaya-agama, maka masyarakat memanfaatkan pendidikan yang dirancang melalui kurikulum. Jelas kiranya bagi kita. mengapa salah satu landasan pengembangan kurikulum adalah nilai-nilai sosial-budaya-agama.
c.       Landasan ilmu pengetahuan teknologi dan seni. Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik ( siswa) meng hadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat ( Raka Joni, 1983: 25 ). Perubahan masarakat mencakup nilai yang disepakati oleh masyarakat tersebut. Sedangkan seluruh nilal yang telah disepakati oleh msyarakat dapat pula tersebut, sedangkan seluruh nilai yang disepakati oleh masyarakat dapat pula disebut sebagai kebudayaan. Oleh karena itu, kebudayaan dapat dikatakan sebagai suatu konsep yang memiliki kompleksitas tinggi (Zais, 1987: 157). Namun dengan demikian menurut Damd Joesoep (1982 dalam Raka Joni, 1983 : 40) bahwa sumber ratusan ribu nilai yang ada dalam masyarakat ntuk perkembangan melalui proses pendidikan ada tiga yaitu : pikiran ( logika), perasaan (estetika), dan kemuan (etika). Ilmu pengetahuan dan tehnologi adalah nilai-nilai yang bersumber pada pikiran atau logika, sedangkan seni bersumber pada perasaaan atau estetika. Mengingat pendidikan merupakan upaya penyiapan siswa menghadapi perubaban yang makin pesat, temasuk didalamya perubahan ilmu pengetahuan, tehnologi, dan seni.
d.      Landasan perkembangan masyarakat. Salah satu ciri masyarakat adalah selalu berkembang. Mungkin pada msyarakat tertentu perkembangannya tersebut sangat lambat tetapi masyarakat lainnya cepat baik sanggat cepat (Nana Sy Sukmadinata, 1988:66). Perkembangan masyarakat juga dipengaruhi oleh falsafah hidup, nilai-nilai, ipteks, dan kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Falsafah hidup akan mengarahkan perkembangan masyarakat. Nilai-nilai sosial budaya agama akan merupakan penyaringan nilai-nilai lain yang menghambat perkembangan masyarakat. lpteks mendukung kegiatan msyarakat, dan kebutuhan msyarakat akan membantu menetapkan perkembangan yang dilaksanakan. Perkembangan masyarakat akan menuntut tersedianya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka, diperlukan rancangannya berupa kurikulum yang landasan pengembangannya berupa perkembangan masyarakat itu sendiri.
Pengertian kurikulum dan Iandasan-landasan pengembangan kurikulum yang telah diuraikan sebelumnya, akan merupakan dasar untuk mengkaji pembelajaran dan pengembangan kurikulum lebili lanjut. Tugas-tugas berikut ini akan membantu memantapkan perasaan anda mengenai pengertian kurikulum dan landasan - landasan pengembangan kurikulum.

1.3. Komponen dan Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum.
1.      Komponen kurikulum
Sebelum melaksanakan kegiatan pengembangan kurikulum, seorang pengembang terlebih dahulu mengenal konaponen atau elemen atau unsur kurikulum. Seperti yang dikemukakan Tyler (1950 dalam Tabs, 1962 : 422) bahwa "it is important as a part of a compherensive theory or organization to indkate just what kinds of elements. An in a given currkulum it is important to identify the partkular elements that shall be used" Dari pemyataan Tyler tersebut, tampak pentingnya mengenal komponen atau elemen atau unsur kurikulum. Herrck (1950 dalam Taba, 1962: 425) mengemukakan 4 (empat) elemen, yakni : tujuan (obejetives), mata pelajaran (subject matter), metode dan organisasi (method and organization), dan evaluasi (evolution). Sedangkan ahli yang lain mengemukakan bahwa kurikulum terdiri dari 4 komponen dasur: (1) aim, goals, and objektive, (2) content, (3) leaming activities, don (4)evaluations (Zais, 1976: 295). Nana Sy. Sukmadinata (1988 : 110) menemukan empat konaporten dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi, proses atau isi penyampaian, serta evaluasi. Berdasarkan uraian tentang komponen-komponen kurikulum sebelumnya, yakni komponen kurikulum yang terdiri dari : tujuan, materil pengalaman belajar, organisasi, dan evaluasi.
a.       Tujuan. Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum mempakan kekuatan-kekuatan fundamental yang peka sekali, karena hasil yang diinginkan tidak hanya sangat mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberikan arah dan fokus untuk selmh program pendidikan (Zais, 1976 : 297). Apa yang diutarakan oleh Zais mengenai pentingnya tujuan adalah benar adanya, karena tidak ada satupun aspekaspek pendidikan yang lain bertentangan dengan tujuan. Dalam kenyataannya aspek-aspek pendidikan selalu mempertanyakan tentang tujuan. Lebili lanjut Zais (1976 : 307) mengklasifikasik" tujuan menjadi tiga yakni aims, goal, dan objetives, yang ketiganya mempakan suatu hirarki vertikal. Adanya klasifikasi tujuan kurikulum seperti yang disampaikan oleh Zais juga tersurat dalam tujum kurikulum indonesia. Hirearki vertikal tujuan kurikulum di Indonesia, paling tinggi adalah tujuan pendidikan nasional, kemudian tujuan kelembagaan, diikuti tujuan kurikuler, dan tujuan pengajaran. Tujuan pendidikan nasional merupukan tujuan kurikulum tertinggi yang bersumber pada falsafah bangsa (pancasila) dan kebutuhan masyarakat tertuang dalam GBHN dan UU-SPN. Tujuan kelembagaan (tujuan institusional) mempakan tujuan yang menjabarkan tujun pendidikan nasional, bersumber pada tujuan tiap jenjang pendidikan dalam UU-SPN, karekteristik mata pelajaran bidang studi, karakteristik lembaga, dan kebutuhan masyarakat. Tujuan yang terbawah dari hirarki tuju" kurikulum Indonesia adalah tujuan pengajaran., yakni suatu tujuan yang, menjabarkan tujuan kurikuler dan bersumber pada karakteristik mata pelajaran/bidang studi dan karakteristik siswa. Tujuan pengajuan terbagi menjadi dua macam, yakni Tujuan Umum Pengajoran (TUP) dan Tujuan Kbusus Pengajaran (TKP). Apabila dikaji lebih lanjut akan kita temukan bahwa dalam perumusannya, tujuan tersusun hirarki vertikal dari yang tertinggi ke yang terendah dan sebaliknya, untuk pencapaiannya secara hirarki vertikal daii tujuan yang terendah ke tujuan yang lebib tinggi. Untuk memperjelas uraian, berikut mempakan hirarki nujuan kurikulum Indonesia.
Hirarki tujun kurikulum secara vertikal di Indonesia seperti terurai sebelumnya, tersurat seperti terurai sebelumnya,
Jenjang Tujuan
Dokumen
Penanggung Jawab
Tujuan Pendidikan
UU SPN & GBHN
Menteri Dikbud
Tujuan Kelembagaan
Kurikulum Tiap Lembaga
Kepala Sekolah
Tujuan Kurikuler
GBBP
Guru Mata Pelajaran / Bidang Studi / Kelas
Tujuan Pengajaran
GBPP & Rancangan Pembelajaran
Guru Mata Pelajaran

tersurat sampai dengan Kurikulum Yang Disempumakan (KYD) SD/SLTP/SLTA tahun 1984/1985 atau 1985/1986. Hierarki tujuan kurikulum secara vertikal tersebut dapat saja berkembang atau dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan atau perkembangan zaman.
Pengembangan hierarki kurikulum secara. vertikal di Indonesia tertampak dalam draft kurikulum tahun 1994/1995. Hirarki tujuan kurikulum vertikal yang tersurat dalam draft kurikulum 1994/1995 tersebut diawali dari tujuan pendidikan nasional, kemudian tujuan kelembagaan, tujuan kurikuler, tujuan bidang studi, tujuan kelas dan tujuan catur wulan serta Tujuan pengajaran. Secara garis besar hierarki tujuan kurikulum dalam draft kurikulum 1994/1995 tersebut, ditujukan untuk lebili tajam diharapkan dapat memudahkan guru menjabarkan.
b.      Materi pengalaman belajar. Hal yang mempakan fungsi khusus dari kurikulum pendidikan fonnal adalah memilih dan menyusun isi (komponen kedua dari kurikulum) supaya keinginan tujuan kurikulum dapat dicapai dengan dan paling efektif dan supaya pengetahuan paling penting yang diinginkan pada jalumya dapat disajikan secara efektif (Zais, 1976: 322). Selain itu untuk mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan diperlukan bahan ajaran (Nana Sy. Sukmadinata, 1988 : 114). Namun demikian sebenarnya tidak cukup hanya isil bahan ajaran saja yang dipikirkan dalam kegiatan kurikulum, lebih dari itu adalah pengalaman belajar yang mampu mendukung pencapaian tujuan secara lebili efektif. Hal ini berarti kita memandang kurikulum sebagai suatu rencana untuk belajar, dan tujuan menentukan belajar apa yang penting, maka kurikulum secara pasti mencakup seleksi, dan organisasilmateri dan pengalaman belajar (Taba, 1962 : 266). Isi atau materi kurikulum adalah semua pengetalman, keterampilan, nilai-nilai, dan sikap yang terorganisasi dalam mata pelajaran/bidang studi. Sedangkan pengalaman belajar dapat diartikan sebagai kegiatan belajar tentang atau Belajar bagaimana disiplin berpikir dan strata disiplin thou. Dengan demikian jelaslah bahwa baik materi/isi kurikulum dan pengalaman belajar barus dipikirkan dan dikaji serta diorganisasikan dalam pengembangan kurikulum. Pentingnya materi/isi kurikulum dan pengalaman belajar dapat kita lihat pada pernyataan Taba (1962 : 263) berikut ini :  Selecting the content, with accompanying leaming experiences, in one of the two central derision in currkulum making, and there fore rational method of going about it is a matter of great concert "
c.       Organisasi. Perbedaan antara behijar di sekolah dan belajar dalam kehidupan adalah dalam hal pengorganisasian secara formal di sekolah. Jika kurikulum merupakan suatu rencana untuk belajar maka isi dan pengalaman belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian rupa sehingga berguna bagi tujuan-tujuan pendidikan (Taba, 1962 : 290). Berdasarkan pendapat Taba tersebut, jelas babwa materi dan pengalaman Belajar dalam kurikulum diorganisasikan untuk mengefektifkan pencapaian tujuan. Namam demikian, perlu kita sadari bahwa pengorganisasian kurikulum merupakan kegiatan yang sulit dan kompleks. Sukar dan kompleknya pengorganisasian kurikulum dikareakan kegiatan tersebut bertalian dengan aplikasi serta pengetahuan yang ada tentang pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, dan masalah proses pembelajaran (Sumantri, 1988 : 23).Masalah-masalah utama organisasi kurikulum berkisar pada ruang lingkup (scope), sekuensi kontinuitas, dan integrasi.
Evaluasi. Evaluasi merupakan komponen ke empat kurikulum, mungkin merupakan aspek kegiatan pendidikan yang dipandang paling kecil (Zais, 1976 : 369). Evaluasi ditujukan untuk melakukan evaluasi terhadap belajar sisiwa (basil dan proses) mampun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, Lebih lanjut Zais (1976 : 378) mengemukakan evaluasi kurikulum secara luas merupakan suatu usaha sangat besar yang kompleks yang mencoba menantang untuk mengkondifikasi proses salah satu dari istilah sekuensi atau komponen-komponen. Evaluasi kurikulum secara luas tidak hanya menilai dokumen tertulis, tempat yang lebih penting adalah kurikulum yang diterapkan sebagai bahan-bahan fungsional dari kejadian-kejadian yang meliputi interaksi siswa, guru, material, dan lingkungan. Adapun peran evaluasi dalam kurikulum secara keseluruhan baik evaluasi belajar sisiwa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, dapat digunakan sebagai dasan pengembangan kurikulum. Dari uraian tentang evaluasi jelaslah bahwa evaluasi bukanlah komponen atau kegiatan pendidikan yang kecil. Sebagai konponen kurikulum, evaluasi merupakan bagian integral dari kurikulum. Kegiatan evaluasi akan memberikan informasi dan data tentang perkembangan belajar siswa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, hingga dapat dilihat keputusan-keputusan pembelajaran dan pendidikan secara tepat.


BAB IV
MOTIVASI BELAJAR

4.1. Pengertian dan Pentingnya Motivasi
Motivasi berasal dari kata Inggris motivation yang berarti dorongan, pengalasan dan motivasi. Kata kerjanya adalah to motivate yang berarti mendorong, menyebabkan dan merangsang. Motivate sendiri berarti alasan, sebab dan daya penggerak (Echols, 1984). Motif adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong individu tersebut amok melakukan aktifitas-aktifitas tertentu guna mencapai tujuan yang diinginkan (Suryabrata, 1994). Secara serupa Winkels (1987) mengemukakan bahwa motif adalah penggerak dalam diri seseorang mau melakukan aktifitas-aktifitas tertentu dalam mencapai suatu tujun tertentu pula.
Dalam kegiatan belajar mengajar, dikenal adanya motivasi belajar, yaitu motivasi yang diterapkan dalam kegiatan belajar. Motivasi belajar adalah keseluruhan dari penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar itu demi mencapai suatu tujuan (Winskel, 1987).
Motivasi belajar memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar sehingga yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi linggi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar. Siswa yang mempunyai motiasi belajar tinggi sangat sedikit yang tertinggal belajarnya dan sangat sedikit putus kesalahan dalam belajarnya (Palardi, 1975).
Ada beberapa ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Ini dapat dikenali dalam proses belajar mengajar di kelas, sebagaimana dikemukakan Brown (1981) sebagai berikut: tertarik kepada guru, artinya tidak membenci atau bersikap acuh tak acuh ; tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan ; mempunyai antusias yang tinggi serta mengendalikan perhatiannya


terutama kepada guru, ingin selalu bergabung dalam kelompok kelas; ingin identitas dirinya diakui oleh orang lain; tindakan, kebiasaan, dan moralnya selalu dalam kontrol diri; selalu mengingat pelajaran dan mempelajarinya kembali; dan selalu terkontrol oleh lingkungannya.
Sardiman (1986) mengemukakan bahwa ciri-ciri motivasi yang ada pada diri seseorang adalah: tekun dalam menghadapi tugas atau dapat bekerja secara. terus menerus dalam waktu lama; ulet dalam menghadapi kesulitan dan tidak mudah putus asa, tidak cepat puas atas prestasi yang diperoleh; menunjukkan minat yang besar terhadap bermacam-macam masalah belajar; lebih suka bekerja sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain; tidak cepat bosan dengan tugas-tugas rutin; dapat mempertahankan pendapatnya; tidak mudah melepaskan apa yang diyakini; senang mencari dan memecahkan masalah.
Suatu hal yang penting adalah bahwa motivasi pada setiap tingkat yang diatas hanya dapat dibangkitkan apabila telah diperngaruhii tingkat motivasi di bawahnya. Bila kita ingin anak belajar dengan baik (tingkat 5), maka haruslah terpengaruh tingkat 1-4. Anak yang lapar, merasa tidak aman, yang tidak dikasihi, yang tidak diterima sebagai anggota masyarakat kelas, yang guncang harga dirinya, tidak akan dapat belajar dengan baik.
Motivasi kelakuan manusia merupakan topik yang sangat luas. Banyak macam motivasi dan para ahli meneliti tentang bagaimana asal dan perkembangannya dan menjadi suatu "daya" dalam mengarahkan kelainan seseorang. Motivasi diakui sebagai hal yang sangat penting bagi pelajaran di sekolah.
Ada sejumlah tokoh yang meneliti soal motivasi belajar ini. Hewitt (1968) mengemukakan bahwa "attentional set” merupakan dasar bagi perkembangan motivasi yakni yang bersifat sosial. artinya anak itu suka bekerja sama dengan anak-anak lain dan dengan guru, ia mengharapkan penghargaan dari teman-temannya dan mencegah celaan mereka, dan ingin mendapatkan harga dirinya di kalangan kawan sekelasnya. Selanjutnya anak itu memperoleh motivasi anak menguasai pelajaran (matery), termasuk penguasaan kemampuan intelektual. Dengan reinforcement yakni penghargaan atas keberhasilannya motivasi itu dapat dipupuk. Taraf motivasi tertinggi menurut hewitt ialah motivasi untak "achievemenf' atau keberhasilan yang merupakan syarat agar anak im didorong oleh kemauannya sendiri dan merasa kepuasan dalam mengatasi tugas-tugas yang kian bertambah sulit dan berat. Bila taraf ini tercapai, maka anak itu sanggup untuk belajar sendiri.
Juga peneliti lain mengemukakan pentingnya reinforcement berupa pujian, penghargaan yang diberikan bila hasil belajar anak mendekati bentuk kelakuan yang di inginkan, dan tidak perlu di tunggu sampai hasil belajarnya benar sepenuhnya. Siswa perlu diberitahukan tentang hasil pekerjaanya sehingga ia dapat menilai keberhasilannya dan kegagalannya. Akhirnya anak itu harus meningkat dalam bentuk penghargaan dari yang konkrit kepada rasa putas atas keberhasilannya menurut standar yang ditentukannya sendiri.

Pentingnya motivasi

Secara konseptual motivasi berkaitan erat dengan prestasi atau perolehan belajar. Pembelajaran yang tinggi motivasi, umumnya tinggi pula perolehan belajarnya. Sebaliknya, pembelajaran yang rendah motivasinya, rendah pula perolehan belajarnya. Demikin juga pembelajuan yang sedang-sedang saja motivasinya, umumnya perolehan belajannya juga sedang-sedang saja.
Banyak riset yang membuktikan bahwa tingginya motivasi dalam belajar berhubungan dengan tingginya prestasi belajar. Bahkan pada saat ini, kaitan antara motivasi dengan perolehan dan atau prestasi ini tidak hanya dalam belajar. Dalam kerjapun, motivasi mi juga sangat prating. Salah satu hasil peneliti juga menunjukkan bahwa siswa yang mempunyai motivasi-berprestasi umumnya juga mempunysu prestasi yang lebih tinggi. Pegawai atau karyawan yang mempunyaj motivasi berprestasi tinggi juga menunjukkan performansi profesional yang diharapkan atau di atas rata-rata teman atau sejawatnya.
Bahkan dewasa ini, ada juga yangg mengembangkan motivasi berprestasi atau motivasi belajar ini menjadi motif berkompetensi yang dimaksud dengan berkompetensi adalah dorongan-dorongan untuk menguasai kompetensi keahliannya. Terbukti dengan jelas, bahwa mereka yang mempunyai motivasi kompetensi yang tinggi cenderung lebih mengusai bidang-bidangnya dibandingkan dengan mereka yang rendah motif kompetensinya.
Oleh karena itu, motivasi belajar sangat urgen dalam peningkatan perolehan belajar. Dalam khasanah kepustakaan kependidikan, motivasi sering-sering disebut secara berulang-ulang sebagai variabel yang banyak menentuk perolehan belajar. Bahkan, orang yang sukses disegala bidang, lebih banyak disebabkan oleh tingginya motivasi yang mereka punyai.
Juga untuk belajar diperlukan motivasi "motivation is dan essential condition of learning". Hasil belajarpun banyak ditentuk oleh motivasi. Makin tepat motivasi yang kita berikut, makin berhasil pelajaran itu. Motivasi menentukan intensitas usaha anak belajar.
Motivasi melepaskan energi atau tenaga yang ada pada seseorang.
Setiap motivasi bertalian erat dengan suatu tujuan. Tensing dan Hillary mungkin ingin membuktikan kesanggupan manusia. untuk menaklukan puncak tertinggi itu. Tukang becak menahankan panas dan hujan untuk meneari nafkah bagi anak istrinya
Motivasi mempunyai tiga fungsi:
(a)    Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagal penggerak atau motor yang melepaskan energi.
(b)   Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
(c) Menyeleksi perbuatan. yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dijalankan yang serasi guna mencapai Tujuan itu, dengan menyampingkan perbuatan-perbuatan yang tak bermanfaat bagi tujuan ini. Seorang yang betul-betul bertekad menang dalam pertandingan, tak akan menghabiskan waktunya bermain karena, sebab tidak serasi dengan tujuan.
Dalam bahasa schari-hari motivasi dinyatakan dengan; hasrat, keinginan, maksud, tekad, kenuman, dorongan, kebutahan, kehendak, cita-cita, keharusan, kesedihan dan sebagainya.

4.2. Sifat Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik
Motivasi dapat di bedakan atas motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam individu.
Ausabel (1968) berpendapat babwa modyasi yang dikaitkan dengan motivasi sosial tidak begitu penting dibandingkan dengan motivasi yang bertalian dengan penguasaan tugas dan keberhasilan. Motivasi serupa ini bersifat intrinsik dan keberhasilannya akan memberi rasa kepuasan. Selain ini keberhasilan itu mempertinggi harga dirinya dan rasa kemampuannya.
Dalam hal pertama ia didorong oleh motivasi intrinsik yakni ia ingin mencapai tujuan yang terkandung didalam perbuatan belajar itu. Dalam belajar telah terkandung tujuan menambah pengetahuan "intrinsk motivations are inherent in the learning situasions and meet pupil needs and purposes". Demikian pula bila semang main badminton untuk menikmatinya, didorong oleh motivasi intrinsik, yakni 'for the pleasure of the activity".
Motivasi belajar secara intrinsik sebenamya memang telah ada. Ini sesuai dengan teori, yang memandang bahwa segala tindakan manusia, termasuk belajar, adalah karena terdapatnya tanggungjawab internal pada diri manusia itu. Manusia, dalam sudut pandang teori ini, memang termsuk makhluk yang baik: tinggi tanggungjawabnya, suka bekerja termasuk belajar, tinggi militansi kerja atau belajarnya, selaia ingin berprestasi. Berarti, dalam diri manusia sebenarnya terdapat dorongan-dorongan yang kuat untuk belajar.
Sungguhpun demikian, rekayasa lingkungan perlu diberikan agar seseorang tetap belajar. Rekayasa lingkungan antara lain dapat berupa motivasi ekstrinsik. Mengapa motivasi ekstrinsik perlu diberikan, tak lain karena seseorang tidak senantiasa bemda dalam keadaan menetap. Bisa terjadi, seseorang yang mempunyai motivasi belajar intrinsik yang demikian tinggi tiba-tiba melemah. Supaya melemahnya motivasi intrinsik ini tidak sampai berada pada tingkatan yang sangat rendah, perlu dikontrol dengan menggunakan motivasi ekstrinsik.
Pada orang yang tingleat motivasi intrinsiknya rendah, justru motivasi ekstrinsik ini sangat diperlukan. Motivasi ekstrinsik yang diberikan secara tepat, justru secara berlahan dapat mencangkokkan motivasi intrinsik mtuk belajar manakala belajar yang direkayasa dengan motivasi ekstrinsik tersebut telah menjadi kebiasaan bagi pembelajar. Bahkan kalau sudah sampai di tahap mempribadi, seseorang akan tinggi motivasi belajarnya secara intrinsik.
Adakah suatu kenyataan, bahwa anak manusia itu tidak sama, termasuk motivasinya. Ketidaksamaan dalam motivasi intrinsik yang dipunyai ini, dapat dikurangi dengan memberikan motivasi eksuinsik.
Bila seorang belajar untuk mencari penghargaan berupa angka, hadiah, diploma, dan sebagainya. Ini didorong oleh motivasi ekstrinsik, oleh sebab tujuan-tujuan itu terletak di luar perbuatan itu, yakni tidak terkandung didalam perbuatan itu sendiri. "The goal is artifkially introduced". Tujuan itu bukan sesuatu yang wajar dalam kegiatan. Anak-anak didorong oleh motivasi intrinsik, bila mereka belajar agar lebib sanggup mengatasi kesulitan kesulitan hidup, agar memperoleh pengertian, pengetahum, sikap yang baik, penguasaan kecakapan. Hasil-hasil itu sendiri telah merupakan hadiah.
"The reward of a thing well done is to have done it"(Emerson). Ganjarant bagi sesuatu yang dilakukan dengan baik ialah telah melakukannya. Jadi motivasi ekstrinsik disini tidak perlu.
Akan tetapi di sekolah sering digunakan motivasi ekstrinsik seperti angka-angka, pujian, ijazah, kenaikan tingkat, celaan, hukuman, dan sebagainya. Motivasi eksifinsik dipakai oleh sebab pelajaran-pelajaran sering tidak dengan sendirinya menarik dan guru sering kurang mampu untuk membangkitkan minat anak.
Membangkitkan motivasi tidak mudah. Untuk itu guru perlu mengenal murid, dan mempunyai kesanggupan Kreatif untuk menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan dan minat anak.

4.3. Motivasi dalam Belajar dan Unsur-Unsur yang mempengamhi motivasi belajar
Motivasi sangat krusial dalam belajar dan pembelajaran. pada hal, motivasi belajar tersebut juga dipengaruhi oleh banyak unsur antara lain: cita-cita aspirasi penubelajar, kemampuan pembelajar, kondisi pembelajar, kondisi lingkungan belajar, unsur-unsur dinamis belajar. Pembelajaran dan upaya-upaya guru dalam membelajarkan pembelajar. Oleh karena itu, unsur-unsur yang mempengaruhi tersebut, perlu diketahui dan diperhatikan oleh guru yang membelajarkan pembelajar. Agar dapat mendukung lebih optimal terhadap motivasi belajar. Jika unsur-unsur yang mempenguuhi tersebut tidak diketahui dan tidak diperhatikan, bisa menjadi penyebab rendahnya motivasi belajar para pembelajar.
Sebagai konsekuensi atas perhatian guru terhadap unsurunsur yang mempengaruhi motivasi belajar dan unsur-unsur yang mempengamhi tersebut, guru hendaknya senantiasa berupaya meningkatkan motivasi belajar. Upaya meningkatkan motivasi belajar tersebut dilakukan dengan cara mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip belajar, mengoptimalkan unsur-unsur belajr / pembalajaran, mengoptimalkan pemanfaatan pengalaman kemampuan yang di miliki oleh pembelajar dan mengembangkan cita-cita dan aspirasi pembelajar.
Ausubel mengatakan adanya hubungan antara motivasi dan belajar. Motivasi bukan mempakan syarat mutlak untuk belajar tak perlu lebih dahulu ditunggu adanya motivasi sebelum kita mengajarkan sesuatu. Bahkan kita dapat mengabaikan motivasi dan memusatkan perhatian kepada pengajaran itu sendiri. Bila belajar itu berhasil, maka akan timbul motivasi itu dengn sendirinya dan keinginan untuk lebih banyak belajar. Sukses dalam belajar akan membangkitkan motivasi untuk belaiar.
Menurut Skinner(1968) masalah motivasi bukan soal memberikan motivasi, akan tetapi mengatur kondisi belai sehingga memberikan reinforcement.
Motivasi yang dianggap lebih tinggi tarafnya daripada penguasaan tugas ialah "achievement motivation" yakni motivasi untuk mencapai atau menghasilkan sesuatu. Motivasi ini lebib mantap dan memberikan dorongan kepada sejumlah besar kegiatan, termasuk yang berkaitan dengan pelajari, di sekolah. McClelland (1965) yang menyelidiki berbagai hal yang dapat mempertinggi motivasi ini, misalnya dengan merumuskan tujum dengan jelas, mengetahui kemajuan yang dicapai, merasa turut benanggungjawab, dan lingkungan sosial yang menyokong.
Peneliti lain, White (1959) mengemukakan konsep kompetensi. Motivasi kompetensi mempunyai dasar biologis, jadi juga terdapat pada binatang, antara lain motivasi menyalidiki aktivitas manipulasi. Ada pula peneliti yang mencari motiyasj positif yang dinyatakan dengan istilah "mastery”, "egoinvolvement" (keterlibatan diri), dan lain-lain. White berpendapat bahwa kegiatan anak tak dapat dijelaskan dengan dorongan untuk memuaskan kebutuhan makan, minum, dan sebagainya. Akan tetapi karena kegiatan untuk berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya yang memberikan rasa mampu. Setiap orang ingin menguasai lingkungannya.
Walaupun teori-teori motivasi berbeda-beda, nanum dalam praktek pendidikan penerapannya bersamaan. Pelajar harus diberikan ganjaran (reward) berupa pujian, angka ang baik, rasa keberhasilan atas hasil belajarnya, sehingga ia lebih tertarik oleh pelajaran. Keberhasilan dalam interaksi dengan lingkungan belajar, penguasaan tujuan program pendidikan memberikan rasa kepuasan dan karena ini merupakan sumber motivasi yang terus menerus bagi pelajar, sehingga ia sanggup belajar sendiri sepanjang bidupnya, yang dapat dianggap sebagai salah samtu hasil pendidikan yang paling penting.

Unsur-Unsur Yang Mempengaruhi Motivasi

Ada beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi belajar. Unsur-unsur tersebut adalah :
1.      Cita-cita / aspirasi pembelajar
2.      Kemampuan pembelajar
3.      Kondisi pembelajar
4.      Kondisi lingkungan belajar
5.      Unur-unsur dinamis belajar Ipembelajaran
6.      Upaya guru dalam membelajarkan pembelajar
Unsur-unsur tersebut dijelaskan sebagaimana pada uraian berikut :
a.      Cita-cita / aspirasi pembelajaran
Setiap manusia senantiasa mempunyai cita-cita atau aspirasi tertentu didalam hidupnya temasuk pembelajar. Cita-cita atau aspirasi ini senantiasa ia kejar dan ia perjuangkan. Bahkan tidak juang, meskipun rintagan yang ditemui sangat banyak dalam mengejar cita-cita dan aspirasi tersebut seseorang tetap berusaha semaksimal mungkin karena hal tersebut berkaitan dengan cita-cita dan aspirasinya. Oleh karena itu, cita-cita dan aspirasi sangat mempengaruhi terhadap motivasi belajar seseorang.
Seseorang yang bercita-cita menjadi dokter, pada saat masih sedang belajar dijenjang pendidikan dasar, tentu menggemari terhadap mata pelajaran-mata pelajaran dan bacaan-bacaan yang berkaitan erat dengan ilmu kesehatan. Meskipun mata pelajaran tersebut masih terintegrasi dengan mata pelajaran IPA, ia akan lebih bergairah dengan mata pelajaran tersebut. Oleh karena itu. ia akan lebih temotivasi mempelajari mata pelajaran tersebut dibandingkan dengan mata pelajaran yang lainnya.
Sebaliknya seseorang yang kebetulan berstatus mahasisma dan dahulunya bercita-cita menjadi ahli hukum tetapi ia dipaksa oleh orang tuanya mengambil jurusan teknik elektro. Dapat dipastikan kesungguhan belajarnya akan berkurang karena apa yang ia pelajari tidak sesuai dengan cita-cita dan aspirasinya. Ketidaksungguhan dalam belajar demikian ini tentu lantaran jurusan yang dipaksakan oleh orang tuanya tidak cocok dengan cita-cita dan aspirasinya. Ia kendor motivasinya, bisa jadi, pada saat-saat masih disekolah menengah ia tinggi motivasi belajarnya sebaliknya pada saat sudah menjadi mahasiswa motivasi yang tinggi tersebut berubah menjadi rendah. Itulah sebabnya, maka cita-cita dan aspirasi pembelajaran ini perlu diperhitungkan dalam rangka meningkatkan motivasi belajar seseorang, karena cita-cita atau aspirasi ini mempengaruhi motivasi belaiar.
Jika kaitan antara cita-cita atau aspirasi pembelajar dengan motivasi dan perolehan belajar ini diskemakan seperti tampak dibawah ini:


 





b.      Kemampuan PeMbelajar
Kemampuan manusia satu dengan yang lain tidaklah sama. Menuntut seseorang sebagaimana orang lain dari bingkai penglihatan demikian tentulah tidak diberikan. Sebab, orang yang mempunyai kemampuan rendah akan sangat susah menyerupai orang yang mempunyai kemampuan tinggi; dan sebaliknya orang yang berkemampun tinggi, akan menjadi malas jika dituntut sebagaimana mereka yang berkemampuan rendah.
Oleh karena itu, kemampuan pembelajar ini haruslah diperhatikan dalam proses belajar pembelajaran. Kemampuan pembelajar erat hubungannya dan bahkan mempengaruhi motivasi belajar pembelajar. Bisa terjadi, seseorang menjadi rendah motivasi belajarnya terhadap bidang tertentu oleh karena yang bersangkutan rendah kemampuannya dibidang tersebut.
Jika kaitan antara kemampunn pembelajar dengan motivasi dan perolehan belajar ini diskemakan sebagai berikut:


 




c.       Kondisi pembelajar
Kondisi pembelajar dapsat dibedakan atas kondisi fisiknya dan kondisi psikologisnya. Dua macam kondisi ini, fisik dan psikologis, umumnya saling mempengamhi satu sama lain. Jiwa yang sehat terdapat pada tubuh yang sehat. Dalam realitasnya juga berlaku kebalikannya. Bila seseorang kondisi psikologisnya tidak sehat, bisa berpengaruh juga terhadap ketahanan dan kesehatan fisiknya.
Sangatlah jelas dan sering dirasakan oleh siapapun jika kondisi fisik dalam keadaan lelah, umumnya motivasi belajar seseorang akan menurun. Sebaliknya jika kondisi fisik berada dalam keadaan bugar dan segar, motivasi belajar bisa meningkat. Berarti, kondisi fisik seseorang mempengaruhi motivasi belajarnya. Orang yang sudah sangat lelah tidak baik kalau belajar. Demikian juga kalau sedang sakit, tidak bails untuk dipaksa belajar.
Dalam kondisi psikologis terganggu, sebutlah misalnya stress, juga tidak bisa mengkonsentrasikan diri terhadap hal-hal yang dipelajari. Kmena tidak bisa konsentrasi, mka gairah belajarnya menurun. Keadaan demikian ini, bisa menjadikan seseorang belajar merasa terpaksa dan tidak banyak bemotivasi.
Jelaslah bahwa kondisi pembelajar, baik yang bersifat fisik maupun psikis, sama-sama berpengaruh terhadap motivasi belajarnya. Ada kalanya seseorang yang pada masa-masa sebelumnya bemotivasi belajar tinggi, tiba-tiba menjadi rendah hanya karena kondisi fisik dan psikologisnya terganggu atau sakit. Tidak jarang, seseorang yang motivasi belajarnya biasa-biasa saja, tiba-tiba berubah karena kondisi fisik dan psikologisnya dalam keadaan prima.
Jika diskemakan, kondisi pembelajar dalam kaitannya dengan motivasi dan perolehan belajar adalah sebagai berikut:


 




d.      Kondisi lingkungan belajar
Sudah umum diketahui bahwa yang menentukan motivasi belajar seseorang, selain faktor individu juga faktor lingkungan. lebih-lebih lingkungan belajar. Sebab, individu secara sadar ataukah tidak, senantiasa tersosialisasi oleb lingkungannya. Lingkungan belajar ini meliputi : lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Yang dimaksud dengan lingkurigan fisik adalah tempat dimana pembelajar tersebut belajar. Apakah tempat belajarnya nyaman ataukah tidak, apakah tempatnya segar atau pengap. Hal-hal demikian ini berpengaruh terhadap motivasi belajar. Demikian juga yang amburadul, tidak memberikan gairah bagi belajar seseorang. Sebaiknya tempat yang teratur, yang tertata rapi, mendorong seseorang bergairah belajar. Tempat belajar yang berisik oleh suara bisa menganggu belajar, yang tenang, bisa menimbulkan gairah belajar. Jadi lingkungan fisik berpengaruh terhadap motivasi belajar.
Lingkungan sosial adalah suatu lingkungan seseorang dalm kaitannya dengan orang lain. Contohnya berupa lingkungan sepermainan, lingkungan sebaya, kelompok belajar. Sungphpun faktor pribadi pribadi seseorang lebih menentukan terhadap diri sendiri tetapi harus diakui bahwa lingkungan sosial juga menentukan motivasi belajar seseorang. Contohnya jika dalam lingkungan sosial seseorang tidak terbiasa dengan aktivitas belajar maka bukan budaya belajar itu yang dikembangkan oleh seseorang.
Dalam lingkungan yang kompetitif untuk belajar, seseorang yang berada dilingkungan tersebut akan terbawa serta untuk belajar seperti orang lain. Baik secara sadar atau tidak. Kaitan antara kondisi lingkungan belajar dengan motivasi dan perolehan belajar adalah sebagai berikut :


 





e.       Unsur-Unsur Dinamis belajar pembelajar
Unsur dinmis belajar pembelajar meliputi hal-hal sebagai berikut :
a.       Motivasi dan upaya memotivasi siswa untuk belaiar
b.      Bahan belajar dan upaya penyediannya
c.       Alat bantu belajar dan upaya penyediaannya
d.      Suasana belajar dan upaya pengembangannya
e.       Kondisi subjek belajar dan upaya penyiapan dan peneguhannya
Oleh karena itu, unsur- unsur dinamis dennkian ini patut diperhatikan agar motivasi belajar pembelajar menjadi tinggi. tingginya motivasi belajar berimplikasi bagi maksimainya perolehan belajar pembelajar.
Unsur dinamis belajar dan pembalajar Motivasi belajar pembelajar Perolehan belajar pembelajar jika kaitan antara unsur-unsur dinamis dalam belajar dengan motivasi dan perolehan belajar adalah sebagai berikut :


 




f.       Upaya Guru dalam Membelajarkan pembelajar
Upaya guru dalam membelajarkan pembelajar juga berpengaruh terhadap motivasi belajar. Guru yang tinggi gairahnya dalam membelajarkan pembelajar, menjadikan pembelajar juga bergairah belajar, guru yang sungguh-sunggub dalam membelajukan pembelajar, menjadikan tingginya motivasi belajar pembelajar. Pada guru yang demikian umumnya mempersiapkan diri dengan matang dan senantiasa memberikan yang terbaru dan terbaik kepada pembelajar. Oleh karena yang di berikan tersebut menarik. Terbaik dan mungkin terbaru. Maka tingkat aktualitasnya  sangat tinggi dimata pembelajar. Sebagai akibatnya, hal-hal yang disajikan oleh guru menjadi menarik dimata pembelajar. Menariknya hal-hal yang diberikan ini hisa menjadikan tingginya motivasi pembelajar.
Sebaliknya pada guru yang tidak bergairah dalar membelajarkan pembelajar, umumnya mengulang saja pelajaran yang di berikan dari tahun ketahun. Proses belajar pembelajar terasa kering dan kehilangan nuansa. Akibat dari proses belajar pembelajaran demikian ini, pembelajar tidak bergairah dan babkan mungkin kehilangan motivasi. Hal demikian bisa lebib parah lagi. manakala guru yang membelajarkan tersebut sudah puas dengan keadaan yang demikian ini.
Oleh karena itu, upaya guru untuk membelajarkan pembelajar sangat krusial dalam meningkatkan motivasi pembelajar. Jika di skemakan antara upaya guru untuk membelajarkan pembelajar dengan motivasi dan perolehan belajar pembelajar adalah sebagai berikut :


 





Upaya Meningkatkan motivasi belajar

Upaya belajar senantiasa bergelombang. Adakalanya bergerak naik dan adakalanya bergerak turun. Tidak jarang motivasi belajar hanya mendatar saja. Oleh karena demikian " watak" motivasi tersebut, maka diperlukan upaya untuk meningkatkannya. Dengan demikian, motivasi belajar yang di punyai oleh pembelajar bisa cenderung naik dan atau minimal Menetap.
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh guru guna meningkatkan motivasi pembelajar, yaitu :
1.      Mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip belajar
2.      Mengoptimalkan unsur-unsur dinamis belajar / pembelajaran
3.      Mengoptimalkan pemanfaatan pengalaman / kemampuan yang telah dimiliki dalam belajar
4.      Mengembangkan cita-cita / aspirasi dalam belajar
Secara berturut-turut, ketiga cara tersebut di kemukakan sebagai berikut :
1.      Mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip belajar
Ada beberapa prinsip yang harus dipedomani dalam belajar. Prinsip tersebut adalah :
a.       Prinsip perhatian dan motivasi belajar
b.      Prinsip keaktifan belajar
c.       Prinsip keterlibatan langsung pembelajar
d.      Prinsip pengulangan belajar
e.       Prinsip sifat perangsang dan menantang dari materi yang dipelajari
f.       Prinsip pemberian balikan dan penguruan dalam belajar
g.      Prinsip perbedaan individual antar belajar
Ketujuh prinsip ini diterapkan secara optimal agar pembelajar mempunyai motivasi yang tinggi dalam belajar.
Ada dua cara dalam mengoptimalkan penerapan prinsip belajar tersebut. Pertama, menyusun strategi-strategi sehingga prinsip-prinsip tersebut dapat terterapkan secara optimal. Strategi disini, dari pandangan-pandangan dan temuan-temuan teoritik dan dapat pula digali dari kiat guru sendiri. Temuan-temuan ahli psikologi pendidikan dan temuan-temuan ahli pengajaran part[ digali hingga dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip belajar.
Kedua, menjauhkan konstrain-konstrain (kendala-kendala) yang ditemui dalam mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip belajar. Kendala demikian ini patut dijauhkan, agar tidak mengganggu bagi penerapan prinsip-prinsip belajar.

2.      Mengoptimalkan Unsur-Unsur Dinamis Belajar / Pembelajaran
Mengingat unsur-unsur belajar / pembelajaran dapat mempengaruhi motivasi, maka ia perlu di optimalkan penerapannya. Pengoptimalan demikian mi perlu dilakukan agar motivasi belajar siswa juga optimal.
Cara mengoptimalkan unsur-unsur dinamis dalam belajar / pembelajaran dalah : pertama, menyediakan secara kreatif berbagai unsur belajar pembelajaran tersebut dalm setting belajar pembelajaran. Penyediaan secara kreatif ini perlu dilakukan, katena umumnya ketika tidak ada guru dan menerima kondisi tersebut apa adanya. Contohnya peralatan pengajaran yang tidak tersedia dapat disediakan dengan merancang sendiri bersama-sama dengan pembelajar.
Kedua, memanfaatkan sumber-sumber diluar sekolah sehingga keterbatasan yang dimiliki oleh sekolah dapat ditanggulangi. Hal demikian dapat dilakukan dengan banyak mengadakan kerjasama dengan sejumlah lembaga diluar sekolah bahkan diluar dunia pendidikan.

3.      Mengoptimalkan Pemanfaatan Pengalaman / Kemampuan Yang Telah Dimiliki Dalam belajar
Setiap pembelajar mempunyai kemampuan dan pengalamn-pengalaman tertentu yang berbeda antara satu dengan yang lain. Kemampuan dan pengalaman yang berbeda demikian ini hendaknya tidak justru menjadi konstrain dalam aktivitas belajarnya. Kemampuan atau pengalaman masa Ialu ini bisa didapatkan oleh pembelajw melalui aktivitas belajar, dan bisa juga didapatkan oleh pembelajar melalui aktivitas lain atau aktivitas non belajar.
Pengalaman dan kemampuan masa Ialu ini bisa menjadi konstrain untuk belajar berikutnya, tetapi tidak jarang bisa mendukung aktivitas belajar. Pengalaman dan kemampuan masa lain bisa menjadi konstrain belajar, manakala dipandang bertentangan dengan pengalaman belajar berikutnya oleh pembelajar. Pengalaman dan kemampuan masa Ialu bisa mendukung terhadap aktivitas belajar manakala sesuai dengan pengalaman belajar berikutnya. Tidak itu saja pengalamana atau kemampuan masa lalu malahan bisa menjadi prasyarat bagi pengalaman berikutnya. dan jika kasus yang trakhir ini terjadi, maka pembelajar tidak dapat mempelajari mata pelajaran berikutnya, tanpa yang bersangkutan telah mempunyai kemampuan dan pengalaman yang diprasyaratkan. Dkk dan Cany (1981) menyebut pengalamn dan kemampuan demikian dengan entry behavior.
Yang harus diupayakan guru agar kemampuan atau pengalaman masa lalu justru mendukung terhadap aktivitas belajar adalah :
a.       Biarkan pembelajar dapat menangkap apa yang dipelajari sekarang ini dari perspektif kemmpuan dan pengalaman masa lalunya. Jangan dipaksa menggunakan perspektif gurunya.
b.      Kaitkan aktivitas belajar pada masa sekarang ini dengan kemampuan dan pengalaman yang sudah dipunyai oleh pembelajar.
c.       Gali dulu pengalaman dari kemampuan yang sudah dimiliki oleh pembelajar melalui tes lisan atau tertulis sebelum menyampaikan materi berikutnya.
d.      Beri kesempatan kepada pembelajar untuk membandingkan apa yang sekarang dipelajari dengan kemampuan dan pengalaman yang telah dimiliki.

4.      Mengembangkan Cita-Cita / Aspirasi Dalam Belajar
Cita-cita adalah sesuatu yang dikejar oleh seseorang. Kegiatan-kegiatan seseorang, utamanya kegiatan belajar. Lebih banyak teraksentuasi pada pengejaran dan atau pencapaian cita-cita atau aspirasi tersebut. Maka dari itu cita-cita atau sapirasi tersebut harus senantiasa dikembangkan dalam pembelajaran.
Penjurusan yang ada disekolah-sekolah kita, tidak lain adalah demi penampungan aspirasi dan cita-cita yang berbeda dari masing-masing pembelajar. Demikian juga dengan adanya kurikulum muatan tokal, yang antara daerah yang satu dengan yang lain berbeda, adalah dalam rangka menampung aspirasi dan cita-cita yang berbeda antara, pembelajar didaerah satu dengan daerah lainnya. Persoalannya adalah, apakah memang benar bahwa dalam pemilihan jurusan tersebut memang benar-benar sesuai dengan cita-cita dan aspirasi pembelajar ? mengingat yang menjadi pertimbangan dalam penjurusan tersebut tidak semata-mata cita-cita dan aspirasi melainkan banyak hal lain seperti daya tampung masing-masing jurusan, tersedia tidaknya prasarana dan sarana.
Aspirasi / cita-cita dapat dikembangkan dalam belajar pembelajaran, dengan beberapa langkah sebagai berikut :
a.       Kenalilah aspirasi dan cita-cita pembelajar. Pengenalan ini dapat dilakukan dengan melalm penyebaran daftar isian yang dapat memuat sejumlah cita-cita atau aspirasi pembelajar. Dari sejumlah aspirasi atau cita-cita tersebut, pembelajar masih diliarapkan anak  merangking dari yang paling diminaati sampai dengan yang paling tidak diminati. Pengenalan aspirasi ini dapat dilakukan dengan mengadakan tes minat kepada pembelajar. Dengan tes minat, akan diketabui jenis-jenis pekerjaan apa dimasa depan yang paling diminati dan menjadi cita-cita pembelajar.
b.      Hasil pengenalan atas cita-cita aspirasi tersebut dapat dikomunikasikan kepada siswa dan orangmanya. Orang tua ini patut juga diberi tahu, agar tidak memaksakan kehendaknya kepada putra-putrinya, karena mungkin pembelajar tersebut mempunyai cita-cita atau aspirasi yang berbeda dengan orangtuanya.
c.       Sediakan program-program yang dapat mengembanglum aspirasi dan cita cita tersebut. Setelah program-program tersebut disediakan, barulah para pembelajar diberi kesempatan untuk mengambil program yang sesuai dengan aspirasi dan cita-citanya. Persoalannya hanyalah, apakah mungkin hat demikian dilakukan disekolah-sekolah kita mengingat kurikulum yang tersentralkan dari pusat ?
Jenis Motivasi Yang Didasarkan Motif Primer Dan Sekunder Motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :


1.      Motivasi Primer
Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar. Motif-motif dasar tersebut umumnya berasal dari segi biologis atau jasmani manusia. Manusia adalah makluk berjasmani, sehingga perilakunya terpengaruh oleh tasting atau kebutuhan jasmaninya.
Ahli lain, Freud berpendapat bahwa insting memiliki empat ciri, yaitu tekanan, sasaran, objek dan sumber.tekanan adalah kekuatan yang memotivasi individu amok bertingkah laku. Semakin besar energi dalana insting, maka tekanan terhadap individu semakin besar. Sasaran insting adalah kepuasan atau kesenangan. Kepuasan tercapai, bila tekanan energi dalam insting berkurang. Sebagai ilustrasi, keinginan makan berkurang bila individu masih kenyang. Objek insting adalah hal-hal yang mermaskan insting. Hal-hal yang memutuskan insting tersebut dapat berasal dari luar individu atau dari dalam individu. Adapun sumber insting adalah keadaan kejasmaniah individu. Segenap insting manusia dapat di bedakan menjadi dua jenis, yaitu insting kehidupan (life instinest ) dan insting kematian (death instinest ). Insting kehidupan terdiri dari insting yang bertujuan memelihara kelangsungan hidup. lnsting kehidupan tersebut berupa makan. minum, istirahat dan memelihara keturunan. Insting kematian tertuju pada penghancuran seperti, merusak, menganiaya, atau membunuh orang lain atau diri sendiri. Menurut Freud energi bekerja memelihara keseimbangan fisik. Insting bekerja seumur hidup. Yang mengalami perubahan adalah cara pemuasan atau objek pemuasan.

2.      Motivasi Sekunder
Motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari. Hal ini berbeda dengan motivasi primer. Sebagai ilusirasi, orang yang  lapar akan tertarik pada makanan tanpa berpikir. Untuk memperoleh makanan tersebut orang harus bekerja terlebih dahulu. Agar dapat bekerja dengan baik, orang harus belajar bekerja. Bekerja dengan haik merupakan motivasi sekunder, bila orang bekerja dengan baik, maka ia memperoleh gaji berupa uang. Uang tersebut berupa penguat motivasi sekunder, Uang merupakan penguat unnum. Setelah in bekerja dengan baik maka ia dapat membeli makanan untuk menghilangkan rasa lapar.
Menurut beberapa ahli, manusia adalah makluk sosial. Perilakunya tidak hanya terpengaruh oleh faktor biologis saja. Tetapi juga faktor-faktor sosial. Perilaku manusia terpengaruh oleh tiga komponen penting seperti afektif, koqnitif, dan konatif.             Komponen afektif adalah aspek emosional. komponen ini terdiri dari motif sosial, sikap dan emosi. Komponen koqnitif adalah aspek intelektual yang terkait dengan pengetahuan. Komponan konatif adalah terkait dengan kemauan dan kebiasaan bertindak.
Perilaku motivasi sekunder juga terpengaruh oleh adanya sikap. Sikap adalah suatu motif yang dipelajari. Ciri-ciri sikap, yakni :
-          merupakan kecenderungan berpikir, merasa, kemudian bertindak
-          memiliki daya dorong bertindak
-          relatif bersikap tetap
-          kecenderungan melakukan penilaian
-          dapat timbul dari dari pengalaman, dapat dipelajari atau berubah.
Perilaku juga terpengaruh oleh emosi. Emosi menunjukkan adanya sejenis kegoncangan seseorang. Kegoncangan tersebut disertai proses jasmani, perilaku dan kesadaran. Emosi memiliki fungsi sebagai pembangkit tenaga, pemberi informasi pada oranglain, pembawa pesan dalam hubungan dengan orang lain, sumber informasi tentang diri seseorang.
Perilaku juga terpengaruh oleh adanya pengetahuan yang dipercaya. Pengetahuan yang dipercaya tersebut adakalanya berdasarkan akal, ataupun tak berdasar akal sehat pengetahuan tersebut dapat mendorong terjadinya perilaku.


BAB V
PENDEKATAN CBSA DALAM PEMBELAJARAN

5.1. KONSEP CBSA DALAM PEMBELAJARAN
Cara belajar siswa aktif merupakan suatu upaya dalam pembaruan pendidikan dan pembelajaran. Kendatipun cara ini tergolong baru, namun sesungguhnya konsep ini telah lama dikembangkan, hanya perwujudannya yang masih baru dalam sistem pembelajaran di sekolah-sekolah kita. Karena itu, ada baiknya guru-guru mengenal dan memahaminya lebih seksama agar mampu menerapkan secara efektif.

5.1.1. Pengertian Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
CBSA adalah suatu  pendekatan dalam pembelajaran yang menitik beratkan pada keaktifan siswa, yang merupakan inti dari kegiatan belajar. Pada hakekatnya, keaktifan belajar terjadi dan terdapat pada semua perbuatan belajar, tetapi kadamya yang berbeda tergantung pada kegiatannya, materi yang dipelajari dan tujuan yang hendak dicapai.
Dalam CBSA, kegiatan belajar diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan, seperti: mendengarkan, berdiskusi, membuat sesuatu, menulis laporan, memecahkan masalah, memberikan prakarsa/gagasan, menyusun rencana, dan sebagainya- Keaktifan itu da yang dapat diamati dan ada pula yang tidak dapat diamati secara langsung. Setiap kegiatan tersebut menuntut keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam proses pembelajaran melalui asimilasi, dan akomodasi kognitif untuk mengembangkan pengetahuan, tindakan, serta pengalaman langsung dalam rangka membentuk keterampilan (motorik, kognitif dan sosial), penghayatan serta internalisasi nilat-nilai dalam pembentukan sikap (Raka Joni, 1980, h. 2).
Sejak dimunculkannya pendekatan CBSA dalam lingkungan pendidikan ditanah air, konsep CBSA telah mengalami perkembangan yang cukup jauh. Pendekatan CBSA dinilai sebagai suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual dan emosional guna memperole hasil belajar yang bempa perpaduan antara matra kognitif, afekisi. dan psikomotorik, (A. Yasin, 1984,h.24).
Dalam kerangka sistem belajar mengajar, terdapat komponen proses yakni keaktifan fisik, mental, intelektual dan emosional dan komponen produk, yakni hasil belajar berupa keterpaduan aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik Secara lebili rinci komponen produk tersebut mencakup berbagai kemampuan: menamati, menginterprestasikan, meramalkan. mengkaji, menggeneralisasikan, menemukan, mendiskusikan, dan mengkomonikasikan hasil penemuan. Aspek-aspek kemampun tersebut dikembangkan secara terpadu melalui  sistem pembelajaran berdasarkan pendekatan CBSA.

5.1.2 Rasional CBSA dalam pembelajaran
Penerapan dan pendayagunaan konsep CBSA dalam pembelajaran merupakan kebutuhan dan sekaligus sebaga. keharusan dalam kaitannya dengan upaya merealisasikan Sistem Pendidikan Nasional untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang pada gilirannya berimplikasi terhadap sistem pembelajaran yang efektif.
Siswa peserta didik dipandang dari dua sisi yang berkaitan, yakni sebagai objek pembelajaran dan sebagai subjek yang belajar. Siswa sebagai subjek dipandang sebagai manusia yang potensial sedang berkembang, memiliki keinginan-keinginan-harapan dan tujuan hidup, aspirasi dan motivasi dan berbagai kemungkinan potensi lainnya. Siswa sebagai objek dipandan: sebagai yang memiliki potensi yang perlu dibina, diarahkan dan dikembangkan melalui proses pembelajaran. Karena itu proses pembelajaran harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip manusiawi (humanistik), misainya melalm suasana kekeluargaan terbuka dan bergairah serta berpariasi sesuai dengan keadaan perkembangan siswa bersangkutan.
Pelaksanaan proses pembelajaran dititik beratkan pada keaktifan siswa belajar dan keaktifan guru menciptakan lingkungan belajar yang serasi dan menantang. Penerapan CBSA dilakukan dengan cara mengfungsionalisasikan seluruh potensi manusiawi siswa melalui penyediaan lingkungan belajar yang meliputi aspek-aspek bahan pelajaran, guru, media pembelajaran, suasana kelas dan sebagainya. Cara belajar di sesuaikan dengan minat dim pemberian kemudahan kepada siswa untuk memperoleh pemahaman, pendalaman, dan pengendapan sehingga hasil belajar berintemalisasi dengan pribadi siswa. Dalam kondisi ini semua unsur pribadi siswa aktif seperti emosi, perasaan, intelektual, pengindran, fisik dan sebagainya.
CBSA dapat berlangsung dengan efektif, bila guru melaksanakan peran dan fungsinya secara aktif dan kreatif, mendorong dan membantu serta berupaya mempenguruhi siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan belajar yang telah ditentukan. Keaktifan guru dilakukan pada tahap-tahap kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pellilaian dan tindak lanjut pembelajaran.Peranan guru bukan sebagai orang yang menuangkan materi pelajaran kepada siswa, melainkan bertindak sebagai pembantu dan pelayanan bagi siswanya. Siswa aktif belajar, sedangkan guru memberikan fasilitas belajar, bantuan dan pelayanan. Beherapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru, ialah:
1)      menyiapkan lembaran kerja
2)      Menyusun tugas bersama siswa;
3)      Memberikan informasi tentang kegiatan yang akan dilakukan;
4)      Memberikan bantuan dan pelayanan kepada siswa apabila siswa mendapat kesulitan;
5)      Menyampaikan pertanyaan yang bersifat asuhan;
6)      Membantu mengarahkan rumusan kesimpulan umum;
7)      Memberikan bantuan dan pelayanan khusus kepada siswa yang lambat;
8)      Menyalurkan bakat dan minat siswa;
9)      Mengamati setiap aktivitas siswa.
Kegiatan-kegiatan tersebut menunjukkan, bahwa pembelajaran berdasarkan pendekatan CBSA tidak diartikan guru menjadi fasif, melainkan tetap harus aktif namun tidak bersikap mendominasi siswa dan menghambat perkembangan potensinya Guru bertindak sebagai guru inquiry, dan fasilitator.

5.1.3 Kadar Cara Belajar Siswa Aktif
Kadar MA ditandai oleh semakin banyaknya dan bervariasinya keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar. Semakin banyak dan semakin beragamnya keaktifan dan keterlibatan siswa, maka semakin tinggi pula kadar ke-CBSA-annya. Sebaliknya, semakin sedikit keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar, maka berarti semakin rendah kadar CBSA tersebut.
Kadar CBSA itu dalam rangka sistem belajar mengajar menunjukkan ciri-ciri, sebagai berilmu :
1)      Pada tingkat masukan, ditandai oleh:
a.       Adanya keterlibatan siswa dalam merumuskan kebutuhan pembelajaran sesuai dengan kemampuan, minat, pengalaman, motivasi, aspirasi yang telah dimiliki sebagai baban masukan untuk melakukan kegiatan belajar.
b.      Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun rancangan belajar dan pembelajaran, yang menjadi acuan baik bagi siswa mupun bagi guru.
c.       Adanya keterlibatan siswa dalam memilih dan menyediakan sumber bahan pembelajaran.
d.      Adanya keterlibatan siswa dalam pengadaan media pembelajaran yang akan digunakan sebagai alat bantu belajar.
e.       Adanya kesadaran dan keinginan belajar yang tinggi serta motivasi untuk melakukan kegiatan belajar.

2)      Pada tingkat proses, kadar CBSA ditandai dengan:
a.       Adanya keterlibatan siswa secara fisik, mental, emosional, intelektual, dan personal dalam proses belajar.
b.      Adanya berbagai keaktifan siswa mengenal, memahami, menganalisis, berbuat, memutuskan, dan berbagai kegiatan belajar lainnya yang mengandung unsur kemandirian yang cukup tinggi.
c.       Keterlibatan secara aktif oleh siswa dalam menciptakan suasana belajar yang serasi, selaras dan seimbang dalam proses belajar dan pembelajaran.
d.      Keterlibatan siswa menunjang upaya guru menciptakan lingkungan belajar untuk memperoleh pengalaman belajar serta turut membantu mengorganisasikan lingkungan belajar itu, baik secara individual maupun secara kelompok.
e.       Keterlibatan siswa dalam meneari imformasi dari berbagai sumber yang berdaya guna dan tepat guna bagi mereka sesuai dengan rencana kegiatan belajar yang telah mereka rumuskan sendiri.
f.       Keterlibatan siswa dalam mengajukan prakarsa, memberikan jawaban atas penanyaan guru, mengajukan penanyaan/ masalah dam berupaya menjawabnya sendiri, menilai jawaban dari rekannya, dan memecahkan masalah yang timbul selama berlangsungnya proses belajar mengajar tersebut.

3)      Pada tingkat produk, kadar CBSA ditandai oleh:
a.       Ketertibatan siswa dalam menilai diri sendiri, menilai teman sekelas.
b.      Keterlibatan siswa secara mandiri mengerjakan tugas menjawab tes dan mengisi instrumen penilaian lainnya yang diajukan oleh guru.
c.       Keterlibatan siswa menyusun laporan baik tertulis maupun lisan yang berkenaan dengan hasil belajar.
d.      Keterlibatan siswa dalam menilai produk-produk kerja sebagal hasil belajar dan pembelajaran.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat ditentukan derajat kadar CBSA dalam suatu proses belajar mengajar, dan bila mungkin di klasifikasikan menjadi: kadar tinggi, kadar sedang, dan kadar rendah. Kendatipun tampak, bahwa keaktifan guru sangat menonjol, namun tidak berarti keaktifan guru di abaikan. Tanpa upaya dan pengaruh serta arahan guru sebagai fasilitator dan pengorganisasian belajar, maka kadar CBSA yang diinginkan tak mungkin tercapai. Guru tetap bertanggungjawab menciptakan lingkungan belajar yang mampu mengundang / menantang siswa untuk belajar.
5.1.4 Rambu-Rambu Penyelenggaraan CBSA
Pembelajaran berdasarkan CBSA menuntut kondisi-kondisi tertentu untuk menjamin kadar CBSA yang tinggi guna mencapai tujuan pembelajaran atau hasil belajar siswa pada tingkat optimal. Penyelenggaraan pembelajaran CBSA tersebut ditandai oleh indikator-indikator sebagai berikut:
1)      Derajat partisipasi dan responsif siswa yang tinggi. Para siswa berperan serta secara aktif dan bersikap responsif dalam proses pembelajaran. Siswa tidak tinggal diam hanya menunggu stimuli yang disampaikan oleh guru, melainkan berperan aktif menentukan stimuli misalnya merumuskan suatu masalah dan mencari jawahan serdiri (responsif) atas masalah tersebut. Pada waktu guru menyajikan suatu topik, siswa aktif-responsif mempertanyakan materi yang terkandung didalamnya. Kedua contoh tersebut sebagai landa, bahwa siswa berperan serta dalam proses pembelajaran.
2)      Keterlibatan siswa dalam pelaksanaan pembuatan tugas. Pada dasarnya sejak disusunnya perencanaan tugas-tugas, para siswa telah dapat diaktifkan peran sertanya. Siswa dapat mengajukan usul dan minat tugas yang diinginkannya dengan asumsi bahwa tugas tersebut sesuai dengan kemampuannya. Pada waktu pembuatan tugas, siswa melaksanakan kegiatan kelompok atau dengan belajar mandiri. Pada waktu penilaian tugas (hasil pekerjaannya), siswa hendaknya aktif menilai tugas-tugas temannya dan hasil kerjanya sendiri dalam bentuk menilai dirinya sendiri (self evaluation). Hal ini menunjukan, bahwa tersedia berbagai kemungkinan dimana siswa dapat berperan aktif dalam pelaksarman tugas-tugas yang dikondisikan dalam pembelajaran.
3)      Peningkatan kadar CBSA dalam proses pembelajaran juga ditentukan oleh faktor guru. Guru hendaknya menyadari tujuan-tujuan belajar yang ingin dicapai, baik dalam arti efek instruksional maupun efek pengiring, dan dalam pada itu memiliki wawasan dan penguasaan yang memadai tentang bermacam-macam stategi belajar mengajar yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan belajar. Sudah barang tentu penguasaan teknik yang mantap juga merupakan persyaratan sebelum seorang guru bisa secara Kreatif merancang dan menginformasikan program belajar mengajar (T.R aka Joni, 1985, h. 18),
4)      Pendekatan CBSA pada dasarnya dapat diterapkan sentua strategi dan metode mengajar, walaupun kadaannya berbeda- beda. Penggunaan metode mengajar, secara berpariasi dapat memberikan peluang penerapan CBSA dengan kadar yang tinggi. Namun demikian, pemilihan metode tersebut tetap harus ditandasi oleh tujuan yang hendak dicapai, bahan pelajaran yang hendak dipelajari, kondisi subjek belajar itu sendiri (motivasi, pengalaman awal, kondisi kesehatan, keadaan mental, dan lain-lain), serta penguasaan guru terhadap metode tersebut. Dengan demikian, keaktivan siswa belajar tetap terarah, terbimbing, dan diharapkan mencapai hasil secara optimal.
5)      Penyediaan media dan peralatan serta berbagai fasilitas belajar tetap diperlukan, agar tercipta lingkungan belajar yang menantang dan merangsang serta meningkatkan kegiatan belajar siswa. Pengetahuan dan keterampilan dalam bidang kemediaan dan teknologi hardware sangat diisyaratkan. Media dan alat merupakan alat bantu bagi siswa kendatipun mereka diminta untuk memilih dan  menggunakannya sendiri sesuai dengan aktivitas belajarnya.
6)      Keaktifan belajar berdasarkan CBSA tidak jarang menimbulkan kesulitan balajar pada siswa, misalnya teknik-teknik belajar, memilih bahan, menilai hasil kegiatan, tim masalah-masalah lain. Itu sebabnya, bimbingan dan pembelajaran remedial pada waktu tertentu diperlukan untuk membantu siswa bersangkutan, sehingga kecepatan belajar dan penyelesaian tugas-tugas tetap terus berlangsung menyertai rekan-rekannya yang tidak mendapat kesulitan.
7)      Kondisi lingkungan kelas/sekolah turut berpengaruh terhadap pelaksanaan pembelajaran berdasarkan CBSA. Pengaturan, dan pembinaan lingkungan ini perlu mendapat dari pihak guru melalui kerja sama dengan guru-guru lainnya serta para siswa sendiri. Termasuk dalam lingkungan kelas juga suasana. disiplin kelas yang baik.

5.2 PENERAPAN CBSA
Pendekatan CBSA dapat diterapkan dalam pembelajaran dalam bentuk dan teknik:

Pemanfaatan waktu luang

            Pemanfaatan waktu luang di rumah oleh siswa memungkinkan dilakukanya kegiatan belajar aktif, dengan cara menyusun rencana belajar, memilah bahan untuk dipelajari, dan menilai penguasaan bahan sendiri. Jika pemanfaman waktu tersebut dilakukan secara saksama dan berkesinambungan akan memberikan manfaat yang baik dalam menunjang keberhasilan belajar di sekolah.

Pembelajaran Individual

Pembelajaran individual adalah pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik perbedaan individu tiap siswa, seperti: minat abilitet, bakat, kecerdasan, dan sebagainya. Guru dapat mempersiapkan / merencanakan tugas-tugas belajar bagi para siswa, sedang pilihan dilakukan oleh siswa masing-masing, dan selanjutnya tiap siswa aktif belajar secara perseorangan. Teknik lain, kegiatan belajar dilakukan dalam bentuk kelompok, yang terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan, minat bakat yang sama.

Belajar kelompok

Belajar kelompok memiliki kadar CBSA yang cukup tinggi. teknik pelaksanaannya dapat dalam bentuk kerja kelompok, diskusi kelompok, diskusi kelas, diskusi terbimbing, dan diskusi ceramah. Dalam situasi belajar kelompok, masing-msing anggota dapat mengajukan gagasan, pendapat, pertanyaan, jawaban, keritik dan sebagainya. Siswa aktif berpartisipasi, berelasi dan berinteraksi satu dengan yang lainya.

Bertanya jawab

Kegiatan tanya jawab antara guru dan siswa, antara siswa dengan siswa, dan antara kelompok siswa dengan kelompok lainnya memberikan peluang cukup banyak bagi setiap siswa belajar aktif. Kadar CBSA-nya akan lebih besar jika pertanyaan-pertanyaan timbul dan diajukan oleh pihak siswa dan dijawab oleh siswa lainnya. Guru bertindak sebagai pengatur lalulintas atau distributor, dan dianggap perlu guru melakukan koreksi dan perbaikan terhadap pertanyaan dan jawaban-jawaban tersebut.

Belajar Inquiry/discovery (belajar mandiri)
            Dalam strategi belajar ini siswa melakukan proses mental intelektual dalann upaya memecahkan masalah. Dia sendiri merumuskan suatu masalah, mengumpulkan data, menguji  hipotesis, dan menarik kesimpulan serta mengaplikasikan hasil belajarnya. Dalam konteks ini, keaktifan siswa belajar memang lebih menonjol, sedangkan kegiatan guru hanya mengarah membimbing, memberikan fasilitas yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan inquirynya. Strategi dan kemampun inquiry ini, akan diuraikan lebih lanjut dalam pembahasan mengenai keterampilan proses sebagai bagian dari CBSA.

Pengajaran unit        

Strategi pengajaran ini berpusat pada suatu masalah atau suatu proyek. Pada tahap-tahap kegiatan belajar ditempuh tahap-tahap kegiatan utama, yakni: tahap pendahuluan dimana siswa melakukan orientasi dan perencanaan awal; tahap pengembangan dimana siswa melakukan kegiatan mencari sendin informasi selanjumya menggunakan informasi itu dalam kegiatan praktik, tahap kegiatan kulminasi, dimana siswa mengalami kegiatan penilaian, pembuatan laporan dan tiddak lanjut.
Berdasarkan beberapa contoh strategi pembelajaran tersebut di atas, maka semakin jelas tentang bagai mana penerapan pendekatan CBSA tersebut dalam proses pembelajaran. kendatipun dengan kadar yang berbeda-beda.

5.3  PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SEBAGAI BAGIAN DARI CBSA
5.3.1        Rasional keterampilan proses dalam pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu proses interaksi (hubungan timbal balik) antara guru dengan siswa. Dalam proses tersebut memberikan bimbingan dan menyediakan berbagai kesempatan yang dapat mendorong siswa belajar dan untuk memperoleh pengalaman sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tercapainya  tujuan pembelajaran ditandai oleh tingkat penguasaan kemampuan dan pembentukan kepribadian.
Proses pembelajaran melibatkan terbagi kegiatan dan tindakan yang perlu dilakukan oleh siswa untuk memperoleh basil belajar yang baik. Kesempatan untuk melakukan kegiatan dan perolehan hasil belajar ditentukan oleh pendekatan yang digunakan oleh guru-siswa dalam proses pembelajaran tersebut.
Suatu prinsip untuk memilih pendekatan pembelajaran ialah belajar melalui proses mengalami secara langsung untuk memperoleh basil belajar yang bermakna. Proses tersebut dilaksanakan melalui interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Dalam proses im siswa bermotivasi dan sering melakukan kegiatan belajar yang menarik dan bermakna bagi dirinya. Ini berarti, peranan pendekatan belajar mengajar sangat penting dalam kaitannya dengan keberhasilan belajar.
Dalam kurikulum telah ditegaskan, bahwa penerapan pendekatan dalam proses belajar mengajar diarahkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan dasar dalam diri siswa supaya mampu menemukan dan mengelola perolehannya. Pendekatan mi disebut "pendekatan proses". Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan ini mengacu kepada siswa agar belajar berorientasi pada belajar bagaimana belajar (Depdikbud, 1980).

5.3.2 Pengertian keterampilan proses dan kaitannya dengan CBSA
Pendekatan dalam keterampilan proses ialah pendekatan pembelajaran yang bertujuan mengembangkan sejumiah kemampuan fisik dan mental sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi pada diri siswa. Kemampuan-kemampun fisik dan mental tersebut pada dasarnya leiah dimiliki oleh siswa meskipun masih sederhana dan perlu dirangsang agar. Menunjukkan jati dirinya. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses perolehan, anak akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Keterampilan-keterampilan itu sendiri menjadi roda penggerak dan penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta pertumbuhan dan pengembangan sikap dan nilai. Seluruh gerak atau tindakan dalan proses belajar mengajar akan menciptakan kondisi cara belajar siswa aktif (Conny Se a 1990).
Pengertian tersebut menunjukkan, bahwa dengan keterampilan proses siswa berupaya menemukan mengembangkan konsep dalam materi ajaran. Konsep-konsep yang telah dikembangkan int berguna untuk menunjang pengembangan kemampuan selanjutnya. Interaksi antara kemampuan dan konsep melalui proses balajar mengajar selanjutnya mengembangkan sikap dan nilai pada diri siswa misalnya kreativitas, kritis, ketelitian, dan kemampu memecahkan masalah.
Pendapat yang senada diungkapkan oleh Gagne yang merumuskan pengertian keterampilan proses dalam bidang ilmu pengetahuan alam (sains): pengetahuan tentang konsep-konsep dari prinsip-prinsip yang dapat diperoleh siswa bila dia memilhi kemampum-kemampuan dasar tertentu, yaitu keterampilan proses sains yang dibutuhkan untuk menggunakan sains. Keterampilan-keterampilan dalam bidang sains itu meliputi: mengamati. menggolongkan, berkomunikasi, mengukur, mengenal dengan menggunakan hubungan ruang/waktu, menarik kesimpulan menyusun definisi operasional, mengendalikan variabel. menafsirkan data, dan bereksperimen.
Berdasarkan konsep pemikiran di atas maka pendekatan keterampilan proses diartikan sebagai pendekatan dalam perencanaan pembelajaran yang menitikberatkan pada aktivitas dan kreativitas. siswa untuk mengembangkan kemampuan fisik dan mental yang sudah dimiliki ketingkat yang lebih tinggi dalam memproses perolehan belajamya. Hal ini menunjukkan, babwa ketempilan proses erat kaitannya dengan CBSA.
5.3.3    Kemampuan keterampilan dasar yang perlu dilatih dalam keterampilan proses
Keterampilan proses sebagai suatu pendekatan proses pembelajaran mengarah pada pengembangan kennampman fisik dan mental yang mendasar sebagai pendorong untuk mengembangkan kemampman yang lebih tinggi pada diri siswa.
Ada tujuh jenis kemampuan yang hendak dikembangkan melalui proses pembelajuan berdasarkan pendekatan keterampilan proses, yakni:
1)      Mengamati ; Siswa harus mampu menggunakan alat-alat inderanya : melihat, mendengar, meraba, mencium dan merasa. Dengan kemampuan ini, dia dapat mengumpulkan data / informasi yang relevan dengan kepentingan belajarnya.
2)      Menggolongkan / mengklasifikasikan ; Siswa harus terampil mengenal perbedaan dan persaman atas hasil pengamatannya terhadap suatu objek, serta mengadakan klasifikasi berdasarkan ciri khusus, tujuan, atau kepentingan tertentu. Pembuatan klasifikasi memerlukan kecermatan dalam melakukan pengamatan.
3)      Menafsirkan (meginterpretasikan) ; Siswa harus memiliki keterampilan menafsirkan fakta, data, informasi, atau peristiwa. Keterampilan ini diperlukan untuk melakukan percobaan atau penelitian sederhana.
4)      Meramalkan ; Siswa harus memiliki keterampilan menghubungkan data, fakta, dan informasi. Siswa dituntut terampil mengantisipasi dan meramalkan kegiatan atau peristiwa yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang.
5)      Menerapkem; siswa harus mampu menerapkan konsep yang telah dipelajari dan dikuasai ke dalam situasi dan pengalaman baru. Keterampilan ini digunakan untuk menjelaskan tentang apa yang akan terjadi dan dialami oleh siswa dalam proses belajarnya.
6)      Merencanakan penelitian; siswa harus mampu menentukan masalah dan variabel-vatiabel yang akan diteliti, tujuan, dan ruang lingkup penelitian. Dia harus menentukan langkah-langkah kerja pengumpulan dan pengolahan data serta prosedur melakukan penelitian.
7)      Mengkomunikasikan; Siswa harus mampu menyusun dan menyampaikan laporan secara sistimatis dan menyampaikan perolehannya, baik proses maupun hasil belajarnya kepada siswa lain dan peminat lainnya.

5.3.4 Penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran
Siswa bentuk penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran adalah pemecahan masalah atau inquiry (penemuan).
1)      Pengertian pemecahan masalah
Masalah pads. hakekatnya merupakan bagian dalam kehidupan manusia. Tiap orang tidak pernah luput dari masalah, baik yang bersifat sederhana maupun yang sulit. Masalah yang sederhana dapat dijawab melalui proses berpikir yang sederhana, sedangkan masalah yang rumit memerlukan langkah-langkah pemecahan yang rumit pula. Masalah pada hakekatnya adalah mengundang jawaban. Suatu pertanyaan mempunyai peluang tertentu untuk dijawab dengan tepat, bila pertanyaan iu dirumuskan dengan baik dan sistematis. lni berarti, pemecahan suatu masalah menuntut kemampuan tertentu pada diri individu yang hendak memecahkan masalah tersebut.
Pemecahan masalah adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu nasalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Proses penecahan masalah memberikan kesempatan peserta didik berperan aktif dalam mempelajari, mencari dan menemukan sendiri informasil data untuk diolah menjadi konsep, prinsip, read, atau kesimpulan. Dengan kata lain, pemecahan masalah menuntut kemampuan memproses infomasi untuk membuat keputusan tertentu.
Kemampuan memecahkan masalah harus ditunjang oleh kemampuan penalaran, yakni kemampuan melihat hubungan sebab akibat. Kemampuan penalaran memerlukam upaya peningkatan kemampuan dalam mengamati, bertanya, berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Pemikiran terarah pada hal-hal yang bertalian dengan upaya mencari jawaban terhadap persoalan yang dibadapi. Upaya ini memerlukan berpikir kneatif dan kemampuan menjajaki bidang-bidang baru serta menghasilkan temuan-temuan baru.
Para peserta didik harus dilatih tentang tata cara memecahkan masalah dengan mengembangkan kemampun berpikir yang terarah untuk menghasilkan gagasan mengenai berbagai kemungkinan memecahkan masalah, dalam kaitannya dengan upaya mencapai tujuan.

2)      Langkah-langkah pemecahan masalah
Dalam proses pembelajaran, di samping perlunya penalaran yang baik, tetapi juga penting menguasai lingkungan langkah-langkah memecahkan masalah secara tepat.
Langkah-lmgkah tersebut pada umumnya terdiri dari
1.       Siswa menghadapi masalah, artinya dia menyadari adanya suatu masalah tertentu;
2.       Siswa merumuskan masalah, artinya menjabarkan masalah dengan jelas dan spesifikasi;
3.       Siswa merumuskan hipotesis, artinya merumuskan kemungkinan-kemungkinan jawaban atas masalah tersebut, yang masih perlu diuji kebenarannya;
4.       Siswa mengumpulkan dan mengolah data / informasi dengan teknik dan prosedur tertentu;





BAB V1
KONSEP DASAR EVALUASI BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN

6.1. PENGERTIAN KEDUDUKAN DAN SYARAT-SYARAT UMUM EVALUASI
Mengapa evaluasi hasil belajar pembelajaran perlu dilakukan? Karena dengan evaluasilah, akan diketahui apakah proses belajar mengajar, dimana pembelajaran dan guru berinteraksi, telah mencapai sasaran yang dikehendaki ataukah belum. Secara rinci, alasan-alasan bagi perlunya evaluasi pembelajar adalah sebagai berikut:
1.      Kemampuan mengajar guru akan diketahui, setelah diadakan evaluasi.
2.      Taraf penguasa pembelajaran terhadap materi pelajaran yang diberikan akan diketahui setelah diadakan evaluasi.
3.      Letak kesulitan pembelajar akan diketahui setelah diadakan evaluasi.
4.      Tingkat kesukaran dan kemudahan bahan pelajaran yang diberikan pembalajar akan diketahui setelah diadakan evaluasi.
5.      Termanfaatkan didalmya sarana dan fasilitas pendidikan akan diketahui setelah adanya evaluasi.
6.      Remidi-remidi spa saja yang dapat diberikan kepada pembelajaran yang mengalami kesulitan juga. akan diketalmi setelah melihat hasil
7.      Tujuan tujuan pengajaran yang telah dirumuskan akan diketabui seberapa tingkat pencapaiannya setelah diadakan evaluasi.
8.      Pembelajar dapat dikelompokkan kedalam kelompok mana juga akan diketahui setelah evaluasi.
9.      Pembelajar maua yang perlu mendapatkan prioritas dalam bimbingan penyuluhan, dan mana yang tidak menjadi prioritas akan diketahui setelah evaluasi.
Jelaslah bahwa evaIuasi sangat penting dilakukan guna memberikan pelayanan sebaik mungkin, dari lebih jauh sangat penting bagi pencapaian tujuan pendidikan.
6.1.1 Pengertian evaluasi
Kata evaluasi merupakan pengindonesiaan dari kata evaluation dalam bahasa inggris, yang lazim diartikan dengan penaksiran atau penilaian. Kata kerjanya adalah evaluate yang berarti menaksir atau menilai. Sedangkan orang yang menilai atau menaksir disebut sebagai evaluator (Echols, 1975).
Secara harfiah kata evaluasi berasal dan bahasa Inggris Evaluation; dalam bahasa Arab: al-taqdir; dalam bahasa Indonesia berarti: pnilaian. Akar katanya adalah value; dalam Babasa Arab ; al-qimah; dalam bahasa Indonesia berarti; nilai. Dengan demikian secara harfiah, evaluasi pendidikan (educationnal evaluation = al-Taqdir al-Tarbawiy) dapat diartikan sebagai penilaian-penilaian dalam (bidang) pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan.
Adapun dui segi istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Edwind Wandt dam Gerald W. Brown (1977): Evaluation refer to act or process to determining the value of some thing. Menurut definisi int, maka istilah evaluasi itu menunjuk kepada atau mengandung pengertian: suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Apabila definisi evaluasi yang dikemukakan oleh Edwin Wandt dan geral W Brown itu untuk memberikan definisi tentang evaluasi pendidikan, maka evaluasi pendidikan itu dapat diberi pengertian sebagai; suatu tindakan atau kegiatan (yang dilaksanakan dengan maksud) atau suatia proses (yang berlangsung dalam rangka) menetukan nulai dari segala sesuatu dalam dunia pendidikan (yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan, atau yang terjadi di lapangan pendidikan). Atau singkatnya: Evaluasi pendidikan adalah kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya.
Mengingat sangat luasnya pembicaraan tentang penilaian pendidikan, maka dalam buku ini, pembicaraan hanya akan dibatasi pada penilaian atau evaluasi yang dilaksanakan di sekolah. Berbkara tentang pengertian evaluasi pendidikan, di tanah air kita, lembaga administrasi negara mengemukakan batasan mengenai Evaluasi Pendidikan sebagai berikut:
1)      Proses/kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibanding tujuan yang telah ditentukan;
2)      Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feed back) bagi penyempurnaan pendidikan
Secara teminologis, evaluasi dikemukak oleh para ahli sebagai berikut:
1.      Grounlund (1976) mengartikan evaluasi sebagai berikut:
.... a systematk process of determining the extent to whkh instructional objectives are achieved by pupil.
2.      Nurkancana (1983) menyatakan bahwa evaluasi dilakukan berkenaan dengan proses kegiatan untuk menentukan nilai sesuatu.
3.      Raka Joni (1975) mengartikan evaluasi sebagai berikut: 'suatu proses dimana kita mempertimbangkan sesuatu barang atau gejala dengan mempertimbangkan patokan-patokan tertentu, patokan-patokan mana mengandung pengertian baik tidak baik, memadai tidak memadai, memenuhi syarat tidak memenuhi symat dengan perkataan lain kita menggunakan Value Judgement.
Berdasarkan pengertian pengertian diatas, sangatlah jelas bahwa evaluasi adalah suatu proses menentukan nilai seseorang dengan menentukan patokan-patokan tertentu untuk mencapai suatu Tujuan. Evaluasi hasil belajar pembelajaran adalah suatu proses menentukan nilai prestasi belajar pembelajar dengan menentukan patokan patokan tertentu guna mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan sebelumnya.

6.1.2 Perbedaan Pengukuran dan Penilaian
Sebelum dilakukan evaluasi terkhir dahulu dilakukan pengukuran.Secara etimologis, pengukuran merupakan terjemahan darl measurement (Echols,1975). Secara terminologis, pengukuran diartikan sebagai suatu usaha untuk mengetalmi sesuatu sebagaimana adanya. Oleh karena sesuatu yang diukur itu bermaksud diketahui secara apa adanya, maka dalam pengukuran sedikitpun penafsiran mengenai sesuatu. Sebagaimana adanya mengandung sesuatu pengertian bahwa sesuatu yang diukur tidak holeh dibandingkan dengan sesuatu yang lainnya.
Jika pengertian evaluasi dan pengukuran tersebut ditarik ke setting belajar dan pembelajaran, maka dapat dikemukakan pengertian sebagai berikut:
1.      Pengukuran adalah suatu upaya atau aktivitas yang dimaksudkan untuk mengetahui belajar pembelajaran sebagaimana adanya, meliputi: hasil belajar pembelajaran. proses belajar pembelajaran, mereka yang terlibat dalam belajar pembelajaran (pembelajar dan guru).
2. Penilaian atau evaluasi adalah suatu aktivitas yang bermaksud menentukan nilai belajar pembelajaran (baik belumnya/tidaknya, berhasil belumnya/tidaknya, memadai belum/tidaknya, belajar pembelajaran, yang meliputi hasil belajar, proses belajar dan mereka yang terlibat dalam belajar pembelajaran ).
Oleh karena pengukuran adalah salah satu kegiatan yang berada dalam evaluasi, maka orang yang mengevaluasi sebenamya juga melakukan aktivitas pengukuran. Evaluasi pendidikan. dengan demikian juga mencakup penguluaran pendidikan. Evaluasi belajar pembelajaran juga mencakup pengukuran belajar dan pembelajaran.

6.1.3 Pengertian Evaluasi Dalam Proses Pendidikan
Berbkara tentang pengertian istilah evaluasi pendidikan ditanah air kita, Lembaga Administrasi Negara mengemukakan batasan mengenai evaluasi pendidikan sebagai berikut: Evaluasi pendidikan adalah:
1.      Proses atau kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan
2.      Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feed back) bagi penyempurnaan pendidikan
Bertitik tolak dari uraian diatas, maka apabila defenisi tentang evaluasi pendidikan itu dituangkan dalm bentuk bagan berikut.
Bagan tersebut memperlihatkan kepada kita bahwa dalam proses penilaian dilakukan pembandingan antara informasi- infomasi yang telah berhasil dihimpun dengan kriteria tertentu, untuk kemudian diambil keputusan atau dirumuskan kebijaksanaan tertentu. Kriteria atau tolak ukur yang dipegangi tidak lain adalah tujuan yang sudah ditentikan terlebih dahulu sebelum kegiatan pendidikan itu dilaksanakan..

BAGAN TENTANG EVALUASI PENDIDIKAN



 





6.2 KEDUDUKAN EVALUASI DALAM PROSES PENDIDIKAN
Kedudukan evaluasi dalam belajar dari pembelajaran sungguh sangat penting, dan bahkan dapat dipandang sebagai bagian yang tak terpisalikan dengan keseluruhan proses belajar dan pembelajaran. Penting karena dengan evaluasi atom diketahui apakah belajar dan pembelajaran tersebut telah mencapai tujuuan ataukah belum. Dengan evaluasi juga akan diketahui faktor-faktor apa saja yang menjadikan penyebab belajar dan pembelajaran tersebut berhasil dart faktor-faktor apa saja yang menjadikan penyebab belajar dan pembelajaran tidak atau belum berhasil. Tidak hanya itu, dengan evaluasi juga diketahui dimanakah letak kegagalan dan kesuksesan belajar dan pembelajaran. Padahal dikehuinya hal tersebut, akan dapat dijadikan sebagai titik tolak dalam mengadakan perbaikan belajar duo pembelajaran.
Evaluasi juga punya kedudukan yang tak terpisahkan dari belajar dan pembelajaran secara keseluruhan, karena strategi belajar dan pembelajaran, proses belajar dan pembelajaran menempatkan evaluasi sebagai salah satu langkahnya. Hampir semua ahli prosedur sistem instruksional menempatkan evaluasi ini sebagai langkah-langkahnya. Perhatikan pula langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli berikut, pasti kita akan tahu betapa tidak dapat terpisahkan evaluasi tersebut dengan keseluruhan proses belajar dan pembelajaran.
1.      Mentout Kauffman, langkah-langkah yang harus ditempuh dalitm belajar pembelajaran adalah dengan menggunakan model pemecahan masalah sebagai berikut:
a.       Identifikasi masalah.
b.      Menentukan syarat-syarat dan altematif pemecahan masalah
c.       Memilih strategi pemecahan masalah.
d.      Melaksanakan pemecahan msalah.
e.       Menentukan keefektifan hasil
f.       Mengadakan revisi atas keseluruhan langkah a sampai dengan Imgkah c.
Jelaslah bahwa langkah c (menentukan keefektifan hasil) pada dasarnya tidak berbeda dengan evaluasi itu sendiri. Dan dari langkah menentukan keefektifan basil tersebut baru dapat dilakukan revisi atas keseluruhan langkah sebelumnya.
2.      Menurut Glaser, proses belajar pembelajaran haruslah menempuh prosedur-prosedur sebagai berikut :
a.       Merumuskan teori pembelajaran (instuksional objectives) b. Memutuskan situasi permulaan siswa
b.      Menentukan prosedur pembelajaran.
c.       Penilaian terhadap perfomansi
d.      Umpan balik.
Jelaslah bahwa evaluasi (sebagaimana pada langgkah d) sangat diperlukan dan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam proses belajar pembelajaran. Hal serupa dapat juga dibaca pada prosedur belajar pembelajaran yang dikemukakan para ahli berikut.
3.      Menurut Kemp
a.       topcs and general purposes.
b.      student characteristks
c.       learning objectives
d.      Subject content.
e.       Pre test
f.       Teaching/ leaming activities and resources
g.      Evaluation.
4.      Menumt Gelder
a.       Merumuskan tujuan instruksional.
b.      Analisis situasi.
c.       Menentukan aktivitas guru, aktivitas pembelajar, mata pembelajaran dan alat bantu pembelajaran.
d.      Evaluasi
5.      Menurut model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem lnstruksional):
a.       Merumuskan tujuan
b.      Mengembangkan alat evaluasi
c.       Merumuskan kegiatan belajar pembelajaran
d.      Mengembangkan program kegiatan
e.       Pelaksanaan kegiatan belajar pembelajaran.



No comments:

Post a Comment

Semangat Kolaborasi Riset Membangun IKN Berbudaya: Desa Telemow Bersiap Menjadi Laboratorium Hidup Kearifan Lokal

  Penajam Paser Utara, 16 September 2024 – Gemuruh semangat pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara di Kalimantan Timur bergema hingga ke pel...