Saturday, December 2, 2017

RANGKUMAN LINTASAN PERKEMBANGAN DAN SUMBANGAN MUHAMMADIYAH




BAGIAN  I
SEKILAS TENTANG MUHAMMADIYAH
Muhammadiyah merupakan organisasi  Islam  yang  telah dikenal, jauh sebelum Indonesia merdeka. Ketika belanda masih menjajah , seluruh rakyat Indonesia sangat menderita. Semua harus patuh dan tunduk pada peraturan dan undang-undang, yang tujuannya mensejahterakan dan memperkaya belanda, sementara kaum peribumi semakin melarat. Kesengsaraan telah merata diseluruh tanah air. Norma agama telah porak-poranda akibat pengaruh belanda tampak telah mewarnai  kehidupan pada saat ini.
Keinginan belanda berkuasa semakin menjadi-jadi, bukan saja ingin menguasai tanah air Indonesia, melainkan juga ingin menguasai hati dan jiwa seluruh bangsa Indonesia. Mereka yang belajar di sekolah Belanda tidak diajari ilmu agama Islam, mekipun mereka beragama Islam. Tradisinya pun mengikuti tradisi Kristen yang menjadi missinya. Seperti kebiasaan berpesta-pora, berdansa, mabuk-mabukan diperkenalkan, dan bagi mereka yang mengikutinnya mendapat pujian.
Keterbelakangan sebagian besar rakyat Indonesia dalam hal beragama tampak semakin parah. Animisme dan Dinamisme telah terng-terangan dilakukan dimana-mana.
MUHAMMADIYAH DIDIRIKAN
Akibat penjajahan belanda yang berkepanjangan mengakibatkan kebodohan dan keterbelakangan melanda seluruh kepulauan Indonesia yang dikenal kaya dengan hasi bumi. Belanda telah berhasil mengacak-acak bangsa Indonesia.
Seperti di Yogyakarta Tekanan-tekanan belanda telah merusak jiwa dan moral bangsa Indonesia, pada saat itu agama Islam sudah tercampur baur dengan teradisi yang berasal dari macam-macam agama.
Melihat kondisi tersebut,KH. Ahmad Dahlan seorang ulama dari kaum, di Yogyakarta-bangkit dan mengajak masyarakat yogyakarta untuk segera keluar dari perangkap kebodohan itu.
Pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriah yang bertepatan pada tanggal 8 November 1912 Miladiah : didirikan suatu wadah perjuangan yang dikenal dengan nama Muhammadiyah , suatu wadah perjuangan yang bertujuan untuk membimbing umat Islam kepada Agama Islam yang murni yang telah dikotori dan untuk mempertahankan tanah air.
Dari awal pergerakan ini Muhammadiyah  telah menetapkan dakwahna kepada dua sasaran yakni untuk perorangan dan Masyarakat. Dan senantiasa dengan berorientasi kepada amar ma’ruf nahi mungkar dalam rangkaian mencapai suatu cita-cita mulia agar terwujudnya masyarakat utama adil dan makmur yang diridhoi oleh ALLAH SWT.
inilah motovasi KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammdiyah yang kemudian diperjuangkannya, diwariskan dari generasi ke generasi, sampai kepada kita saat ini sebagai penerus risalah Nabi Muhammad SAW dan wajib kita teruskan menjaga ajarannya serta menyampaikan kemuhammaannya kepada seluruh ummat manusia.
Usaha-Usaha Perbaikan Pemahaman Terhadap Ajaran Islam Di Sulawesi Selatan
Beradab-adab sebelum datangnnya Agama Islam kesulawesi selatan, penduduknya telah mengenal dan menata kehidupannya dengan ajaran-ajaran Animism, Dinamisme, dan  kepercayaan Sawerigading. Ajaran dari kepercayaan itu membudayakan turun temurun ,sebab diperkirakan sudah ada  sejak abad 17 Masehi. Oleh karena itu, sekalipun para ulama dan muballigh telah menyebarkan Agama Islam di Sulawesi Selatan dengan segala kesungguhan dan berbagai pendekatan yang bijaksana namun masih banyak penduduk melakukan kebiasan dan kepercayaan lama mereka. Hal ini para ulama mebutuhkan kesabaran dan tekad kuat untuk terus menerus mendakwahi mereka. Agar hidayah Allah sampai kepada mereka.
Permulaan abad ke-20, beberapa ulama dari Sulawesi selatan yang menunaikan haji di tanah suci mekkah dan memperdalam pengetahuannya . sehingga kembali di kampong halamannya, mereka mengamalkan ilmunya , mengadakan pengajian, membimbing masyarakat agar memahami dan mau mengamalkan ajaran agama Islam yang telah diakuinya.
Para ulama melakukan pengajian pada awalnya ditempat kediamannya masing-masing, setelah meningkat  didirikanlah  surau atau masjid, atas usaha ulama dan gotong royong dari pengikut  pengajian dan masyarakat di sekitarnya,terkadang ada pula yang sewaktu-waktu menghadiri,penggembira atau dalam bahasa daerah Makassar dinamakan assema.
Dalam memperdalam ilmu pengetahuan dan agamanya di Mekkah selama bertahun-tahun, para ulama memilih pendapat dan aliran pemikiran  menurut Imam Muhammad Idris As-Syafi’I yang waktu itu menjadi panutan di Hijaz, khususnya di Mekkah al-Mukarramah .
Para pengikut pengajian yang sudah mahir dan mempunyai pemahaman yang memadai tentang islam , selanjutnya memberi pengajian didaerah masing-masing. Demikianlah seterusnya para mujahid  tersebut mengikuti pendalaman terhadap ajaran Agama Islam, seraya membiasakan diri bersilaturahim  dan rnenziarahi orang-orag didaerah untuk dibimbing dalam pengenalan Agama Islam. Para kader ulama atau murid pengajian itu pada umumnya dipercaya oleh masyarakat menjadi imam, Khatib bahkan menjadi penghulu (qadli). Hal ini menyebabkan islam cepat tersebar luas.
Gema dari kebangkitan umat Islam di Hijaz,  Mesir, India, Pakistan dan lainnya pun cukup berpengaruh terhadap ulama-ulama itu. Dalam sekala Nasional, terbentuknya organisasi umat Islam jam’iyatul khan di Jakarta pada tahun 1912, perkumpulan Al-Irsyad tahun 1914, kesemuannya itu bagaikan mata rantai yang semakin mempersubur tumbuhnya kesadaran akan perlunya upaya-upaya menanamkan pemahaman terhadap ajaran dan tuntunan Islam lebih teratur dari apa yang telah dapat diusahakan.
Pada dasawarsa ke-20 itu pula, usaha-usaha pendidikan sebagai upaya menyadarkan  umat Islam di Sulawesi Selatan mengalami peningkatan, dalam bentuk perubahan sistem dan sarananya. Dibeberapa tempat didirikan saran pendidikan dalam bentuk madrasah secara klassikal, menggunakan sarana yang sama dengan sarana pada sekolah-sekolah pemerintah.
Lahirnya Organisasi “Asshirathal Mustaqiem”
Terbentuknya organisasi  Jam’iyatul khair di Jakarta tahun 1905, sebagai organisasi untuk menghimpun dan meningkatkan kesadaran umat Islam telah memberi pengaruh kepada pemuka-pemuka islam di tempat lain, termasuk di kota Makassar pada waktu itu. Pengurus dan anggota-anggota jamaah masjid di kampong Butung tercatat sebagai pelopor dari terbentuknya satu organisasi umat Islam yang dinamakannya As-Shirathal Mustaqiem nama yang diambil dari kalimat Al-Qur’an pada surah Al-fatihah yang artinya jalan lurus.  Kurang dari 40 anggota jamaah masjid kampong butung itu menjadi anggota pertama, dengan pengurus yang terdiri dari Haji Abdul razak sebagai Voorzitter (ketua).






BAGIAN II
LAHIRNYA MUHAMMADIYAH DI KOTA MAKASSAR
1.   Beralihnya  As-Shirathal Mustaqiem menjadi Muhammadiyah
Sekitar tahun 1922, seorang pedagang batik keturunan Arab berasal dari Sunenep (Madura) bernama Mansyur Yamani, ia anggot persyarikatan Muhammadiyah cabang Surabaya, yang waktu itu di pimpin oleh Kyai Haji Mas Mansyur. Dalam usaha mencari relasi dalam dagangannya, beliau bergaul dengan baik dan menjalin hubungan dengan pemuka-pemuka As-Shirathal Mustaqiem yang juga pada umumnya pedagang Wiraswasta.
Setelah kurang lebih 3 tahunan keakraban hubungan sebagai relasiusaha dagang dan sebagai kawan sefahamdalam mengembangkan agama Islam, akhirnya diadakan rapat oleh As-Shirathal Mustaqiem di rumah Haji Muhammad Yusuf Daeng Mattiro. Yang berlokasikan di daerah pelabuhan Makassar, disepakati mejadi putusan mendirikan organisasi Muhammadiyah di kota Makassar  dengan mengalihkan perkumpulan As-Shirathal Mustaqiem menjadi Muhammadiyah groep (ranting) Makassar.
Rapat pertama itupun memutuskan mengutus Mansyur Yamani ke Yogyakarta untuk melaporkan terbentuknya Muhammadiyah di kota Makassar.
Salah satu kegiatan Muhammadiyah groep Makassar memperkenalkan diri kepada rakyat Makassar dengan mengadakan “openbarevargadering” atau “rapat umum terbuka ” , dengan pembicara Muhammad Yunus Anis (utusan Hoofd-bestuur Muhammadiyah) yang diselenggarakan di jalan Bandastraat(yang termasuk dilingkungan kampong Butung)
Pada mulannya anggota teras Ash-Shirathal Mustaqiem mencatat diri menjadi anggota Muhammadiyah Groep Makassar, namun sebagian anggota Muhammadiyah yang berasal dari Ash-Shirathal Mustaqiem masih gemar mendatangi selamatan keduri tersebut . orang yang sering menghadiri selamatan keduri itu menyatakan diri untuk keluar dari Muhammadiyah dan kembali ke Ash-Shirathal Mustaqiem dipimpin Haji Abdul Razak dan  Haji Muhammad Qasim dan anggota lainnya. Mereka tersisa 17 orang dan dipindahan ke kampong pisang.
2.  Muhammadiyah Makassar 5 Tahun Pertama
Sekitar akhir tahun 1926, beberapa bulan sekembalinya H.M Yunus Anis dari kota Makassar, Muhammadiyah Groep Makassar ditingkatkan menjadi Muhammadiyah Canbang Makassar dengan ketua K.H Abdullah .
Mulai Berkantor
Setelah Muhammadiyah mendapatkan perhatian yang semakin besar dari masyarakat,maka pengurus merasa perlu melaksanakan petaan organisasi. Salah satu wujud tersebut maka para pengurus mengusahakan ruang perkantoran yang sekaligus dapat dijadikan tempat pertemuan.
Sebuah bangunan yang berukuran 50 x 8 meter dijalan Bandastraatmilik Daeng Tawiro, itulah kemudian dipilih sebagai kantor sementara untuk mulai segala aktivitas Muhammadiyah. Aktivitas  itu terus menerus berkembang, sehingga memungkinkan Muhammadiyah mulai melaksanakan pendidikan yang bertepatan dibelakang gudang trsbt.  Maka berdirilah sekolah Muhammadiyah.
Mengadakan Tabligh (dakwah)
Anggota Muhammadiyah Cabang Makassar waktu itu terpencar-pencar tempat tinggalnya. Mereka berinisiatif mengadakan penerangan-penerangan  yang diistilahkan waktu itu dengan “tabligh”. Silih berganti tabligh itu diadakan di rumah-rumah.
Tabligh yang diadakan itu pun tidak luput dari gangguan dan sabotase, bahkan rintangan dan tantangan. Seperti, orang yang beranggapan bahwa Muhammadiyah adalah perkumpulan yang merusak dan merubah-ubah agama Islam, menuduh juga  merubah adat istiadat, dan lain sebagainya.
3.  Aisyiyah Cabang Makassar Didirikan
Tahun 1927, setahun setelah didirikan Muhammadiyah di Makassar, ditengah-tengah rintangan yang dihadapinya,Muhammadiyah semakin menampakkan kegiatannya. Bulan juli 1972, Anggota Muhammadiyah dikalangan wanita membentuk Aisyiyah Cabang Makassar yang diketuai Hajjah Daeng Rainpu.
Kehadiran Aisyiyah waktu itu dengan pakaian khasnya yakni kudung lilit yang menutup kepala sampai kedada, sehinggah mereka diisukan meubah adat. Pengurus Aisyiyah tersebut adalah buta aksara, maka merekapun aktif menikuti kursus yang dinamakan ” sekolah menyesal” .
4.  Organisasi Kepanduan Hizbul Wathan (HW) Didirikan
Dalam pengurusan Muhammadiyah Cabang Makassar, ada bagian urusan pemuda. Urusan pemuda itu menanganai 4 macam usaha yaitu :
Ø  Urusan Kepanduan Hizbul  Wathan
Ø  Urusan PS.HW
Ø  Urusan Musik
Ø  Urusan Pandu Laut
Keempat ini berusaha membentuk kesebelasan persatuan SP-HW. Kesebelasan ini sangat besar perannya dalam pengembangan persyarikatan Muhammadiyah.
                  Pada tahun 1929, Hizbul Wathan dari daerah mengikuti latihan di Yogyakarta yaitu Muhammad Arafah (Sengkang) dan Abdul Kadir (Makassar). Sekembalinya pelatihan tersebut , dibentuklah pengurus Hizbul Wathan dengan tugas membentuk dan membina Hizbul Wathan se-Sulawesi Selatan.
Mendirikan Masjid Ta’mir
 Masjid di kampong Butung yang didirikan oleh Haji Muhammad Tahrir dan menjadi tempat orang-orang Muhammadiyah bershalat Jum’at dipandang tidak memadai lagi, terutama karena di masjid tersebut masih ada orang yang melakukan bid’ah dan Khurafat. Hal itu tak mengherankan karena masjid itu adalah masjid umum. Maka timbullah keinginan untuk membangun masjid lain.
                  Seorang anggota Muhammadiyah yang tinggal di kampong pisang yang bernama Kamaluddin mewakafkan sebdang tanahnya  di lorong Bandastraat untuk dibanguni Masjid. Dan didukung oleh PSII( Partai Syariat Islam Indonesia) dan tokoh Ash-Shirathal Mustaqiem.
                  Pada tahun 1927, masjid yang dirancangpun telah didirikan dengan nama Ta’mir dengan Imam dan khatibnya K.H Abdullah.
                  Setelah beberapa bulan berjalan, terdapat masyarakat yang membawa sesajen ke masjid dan menyuruh pengurus masjid membawa do’a penolak bala(pengirimak kearwah-arwah yang telah meniggal). Namun dengan kejadian itu, Masjid Ta’mir berturut-turut tiga jum’at kosong dari jamaah mereka melaksanakan sholat jum’at kejalan ponegoro (jalan Muhammadiyah yang diberi tabir karoro). Namun Sehingga hal itu, Pengurus Masjid yang berasal dari organisasi lain mengusahakan agar K.H Abdullah menyatakan kesediaannya dengan syarat pengurus sepenuhnya diatur menrut cara dan faham Muhammadiyah, hal itupun diterimadalam perjanjian diatas kertas bersegel Materai kemudian ditandatangani dengan semua pihak.
Mendirikan Tempat-Tempat Pendidikan
                  Pada tahun 1929, Muhammadiyah cabang Makassar berusaha mendirikan dua sekolah: yaitu, sekolah setingkat dengan SD dengan nama ( HIS Metode Al-Qur’an) dan Munir School setingkat dengan Ibtidaiyah.
                  Kedua sekolah tersebut diatur pengelollannya menurut cara pengelolaan sekolah-sekolah pemerintahan pada waktu itu.
                  Penugurus Aisyiyah Cabang Makassar dengan bekerjasama dengan Muhammadiyah cabang Makassar mengadakan sekolah yang dinamakan menyesal sekolah/Sekolah menyesal yakni kursus buta aksara yang pengikut adalah pengurusnya dan anggota Aisyiyah.
                  Pada tahun 1934, tabligh school yang baru berlangsung dua tahun kini nama itu dirobah menjadi Madrasah Muallimin Muhammadiyah cabang Makassar .
Mengusahakan Pemeliharaan Anak Yatim Piatu
Pada tahun 1929, Muhammadiyah Cabang Makassar menambah upayanya dengan mengusahakan Pemeliharaan anak yatim piatu. Berhubungan belum memiliki gedung maka anak yatim piatu itu diasuh di rumah Tuan Salamung.
                    Dalam berusaha mencari lokasi untuk dibanguni tempat penampungan yatim piatu, secara kebetulan seorang pedagang mie dari jawa yang mempunyai tanah di jalan Diponegoroweg.  Di atas tanah tersebut dibangun rumah penampungan yatim piatu dan diberi nama “ Rumah Anak Yaitu Muhammadiyah” dan perkembangan selanjutnya panti itu diubah dengan nama Panti Asuhan Bahagia dengan pengolahannya diserakan pada Muhammadiyah Cabang Aisyiyah Makassar.
5.  Perkembangan Muhammadiyah di Kota Makassar
Anggota Muhammadiyah Cabang Makassar sampai beberapa tahun sesudah terbentuknya , tersebar kebeberapa daerah dala kota.
Pada tahun 1928, telah terbentuk empat groep Muhammadiyah di dalam kota Makassar, diantaranya: Muhammadiyah Groep Kampung Bontoala, Groep Kampung Pisang, Groep Mariso, dan Groep Lariangbangi.
                     Keempat Groep tersebut secara bergiliran mengadakan tabligh/pengajian, mendirikan sekolah dan usaha-usaha lain.
6.  Sistem Administrasi dan Pembinaan
Dalam organisasi Muhammadiyah sejak semula digunakan sistem sentralisasi(pemusatan) dalam hal penerimaan anggota dan pemberian kartu tanda anggota hanya oleh pimpinan Muhammadiyah di Yogyakarta.
                     Seorang yang inin menjadi anggota Muhammadiyah atua Aisyiyah, lebih dahulu mencatat diri pada groep/ranting dimana dia berdomisili dan Cabang ditempatnya dengan mengisi formulir dari pusat.
                     Dalam organisasi ini telah dituntuk kewajiban membina diri dibidang ibadah dan akhlaq dengan cara agama Islam menurut faham Muhammadiyah.
                     Muhammadiyah akan mengambil kartu anggota dan mengeluarkan dari Muhammadiyah apabila telah melakukan Pelanggaran yang dinyatakan dalam ketentuan organisasi.
7.  Ketabahahan Menghadapi Reaksi dan Rintangan
                     Dimana ada aksi, disitu ada reaksi merupakan sunnatullah mewarnai perjalanan hidup manusia sepanjang masa.
                     Kehadiran Muhammadiyah, Aisyiyah dan juga kemudian Pemuda Muhammadiyah dengan amalan dan cita-cita yang diperjuangkan , tidak diterima oleh semua orang dengan gembira.
                     Dimana Muhammadiyah yang mengumpulan zakat dari anggota-anggota kemudian dibagikan kepada fakir miskin dan anak yatim, mendapatkan pula reaksi sengit dari imam-imam kampong.
                     Hal itu semua dihadapi muhammadiyah dan Aisyiyah dengan ketabahan dan kesabaran dan semangat beramal yang tinggi.

BAGIAN III
PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH DI DAERAH SULAWESI SELATAN DAN SEKITARNYA
1.  PERAN PEDAGANG DALAM PENYEBARAN MUHAMMADIYAH
Pengurus Muhammadiyah Cabang Makassar pertama tahun 1926 itu adalah pedagang., kecuali seorang dari padannya adalah Daeng Minggu yang bekerja sebagai mandor kepala di pelabuhan Makassar. Mereka ada yang berdagang kain dan yang terbanyak adalah pedagang hasil bumi, istilah populer saat itu adalah producten handelaar.
Hubungan  dagang yang di jalani dengan baik digunakan untuk menyampaikan cita-cita dan perjuangan Muhammadiyah.
Muhammadiyah cabang Makassar sebagai cabang yang pertama-tama disulawesi selatan diberi wewenang oleh Hoofd-bestuur Muhammadiyah menyebarkan dan mengembangkan Muhammdiyah  ke seluruh Sulawesi bahkan juga ke daerah-daerah sekitarnya.
Para pedagang dari daerah-daerah itu menyempatkan diri mengikuti pengajian dan tabligh baik yang diadakan di rumah K.H Abdullah atau di masjid Ta’mir yang diisi secara bergiliran oleh pengurus teras Muhammadiyah cabang Makassar,terutama K.H Abdullah dan ansyur Yamani yang membawakan materi keorganisasian.
2.MUHAMMADIYAH TERBENTUK DI DAERAH-DAERAH
A.  Muhammadiyah di Rappang, Pinrang, Pare-pare dan Majenne
Pada tahun 1928, Haji Zaini sekeluarga mendirikan Muhammadiyah Groep Rappang. Haji Zaini adalah pedagang yang terkenal di Rappang,mepunyai  hubungan dagang sampai ke singapura.beliau dikenal sebagai seorang dermawan yang Ulet dalam segala usahannya.Istri Haji Zaini juga berjasa mendirikan Aisyiyah di rappang, dengan bantuan putera-puterinnaya dan putera-puteri Haji Ismail Ambo Mariam.
            Kegiatan awal yang dilakukan setelah terbentuknya adalah mengadakan pengajian-pengajian. Kemudian mendirikan sekolah ibtidaiyah serta tsanawiyah. mereka mendatangkan beberapa guru-guru untuk mengajar dan  membina sekolah itu.
Untuk membiyai pendidikan tersebut termasuk nafkah guru-guru , Haji Zaini menyisihkan tanah dan sawahnnya dan 12 petak rumah sewannya. Hasil dari sawahnya , demikian juga hasil rumah sewahnya diserahkan kepada Muhammadiyah.
            Pada tahun 1929, pengurus Muhammadiyah yang telah ditingkatkan dari groep menjadi cabang yakni melalui hubungan dagang dan kekeluargaan, sehingga merekapun berhasil mendirikan Muhammadiyah di Pare-pare, dibawah pimpinan Haji Bakoko (seorang pedagang dikota itu).
Pada tahun 1929 juga, pengurus Muhammadiyah cabang Rappang berhasil mendirikan Muhammadiyah Groep Majene (Mandar) dibawah pimpinan Haji Abdul Rahim dan Haji Harun, keduannya adalah ulama  didaerah Mandar tersebut.
            Pada tahun 1930, pengurus Muhammadiyah cabang Rappang mendirikan Muhammadiyah groep Pinrangdibawah pimpinan Ambo Saleng dan Wak Daude.
            Pada tahun  itu,usaha selanjutnya ialah mendirikan Muhammadiyah groep JampuE dibawah pimpinan Haji Haruna (seorang Hartawan dan bangsawan di daerah pesisir Zelfbestuur Sawitto).
Walhasil dari kota Rappang, Haji Zaini dan pembantu-pembantunya dalam pengurusan cabang berupaya tanpa henti menyebarkan Muhammadiyah di daerah-daerah sekitarnya walaupun hanya dengan berjalan kaki dan terkadang dengan naik kuda karena alat-alat perhubungan waktu itu masih sulit.
B.  Muhammadiyah di Sengkang clan Soppeng
Salah seorang pedagang relasi Mansyur Yamani ialah S.Ahmad Balahmar dari Sengkang. Beliaupun antusias dan Akhirnnya menjadi anggota Muhammadiyah di Kota Makassar. Sekembalinya di Sengkang, beliau berusaha mengadakan pertemuan dengan 12 anggota keluargannya dan sahabat karibnya. Para perserta yng mengikutipun terbuka hatinya untuk mengikuti dan disepakati mendirikan Muhammadiyah di Sengkang.
            Pada tanggal 14 juli 1928, S.Ahmad Balahmar disekitar 4 orang pengurus Muhammadiyah yakni, K.H Abdullah, Raden Himam, H.Nurdin Daeng Gassing dan Sangadi Kosumo. Rapat pembentukan Muhammadiyah groep Sengkang pada saat itu dilakukan pada hari Ahad, 15 juli 1928 yang menduduki sebagai ketua adalah Haji Andi Mori.
            Setelah melakukan pembentukan pembentukan Muhammadiyah groep Sengkang, usaha pertama mereka lakukan adalah melakukan pengajian (tabligh).
Pada tahun 1928 (memasuki semester dua), kegiatan lainnya diusahakan ialah membentuk kepanduan  Hizbul Wathan dengan kepeloporan M.Arafah. walaupun berbagai rintangan yang dihadapi namun  mereka terus menerus berjuang, seperti (mengumpulkan zakat fitrah dari 446 orang yang kemudian dibagikan pada 47 orang fakir miskin) dan lain sebagainya upaya yang dilakukan.
            Pada tanggal 15 Agustus 1930, Muhammadiyah groep Sengkang ditingkatkan statusnya menjadi Cabang Muhammadiyah Sengkang. Untuk peresmian sebagai Cabang tersebut Hoofdbestuur Muhammadiyah mengutus Haji Wazimuri dan Hoofdbestuur Aisyiyah diwakili oleh Sitti Hayyinah.
            Pada tahun 29 Nopember 1930 Muhammadiyah Cabang Sengkang melengkapi barisannya dengan mendirikan Aisyiyah dengan pengurus-pengurus baru diantarannya ( Andi Tjoma, Sitti Hadijah, Aisyah DLL).
            Kehadiran Aisyiyah pun menghadapi tantangan dan perguncingan yang tidak kurang sengitnya. Anggota pengurus Aisyiyah keluar rumah mendirikan Rapat-rapat dan pengajian. Wajo terkenal dengan adatnya yang keras dimana kaumwanita waktu itu masi dalam pemjagaan ketat dengan pemingitan, maka tidak heran bila tudingan bahwa Muhammadiyah-Aisyiyah merusak adat dengan kegiatan wanita-wanitanya.          
            Pada tahun 1929, Muhamadiyah cabang sengkangbmembentuk Cabang Sengkang mendirikan satu groep Belawa.groep ini dengan giatnya mengadakan pengajian dan mendirikan masjid dan sekolah.
            Pada tahun 1348, Hijriyah yang bertepatan pada bulan Februari 1930, Muhammadiyah Cabang sengkang mengadakan shalat Tarawih sendiri dengan peserta hannya 15 orang setiap malam. Niat mengadakan shalat iedul fitri dilapangan terbuka pun timbul, Sekalipun mendapatkan reaksi keras dari pemerintah dan adat Wajo,akan tetapi dapat juga berlangsung.
            Pada tahun 1930, muhammadiyah cabang Sengkang melangkah keluar daerah zelfbestuur wajo, dengan mendirikan Muhammadiyah groep batu-batu, desa yang terletak disebelah utara zelfbestuur Soppeng. pengembangan organisasi diusahakan terus menerus. Dengan mengadakan pengajian dan mendirikan tempat pendidikan.
C.  Muhammadiyah Di Daerah Pangkajene, Maros dan Barru
Tahun 1928, Haji Andi Sewang Daeng Muntu mendirikan Muhammadiyah Groep Labbakkang. Berkat usaha beliau Muhammadiyah yang didirikannya  dan amal-amal usahanya  berkembang dengan baik.
Tahun 1929, didirikan pula Muhammadiyah groep Pangkajene. 
Di daerah Maros telah ada beberapa orang yang mengikuti pengajian dikota Makassar sehingga pada tahun 1929 juga didirikan Muhammadiyah groep Maros, groep ini menyebarkan Muhammadiyah sampai ke Daerah Camba.
Pada tahun 1930, didirikan Muhammadiyah groep kampong Baru dan groep Takkalasi, Muhammadiyah Groep Tenete dan kemudian Groep Ele dan Groep Ralla, semuanya si Swapraja (kabupaten Barru). Meskipun anggotanya pada saat itu masih minim namun merekapun mengadakan pengajian dan mendirikan Musholah.
D. Muhammadiyah di Daerah Gowa dan Takalar
Tahun 1929-1930 adalah tahun-tahun berdirinya Muhammadiyah daerah Zelftbestuur (swapraja) Gowa dan onderafdeling Takalar.
            Pada tahun 1930, telah berdiri Muhammadiyah  dikampung asal masing-masing, diantaranya :
o   Groep Limbung, groep Barembeng-Bontonompo, groep Bontorita di daerah Galesong, groep sepanjang, groep Salaka, Groep Tombolo –Pao
Groep ini sama dengan groep-groep lainnya, mengadakan  tabligh (pengajian) dan lain sebagainya.
3.MUHAMMADIYAH DI DAERAH BANTAENG, BULUKUMBA. SINJAI, SELAYAR DAN JENEPONTO
a. Muhammadiyah Di Daerah Bantaeng
Daerah Bantaeng, Bulukumba, Sinjai dan Selayar adalah wilayah pemerintahan afdehng Bantaeng yang beribukota Bantaeng.
            Pedagang-pedagang di Bantaeng yang menjadi anggota tersiar dari Muhammadiyah Cabang Makassar berusaha mendirikan Muhammadiyah didaerah itu, pada tahun 1927.
            Pada tahun 1931 telah didirikan Aisyiyah Groep Bantaeng dan didirikan Hizbul Wathan (HW) .
            Pada tahun 1938, Muhammadiyah Groep Bantaeng ditingkatkan menjadi cabang. Pada tahun 1939, usaha dibidang pendidikan di tingkatkan dengan mengadakan madrasah Wustha Mu’allimin  dan Neutrale Hollandsche school (NHS).
Setelah menjadikan cabang Muhammadiyah cabang Bantaeng mendirikan groep Muhammadiyah di pasorongi dan Batulabbu pada tahun yang sama.
b.  Muhammadiyah di daerah Bulukumba
Kajang adalah satu kecamatan yang terletak di bagian timur oderafdeling Bulukumba, menerima kehadiran Muhammadiyah pada tahun 1928. Usaha yang dilakukan ialah membangun mushollah dan mendirikan sarana pendidikan islam (sekolah ibtidaiyah)
Pada tahun 1930, pemuka-pemuka Islam di ponre (nama kampung di kota Bulukumba) mendirikan satu organisasi Islam dengan nama  SADAR, ketuanya bernama Muhammad Nur. Organisasi ini pada umumnya melakukan kegiatan kursus pemberantas buta huruf dan membuka taman bacaan.
Pada tahun 1931, Atas kesepakatan dan pengurus anggota SADAR, organisasi inipun dialihkan menjadi organisasi Muhammadiyah. Sehingga Muhammadiyah groep ponre pada bulan februari 1932 diresmikan. Bersamaan dengan hal itu diresmikan juga Aisyiyah, Hizbul Wathan groep ponre dan pengurus pemuda Muhammadiyah groep Ponre (Gantarang).
Dengan terlibatnya kaum bangsawan , pemuka-pemuka agama dan pimpinan-pimpinan masyarakat mempelopori Muhammadiyah di daerah Bulukumba, maka  Muhammmadiyah berkembang dengan pesat. Walaupun berbagai rintangan , akan tetapi semuanya  dapat teratasi dengan baik.
Pada tahun 1932, Muhammadiyah groep Ponre mendirikan mushollah dan sekolah, di samping menggiatkan tabligh keliling kampung. Akhirya pada tahun 1933, berturut-turut terbentuk Muhammadiyah Groep Bulukumba kota, groep Barabba, groep kampong Baru dan groep Bantosunggu.
c.  Muhammadiyah di Daerah Sinjai
Pada tahun 1928, Muhammadiyah groep sinjai dapat didirikan atas kepeloporan Ahmad Marzuki bersama Muhammad Sanusi, Andi Bintang Dan La Bunna. Pada tahun itu juga Muhammadiyah Groep sinjai mendirikan kepanduan Hizbul Wathan groep Balangnipa-Sinjai .
Pada tahun 1930, Muhammadiyah groep Balangnipa-Sinjai  membentuk pula Aisyiyah groep Balangnipa-Sinjai.
Pengajian dan Tabligh adalah amal usaha yang digiatkan pada awal berdirinya . kemudian mendirikan sekolah ibtidaiyah ditahun 1930 dan madrasah Mu’allimin pada tahun 1933 yang dibina oleh Abdul Rasyid Fagih.
d. Muhammadiyah di Pulau Selayar
Di kota Makassar banyak yang berperan dalam menyebarkan faham dan cita-cita Muhammadiyah , terutama di kalangan  familinya di pulau Selayar.
Pada tahun 1930, Muhammadiyah Groep Bantaeng melakukan dalam bentuk pengajian keliling. Sehingga pada tahun 1930 dan 1931 telah dapat mengembangkan Muhammadiyah dan diusul untuk mendirikan Aisyiyah, yaitu : Muhammadiyah groep buki, Polebungi, Onto Sapo, Bontobangun, Odaiya dan Laiyolo
e.    Muhammadiyah di Daerah Jeneponto
Muhammadiyah jeneponto pada mulanya  banyak memperoleh pembinaan dari Muhammadiyah Bantaeng.
Sejak tahun 1929, Sinowa Daeng Lalang seorang tokoh masyarakat jeneponto dan menjadikan anggota tersiar dari Muhammadiyah groep Makassar telah giat memberikan penjelasan-penjelasan tentang Muhammadiyah kepada keluarga dan sahabatnya. Pada tahun 1933, Muhammadiyah Groep Jeneponto pun diresmikan. Dan pada tahun yang sama juga terbentuk Muhammadiyah Groep Tamanroya, groep Arungkeke, disusul pula groep poko’bulo dan groep Tanetea. Perkembangan Muhammadiyah groep Jeneponto dikenal juga dengan sebutan daerah Turatea berjalan dengan lancar.

f.   Muhammadiyah Di Luwu dan Tana Toraja
Dengan berbagai usaha, berdirilah Muhammadiyah groep palopo pada tahun 1928(37). Muhammadiyah groep palopo melengkapi barisannya dengan mendirikan Aisyiyah groep palopo pada tahun yang sama. Dua tahun kemudian (1930) didirikan pula Nasyiyatul Aisyiyah dengan pimpinan Sitti Zaimah.
Usaha yang dilakukannya, mengadakan pengajian setiap malam jum’at, mendirikan sekolah, bergotong royong dimana setiap anggota Muhammadiyah dan Aisyiyah menyumbang sekurang-kurangnya satu lembar seng dan setiap pemuda Muhammadiyah termasuk calon murid diminya menyumbang lima buah batu-bata.
Pada tahun 1929 atau setahun setelah kehadirannya di daerah luwu, Muhammadiyah groep palopo ditingkatkan menjadi Muhammadiyah Cabang Palopo. Atas upaya para pengurus Cabang, akhirnya terbentuknya groep-groep Muhammadiyah diantaranya : Muhammadiyah groep Cappasolo (groep ini terkenal kuat dibidang keuangan), groep Malili, groep Kolaka, groep Larompong dan groep Masamba.
Pada tahun 1930, Muhammadiyah cabang Palopo telah dapat membuka sekolah dengan menggunakan gedung yang dibangun secara Gotong royong.
Pada tahun 1931, terbentuk pula Pemuda Muhammadiyah Cabang Palopo.
g.  Muhammadiyah di Enrekang
Penduduk Enrekang biasa disebut “Orang Duri” dan merupakan penganut agama yang kuat.
Pada tahun 1933, Muhammadiyah menancapkan kakinya di daerah yang sebahagian besar daerahnya adalah pegunungan dengan status sebagai groep di bawah pembinaan Muhammadiyah Cabang Rappang. Kehadiran dan terbentuknya Muhammadiyah groep Enrekang adalah atas kepeloporan dan kepemimpinan 3 orang pedagang dan hartawan Masserempulu. Haji Ismail Ambo Sakki adalah penghulu Enrekang, setelah beliau masuk menjadi pengurus Muhammadiyah di Enrekang beliau dipecat dari jabatannya sebagai penghulu, beliaupun menerimannya dengan lapang dada dan sekaligus bangga.
Pada tahun  1934, pengurus Muhammadiyah Enrekang berhasil mendirikan Muhammadiyah groep Bantu Lamba, kemudian menusul dibentuk groep kalosi pada tahun1935.
4.  BEBERAPA PERISTIWA PENTING MUHAMMADIYAH DI SULAWESI SELATAN PADA LIMA TAHUN PERTAMA
Dalam menupayakan usaha-usaha menuju cita-cita dan mengembangkan faham Muhammadiyah cukup banyak menemui rintangan dan ujian. Mereka melangkah terus dengan niat yang suci dan ikhlas dengan pasrah mengharapkan ridho Allah. Semboyangnya adalah “bahwa kita tidak mencari musuh, tetapi bila musuh tak dapat di elakkan, jalan surut apalagi menyerah tidak akan ditempuh”.
a. Sholat Idul Fithri di Lapangan Terbuka di Sengkang
        Pada bulan Ramadhan 1348 Hijriyah atau Tahun 1930 Miladiah, K.H.Abdullah dan rombongannya melakukan perjalanan keliling (tourne) mengunjungi groep-groep Muhammadiyah di daerah-daerah. Jadwal yang diatur dengan upaya berada di Sengkang pada hari Iedul Fithri.
        Sholat Iedul fithri tersebut menjadi pembicaraan masyarakat dan mendapatkan sorotan,kecaman dan protes dari pihak-pihak yang tidak menyetujuinya. Masyarakat menyampaikan protes kepada pemerintah Hadat dan Controleur van Wajo K.H Abdullah yang menjadi khatib dan pemimpin sholat Ied  tersebut sebagai pendatang yang menimbulkan kekacauan. K.H Abdullah pun akhirnya dipanggil dan berurusan dengan pemerintah setempat untuk diproses vebaal dan dilakukan penahanan sehari semalam, beliau merasa puas karena keinginan yang juga menjadi putusan bersama yang dipelopori Muhammadiyah Cabang Sengkang untul shoalt iedul Fithri dilapangan.
b.  Peristiwa Tabligh Umum Bulukumba clan Persidangan di pengadialan
Pada tabligh umum yang pertama kalinya diadakan oleh Muhammadiyah groep Ponre-Bululkumba telah terjadi peristiwa (insiden) yang menggemparkan. Pertengkaran tidak dapat dihindari bahkan berlanjut menjadi perkelahian, dan Controleur Van Kaster (yang mengacaukan tabligh ) kena pukulan Muhammad Daeng Marala (dari Makassar, yang meminta meneruskan tabligh/pidatonya).
Peristiwa tabligh di Ponre itu menyebabkan Muhammad Daeng Marala diajukan ke pengadialan dengan tuduhan menghina dan melawan pemerintah. Pengurus konsulat Muhammadiyah Sulawesi Selatan mendatangkan  Mr.Soenaryo dari Yogyakarta menjadi pembela dalam perkara tersebut. Dengan mengemukakan bahwa tuduhan terhadap Muhammad Daeng Marala yang menghina dan melawan pemerintah sama sekali tidak beralasan, beliau hanya memukulnya karena telah mengacaukan tabligh Muhammadiyah.    dan Van Kaster dating bukan sebagai Controleur tetapi hanya semata-mata karena peribadi. Tuduhan Van Kaster tersebut ditolak oleh pengadilan Bulukumba, namun Muhammad Daeng Marala yang memukulnya ditahan selama satu bulan, namun dia merasa puasa karena telah memberikan pemembelaan kepada Muhammadiyah.
c.  Melayani Tantangan Berdebat Secara Terbuka di Muka Umum
K.H Muhammad Ramli, penghulu kerajaan Luwu/Palopo , seorang ulama terkenal dan diakui keulamaannya menantang muhammadiyah Cabang Palopo berdebat di muka umum terhadap beberapa masalah pelaksanaan syariat dan ibadah.
Pengurus Muhammadiyah Cabang Palopo melayani tantangan itu.
            K.H Muhammad Ramli tampil didepan umum mengemukakan dalil-dalil yang dipeganginya terhadap masalah yang diperdebatkan dan selanjutnya dengan penuh percaya diri, La Tang (ketua Muhammadiyah Cabang Palopo) memenuhi permintaan lawan dengan dikemukakan dengan lancar dengan bahasa dan logika yang meyakinkan, dilengkapi dengan menyampaikan ayat-ayat Al-Qur’an secara fasih dan hadist-hadist Rasulullah SAW. Sehingga dengan penilaian keduanya pada umumnya sama-sama benar.
            Perdebatan yang terjadi di Palopo itu , terjadi juga di Jeneponto (perdebatan yang tidak sepaham ) dan di kota Makassar (namun dikota Makassar, terjadi perdebatan yang menampilkan S.S jam’an dan S.Madjidi berhadapan dengan pendeta Kristen. Yang dimenangkan oleh Muhammadiyah.
Sehingga perdebatan tersebut semakin membuka pengertian Masyarakat terhadap Muhammadiyah semakin menaikkan Popularitas.


BAGIAN IV
PERKEMBANGAN PISIK ORGANISASI SAMPAI MASA PENDUDUKAN JEPANG MUKTAMAR MUHAMMADIYAH KE-21  DAN MUSYAWARAH DAERAH YANG DIADAKANNYA

1.   Perkembangan pisik muhammadiyah selama 15 Tahun (1926-1941)
Berkat keikhlasan, dedikasi yang tinggi dan keuletan para pengurus muhammadiyah menjadi factor pengembangan organisasi Muhammadiyah  dan amalan-amalan usaha yang menunjukkan kemajuan selama 15 tahun  sejak awal kehadiran pada tahun1926 di kota Makassar.                                                                                                                        Bulan April 1941, berlangsungnya konperensi Muhammadiyah  SULSEL ke-61 yang telah terbentuk enam cabang dan 81 Groep(Ranting).                                                          Selain ranting-ranting tersebut yang berada di wilayah Sulawesi selatan, Majelis perwakilan Muhammadiyah Sulawesi Selatan juga membina ranting Salabangka di Sulawesi Tengah (senbagai Ranting ke-82).                                                                                       Sebagai bukti ketinggian mutu anggotanya yang memiliki semangat berkorban yang besar serta kecintaan yang dalam pada organisasinya,dapat diukur dengan melihat hasil usaha mereka sbb: pertama, sampai tahun  1932 (6 tahun setelah dibentuk dikota Makassar) Muhammadiyah telah mendirikan 21 buah sekolah. Kedua, sampai dengan tahun 1941, telah mendirikan 56 buah sekolah,madrasah ,41 masjid  dan mushollah yang tersebar di ranting dan cabang-cabang.
Penyelenggaraan Konperensi-Konperensi Daerah Musyawarah Dalam Muhammadiayah
Dua hal penting dalam pengelolahan organisasi Muhammadiyah dan pengelolaan amal-amal usahanya, yaitu:
a.       Tertib administrasi hal ini agar dapat memelihara kepercayaan Masyarakat , khususnya organisasi Muhammadiyah. dan juga agar tidak menimbulkan kesalahn yang menyebabkan finah-fitnah belaka kepada Muhammdiyah.
b.       Pengelolahan Organisasi secara terbuka dengan selalu mengutamakan Musyawarah yang dilandasi oleh persaudaraan Islam (ukhuwwah Islamiyah).


2.  Konperensi Sebelum Perang Pasific
            Ditengah-tengah tantangan dan suka duka dalam perkembangannya, Muhammadiyah melangsungkan konperensi tahunannya. Sejak berdirinya Muhammadiyah di tahun 1926 sampai kedatangan tentara jepang, konperensi telah dilangsungkan di tempat-tempat seperti, tahun 1929 dilangsungkan di Sengkang dan di Makassar, tahun 1929 dilangsungkan di Majene dan di Bantaeng, tahun 1931 dilangsungkan di Labbakkang, tahun 1932 dilangsungkan di Palopo dan di Maros, tahun 1933 dilangsungkan di Rappang, tahun 1934 dilangsungkan di Kajang, tahun 1935 dilangsungkan di Mejene, tahun1936 dilangsungkan di Bulukumba, tahun 1937 dilangsungkan di Makassar, tahun 1938 dilangsungkan di Benteng-Selayar, tahun 1939 dilangsungkan di Palopo, tahun 1940 dilangsungkan di pare-pare dan tahun 1941 dilangsungkan di Sengkang.
3.  Muktamar (Kongres) Muhammadiyah Se-Indonesia ke-21 Di Makassar
Suatu peristiwa organisasi yang sangat bersejarah bagi Muhammadiyah di daerah SULSEL ini adalah Muktamar Muhammadiyah ke-21 di kota Makassar, yang telah berlangsung dengan baik selama 7 hari, yakni dari tanggal 1 sampai 7 mei 1932.
Jenjang kewenangan Muhammadiyah ditetapkan dalam rumus Anggaran dasarnya Bab VI pasal 16 sampai pasal 21. Tentang ketentuan anggaran dasar  tersebut terakhir dirumuskan dalam keputusan muktamar Muhammadiyah ke-39 di Padang pada tahun 1975.
4.   Dimasa Penduduk Jepang
                     Perang dunia kedua telah menimbulkan kesengsaraan dan kesulitan di semua bidang kehidupan. Komunikasi dan hubungan antara satu daerah dengan lainnya terputus. Termasuk teransportasi dan ketakutan melakukan perjalanan kemana-mana.                                                                                                                                               Pemerintah dan tentara jepang pada saat itu melakukan pembentukan (melikwidir) semua kegiatan organisasi rakyat, termasuk membekukan Muhammadiyah Sulawesi Selatan dan memerintahkan untuk menutup semua sekolah-sekolahnya.                                                                                                                 Meski demikian, ada juga amal usaha organisasi yang tetap bertahan seperti sekolah di Bantaeng, Rappang, Sengkang dan Palopo. Namun akhirnya kegiatan mereka juga dihentikan, meski pengajian-pengajian sebagian masih dilanjutkan oleh cabang atau ranting dirumah para pemimpinnya, yang dilakukan secara hati-hati dan rasa kekeluargaan.                                       
Siasat Pemerintah dan Tentara Jepang
                     Untuk memperoleh simpati dari umat Islam yang menjadi penduduk terbesar di daerah ini, pemrintah jepang mendirikan organisasi baru yang diberi nama “jam’iyah Islamiyah” sebagai satu-satu organisasi dalam umat Islam.                                                  Organisasi ini dipimpin oleh Jepang, diketuai oleh seorang perwira bernama Umar Faisal Kobayasi. Untuk memperoleh kepercayaan dari umat islam, beberapa tokoh Islam Sulawesi Selatan ditarik dalam pengurusan Jam’iyah Islamiyah, baik tokoh atau ulama yang berdornisili di kota Makassra maupun yang berada di daerah-daerah.                                                                                                                                                         Usaha lain dari pemerintah Jepang untuk menarik perhatian dan simpati Umat Islam ialah mendirikan sekolah sebagai wadah pendidikan untuk menampung pemuda-pemuda Islam yang sekolahnya telah ditutup. Sekolah yang didirikan itu berada di Makassar yang bernama Kaikyo Gakuin Cutobu, setengkat dengan sekolah menengah Islam. Tamatan dari sekolah tersebut melanjutkan pelajaran ke sekolah Kaikyo Gakuin Kotobu, setingkat sekolah Menengah Islam Atas yang berada dikota Watanpone, karena Makassar selalu jadi sasaran para sekutu. Dan sekolah selanjutya menempati gedung Madrasah Islamiyah Amiriyah yang didirikan oleh Raja Bone( Arungpone) yang dipimpin oleh Sayyid Mahmud Al-Jawwad. Kurang lebih 10 bulan sekolah ini berjalan, akhirnya ditutup karena tentara Jepang telah menyerah pada Sekutu pada bulan Agustus 1945.






BAGIAN V
MUHAMMADIYAH DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN DI SULAWESI SELATAN

1.   Muhammadiyah Kembali Aktif
                  Berita tentang peroklamasi kemerdekaan baru diketahui secara terbatas di daerah Suawesi Selatan sekitar bulan September 1945, yakni setelah Dr.Sam Ratulangi dan Andi Pangeran Petta Rani telah berada didaerah ini sekembalinya menghadiri momentum bersejarah, peroklamasi kemerdekaan tersebut. Beliau langsung berusaha menggunakan segala kesempatan agar berita tentang peroklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dapat tersebar luas. Mendengar hal itu warga Muhammadiyah kembali bersemangat  melanjutkan perjuangannya.
2.     Warga Muhammadiyah dalam Pemberontakan Bersenjata
Pada tanggal 23 September 1945, pasukan sekutu dari tentara Australia ditambah dengan tentara Gurkha (Inggris) mendarat di kota Makassar. Mereka dengan tugas menawan dan melucuti Jepang. Beberapa tentara Belanda ikut membonceng para tentara Australia  (seorang yang berpangkat mayor bernama Wagner ditugaskan menghimpun kembali bekas-bekas tentara KL dan KNIL yang ditawan oleh tentara Jepang, dimana tawanan bekerja paksa untuk dipersenjatai kembali.                
Sampai akhir September 1945, beberapa tempat dan bangunan Vital di kota Makassar  telah diambil alih dan dikuasai oleh pasukan sekutu. Mereka bertingkah dan berlagak hendak diperlakukan sebagai raja oleh orang-orang Indonesia sebagaimana dilakukan sebelum perang.
Memasuki tahun 1946, Belanda mengusahakan memperluas kekuasaanya ke daerah-daerah pedalaman di Sulawesi Selatan. Perlawanan rakyat terhadap terhadap NICA(Belanda) tak dapat dielakkan dan semakin menampakkan bentuknya serta tersebar  diberbagai wilayah. Anggota-anggota Muhammadiyah, terutama yang pernah aktif di kepanduan Hizbul Wathan tampil memegang peran dalam mengorganisasi perlawanan rakyat ini, bersama-sama dari pemuda golongan lain. Sehingga terbentuklah kelasykaran-kelasykaran, baik di kota Makassar maupun di daerah-daerah.
Mengetahui bentuknya kelasykaran rakyat yang menentang kekuasaan yang mulai diusahakan oleh tentara Belanda, maka dengan kekuasaan NICAnya semakin meningkat kegiatannya dan memperalat tentara sekutu mengejar pemuda-pemuda anggota kelasykaran itu dengan menyatakan sebagai pengacau ekstrimist. Aksi-aksi Belanda tersebut dibarengi dengan kegiatan usahanya di bidang politik menghancurkan pengaruh kekuasaan Republik          Indonesia di Sulawesi Selatan.
Letnal Jenderal H..J. Van Mook, mensponsori dan mempelopori konperensi di Malino pada tgl. 15 sampai 25 juni 1946. Pada konperensi Malino inilah Belanda dan orang-orang ‘sefahamnya’ memutuskan meletakkan dasar-dasar pembentukan Negara Indonesia Serikat.
3.  Konperensi Darurat Muhammadiyah Daerah Sulawesi Selatan di Kota Makassar
Keputusan konperensi malino untuk membentuk Negara-negara bagaian dalam ikatan Negara Indonesia Serikat, menyababkan semangat dan aksi-aksi perlawanan rakyat semakin tinggi.
Konsulat Muhammadiyah Sulawesi Selatan mempersatukan pendapat dan sikap menghadapi situasi yang semakin buruk. Dua alasan Muhammadiyah memandang perlu mengadakan pertemuan (konperensi) pada saat itu.
a.       Banyaknya desakan dari daerah-daerah agar Muhammadiyah kompak dan utuh menghadapi keadaan
b.       Sulitnya melakukan hubungan dengan pemimpin Pusat Muhamadiyah di Yogyakarta guna memperoleh petunjuk dan pedoman menghadapi keadaan yang semakin genting
Dalam konperensi Muhammadiyah Cabang Makassar termasuk tampil berbicara Lanto Daeng Pasewang, seorang pejuang republic dan juga pendiri Muhammadiyah di Jeneponto. Suasana rapat di konperensi itu diwarnai oleh semangat  kemerdekaan yang membara, jiwa republiken yang menggelora H.A Sewang Daeng Muntu, saat tampil kemimbar menyatakan bahwa “ Haram bagi orang-orang Muhammadiyah tidak menyetujui perjuangan kemerdekaan Negara kesatuan Republik Indonesia”. Akhirnya konperensi itu memutuskan dan mengambil sikap sbagai berikut :
a.       Muhammadiyah Cabang Makassar mendukung sepenuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia
b.       Memperjuangkan keputusan tersebut agar menjadi putusan konperensi darurat Muhammadiyah Daerah Sulawesi Selatan
Konperensi darurat (istimewah) Muhammadiyah Daerah Sulawesi Selatan yang bersejarah itu dilangsungkan pada bulan juni 1946, bertempat di Muhammadiyah Ranting Mamajang.
                  Konperensi darurat (istimewah) itu berlangsung selama dua hari dengan menetapkan keputusan yang sangat bersejarah dan berbobot, yaitu:
a.       Muhmmadiyah di daerah Sulawesi Selatan berdiri di belakang republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta
b.       Muhammadiyah Sulawesi Selatan tetap di bawah koordinasi pimpinan pusat Muhammadiyah di Yogyakarta
Keputusan konperensi darurat di Mamajang itu merupakan pukulan berat bagi Belanda di dunia Internasional.
4.  Pengorbanan Warga Muhammadiyah Dalam Membela dan Mempertahankan Kemerdekaan Sulawesi Selatan
                  Memasuki semester kedua tahun 1946, perjuangan rakyat Sulawesi Selatan menghadapi colonial semakin meningkat tiap hari dan semakin menjadi bulan-bulanan gempuran pasukan NICA, maka para pejuang menghimpun kekuatan di daerah-daerah. Sejak bulan februari1947, terjadi pertempuran sekitar 57 kali. Dengan kelicikan pasukan NICA, mereka dapat mempengaruhi pasukan sekutu yang terdiri dari tentara Australia dan Gurkha untuk menghadapi lasykar-lasykar pembela kemerdekaan itu.
                  Dalam bulan Desember 1946 merupakan bulan perwujudan kebrutalan dan kebuasan Westerling dan pasukannya. Puluhan ribu nyawa melayang dan ribuan pula rumah penduduk yang musnah dibakar oleh mereka. Aksi biadab  itu dimulai pada tanggal 11 Desember 1946 dengan menembak mati ratusan penduduk di kampong Kalukung dibagian timur kota Makassar dan dilanjutkan aksi serupa terhadap ratusan penduduk di Balangboddong, bagian selatan kota Makassar.
                  Aksi-aksi pembantaian Westerling dengan pasukannya dilanjutkan di daerah-daerah lain seperti di Jeneponta dan Bantaeng, dengan kebuasan yang sama. Tak kalah juga di Bulukumba, koban keganasan Westerling dan pasukannya juga sangat banyak.
                  Jatuhnya korban yang tidak sedikit dalam mempertahankan kemerdekaan, tidaklah menyebabkan lemahnya semangat dan keberanian warga Muhammadiyah terutama pemuda-pemudanya. Tanpa menunggu insturksi secara hirarkis, masin-masing cabang dan ranting  berupaya membenahi kembali roda organisasi dan mengidupkan amal usahanya. Pemuda-pemuda kembali menggerakkan Hizbul Wathan menurut kadar dan sarana-sarana yang ada.                                                                                                            Para pejuang republic ini senantiasa dalam kewaspadaan yang tinggi diwujudkan antara lain dengan menkoordinasikan diri dalam kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS). Warga pdan pemuda Muhammadiyah tampil dalam badan perjuangan ini.


BAGIAN VI
KEMBALI KE PANGKUAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

1.   Muhammadiyah Setelah Terbentuk Partai Masyumi
                  Negara Indonesia Serikat tidak berumur lama. Dengan mosi integral yang dipelopori Muhammad  Natsir diparlemen RIS, mengakhiri eksistensi Negara-negara bagian bentukan Belanda, termasuk Negara Indonesia Timur. Negara kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan kemerdekaannya pada 17 agustus 1945 kembali berdaulat, dan pemimpin pemerintahannya kembali ke Jakarta sebagai Ibukota Negara.
                  Pada tanggal 3 Nopember 1945, pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan maklumat yang isinya memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada rakyat untuk membentuk partai organisasi politik sebagai wadah perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan.
                  17 Nopember 1945 berkumpullah pemimpin-pemimpin  Islam di Yogyakarta yang berasal dari semua golongan dan organisasi umat Islam memusyawaratkan apa wujud usaha bersama  merealisir maksud maklumat pemerinatah tersebut.  Permusyawaratan para pemimpin islam itu menghasilkan ikrar bersama untuk membentuk satu wadah pejuangan umat Islam Indonesia dalam bentuk partai politik yang dinamai “Majelis Syura Muslimah Indonesia” disingkat MASYUMI yang bertujuan menjadikannya wadah bersama dari seluruh umat Islam Indonesia dalam membela dan mempertahankan kemerdekaan, serta berupaya mengisi kemerdekaan itu dalam peri kehidupan yang dituntunkan oleh agama Islam,  agama yang penganutnya terbesar dan terbanyak di Indonesia.
                  Pada akhir tahun 1949, partai islam Masyumi inipun terbentuk di Makassar. Dipenghujung tahun 1949 itu terbentuklah komisariat Sulawesi Selatan dengan Muhammad Noor sebagai ketua dan Abd.Rahman Hilmie sebagai sekertaris.
                  Pada awal tahun 1950 terbentuklah Masyumi cabang Makassar sebagai cabang pertama di Sulawesi Selatan dengan Abul Haji Daeng Mangka dari Muhammadiyah sebagai ketua.
                  Dalam waktu singkat , partai Masyumi telah merata terbentuk diseluruh Sulawesi Selatan. Dan juga selain terserapnya tenaga-tenaga Muhammadiyah ke dalam partai Masyumi, juga diserap di bidang birokrasi  pemerintahan untuk melengkapi personalia, badan-badan, instansi-instansi dan jawatan-jawatan pemerintah dari tingkat pusat kedaerah-daerah.
                  Pada pemilihan umum pertama tahun 1955, itu pula telah menempatkan beberapa pengurus dan penggerak Muhammadiyah, Aisyiyah dan pemuda Muhammadiyah menduduki kursi di lembaga perwakilan Rakyat tingkat kabupaten dan kotapraja, baik anggota DPRD maupun DPD.
2.  Muhammadiyah di Tengah-tengah Kancah Gerakan DI-TII Sulawesi Selatan
                  Sejak tahun 1953, Sulawesi Selatan dan Tenggara dalam suasana tidak aman akibat dari adanya gerakan DI dan TII, sebagian besar pedesaan di pedalaman Sulawesi Selatan dan Tenggara dalam penguasaan mereka.
                  Operasi pemulihan keamanan yang dilakukan oleh alat-alat kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia disatu pihak dan aksi-aksi DI-TII di pihak lainnya membawa daerah-daerah pedesaan itu bergantung yang menguasainya dengan segala akibat yang dialami oleh rakyat itu. Di kala kesatuan-kesatuan TNI berada di daerahnya mereka adalah warga Negara RI, namun di kala DI-TII datang setelah TNI meniggalkan desanya, mereka pun mengikuti DI-TII dengan sagala peraturan-peraturan.
                  Pemuka-pemuka atau pengurus Muhammadiyah dan Aisyiyah yang diculik dikediamannya, bertahun-tahun mereka di tengah-tengah kekuasaan DI-TII. Barulah setelah operasi pemulihan keamanan yang dilakukan oleh TNI secara intensif , mereka dapat dibebaskan.



3.  Masa Penataan Kembali Organisasi dan Amal Usaha
A.   Penyelenggaraan Konperensi-Konperensi Daerah
                  Telah dikemukakan bahwa Muhammadiyah sangat mengutamakan Musyawarah di samping tertib administrasi. Muhammadiyah senantiasa berupaya melaksanakan konperensi-konperensi sesuai dan memenuhi ketentuan anggaran dasar dan rumah tangganya. Selama dasawarsa kelima telah diselenggarakan konperensi daerah,yaitu
Ø  Tahun 1950 diselenggarakan di Bantaeng
Ø  Tahun 1951 diselenggarakan di Makale
Ø  Tahun 1952 diselenggarakan di Pare-Pare
Ø  Tahun 1954 diselenggarakan di Rappang
Ø  Tahun 1959 diselenggarakan di Watangsoppeng
Konperensi daerah di Bantaeng adalah konperensi daerah yang pertama diadakan di alam kemerdekaan.
                  Gangguan keamanan yang memuncak tiga tahun beturut-turut, yakni tahun 1954 sampai 1957 yang tidak memungkinkan penyelenggaraan konperensi apalagi dipedalaman Sulawesi Selatan, maka barulah pada tahun 1958 konperensi daerah itu dapat dilangsungkan di Watangsoppeng.
B.    Membentuk dan Menggiatkan Organisasi Otonom (ORTOM)
                  Partai Masyumi yang dipusatkan oleh penguasa di negeri ini untuk membubarkan diri pada bulan Agustus tahun 1960 dan diiringi dengan penangkapan dan pemenjaraan pemimpin-pemimpinya.
                  masuknya sarjana-sarjana dan pemuda-pemuda berpendidikan dalam kepengurusan Muhammadiyah dan organisasi otonomnya menjadi factor lincahnya gerak organisasi dan berkembangnya amal usaha-amal usahanya.
C.   Perubahan Struktur Organisasi
                                 Pada tahun 1953, pemerintah telah melakukan pemekaran daerah pemerintahan  propinsi kemudian disusul dengan pemekaran daerah pemerintahan kabupaten-kotapraja.
Penyebutan dalam kepengurusan mengalami perubahan  sbb:
a.       Pada tingkat perovinsi daerah tingkat I disebut pimpinan Muhammadiyah Wilayah
b.       Pada tingkat kabupaten daerah tingkat II disebut pimpinan Muhammadiyah Daerah
c.       Pada tingkat cabang disebut pimpinan Muhammadiyah Cabang
d.       Pada tingkat ranting disebut pimpinan Muhammadiyah Ranting
D.   Konperensi Daerah Menjadi  Musyawarah Wilayah
                              Tahun 1960 sampai 1965, telah dilangsungkan konperensi daerah yang kemudian diubah namanya menjadi musyawarah wilayah yaitu: (1961) di Sengkang, (1962) di Bantaeng, (1964) di Pinrang, (1965) di Jeneponto.
4.  Perubahan –perubahan Dalam sikap Beragama
                  Serangkai kata-kata ungkapan yang sering diucap “ Muhammadiyah hanyalah menyampaikan agama Allah dan tuntunan Rasul-Nya menurut apa yang termasuk dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Bila ada orang yang tidak mau menerimanya dewasa ini, Insya Allah anak turunannya kelak akan menerimanya. Muhammadiyah yakin bahwa kebenaran yang didakwahkannya, pada suatu waktu akan muncul dengan kehendak dan pertolongan Allah SWT.”
Sebagian dari topik-topik dan permasalahan yang dibenarkan oleh Muhammadiyah seperti, salah satunya yaitu:
-         Shalat Iedul Fitri atau Iedul Adha di lapangan terbuka (bukan didalam masjid) telah berlaku pula baik di perkotaan maupun didesa-desa
-         Shalat jum’at dengan sekali adzan dan dengan Khotbah bahasa Indonesia atau bahasa daerah telah merata dilakukan di Sulawesi Selatan.
Banyak lagi perubahan dalam sikap beragama yang menggembirakan. Pengurus, muballigh dan guru Muhammdiyah mengikuti dan menyaksikan perubahan itu dengan penuh kesyukuran dengan menyadar bahwa sangat banyak dari yang dicita-citakan belum tercapai.




BAGIAN VII
MUHAMMADIYAH DI SULAWESI SELATAN DAN PERISTIWA PENGHIANATAN G.30.S-PKI
                       
1.   Gambaran Kekuatan Komunisme di Indonesia
                  Hasil pemilihan umum pertama tahun 1955 membuktikan bahwa dari 257 kursi yang diperebutkan oleh organisasi politik peserta pemilihan umum, PKI (partai komunis Indonesia) memperoleh 39 kursi. Hasil pemilihan umum tersebut menunjukkan bahwa pengikut komunisme di Indonesia pada tahun 1955 itu berjumlah sekitar 15 juta jiwa,atau sekitar 15,2 persen dari seluruh rakyat Indonesia.
                  Sejarah perkembangan faham komunis sepanjang masa menunjukkan bahwa faham tersebut akan berkembang subur pada bangsa-bangsa dan negeri yang rakyatnya hidup miskin,bertaraf ekonomi rendah.
                  Memasuki tahun enam puluhan, keadaan perekonomian di Indonesia semakin memburuk, kehidupan rakyat semakin sulit. Kondisi ekonomi dan kehidupan masyarakat yang demikian menjadi pesemaian subur semakin melebarnya pengaruh PKI yang datang kepada buruh tani dengan janjian akan membagikan tanah. Suasana antagonis yang mewajahkan pertentangan dan curiga-mencurigai, kebencian dengan orang miskin diistilai “kaum proletar”, terhadap orang yang berpunya dengan slogan yang membangkitkan emosi, dihidupkan dalam masyarakat untuk mempermatang situasi revolusioner. Mereka pun berusaha dan berhasil menyusup ke tubuh alat-alat kekuasaan Negara dan berhasil mempengaruhi sebagian dari mereka terutama di Jawa dan Jakarta sendiri.
                  PKI merasa telah kuat. Kekuatanya berakar pada kaum buruh dan petani, pada pemuda dan sebagian alat-alat kekuasaan Negara.
                  PKI untuk kedua kalinya melakukan penghianatan terhadap bangsa dan Negara. Belum lagi terlupakan kebiadaban mereka menyembelih alim-ulama, pemimpin nasional pada pemberontakannya di Madium pada tahun 1948, kebiadabannya itu diulang lagi dengan membantai putera-putera terbaik dari bangsa ini,pemimpin Angkatan Darat, pewira-pewira tinggi yang diperkirakannya akan menghalangi gerakan penghianatannya.
                  Kebiadaban PKI yang telah dua kali dipertontonkan itu menimbulkan amarah rakyat yang meluap. Rakyat bangkit bersama-sama dengan ABRI melakukan pembalasan menumpas PKI dan seluruh organisasi mantelnya. Mereka melahirkan tuntutan yang terkenal  dengan TRITURA, tiga tuntutan rakyat, salah satu dari padanya ialah tuntutan agar PKI dan organisasi-organisasi mantelnya dibubarkan dan dinyatakan terlarang di seluruh Indonesia.
2.  Kokam Wilayah Sulawesi Selatan didirikan
                        Melihat situasi politik semakin tidak menentu, dan agresifitas Partai Komunis Indonesia semakin merajalela, maka Pengurus Komando Kesiapsiagaan Angakatan Muda Muhammadiyah dibentuk. Hal itu dibentuk untuk membantengi generasi muda Indonesia khususnya umat Islam dari pengaruh buruk PKI.
                        Sebagai angkatan pertama, pengurus KOKAM diketuai oleh Abdul Kadir Sarro dan wakil M. Ja’far Tinri. Dan adapun KOKAM kotamadya Ujungpandang yang menjadi pusat kegiatan operasi diketuai oleh Tajuddin Ibrahim.
                        Disepakati satu rumusan yang sederhana dan singkat yaitu “menghancurkan sampai lenyap Gestapu-PKI adalah termaksut ibadah” keputusan ini diambil dengan cukup menyadari akibat-akibatnya dan konsekwensi yang dimintanya.


BAGIAN VIII
DALAM ERA ORDE BARU
1.   Perkembangan Muhammadiyah pada Permulaan Orde Baru (ORBA)
Terjalinya hubungan baik antara para pemimpin Muhammadiyah di semua tingkatan kepengurusan dengan pihak pejabat pemerintahan, terutama dengan alat-alat kekuasaan Negara, semakin menciptakan suasana yang melapangkan medan bagi Muhammadiyah untuk mengembangkan dirinya.
Pertengahan tahun 1966, panglima KODAM HASANUDDIN bapak Kol.Solihin GP. Yang diundang memberikan amanat dan pengarahan dengan menyatakan “Muhammadiyah adalah kawan terpercaya bagi ABRI dalam menyelamatkan Bangsa dan Negara”  pada apel siaga yang diselenggarakan oleh KOKAM daerah Kotamadya Ujungpandang. Beliau juga sering mengatakan bahwa “pintu rumah saya terbuka siang dan malam bagi pengurus-pengurus Muhammadiyah, dan kalau memerlukan dikantor, dating saja, tak usah mendaftarkan diri pada piket , beri tahulah saja bahwa anda dari Muhammadiyah”.
Keadaan yang melegakan itu menyebabkan beberapa Ranting Muhammadiyah dan organisasi-organisasi dalam lingkungannya yang sekian lama tidak aktif akibat beberapa sebab, para pengurus kembali bergairah dan bangkit  sehingga selama priode 1965 -2968 (3 tahun), telah dibentuk 25 Pimpinan Daerah , 106 Pimpinan Cabang  dan 60 Ranting.
2.  Muhammadiyah Dalam Status Ormaspol
Pemerintah orde baru pun berkehendak memberikan kesempatan kepada Muhammadiyah ikut serta berperan dalam bidang politik. Dengan berperan sebagai bidang politik pemerintah menjadikan Muhammadiyah organisasi masyarakat yang berfungsi politik atau singkatan populernya saat itu adalah ormaspol.
Sebagai akibat dari status dan fungsi ormaspol tersebut, Muhammadiyah Wilayah Sulawesi Selatan Tenggara menyediakan tenaga-tenaga yang ditugaskannya ikut dalam kegiatan-kegiatan politik peraktis di daerah dalam kelompok atau fraksi spiritual, baik dalam lembaga  DPRD gotong royong Sulawesi Selatan dan badan BPH.
3.  Muhammadiyah Partai Muslimin Indonesia
                     Partai Muslimin Indonesia lahir menjadi kenyataan pada bulan februari 1968, berlandaskan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No.70 Tahun 1968. Panitia yang berupaya yang membidani lahirnya partai tersebut diketuai oleh K.H Fakih Usman, seorang tokoh Muhammadiyah terkemuka dan pernah menjadi ketua Pimpinan Pusat.
               Setelah Partai Muslimin Indonesia memfusikan dirinya ke dalam Partai Persatuan Pembangunan bersama-sama dengan NU,PSII dan Perti, dalam proses pemfusian mana sedikitpun Muhammadiyah tidak terlibat di dalamnya, maka lebih jelas lagi tidak adanya hubungan apa pun antara Muhammadiyah dengan partai tersebut, baik sacara nasional maupun secara lokal Sulawesi Selatan.
4.  Muktamar Muhammadiyah ke-38 di Ujungpandandang
               Pada tahun 1932, sewaktu Muhammadiyah baru berusia 6 tahun di Sulawesi Selatan, dengan Muktamar ke-21. Kedua kalinya ialah ke-38 yang dilangsungkan pada bulan September 1971, setelah keberadaan Muhammadiyah di daerah ini berusia 45 tahun.
               Penempatan Muktamar ke-38 di Ujungpandang adalah hasil perjuangan delegasi Muhammadiyah dari Sulawesi Selatan Tenggara pada Muktamar ke-37 di Yogyakarta pada tahun 1968 yang ditugaskan melobi Muktamar ke-38 tersebut. Penyelenggaraan Muktamar ke-38 ini lebih meriah, yang memebutuhkan penanganan dan pengurusan serta penyediaan daya dan dana yang lebih besar.



                              



BAGIAN IX
AMAL USAHA MUHAMMADIYAH DI WILAYAH SULAWESI SELATAN

Data dan keterangan yang dikemukakan dalam bagian ini terbatas hanya sampai pada tahun 1985, Amal usaha dari organisasi otonom Muhammadiyah belum tercermain dalam uraian ini.
1.    Kegiatan Fisik Organisasi
Ø  Telah terbentuk 22 Pimpinana Muhammadiyah Daerah pada setiap Kabupaten-kabupaten (Dati II), kecuali pada kabupaten Mamuju.
Ø  Telah terbentuk 129 Cabang dan 156 Ranting, dengan anggota seluruhnya 9812 orang dengan pwrincian 6432 anggota pria dan 3380 anggota wanita.
2.    Organisasi-Organisasi Otonom
Sampai tahun 1985, organisasi otonom Muhammadiyah  yang ada ialah :
Ø  Aisyiyah
Ø  Nasyiyatul Aisyiyah
Ø  Pemuda Muhammadiyah
Ø  Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Ø  Ikatan Pelajar Muhammadiyah
Ø  Tapak Suci Putera Muhammadiyah dengan keterangan singakat organisasi tersebut ialah :
a.  Aisyiyah
                               Sejak mula hadirnya Muhammadiyah di sulawesi selatan, senanatiasa diiringi terbentuknya pula Aisyiyah. Oleh karena itu sampai tahun 1985, banyak tempat, Aisyiyah terbentuk disamping Pimpinan Muhammadiyah, baik di tingklat daerah, Cabang dan Ranting.
                               Jumlah cabang yang telah terbentuk sebanyak 132 dengan jumlah anggota seluruhnya 5097, termasuk di Sulawesi Tenggara.
b.  Nasyiyatul Aisyiyah
Pada umumnya di tiap-tiap DATI II, dimana terdapat Pimpinana Aisyiyah Daerah Nasyiyatul Aisyiyah, terkacuali di Dati II Bone dan Dati II Polewali Mamasa, belum berhasil dibentuk. Dengan demikian jumlah Pimpinana Daerah Nasyiyatul Aisyiyah Wilaya Sulawesi Selatan sebanyak 21.
c.  Pemuda Muhammadiyah
Pemuda Muhammadiyah telah terbentuk di Sulawesi Selatan tidak lama seesudah Muhammadiyah terbentuk di daerah ini. Pemuda Muhammadiyah pada umumnya telah terbentuk di daerah-daerah tingkat II Disamping pimpinandaerah Muhammadiyah (di 22Kabupaten-kotamadya), dengan 138 cabang dan anggotanya berjumlah 6900 orang.
d.  Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Dalam hal kepengurusan, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah menggunakan penamaan lain dari Muhammadiyah dan organisasi otonom lainnya, ialah :
Ø  Untuk pengurus tingkat wilayah digunakan “Dewan Pimpinan daerah (DPD)”.
Ø  Untuk pengurus tingkat Dati II digunakan Pimpinan cabang
Ø  Pada lembaga-lembaga perguruan tinggi, kepengurusannya ialah ”Koordinator Komosariat”
3.    Kegiatan di Bidang Dakwah
                     Kegiatan di bidang dakwah sangat diutamakan. Kegiatan di bidang ini yang dilakukan oleh para pengurus dan muballigh-muballighatnya memasyarakatkan cita-cita perjuangannya, memberikan bimbingan dan penjelasan kepada masyarakat umat Islam tentang pelaksanaan tuntutan Islam menurut Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, bagaikan ujung tombak dalam upaya mengembangkan organisasi Muhammadiyah.
4.    Kegiatan Di Bidang Pendidikan
                               Mukhtamar ke 39 di Pandang pada tahun 1975 telah menetapkan strategi Pendidikan dalam Muhammadiyah dengan rumusan :
a.       Memelihara jalannya pendidikan agar supaya tetap mengarah kepada tujuan Pendidikan Muhammadiyah
b.       Memurnikan kembali fungsi pendidikan Muhammadiyah sesuai keputusan Sidang Tanwir di Ponogoro, yaitu : Sebagai mediah dakwah, Sebagai pembibitan kader dan Sebagai pensyukuran nikmat.


5.    Kegiatan di Bidang Penyantunan Masyarakat
Perkembangan Muhammadiyah sejak mula berdirinya tidak terlepas dengan usaha-usaha dibidang penyantunan masyarakat, terutama dalam menyantuni fakir miskin, pemeliharaan anak-yatim piyatu, bantuan pertolongan pada korban bencana alam dan kebakaran, penyantunan kesehatan ibu dan anak pada khususnya dan kesehatan pada umumnya, dan lain-lain.
6.    Kegiatan (Amal Usaha) Lain
a)      Pimpinan Wilayah Aisyiyah Sulawesi Selatan telah membangun gedung serba guna di kota ujungpandang. Selain menjadi pusat kegiatan-kegiatan dan sekretariat Aisyiyah pun menjadi gedung pertemuan, menjadi salah satu sumber in-come organisasi dan pembinaan amal-amal usahanya.
b)      Pimpinan cabang Muhammadiyah Makassar, telah membangun dan mengusahakan optik di kota Makassar, sebagai upaya komersial untuk menunjang pembinaan amal-amal usahanya.
c)      Atas usaha pimpinan Muhammadiyah cabang Makassar, telah didirikan radio amatir (Radam) di masjid Ta’mir dengan nama AL-IHWAN yang siarannya menjangkau ke seluruh daerah Sulawesi Selatan dan wilayah-wilayah lainnya.

No comments:

Post a Comment

SEMIOTIKA DALAM KAJIAN ETNOLINGUISTIK

          Semiotik atau ada yang menyebut dengan semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Istilah semeion tampaknya ...