BAGIAN I
SEKILAS TENTANG MUHAMMADIYAH
Muhammadiyah merupakan organisasi Islam
yang telah dikenal, jauh sebelum
Indonesia merdeka. Ketika belanda masih menjajah , seluruh rakyat Indonesia
sangat menderita. Semua harus patuh dan tunduk pada peraturan dan
undang-undang, yang tujuannya mensejahterakan dan memperkaya belanda, sementara
kaum peribumi semakin melarat. Kesengsaraan telah merata diseluruh tanah air.
Norma agama telah porak-poranda akibat pengaruh belanda tampak telah
mewarnai kehidupan pada saat ini.
Keinginan belanda berkuasa semakin menjadi-jadi, bukan saja
ingin menguasai tanah air Indonesia, melainkan juga ingin menguasai hati dan
jiwa seluruh bangsa Indonesia. Mereka yang belajar di sekolah Belanda tidak diajari ilmu agama Islam, mekipun mereka
beragama Islam. Tradisinya pun mengikuti tradisi Kristen yang menjadi missinya.
Seperti kebiasaan berpesta-pora, berdansa, mabuk-mabukan diperkenalkan, dan
bagi mereka yang mengikutinnya mendapat pujian.
Keterbelakangan sebagian besar rakyat Indonesia dalam hal
beragama tampak semakin parah. Animisme dan Dinamisme telah terng-terangan
dilakukan dimana-mana.
MUHAMMADIYAH DIDIRIKAN
Akibat penjajahan belanda yang berkepanjangan
mengakibatkan kebodohan dan keterbelakangan melanda seluruh kepulauan Indonesia
yang dikenal kaya dengan hasi bumi. Belanda telah berhasil mengacak-acak bangsa
Indonesia.
Seperti di Yogyakarta Tekanan-tekanan
belanda telah merusak jiwa dan moral bangsa Indonesia, pada saat itu agama
Islam sudah tercampur baur dengan teradisi yang berasal dari macam-macam agama.
Melihat kondisi tersebut,KH. Ahmad
Dahlan seorang ulama dari kaum, di Yogyakarta-bangkit dan mengajak masyarakat
yogyakarta untuk segera keluar dari perangkap kebodohan itu.
Pada tanggal 8
Dzulhijjah 1330 Hijriah yang bertepatan pada tanggal 8 November 1912 Miladiah :
didirikan suatu wadah perjuangan yang dikenal dengan nama Muhammadiyah , suatu wadah perjuangan yang
bertujuan untuk membimbing umat Islam kepada Agama Islam yang murni yang telah
dikotori dan untuk mempertahankan tanah air.
Dari awal pergerakan
ini Muhammadiyah telah menetapkan
dakwahna kepada dua sasaran yakni untuk perorangan dan Masyarakat. Dan
senantiasa dengan berorientasi kepada amar ma’ruf nahi mungkar dalam
rangkaian mencapai suatu cita-cita mulia agar terwujudnya masyarakat utama adil
dan makmur yang diridhoi oleh ALLAH SWT.
inilah motovasi KH.
Ahmad Dahlan mendirikan Muhammdiyah yang kemudian diperjuangkannya, diwariskan
dari generasi ke generasi, sampai kepada kita saat ini sebagai penerus risalah
Nabi Muhammad SAW dan wajib kita teruskan menjaga ajarannya serta menyampaikan
kemuhammaannya kepada seluruh ummat manusia.
Usaha-Usaha Perbaikan Pemahaman Terhadap Ajaran Islam Di Sulawesi
Selatan
Beradab-adab sebelum
datangnnya Agama Islam kesulawesi selatan, penduduknya telah mengenal dan
menata kehidupannya dengan ajaran-ajaran Animism, Dinamisme, dan kepercayaan Sawerigading. Ajaran dari
kepercayaan itu membudayakan turun temurun ,sebab diperkirakan sudah ada sejak abad 17 Masehi. Oleh karena itu,
sekalipun para ulama dan muballigh telah menyebarkan Agama Islam di Sulawesi
Selatan dengan segala kesungguhan dan berbagai pendekatan yang bijaksana namun
masih banyak penduduk melakukan kebiasan dan kepercayaan lama mereka. Hal ini
para ulama mebutuhkan kesabaran dan tekad kuat untuk terus menerus mendakwahi
mereka. Agar hidayah Allah sampai kepada mereka.
Permulaan abad ke-20,
beberapa ulama dari Sulawesi selatan yang menunaikan haji di tanah suci mekkah
dan memperdalam pengetahuannya . sehingga kembali di kampong halamannya, mereka
mengamalkan ilmunya , mengadakan pengajian, membimbing masyarakat agar memahami
dan mau mengamalkan ajaran agama Islam yang telah diakuinya.
Para ulama melakukan
pengajian pada awalnya ditempat kediamannya masing-masing, setelah
meningkat didirikanlah surau atau masjid, atas usaha ulama dan
gotong royong dari pengikut pengajian
dan masyarakat di sekitarnya,terkadang ada pula yang sewaktu-waktu
menghadiri,penggembira atau dalam bahasa daerah Makassar dinamakan assema.
Dalam memperdalam
ilmu pengetahuan dan agamanya di Mekkah selama bertahun-tahun, para ulama
memilih pendapat dan aliran pemikiran
menurut Imam Muhammad Idris As-Syafi’I yang waktu itu menjadi panutan di
Hijaz, khususnya di Mekkah al-Mukarramah .
Para pengikut
pengajian yang sudah mahir dan mempunyai pemahaman yang memadai tentang islam ,
selanjutnya memberi pengajian didaerah masing-masing. Demikianlah seterusnya
para mujahid tersebut mengikuti pendalaman terhadap ajaran
Agama Islam, seraya membiasakan diri bersilaturahim dan rnenziarahi orang-orag didaerah untuk
dibimbing dalam pengenalan Agama Islam. Para kader ulama atau murid pengajian itu pada umumnya dipercaya oleh
masyarakat menjadi imam, Khatib bahkan menjadi penghulu (qadli). Hal ini
menyebabkan islam cepat tersebar luas.
Gema dari kebangkitan
umat Islam di Hijaz, Mesir, India,
Pakistan dan lainnya pun cukup berpengaruh terhadap ulama-ulama itu. Dalam
sekala Nasional, terbentuknya organisasi umat Islam jam’iyatul khan di
Jakarta pada tahun 1912, perkumpulan Al-Irsyad tahun 1914, kesemuannya itu
bagaikan mata rantai yang semakin mempersubur tumbuhnya kesadaran akan perlunya
upaya-upaya menanamkan pemahaman terhadap ajaran dan tuntunan Islam lebih
teratur dari apa yang telah dapat diusahakan.
Pada dasawarsa ke-20
itu pula, usaha-usaha pendidikan sebagai upaya menyadarkan umat Islam di Sulawesi Selatan mengalami
peningkatan, dalam bentuk perubahan sistem dan sarananya. Dibeberapa tempat
didirikan saran pendidikan dalam bentuk madrasah secara klassikal, menggunakan
sarana yang sama dengan sarana pada sekolah-sekolah pemerintah.
Lahirnya Organisasi “Asshirathal Mustaqiem”
Terbentuknya
organisasi Jam’iyatul khair di
Jakarta tahun 1905, sebagai organisasi untuk menghimpun dan meningkatkan
kesadaran umat Islam telah memberi pengaruh kepada pemuka-pemuka islam di
tempat lain, termasuk di kota Makassar pada waktu itu. Pengurus dan
anggota-anggota jamaah masjid di kampong Butung tercatat sebagai pelopor dari
terbentuknya satu organisasi umat Islam yang dinamakannya As-Shirathal Mustaqiem nama
yang diambil dari kalimat Al-Qur’an pada surah Al-fatihah yang artinya jalan
lurus. Kurang dari 40 anggota
jamaah masjid kampong butung itu menjadi anggota pertama, dengan pengurus yang
terdiri dari Haji Abdul razak sebagai Voorzitter (ketua).
BAGIAN II
LAHIRNYA MUHAMMADIYAH DI KOTA MAKASSAR
1. Beralihnya
As-Shirathal Mustaqiem menjadi Muhammadiyah
Sekitar tahun 1922,
seorang pedagang batik keturunan Arab berasal dari Sunenep (Madura) bernama
Mansyur Yamani, ia anggot persyarikatan Muhammadiyah cabang Surabaya, yang
waktu itu di pimpin oleh Kyai Haji Mas Mansyur. Dalam usaha mencari relasi
dalam dagangannya, beliau bergaul dengan baik dan menjalin hubungan dengan
pemuka-pemuka As-Shirathal Mustaqiem yang juga pada umumnya pedagang
Wiraswasta.
Setelah kurang lebih
3 tahunan keakraban hubungan sebagai relasiusaha dagang dan sebagai kawan
sefahamdalam mengembangkan agama Islam, akhirnya diadakan rapat oleh
As-Shirathal Mustaqiem di rumah Haji Muhammad Yusuf Daeng Mattiro. Yang
berlokasikan di daerah pelabuhan Makassar, disepakati mejadi putusan mendirikan
organisasi Muhammadiyah di kota Makassar
dengan mengalihkan perkumpulan As-Shirathal Mustaqiem menjadi
Muhammadiyah groep (ranting) Makassar.
Rapat pertama itupun
memutuskan mengutus Mansyur Yamani ke Yogyakarta untuk melaporkan terbentuknya
Muhammadiyah di kota Makassar.
Salah satu kegiatan
Muhammadiyah groep Makassar memperkenalkan diri kepada rakyat Makassar dengan
mengadakan “openbarevargadering” atau “rapat umum terbuka ” , dengan pembicara
Muhammad Yunus Anis (utusan Hoofd-bestuur Muhammadiyah) yang diselenggarakan di
jalan Bandastraat(yang termasuk dilingkungan kampong Butung)
Pada mulannya anggota
teras Ash-Shirathal Mustaqiem mencatat diri menjadi anggota Muhammadiyah Groep
Makassar, namun sebagian anggota Muhammadiyah yang berasal dari Ash-Shirathal
Mustaqiem masih gemar mendatangi selamatan keduri tersebut . orang yang sering
menghadiri selamatan keduri itu menyatakan diri untuk keluar dari Muhammadiyah
dan kembali ke Ash-Shirathal Mustaqiem dipimpin Haji Abdul Razak dan Haji Muhammad Qasim dan anggota lainnya.
Mereka tersisa 17 orang dan dipindahan ke kampong pisang.
2. Muhammadiyah Makassar 5 Tahun Pertama
Sekitar akhir tahun
1926, beberapa bulan sekembalinya H.M Yunus Anis dari kota Makassar,
Muhammadiyah Groep Makassar ditingkatkan menjadi Muhammadiyah Canbang Makassar
dengan ketua K.H Abdullah .
Mulai Berkantor
Setelah Muhammadiyah mendapatkan
perhatian yang semakin besar dari masyarakat,maka pengurus merasa perlu
melaksanakan petaan organisasi. Salah satu wujud tersebut maka para pengurus
mengusahakan ruang perkantoran yang sekaligus dapat dijadikan tempat pertemuan.
Sebuah bangunan yang
berukuran 50 x 8 meter dijalan Bandastraatmilik Daeng Tawiro, itulah kemudian
dipilih sebagai kantor sementara untuk mulai segala aktivitas Muhammadiyah.
Aktivitas itu terus menerus berkembang,
sehingga memungkinkan Muhammadiyah mulai melaksanakan pendidikan yang
bertepatan dibelakang gudang trsbt. Maka
berdirilah sekolah Muhammadiyah.
Mengadakan Tabligh
(dakwah)
Anggota Muhammadiyah
Cabang Makassar waktu itu terpencar-pencar tempat tinggalnya. Mereka
berinisiatif mengadakan penerangan-penerangan
yang diistilahkan waktu itu dengan “tabligh”. Silih berganti tabligh itu
diadakan di rumah-rumah.
Tabligh yang diadakan
itu pun tidak luput dari gangguan dan sabotase, bahkan rintangan dan tantangan.
Seperti, orang yang beranggapan bahwa Muhammadiyah adalah perkumpulan yang
merusak dan merubah-ubah agama Islam, menuduh juga merubah adat istiadat, dan lain sebagainya.
3. Aisyiyah Cabang Makassar Didirikan
Tahun 1927, setahun
setelah didirikan Muhammadiyah di Makassar, ditengah-tengah rintangan yang
dihadapinya,Muhammadiyah semakin menampakkan kegiatannya. Bulan juli 1972,
Anggota Muhammadiyah dikalangan wanita membentuk Aisyiyah Cabang Makassar yang
diketuai Hajjah Daeng Rainpu.
Kehadiran Aisyiyah
waktu itu dengan pakaian khasnya yakni kudung lilit yang menutup kepala sampai
kedada, sehinggah mereka diisukan meubah adat. Pengurus Aisyiyah tersebut
adalah buta aksara, maka merekapun aktif menikuti kursus yang dinamakan ” sekolah menyesal” .
4. Organisasi Kepanduan Hizbul Wathan (HW) Didirikan
Dalam pengurusan
Muhammadiyah Cabang Makassar, ada bagian urusan pemuda. Urusan pemuda itu
menanganai 4 macam usaha yaitu :
Ø Urusan Kepanduan Hizbul Wathan
Ø Urusan PS.HW
Ø Urusan Musik
Ø Urusan Pandu Laut
Keempat ini berusaha membentuk
kesebelasan persatuan SP-HW. Kesebelasan ini sangat besar perannya dalam
pengembangan persyarikatan Muhammadiyah.
Pada
tahun 1929, Hizbul Wathan dari daerah mengikuti latihan di Yogyakarta yaitu
Muhammad Arafah (Sengkang) dan Abdul Kadir (Makassar). Sekembalinya pelatihan
tersebut , dibentuklah pengurus Hizbul Wathan dengan tugas membentuk dan
membina Hizbul Wathan se-Sulawesi Selatan.
Mendirikan Masjid
Ta’mir
Masjid di kampong Butung yang didirikan oleh
Haji Muhammad Tahrir dan menjadi tempat orang-orang Muhammadiyah bershalat
Jum’at dipandang tidak memadai lagi, terutama karena di masjid tersebut masih
ada orang yang melakukan bid’ah dan Khurafat. Hal itu tak mengherankan karena
masjid itu adalah masjid umum. Maka timbullah keinginan untuk membangun masjid
lain.
Seorang
anggota Muhammadiyah yang tinggal di kampong pisang yang bernama Kamaluddin
mewakafkan sebdang tanahnya di lorong
Bandastraat untuk dibanguni Masjid. Dan didukung oleh PSII( Partai Syariat
Islam Indonesia) dan tokoh Ash-Shirathal Mustaqiem.
Pada
tahun 1927, masjid yang dirancangpun telah didirikan dengan nama Ta’mir dengan
Imam dan khatibnya K.H Abdullah.
Setelah
beberapa bulan berjalan, terdapat masyarakat yang membawa sesajen ke masjid dan
menyuruh pengurus masjid membawa do’a penolak bala(pengirimak kearwah-arwah
yang telah meniggal). Namun dengan kejadian itu, Masjid Ta’mir berturut-turut
tiga jum’at kosong dari jamaah mereka melaksanakan sholat jum’at kejalan
ponegoro (jalan Muhammadiyah yang diberi tabir karoro). Namun Sehingga hal itu,
Pengurus Masjid yang berasal dari organisasi lain mengusahakan agar K.H
Abdullah menyatakan kesediaannya dengan syarat pengurus sepenuhnya diatur
menrut cara dan faham Muhammadiyah, hal itupun diterimadalam perjanjian diatas
kertas bersegel Materai kemudian ditandatangani dengan semua pihak.
Mendirikan
Tempat-Tempat Pendidikan
Pada
tahun 1929, Muhammadiyah cabang Makassar berusaha mendirikan dua sekolah:
yaitu, sekolah setingkat dengan SD dengan nama ( HIS Metode Al-Qur’an) dan
Munir School setingkat dengan Ibtidaiyah.
Kedua
sekolah tersebut diatur pengelollannya menurut cara pengelolaan sekolah-sekolah
pemerintahan pada waktu itu.
Penugurus
Aisyiyah Cabang Makassar dengan bekerjasama dengan Muhammadiyah cabang Makassar
mengadakan sekolah yang dinamakan menyesal sekolah/Sekolah menyesal yakni
kursus buta aksara yang pengikut adalah pengurusnya dan anggota Aisyiyah.
Pada
tahun 1934, tabligh school yang baru berlangsung dua tahun kini nama itu
dirobah menjadi Madrasah Muallimin Muhammadiyah cabang Makassar .
Mengusahakan
Pemeliharaan Anak Yatim Piatu
Pada tahun 1929, Muhammadiyah Cabang
Makassar menambah upayanya dengan mengusahakan Pemeliharaan anak yatim piatu.
Berhubungan belum memiliki gedung maka anak yatim piatu itu diasuh di rumah
Tuan Salamung.
Dalam berusaha mencari
lokasi untuk dibanguni tempat penampungan yatim piatu, secara kebetulan seorang
pedagang mie dari jawa yang mempunyai tanah di jalan Diponegoroweg. Di atas tanah tersebut dibangun rumah
penampungan yatim piatu dan diberi nama “ Rumah Anak Yaitu Muhammadiyah” dan
perkembangan selanjutnya panti itu diubah dengan nama Panti Asuhan Bahagia
dengan pengolahannya diserakan pada Muhammadiyah Cabang Aisyiyah Makassar.
5. Perkembangan Muhammadiyah di Kota Makassar
Anggota Muhammadiyah Cabang Makassar
sampai beberapa tahun sesudah terbentuknya , tersebar kebeberapa daerah dala
kota.
Pada tahun 1928, telah terbentuk empat
groep Muhammadiyah di dalam kota Makassar, diantaranya: Muhammadiyah Groep
Kampung Bontoala, Groep Kampung Pisang, Groep Mariso, dan Groep Lariangbangi.
Keempat
Groep tersebut secara bergiliran mengadakan tabligh/pengajian, mendirikan
sekolah dan usaha-usaha lain.
6. Sistem Administrasi dan Pembinaan
Dalam organisasi Muhammadiyah sejak
semula digunakan sistem sentralisasi(pemusatan) dalam hal penerimaan anggota
dan pemberian kartu tanda anggota hanya oleh pimpinan Muhammadiyah di
Yogyakarta.
Seorang
yang inin menjadi anggota Muhammadiyah atua Aisyiyah, lebih dahulu mencatat
diri pada groep/ranting dimana dia berdomisili dan Cabang ditempatnya dengan
mengisi formulir dari pusat.
Dalam
organisasi ini telah dituntuk kewajiban membina diri dibidang ibadah dan akhlaq
dengan cara agama Islam menurut faham Muhammadiyah.
Muhammadiyah
akan mengambil kartu anggota dan mengeluarkan dari Muhammadiyah apabila telah
melakukan Pelanggaran yang dinyatakan dalam ketentuan organisasi.
7. Ketabahahan Menghadapi Reaksi dan Rintangan
Dimana
ada aksi, disitu ada reaksi merupakan sunnatullah mewarnai perjalanan hidup
manusia sepanjang masa.
Kehadiran
Muhammadiyah, Aisyiyah dan juga kemudian Pemuda Muhammadiyah dengan amalan dan
cita-cita yang diperjuangkan , tidak diterima oleh semua orang dengan gembira.
Dimana
Muhammadiyah yang mengumpulan zakat dari anggota-anggota kemudian dibagikan kepada
fakir miskin dan anak yatim, mendapatkan pula reaksi sengit dari imam-imam
kampong.
Hal
itu semua dihadapi muhammadiyah dan Aisyiyah dengan ketabahan dan kesabaran dan
semangat beramal yang tinggi.
BAGIAN III
PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH DI DAERAH
SULAWESI SELATAN DAN SEKITARNYA
1. PERAN PEDAGANG DALAM
PENYEBARAN MUHAMMADIYAH
Pengurus
Muhammadiyah Cabang Makassar pertama tahun 1926 itu adalah pedagang., kecuali
seorang dari padannya adalah Daeng Minggu yang bekerja sebagai mandor kepala di
pelabuhan Makassar. Mereka ada yang berdagang kain dan yang terbanyak adalah
pedagang hasil bumi, istilah populer saat itu adalah producten handelaar.
Hubungan dagang yang di jalani dengan baik digunakan
untuk menyampaikan cita-cita dan perjuangan Muhammadiyah.
Muhammadiyah
cabang Makassar sebagai cabang yang pertama-tama disulawesi selatan diberi
wewenang oleh Hoofd-bestuur Muhammadiyah menyebarkan dan mengembangkan
Muhammdiyah ke seluruh Sulawesi bahkan
juga ke daerah-daerah sekitarnya.
Para
pedagang dari daerah-daerah itu menyempatkan diri mengikuti pengajian dan
tabligh baik yang diadakan di rumah K.H Abdullah atau di masjid Ta’mir yang
diisi secara bergiliran oleh pengurus teras Muhammadiyah cabang
Makassar,terutama K.H Abdullah dan ansyur Yamani yang membawakan materi
keorganisasian.
2.MUHAMMADIYAH TERBENTUK DI DAERAH-DAERAH
A. Muhammadiyah
di Rappang, Pinrang, Pare-pare dan Majenne
Pada tahun 1928, Haji
Zaini sekeluarga mendirikan Muhammadiyah Groep Rappang. Haji Zaini adalah
pedagang yang terkenal di Rappang,mepunyai
hubungan dagang sampai ke singapura.beliau dikenal sebagai seorang
dermawan yang Ulet dalam segala usahannya.Istri Haji Zaini juga berjasa
mendirikan Aisyiyah di rappang, dengan bantuan putera-puterinnaya dan
putera-puteri Haji Ismail Ambo Mariam.
Kegiatan
awal yang dilakukan setelah terbentuknya adalah mengadakan pengajian-pengajian.
Kemudian mendirikan sekolah ibtidaiyah serta tsanawiyah. mereka mendatangkan
beberapa guru-guru untuk mengajar dan
membina sekolah itu.
Untuk membiyai pendidikan tersebut
termasuk nafkah guru-guru , Haji Zaini menyisihkan tanah dan sawahnnya dan 12
petak rumah sewannya. Hasil dari sawahnya , demikian juga hasil rumah sewahnya
diserahkan kepada Muhammadiyah.
Pada
tahun 1929, pengurus Muhammadiyah yang telah ditingkatkan dari groep menjadi
cabang yakni melalui hubungan dagang dan kekeluargaan, sehingga merekapun
berhasil mendirikan Muhammadiyah di Pare-pare, dibawah pimpinan Haji Bakoko
(seorang pedagang dikota itu).
Pada tahun 1929 juga,
pengurus Muhammadiyah cabang Rappang berhasil mendirikan Muhammadiyah Groep
Majene (Mandar) dibawah pimpinan Haji Abdul Rahim dan Haji Harun, keduannya
adalah ulama didaerah Mandar tersebut.
Pada
tahun 1930, pengurus Muhammadiyah cabang Rappang mendirikan Muhammadiyah groep
Pinrangdibawah pimpinan Ambo Saleng dan Wak Daude.
Pada
tahun itu,usaha selanjutnya ialah
mendirikan Muhammadiyah groep JampuE dibawah pimpinan Haji Haruna (seorang
Hartawan dan bangsawan di daerah pesisir Zelfbestuur Sawitto).
Walhasil dari kota Rappang, Haji Zaini
dan pembantu-pembantunya dalam pengurusan cabang berupaya tanpa henti
menyebarkan Muhammadiyah di daerah-daerah sekitarnya walaupun hanya dengan
berjalan kaki dan terkadang dengan naik kuda karena alat-alat perhubungan waktu
itu masih sulit.
B. Muhammadiyah
di Sengkang clan Soppeng
Salah seorang pedagang relasi Mansyur
Yamani ialah S.Ahmad Balahmar dari Sengkang. Beliaupun antusias dan Akhirnnya
menjadi anggota Muhammadiyah di Kota Makassar. Sekembalinya di Sengkang, beliau
berusaha mengadakan pertemuan dengan 12 anggota keluargannya dan sahabat
karibnya. Para perserta yng mengikutipun terbuka hatinya untuk mengikuti dan
disepakati mendirikan Muhammadiyah di Sengkang.
Pada
tanggal 14 juli 1928, S.Ahmad Balahmar disekitar 4 orang pengurus Muhammadiyah
yakni, K.H Abdullah, Raden Himam, H.Nurdin Daeng Gassing dan Sangadi Kosumo.
Rapat pembentukan Muhammadiyah groep Sengkang pada saat itu dilakukan pada hari
Ahad, 15 juli 1928 yang menduduki sebagai ketua adalah Haji Andi Mori.
Setelah
melakukan pembentukan pembentukan Muhammadiyah groep Sengkang, usaha pertama
mereka lakukan adalah melakukan pengajian (tabligh).
Pada tahun 1928 (memasuki semester
dua), kegiatan lainnya diusahakan ialah membentuk kepanduan Hizbul Wathan dengan kepeloporan M.Arafah.
walaupun berbagai rintangan yang dihadapi namun
mereka terus menerus berjuang, seperti (mengumpulkan zakat fitrah dari
446 orang yang kemudian dibagikan pada 47 orang fakir miskin) dan lain
sebagainya upaya yang dilakukan.
Pada
tanggal 15 Agustus 1930, Muhammadiyah groep Sengkang ditingkatkan statusnya
menjadi Cabang Muhammadiyah Sengkang. Untuk peresmian sebagai Cabang tersebut
Hoofdbestuur Muhammadiyah mengutus Haji Wazimuri dan Hoofdbestuur Aisyiyah
diwakili oleh Sitti Hayyinah.
Pada
tahun 29 Nopember 1930 Muhammadiyah Cabang Sengkang melengkapi barisannya
dengan mendirikan Aisyiyah dengan pengurus-pengurus baru diantarannya ( Andi
Tjoma, Sitti Hadijah, Aisyah DLL).
Kehadiran
Aisyiyah pun menghadapi tantangan dan perguncingan yang tidak kurang sengitnya.
Anggota pengurus Aisyiyah keluar rumah mendirikan Rapat-rapat dan pengajian.
Wajo terkenal dengan adatnya yang keras dimana kaumwanita waktu itu masi dalam
pemjagaan ketat dengan pemingitan, maka tidak heran bila tudingan bahwa
Muhammadiyah-Aisyiyah merusak adat dengan kegiatan wanita-wanitanya.
Pada
tahun 1929, Muhamadiyah cabang sengkangbmembentuk Cabang Sengkang mendirikan
satu groep Belawa.groep ini dengan giatnya mengadakan pengajian dan mendirikan
masjid dan sekolah.
Pada
tahun 1348, Hijriyah yang bertepatan pada bulan Februari 1930, Muhammadiyah
Cabang sengkang mengadakan shalat Tarawih sendiri dengan peserta hannya 15
orang setiap malam. Niat mengadakan shalat iedul fitri dilapangan terbuka pun
timbul, Sekalipun mendapatkan reaksi keras dari pemerintah dan adat Wajo,akan
tetapi dapat juga berlangsung.
Pada
tahun 1930, muhammadiyah cabang Sengkang melangkah keluar daerah zelfbestuur
wajo, dengan mendirikan Muhammadiyah groep batu-batu, desa yang terletak
disebelah utara zelfbestuur Soppeng. pengembangan organisasi diusahakan terus
menerus. Dengan mengadakan pengajian dan mendirikan tempat pendidikan.
C. Muhammadiyah
Di Daerah Pangkajene, Maros dan Barru
Tahun 1928, Haji Andi
Sewang Daeng Muntu mendirikan Muhammadiyah Groep Labbakkang. Berkat usaha
beliau Muhammadiyah yang didirikannya
dan amal-amal usahanya berkembang
dengan baik.
Tahun 1929, didirikan
pula Muhammadiyah groep Pangkajene.
Di daerah Maros telah
ada beberapa orang yang mengikuti pengajian dikota Makassar sehingga pada tahun
1929 juga didirikan Muhammadiyah groep Maros, groep ini menyebarkan
Muhammadiyah sampai ke Daerah Camba.
Pada tahun 1930,
didirikan Muhammadiyah groep kampong Baru dan groep Takkalasi, Muhammadiyah
Groep Tenete dan kemudian Groep Ele dan Groep Ralla, semuanya si Swapraja
(kabupaten Barru). Meskipun anggotanya pada saat itu masih minim namun
merekapun mengadakan pengajian dan mendirikan Musholah.
D. Muhammadiyah
di Daerah Gowa dan Takalar
Tahun 1929-1930 adalah
tahun-tahun berdirinya Muhammadiyah daerah Zelftbestuur (swapraja) Gowa dan
onderafdeling Takalar.
Pada
tahun 1930, telah berdiri Muhammadiyah
dikampung asal masing-masing, diantaranya :
o
Groep Limbung, groep Barembeng-Bontonompo, groep Bontorita
di daerah Galesong, groep sepanjang, groep Salaka, Groep Tombolo –Pao
Groep ini sama dengan groep-groep
lainnya, mengadakan tabligh (pengajian)
dan lain sebagainya.
3.MUHAMMADIYAH DI DAERAH BANTAENG,
BULUKUMBA. SINJAI, SELAYAR DAN JENEPONTO
a. Muhammadiyah
Di Daerah Bantaeng
Daerah Bantaeng, Bulukumba, Sinjai dan
Selayar adalah wilayah pemerintahan afdehng Bantaeng yang beribukota Bantaeng.
Pedagang-pedagang
di Bantaeng yang menjadi anggota tersiar dari Muhammadiyah Cabang Makassar
berusaha mendirikan Muhammadiyah didaerah itu, pada tahun 1927.
Pada
tahun 1931 telah didirikan Aisyiyah Groep Bantaeng dan didirikan Hizbul Wathan
(HW) .
Pada
tahun 1938, Muhammadiyah Groep Bantaeng ditingkatkan menjadi cabang. Pada tahun
1939, usaha dibidang pendidikan di tingkatkan dengan mengadakan madrasah Wustha
Mu’allimin dan Neutrale Hollandsche
school (NHS).
Setelah menjadikan cabang Muhammadiyah
cabang Bantaeng mendirikan groep Muhammadiyah di pasorongi dan Batulabbu pada
tahun yang sama.
b. Muhammadiyah
di daerah Bulukumba
Kajang adalah satu
kecamatan yang terletak di bagian timur oderafdeling Bulukumba, menerima
kehadiran Muhammadiyah pada tahun 1928. Usaha yang dilakukan ialah membangun
mushollah dan mendirikan sarana pendidikan islam (sekolah ibtidaiyah)
Pada tahun 1930,
pemuka-pemuka Islam di ponre (nama kampung di kota Bulukumba) mendirikan satu
organisasi Islam dengan nama SADAR,
ketuanya bernama Muhammad Nur. Organisasi ini pada umumnya melakukan kegiatan
kursus pemberantas buta huruf dan membuka taman bacaan.
Pada tahun 1931, Atas
kesepakatan dan pengurus anggota SADAR, organisasi inipun dialihkan menjadi
organisasi Muhammadiyah. Sehingga Muhammadiyah groep ponre pada bulan februari
1932 diresmikan. Bersamaan dengan hal itu diresmikan juga Aisyiyah, Hizbul
Wathan groep ponre dan pengurus pemuda Muhammadiyah groep Ponre (Gantarang).
Dengan terlibatnya
kaum bangsawan , pemuka-pemuka agama dan pimpinan-pimpinan masyarakat
mempelopori Muhammadiyah di daerah Bulukumba, maka Muhammmadiyah berkembang dengan pesat.
Walaupun berbagai rintangan , akan tetapi semuanya dapat teratasi dengan baik.
Pada tahun 1932,
Muhammadiyah groep Ponre mendirikan mushollah dan sekolah, di samping
menggiatkan tabligh keliling kampung. Akhirya pada tahun 1933, berturut-turut
terbentuk Muhammadiyah Groep Bulukumba kota, groep Barabba, groep kampong Baru
dan groep Bantosunggu.
c. Muhammadiyah
di Daerah Sinjai
Pada tahun 1928,
Muhammadiyah groep sinjai dapat didirikan atas kepeloporan Ahmad Marzuki
bersama Muhammad Sanusi, Andi Bintang Dan La Bunna. Pada tahun itu juga
Muhammadiyah Groep sinjai mendirikan kepanduan Hizbul Wathan groep Balangnipa-Sinjai
.
Pada tahun 1930,
Muhammadiyah groep Balangnipa-Sinjai
membentuk pula Aisyiyah groep Balangnipa-Sinjai.
Pengajian dan Tabligh
adalah amal usaha yang digiatkan pada awal berdirinya . kemudian mendirikan
sekolah ibtidaiyah ditahun 1930 dan madrasah Mu’allimin pada tahun 1933 yang
dibina oleh Abdul Rasyid Fagih.
d. Muhammadiyah
di Pulau Selayar
Di kota Makassar
banyak yang berperan dalam menyebarkan faham dan cita-cita Muhammadiyah ,
terutama di kalangan familinya di pulau
Selayar.
Pada tahun 1930, Muhammadiyah
Groep Bantaeng melakukan dalam bentuk pengajian keliling. Sehingga pada tahun
1930 dan 1931 telah dapat mengembangkan Muhammadiyah dan diusul untuk
mendirikan Aisyiyah, yaitu : Muhammadiyah groep buki, Polebungi, Onto Sapo,
Bontobangun, Odaiya dan Laiyolo
e. Muhammadiyah di Daerah Jeneponto
Muhammadiyah
jeneponto pada mulanya banyak memperoleh
pembinaan dari Muhammadiyah Bantaeng.
Sejak tahun 1929, Sinowa Daeng Lalang
seorang tokoh masyarakat jeneponto dan menjadikan anggota tersiar dari Muhammadiyah
groep Makassar telah giat memberikan penjelasan-penjelasan tentang Muhammadiyah
kepada keluarga dan sahabatnya. Pada tahun 1933, Muhammadiyah Groep Jeneponto
pun diresmikan. Dan pada tahun yang sama juga terbentuk Muhammadiyah Groep
Tamanroya, groep Arungkeke, disusul pula groep poko’bulo dan groep Tanetea.
Perkembangan Muhammadiyah groep Jeneponto dikenal juga dengan sebutan daerah
Turatea berjalan dengan lancar.
f. Muhammadiyah Di Luwu dan Tana Toraja
Dengan berbagai
usaha, berdirilah Muhammadiyah groep palopo pada tahun 1928(37). Muhammadiyah
groep palopo melengkapi barisannya dengan mendirikan Aisyiyah groep palopo pada
tahun yang sama. Dua tahun kemudian (1930) didirikan pula Nasyiyatul Aisyiyah
dengan pimpinan Sitti Zaimah.
Usaha yang dilakukannya,
mengadakan pengajian setiap malam jum’at, mendirikan sekolah, bergotong royong
dimana setiap anggota Muhammadiyah dan Aisyiyah menyumbang sekurang-kurangnya
satu lembar seng dan setiap pemuda Muhammadiyah termasuk calon murid diminya
menyumbang lima buah batu-bata.
Pada tahun 1929 atau
setahun setelah kehadirannya di daerah luwu, Muhammadiyah groep palopo
ditingkatkan menjadi Muhammadiyah Cabang Palopo. Atas upaya para pengurus
Cabang, akhirnya terbentuknya groep-groep Muhammadiyah diantaranya : Muhammadiyah
groep Cappasolo (groep ini terkenal kuat dibidang keuangan), groep Malili,
groep Kolaka, groep Larompong dan groep Masamba.
Pada tahun 1930,
Muhammadiyah cabang Palopo telah dapat membuka sekolah dengan menggunakan
gedung yang dibangun secara Gotong royong.
Pada tahun 1931,
terbentuk pula Pemuda Muhammadiyah Cabang Palopo.
g. Muhammadiyah
di Enrekang
Penduduk Enrekang
biasa disebut “Orang Duri” dan merupakan penganut agama yang kuat.
Pada tahun 1933,
Muhammadiyah menancapkan kakinya di daerah yang sebahagian besar daerahnya
adalah pegunungan dengan status sebagai groep di bawah pembinaan Muhammadiyah
Cabang Rappang. Kehadiran dan terbentuknya Muhammadiyah groep Enrekang adalah
atas kepeloporan dan kepemimpinan 3 orang pedagang dan hartawan Masserempulu.
Haji Ismail Ambo Sakki adalah penghulu Enrekang, setelah beliau masuk menjadi
pengurus Muhammadiyah di Enrekang beliau dipecat dari jabatannya sebagai
penghulu, beliaupun menerimannya dengan lapang dada dan sekaligus bangga.
Pada tahun 1934, pengurus Muhammadiyah Enrekang berhasil
mendirikan Muhammadiyah groep Bantu Lamba, kemudian menusul dibentuk groep
kalosi pada tahun1935.
4. BEBERAPA PERISTIWA PENTING MUHAMMADIYAH DI SULAWESI SELATAN PADA
LIMA TAHUN PERTAMA
Dalam
menupayakan usaha-usaha menuju cita-cita dan mengembangkan faham Muhammadiyah
cukup banyak menemui rintangan dan ujian. Mereka melangkah terus dengan niat
yang suci dan ikhlas dengan pasrah mengharapkan ridho Allah. Semboyangnya
adalah “bahwa kita tidak mencari musuh, tetapi bila musuh tak dapat di elakkan,
jalan surut apalagi menyerah tidak akan ditempuh”.
a. Sholat Idul Fithri di Lapangan Terbuka di
Sengkang
Pada bulan Ramadhan 1348 Hijriyah atau
Tahun 1930 Miladiah, K.H.Abdullah dan rombongannya melakukan perjalanan
keliling (tourne) mengunjungi groep-groep Muhammadiyah di daerah-daerah. Jadwal
yang diatur dengan upaya berada di Sengkang pada hari Iedul Fithri.
Sholat Iedul fithri tersebut menjadi
pembicaraan masyarakat dan mendapatkan sorotan,kecaman dan protes dari
pihak-pihak yang tidak menyetujuinya. Masyarakat menyampaikan protes kepada
pemerintah Hadat dan Controleur van Wajo K.H Abdullah yang menjadi khatib dan
pemimpin sholat Ied tersebut sebagai
pendatang yang menimbulkan kekacauan. K.H Abdullah pun akhirnya dipanggil dan
berurusan dengan pemerintah setempat untuk diproses vebaal dan dilakukan
penahanan sehari semalam, beliau merasa puas karena keinginan yang juga menjadi
putusan bersama yang dipelopori Muhammadiyah Cabang Sengkang untul shoalt iedul
Fithri dilapangan.
b. Peristiwa Tabligh Umum Bulukumba clan Persidangan
di pengadialan
Pada tabligh umum yang pertama kalinya
diadakan oleh Muhammadiyah groep Ponre-Bululkumba telah terjadi peristiwa
(insiden) yang menggemparkan. Pertengkaran tidak dapat dihindari bahkan berlanjut
menjadi perkelahian, dan Controleur Van Kaster (yang mengacaukan tabligh ) kena
pukulan Muhammad Daeng Marala (dari Makassar, yang meminta meneruskan
tabligh/pidatonya).
Peristiwa tabligh di Ponre itu
menyebabkan Muhammad Daeng Marala diajukan ke pengadialan dengan tuduhan
menghina dan melawan pemerintah. Pengurus konsulat Muhammadiyah Sulawesi
Selatan mendatangkan Mr.Soenaryo dari
Yogyakarta menjadi pembela dalam perkara tersebut. Dengan mengemukakan bahwa
tuduhan terhadap Muhammad Daeng Marala yang menghina dan melawan pemerintah
sama sekali tidak beralasan, beliau hanya memukulnya karena telah mengacaukan
tabligh Muhammadiyah. dan Van Kaster
dating bukan sebagai Controleur tetapi hanya semata-mata karena peribadi.
Tuduhan Van Kaster tersebut ditolak oleh pengadilan Bulukumba, namun Muhammad
Daeng Marala yang memukulnya ditahan selama satu bulan, namun dia merasa puasa
karena telah memberikan pemembelaan kepada Muhammadiyah.
c. Melayani Tantangan Berdebat
Secara Terbuka di Muka Umum
K.H Muhammad Ramli,
penghulu kerajaan Luwu/Palopo , seorang ulama terkenal dan diakui keulamaannya
menantang muhammadiyah Cabang Palopo berdebat di muka umum terhadap beberapa
masalah pelaksanaan syariat dan ibadah.
Pengurus Muhammadiyah
Cabang Palopo melayani tantangan itu.
K.H Muhammad Ramli tampil didepan
umum mengemukakan dalil-dalil yang dipeganginya terhadap masalah yang
diperdebatkan dan selanjutnya dengan penuh percaya diri, La Tang (ketua
Muhammadiyah Cabang Palopo) memenuhi permintaan lawan dengan dikemukakan dengan
lancar dengan bahasa dan logika yang meyakinkan, dilengkapi dengan menyampaikan
ayat-ayat Al-Qur’an secara fasih dan hadist-hadist Rasulullah SAW. Sehingga
dengan penilaian keduanya pada umumnya sama-sama benar.
Perdebatan yang terjadi di Palopo
itu , terjadi juga di Jeneponto (perdebatan yang tidak sepaham ) dan di kota
Makassar (namun dikota Makassar, terjadi perdebatan yang menampilkan S.S jam’an
dan S.Madjidi berhadapan dengan pendeta Kristen. Yang dimenangkan oleh
Muhammadiyah.
Sehingga perdebatan
tersebut semakin membuka pengertian Masyarakat terhadap Muhammadiyah semakin
menaikkan Popularitas.
BAGIAN IV
PERKEMBANGAN PISIK ORGANISASI SAMPAI
MASA PENDUDUKAN JEPANG MUKTAMAR MUHAMMADIYAH KE-21 DAN MUSYAWARAH DAERAH YANG DIADAKANNYA
1.
Perkembangan pisik muhammadiyah selama
15 Tahun (1926-1941)
Berkat keikhlasan,
dedikasi yang tinggi dan keuletan para pengurus muhammadiyah menjadi factor
pengembangan organisasi Muhammadiyah dan
amalan-amalan usaha yang menunjukkan kemajuan selama 15 tahun sejak awal kehadiran pada tahun1926 di kota
Makassar. Bulan April 1941, berlangsungnya
konperensi Muhammadiyah SULSEL ke-61
yang telah terbentuk enam cabang dan 81 Groep(Ranting). Selain
ranting-ranting tersebut yang berada di wilayah Sulawesi selatan, Majelis
perwakilan Muhammadiyah Sulawesi Selatan juga membina ranting Salabangka di
Sulawesi Tengah (senbagai Ranting ke-82). Sebagai
bukti ketinggian mutu anggotanya yang memiliki semangat berkorban yang besar
serta kecintaan yang dalam pada organisasinya,dapat diukur dengan melihat hasil
usaha mereka sbb: pertama, sampai tahun
1932 (6 tahun setelah dibentuk dikota Makassar) Muhammadiyah telah
mendirikan 21 buah sekolah. Kedua, sampai dengan tahun 1941, telah mendirikan
56 buah sekolah,madrasah ,41 masjid dan
mushollah yang tersebar di ranting dan cabang-cabang.
Penyelenggaraan
Konperensi-Konperensi Daerah Musyawarah Dalam Muhammadiayah
Dua
hal penting dalam pengelolahan organisasi Muhammadiyah dan pengelolaan
amal-amal usahanya, yaitu:
a. Tertib administrasi hal ini agar dapat
memelihara kepercayaan Masyarakat , khususnya organisasi Muhammadiyah. dan juga
agar tidak menimbulkan kesalahn yang menyebabkan finah-fitnah belaka kepada
Muhammdiyah.
b. Pengelolahan Organisasi secara terbuka
dengan selalu mengutamakan Musyawarah yang dilandasi oleh persaudaraan Islam
(ukhuwwah Islamiyah).
2. Konperensi Sebelum Perang
Pasific
Ditengah-tengah
tantangan dan suka duka dalam perkembangannya, Muhammadiyah melangsungkan
konperensi tahunannya. Sejak berdirinya Muhammadiyah di tahun 1926 sampai
kedatangan tentara jepang, konperensi telah dilangsungkan di tempat-tempat
seperti, tahun 1929 dilangsungkan di Sengkang dan di Makassar, tahun 1929
dilangsungkan di Majene dan di Bantaeng, tahun 1931 dilangsungkan di
Labbakkang, tahun 1932 dilangsungkan di Palopo dan di Maros, tahun 1933
dilangsungkan di Rappang, tahun 1934 dilangsungkan di Kajang, tahun 1935
dilangsungkan di Mejene, tahun1936 dilangsungkan di Bulukumba, tahun 1937
dilangsungkan di Makassar, tahun 1938 dilangsungkan di Benteng-Selayar, tahun
1939 dilangsungkan di Palopo, tahun 1940 dilangsungkan di pare-pare dan tahun
1941 dilangsungkan di Sengkang.
3. Muktamar (Kongres) Muhammadiyah
Se-Indonesia ke-21 Di Makassar
Suatu peristiwa organisasi
yang sangat bersejarah bagi Muhammadiyah di daerah SULSEL ini adalah Muktamar
Muhammadiyah ke-21 di kota Makassar, yang telah berlangsung dengan baik selama
7 hari, yakni dari tanggal 1 sampai 7 mei 1932.
Jenjang kewenangan
Muhammadiyah ditetapkan dalam rumus Anggaran dasarnya Bab VI pasal 16 sampai
pasal 21. Tentang ketentuan anggaran dasar
tersebut terakhir dirumuskan dalam keputusan muktamar Muhammadiyah ke-39
di Padang pada tahun 1975.
4. Dimasa Penduduk Jepang
Perang dunia kedua telah menimbulkan
kesengsaraan dan kesulitan di semua bidang kehidupan. Komunikasi dan hubungan
antara satu daerah dengan lainnya terputus. Termasuk teransportasi dan
ketakutan melakukan perjalanan kemana-mana. Pemerintah dan tentara
jepang pada saat itu melakukan pembentukan (melikwidir) semua kegiatan
organisasi rakyat, termasuk membekukan Muhammadiyah Sulawesi Selatan dan
memerintahkan untuk menutup semua sekolah-sekolahnya. Meski
demikian, ada juga amal usaha organisasi yang tetap bertahan seperti sekolah di
Bantaeng, Rappang, Sengkang dan Palopo. Namun akhirnya kegiatan mereka juga
dihentikan, meski pengajian-pengajian sebagian masih dilanjutkan oleh cabang
atau ranting dirumah para pemimpinnya, yang dilakukan secara hati-hati dan rasa
kekeluargaan.
Siasat Pemerintah dan Tentara Jepang
Untuk memperoleh simpati
dari umat Islam yang menjadi penduduk terbesar di daerah ini, pemrintah jepang
mendirikan organisasi baru yang diberi nama “jam’iyah Islamiyah” sebagai
satu-satu organisasi dalam umat Islam. Organisasi
ini dipimpin oleh Jepang, diketuai oleh seorang perwira bernama Umar Faisal
Kobayasi. Untuk memperoleh kepercayaan dari umat islam, beberapa tokoh Islam
Sulawesi Selatan ditarik dalam pengurusan Jam’iyah Islamiyah, baik tokoh atau
ulama yang berdornisili di kota Makassra maupun yang berada di daerah-daerah. Usaha lain dari pemerintah
Jepang untuk menarik perhatian dan simpati Umat Islam ialah mendirikan sekolah
sebagai wadah pendidikan untuk menampung pemuda-pemuda Islam yang sekolahnya
telah ditutup. Sekolah yang didirikan itu berada di Makassar yang bernama
Kaikyo Gakuin Cutobu, setengkat dengan sekolah menengah Islam. Tamatan dari
sekolah tersebut melanjutkan pelajaran ke sekolah Kaikyo Gakuin Kotobu,
setingkat sekolah Menengah Islam Atas yang berada dikota Watanpone, karena
Makassar selalu jadi sasaran para sekutu. Dan sekolah selanjutya menempati
gedung Madrasah Islamiyah Amiriyah yang didirikan oleh Raja Bone( Arungpone)
yang dipimpin oleh Sayyid Mahmud Al-Jawwad. Kurang lebih 10 bulan sekolah ini
berjalan, akhirnya ditutup karena tentara Jepang telah menyerah pada Sekutu
pada bulan Agustus 1945.
BAGIAN
V
MUHAMMADIYAH
DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN DI SULAWESI SELATAN
1. Muhammadiyah Kembali Aktif
Berita tentang peroklamasi kemerdekaan
baru diketahui secara terbatas di daerah Suawesi Selatan sekitar bulan
September 1945, yakni setelah Dr.Sam Ratulangi dan Andi Pangeran Petta Rani
telah berada didaerah ini sekembalinya menghadiri momentum bersejarah, peroklamasi
kemerdekaan tersebut. Beliau langsung berusaha menggunakan segala kesempatan
agar berita tentang peroklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dapat tersebar
luas. Mendengar hal itu warga Muhammadiyah kembali bersemangat melanjutkan perjuangannya.
2. Warga Muhammadiyah dalam Pemberontakan
Bersenjata
Pada tanggal 23
September 1945, pasukan sekutu dari tentara Australia ditambah dengan tentara
Gurkha (Inggris) mendarat di kota Makassar. Mereka dengan tugas menawan dan
melucuti Jepang. Beberapa tentara Belanda ikut membonceng para tentara
Australia (seorang yang berpangkat mayor
bernama Wagner ditugaskan menghimpun kembali bekas-bekas tentara KL dan KNIL
yang ditawan oleh tentara Jepang, dimana tawanan bekerja paksa untuk
dipersenjatai kembali.
Sampai akhir
September 1945, beberapa tempat dan bangunan Vital di kota Makassar telah diambil alih dan dikuasai oleh pasukan
sekutu. Mereka bertingkah dan berlagak hendak diperlakukan sebagai raja oleh
orang-orang Indonesia sebagaimana dilakukan sebelum perang.
Memasuki tahun 1946,
Belanda mengusahakan memperluas kekuasaanya ke daerah-daerah pedalaman di
Sulawesi Selatan. Perlawanan rakyat terhadap terhadap NICA(Belanda) tak dapat
dielakkan dan semakin menampakkan bentuknya serta tersebar diberbagai wilayah. Anggota-anggota
Muhammadiyah, terutama yang pernah aktif di kepanduan Hizbul Wathan tampil
memegang peran dalam mengorganisasi perlawanan rakyat ini, bersama-sama dari
pemuda golongan lain. Sehingga terbentuklah kelasykaran-kelasykaran, baik di
kota Makassar maupun di daerah-daerah.
Mengetahui bentuknya
kelasykaran rakyat yang menentang kekuasaan yang mulai diusahakan oleh tentara
Belanda, maka dengan kekuasaan NICAnya semakin meningkat kegiatannya dan
memperalat tentara sekutu mengejar pemuda-pemuda anggota kelasykaran itu dengan
menyatakan sebagai pengacau ekstrimist. Aksi-aksi Belanda tersebut dibarengi
dengan kegiatan usahanya di bidang politik menghancurkan pengaruh kekuasaan
Republik Indonesia di Sulawesi
Selatan.
Letnal Jenderal H..J.
Van Mook, mensponsori dan mempelopori konperensi di Malino pada tgl. 15 sampai
25 juni 1946. Pada konperensi Malino inilah Belanda dan orang-orang
‘sefahamnya’ memutuskan meletakkan dasar-dasar pembentukan Negara Indonesia
Serikat.
3. Konperensi Darurat Muhammadiyah Daerah Sulawesi Selatan di Kota
Makassar
Keputusan konperensi malino untuk
membentuk Negara-negara bagaian dalam ikatan Negara Indonesia Serikat,
menyababkan semangat dan aksi-aksi perlawanan rakyat semakin tinggi.
Konsulat Muhammadiyah Sulawesi Selatan
mempersatukan pendapat dan sikap menghadapi situasi yang semakin buruk. Dua
alasan Muhammadiyah memandang perlu mengadakan pertemuan (konperensi) pada saat
itu.
a. Banyaknya desakan dari daerah-daerah
agar Muhammadiyah kompak dan utuh menghadapi keadaan
b. Sulitnya melakukan hubungan dengan
pemimpin Pusat Muhamadiyah di Yogyakarta guna memperoleh petunjuk dan pedoman
menghadapi keadaan yang semakin genting
Dalam
konperensi Muhammadiyah Cabang Makassar termasuk tampil berbicara Lanto Daeng
Pasewang, seorang pejuang republic dan juga pendiri Muhammadiyah di Jeneponto.
Suasana rapat di konperensi itu diwarnai oleh semangat kemerdekaan yang membara, jiwa republiken
yang menggelora H.A Sewang Daeng Muntu, saat tampil kemimbar menyatakan bahwa “
Haram bagi orang-orang Muhammadiyah
tidak menyetujui perjuangan kemerdekaan Negara kesatuan Republik Indonesia”.
Akhirnya konperensi itu memutuskan dan mengambil sikap sbagai berikut :
a. Muhammadiyah Cabang Makassar mendukung
sepenuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia
b. Memperjuangkan keputusan tersebut agar
menjadi putusan konperensi darurat Muhammadiyah Daerah Sulawesi Selatan
Konperensi
darurat (istimewah) Muhammadiyah Daerah Sulawesi Selatan yang bersejarah itu
dilangsungkan pada bulan juni 1946, bertempat di Muhammadiyah Ranting Mamajang.
Konperensi
darurat (istimewah) itu berlangsung selama dua hari dengan menetapkan keputusan
yang sangat bersejarah dan berbobot, yaitu:
a. Muhmmadiyah di daerah Sulawesi Selatan
berdiri di belakang republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta
b. Muhammadiyah Sulawesi Selatan tetap di
bawah koordinasi pimpinan pusat Muhammadiyah di Yogyakarta
Keputusan konperensi darurat di
Mamajang itu merupakan pukulan berat bagi Belanda di dunia Internasional.
4. Pengorbanan Warga Muhammadiyah Dalam Membela dan
Mempertahankan Kemerdekaan Sulawesi Selatan
Memasuki
semester kedua tahun 1946, perjuangan rakyat Sulawesi Selatan menghadapi
colonial semakin meningkat tiap hari dan semakin menjadi bulan-bulanan gempuran
pasukan NICA, maka para pejuang menghimpun kekuatan di daerah-daerah. Sejak
bulan februari1947, terjadi pertempuran sekitar 57 kali. Dengan kelicikan
pasukan NICA, mereka dapat mempengaruhi pasukan sekutu yang terdiri dari
tentara Australia dan Gurkha untuk menghadapi lasykar-lasykar pembela
kemerdekaan itu.
Dalam
bulan Desember 1946 merupakan bulan perwujudan kebrutalan dan kebuasan
Westerling dan pasukannya. Puluhan ribu nyawa melayang dan ribuan pula rumah
penduduk yang musnah dibakar oleh mereka. Aksi biadab itu dimulai pada tanggal 11 Desember 1946
dengan menembak mati ratusan penduduk di kampong Kalukung dibagian timur kota
Makassar dan dilanjutkan aksi serupa terhadap ratusan penduduk di Balangboddong,
bagian selatan kota Makassar.
Aksi-aksi
pembantaian Westerling dengan pasukannya dilanjutkan di daerah-daerah lain
seperti di Jeneponta dan Bantaeng, dengan kebuasan yang sama. Tak kalah juga di
Bulukumba, koban keganasan Westerling dan pasukannya juga sangat banyak.
Jatuhnya
korban yang tidak sedikit dalam mempertahankan kemerdekaan, tidaklah
menyebabkan lemahnya semangat dan keberanian warga Muhammadiyah terutama
pemuda-pemudanya. Tanpa menunggu insturksi secara hirarkis, masin-masing cabang
dan ranting berupaya membenahi kembali
roda organisasi dan mengidupkan amal usahanya. Pemuda-pemuda kembali
menggerakkan Hizbul Wathan menurut kadar dan sarana-sarana yang ada. Para
pejuang republic ini senantiasa dalam kewaspadaan yang tinggi diwujudkan antara
lain dengan menkoordinasikan diri dalam kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan
(KGSS). Warga pdan pemuda Muhammadiyah tampil dalam badan perjuangan ini.
BAGIAN VI
KEMBALI KE PANGKUAN NEGARA KESATUAN
REPUBLIK INDONESIA
1. Muhammadiyah Setelah
Terbentuk Partai Masyumi
Negara Indonesia Serikat
tidak berumur lama. Dengan mosi integral yang dipelopori Muhammad Natsir diparlemen RIS, mengakhiri eksistensi
Negara-negara bagian bentukan Belanda, termasuk Negara Indonesia Timur. Negara
kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan kemerdekaannya pada 17 agustus
1945 kembali berdaulat, dan pemimpin pemerintahannya kembali ke Jakarta sebagai
Ibukota Negara.
Pada tanggal 3 Nopember 1945,
pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan maklumat yang isinya memberikan
kesempatan dan keleluasaan kepada rakyat untuk membentuk partai organisasi
politik sebagai wadah perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan.
17 Nopember 1945 berkumpullah
pemimpin-pemimpin Islam di Yogyakarta
yang berasal dari semua golongan dan organisasi umat Islam memusyawaratkan apa
wujud usaha bersama merealisir maksud
maklumat pemerinatah tersebut.
Permusyawaratan para pemimpin islam itu menghasilkan ikrar bersama untuk
membentuk satu wadah pejuangan umat Islam Indonesia dalam bentuk partai politik
yang dinamai “Majelis Syura Muslimah Indonesia” disingkat MASYUMI yang
bertujuan menjadikannya wadah bersama dari seluruh umat Islam Indonesia dalam
membela dan mempertahankan kemerdekaan, serta berupaya mengisi kemerdekaan itu
dalam peri kehidupan yang dituntunkan oleh agama Islam, agama yang penganutnya terbesar dan terbanyak
di Indonesia.
Pada akhir tahun 1949, partai
islam Masyumi inipun terbentuk di Makassar. Dipenghujung tahun 1949 itu
terbentuklah komisariat Sulawesi Selatan dengan Muhammad Noor sebagai ketua dan
Abd.Rahman Hilmie sebagai sekertaris.
Pada awal tahun 1950
terbentuklah Masyumi cabang Makassar sebagai cabang pertama di Sulawesi Selatan
dengan Abul Haji Daeng Mangka dari Muhammadiyah sebagai ketua.
Dalam waktu singkat , partai
Masyumi telah merata terbentuk diseluruh Sulawesi Selatan. Dan juga selain
terserapnya tenaga-tenaga Muhammadiyah ke dalam partai Masyumi, juga diserap di
bidang birokrasi pemerintahan untuk
melengkapi personalia, badan-badan, instansi-instansi dan jawatan-jawatan
pemerintah dari tingkat pusat kedaerah-daerah.
Pada pemilihan umum pertama
tahun 1955, itu pula telah menempatkan beberapa pengurus dan penggerak
Muhammadiyah, Aisyiyah dan pemuda Muhammadiyah menduduki kursi di lembaga
perwakilan Rakyat tingkat kabupaten dan kotapraja, baik anggota DPRD maupun
DPD.
2. Muhammadiyah di Tengah-tengah Kancah Gerakan DI-TII Sulawesi
Selatan
Sejak tahun 1953,
Sulawesi Selatan dan Tenggara dalam suasana tidak aman akibat dari adanya
gerakan DI dan TII, sebagian besar pedesaan di pedalaman Sulawesi Selatan dan
Tenggara dalam penguasaan mereka.
Operasi pemulihan keamanan
yang dilakukan oleh alat-alat kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia disatu
pihak dan aksi-aksi DI-TII di pihak lainnya membawa daerah-daerah pedesaan itu
bergantung yang menguasainya dengan segala akibat yang dialami oleh rakyat itu.
Di kala kesatuan-kesatuan TNI berada di daerahnya mereka adalah warga Negara
RI, namun di kala DI-TII datang setelah TNI meniggalkan desanya, mereka pun
mengikuti DI-TII dengan sagala peraturan-peraturan.
Pemuka-pemuka atau pengurus
Muhammadiyah dan Aisyiyah yang diculik dikediamannya, bertahun-tahun mereka di
tengah-tengah kekuasaan DI-TII. Barulah setelah operasi pemulihan keamanan yang
dilakukan oleh TNI secara intensif , mereka dapat dibebaskan.
3. Masa Penataan Kembali Organisasi dan Amal Usaha
A. Penyelenggaraan Konperensi-Konperensi
Daerah
Telah dikemukakan bahwa
Muhammadiyah sangat mengutamakan Musyawarah di samping tertib administrasi.
Muhammadiyah senantiasa berupaya melaksanakan konperensi-konperensi sesuai dan
memenuhi ketentuan anggaran dasar dan rumah tangganya. Selama dasawarsa kelima
telah diselenggarakan konperensi daerah,yaitu
Ø Tahun 1950
diselenggarakan di Bantaeng
Ø Tahun 1951
diselenggarakan di Makale
Ø Tahun 1952
diselenggarakan di Pare-Pare
Ø Tahun 1954
diselenggarakan di Rappang
Ø Tahun 1959
diselenggarakan di Watangsoppeng
Konperensi
daerah di Bantaeng adalah konperensi daerah yang pertama diadakan di alam
kemerdekaan.
Gangguan keamanan yang
memuncak tiga tahun beturut-turut, yakni tahun 1954 sampai 1957 yang tidak
memungkinkan penyelenggaraan konperensi apalagi dipedalaman Sulawesi Selatan,
maka barulah pada tahun 1958 konperensi daerah itu dapat dilangsungkan di
Watangsoppeng.
B. Membentuk dan Menggiatkan Organisasi
Otonom (ORTOM)
Partai Masyumi yang dipusatkan
oleh penguasa di negeri ini untuk membubarkan diri pada bulan Agustus tahun
1960 dan diiringi dengan penangkapan dan pemenjaraan pemimpin-pemimpinya.
masuknya sarjana-sarjana dan
pemuda-pemuda berpendidikan dalam kepengurusan Muhammadiyah dan organisasi
otonomnya menjadi factor lincahnya gerak organisasi dan berkembangnya amal
usaha-amal usahanya.
C. Perubahan Struktur Organisasi
Pada tahun 1953, pemerintah telah
melakukan pemekaran daerah pemerintahan
propinsi kemudian disusul dengan pemekaran daerah pemerintahan
kabupaten-kotapraja.
Penyebutan dalam
kepengurusan mengalami perubahan sbb:
a. Pada
tingkat perovinsi daerah tingkat I disebut pimpinan Muhammadiyah Wilayah
b. Pada
tingkat kabupaten daerah tingkat II disebut pimpinan Muhammadiyah Daerah
c. Pada
tingkat cabang disebut pimpinan Muhammadiyah Cabang
d. Pada
tingkat ranting disebut pimpinan Muhammadiyah Ranting
D. Konperensi Daerah Menjadi Musyawarah Wilayah
Tahun
1960 sampai 1965, telah dilangsungkan konperensi daerah yang kemudian diubah
namanya menjadi musyawarah wilayah yaitu: (1961) di Sengkang, (1962) di
Bantaeng, (1964) di Pinrang, (1965) di Jeneponto.
4. Perubahan –perubahan Dalam sikap Beragama
Serangkai kata-kata ungkapan
yang sering diucap “ Muhammadiyah hanyalah menyampaikan agama Allah dan
tuntunan Rasul-Nya menurut apa yang termasuk dalam Al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah SAW. Bila ada orang yang tidak mau menerimanya dewasa ini, Insya
Allah anak turunannya kelak akan menerimanya. Muhammadiyah yakin bahwa
kebenaran yang didakwahkannya, pada suatu waktu akan muncul dengan kehendak dan
pertolongan Allah SWT.”
Sebagian dari
topik-topik dan permasalahan yang dibenarkan oleh Muhammadiyah seperti, salah
satunya yaitu:
-
Shalat Iedul Fitri atau Iedul Adha di lapangan terbuka
(bukan didalam masjid) telah berlaku pula baik di perkotaan maupun didesa-desa
-
Shalat jum’at dengan sekali adzan dan dengan Khotbah bahasa
Indonesia atau bahasa daerah telah merata dilakukan di Sulawesi Selatan.
Banyak lagi perubahan
dalam sikap beragama yang menggembirakan. Pengurus, muballigh dan guru
Muhammdiyah mengikuti dan menyaksikan perubahan itu dengan penuh kesyukuran
dengan menyadar bahwa sangat banyak dari yang dicita-citakan belum tercapai.
BAGIAN VII
MUHAMMADIYAH DI SULAWESI SELATAN DAN
PERISTIWA PENGHIANATAN G.30.S-PKI
1. Gambaran Kekuatan Komunisme di Indonesia
Hasil
pemilihan umum pertama tahun 1955 membuktikan bahwa dari 257 kursi yang
diperebutkan oleh organisasi politik peserta pemilihan umum, PKI (partai
komunis Indonesia) memperoleh 39 kursi. Hasil pemilihan umum tersebut
menunjukkan bahwa pengikut komunisme di Indonesia pada tahun 1955 itu berjumlah
sekitar 15 juta jiwa,atau sekitar 15,2 persen dari seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah
perkembangan faham komunis sepanjang masa menunjukkan bahwa faham tersebut akan
berkembang subur pada bangsa-bangsa dan negeri yang rakyatnya hidup
miskin,bertaraf ekonomi rendah.
Memasuki tahun enam puluhan,
keadaan perekonomian di Indonesia semakin memburuk, kehidupan rakyat semakin
sulit. Kondisi ekonomi dan kehidupan masyarakat yang demikian menjadi pesemaian
subur semakin melebarnya pengaruh PKI yang datang kepada buruh tani dengan
janjian akan membagikan tanah. Suasana antagonis yang mewajahkan pertentangan dan
curiga-mencurigai, kebencian dengan orang miskin diistilai “kaum proletar”,
terhadap orang yang berpunya dengan slogan yang membangkitkan emosi, dihidupkan
dalam masyarakat untuk mempermatang situasi revolusioner. Mereka pun berusaha
dan berhasil menyusup ke tubuh alat-alat kekuasaan Negara dan berhasil
mempengaruhi sebagian dari mereka terutama di Jawa dan Jakarta sendiri.
PKI merasa telah kuat.
Kekuatanya berakar pada kaum buruh dan petani, pada pemuda dan sebagian
alat-alat kekuasaan Negara.
PKI untuk kedua kalinya
melakukan penghianatan terhadap bangsa dan Negara. Belum lagi terlupakan
kebiadaban mereka menyembelih alim-ulama, pemimpin nasional pada
pemberontakannya di Madium pada tahun 1948, kebiadabannya itu diulang lagi
dengan membantai putera-putera terbaik dari bangsa ini,pemimpin Angkatan Darat,
pewira-pewira tinggi yang diperkirakannya akan menghalangi gerakan
penghianatannya.
Kebiadaban PKI yang telah dua
kali dipertontonkan itu menimbulkan amarah rakyat yang meluap. Rakyat bangkit
bersama-sama dengan ABRI melakukan pembalasan menumpas PKI dan seluruh
organisasi mantelnya. Mereka melahirkan tuntutan yang terkenal dengan TRITURA, tiga tuntutan rakyat, salah
satu dari padanya ialah tuntutan agar PKI dan organisasi-organisasi mantelnya
dibubarkan dan dinyatakan terlarang di seluruh Indonesia.
2. Kokam Wilayah Sulawesi Selatan didirikan
Melihat situasi politik
semakin tidak menentu, dan agresifitas Partai Komunis Indonesia semakin
merajalela, maka Pengurus Komando Kesiapsiagaan Angakatan Muda Muhammadiyah
dibentuk. Hal itu dibentuk untuk membantengi generasi muda Indonesia khususnya
umat Islam dari pengaruh buruk PKI.
Sebagai angkatan
pertama, pengurus KOKAM diketuai oleh Abdul Kadir Sarro dan wakil M. Ja’far
Tinri. Dan adapun KOKAM kotamadya Ujungpandang yang menjadi pusat kegiatan
operasi diketuai oleh Tajuddin Ibrahim.
Disepakati satu rumusan
yang sederhana dan singkat yaitu “menghancurkan sampai lenyap Gestapu-PKI
adalah termaksut ibadah” keputusan ini diambil dengan cukup menyadari akibat-akibatnya
dan konsekwensi yang dimintanya.
BAGIAN VIII
DALAM ERA ORDE BARU
1. Perkembangan Muhammadiyah pada Permulaan Orde Baru (ORBA)
Terjalinya
hubungan baik antara para pemimpin Muhammadiyah di semua tingkatan kepengurusan
dengan pihak pejabat pemerintahan, terutama dengan alat-alat kekuasaan Negara,
semakin menciptakan suasana yang melapangkan medan bagi Muhammadiyah untuk
mengembangkan dirinya.
Pertengahan
tahun 1966, panglima KODAM HASANUDDIN bapak Kol.Solihin GP. Yang diundang
memberikan amanat dan pengarahan dengan menyatakan “Muhammadiyah adalah kawan
terpercaya bagi ABRI dalam menyelamatkan Bangsa dan Negara” pada apel siaga yang diselenggarakan oleh
KOKAM daerah Kotamadya Ujungpandang. Beliau juga sering mengatakan bahwa “pintu
rumah saya terbuka siang dan malam bagi pengurus-pengurus Muhammadiyah, dan
kalau memerlukan dikantor, dating saja, tak usah mendaftarkan diri pada piket ,
beri tahulah saja bahwa anda dari Muhammadiyah”.
Keadaan
yang melegakan itu menyebabkan beberapa Ranting Muhammadiyah dan
organisasi-organisasi dalam lingkungannya yang sekian lama tidak aktif akibat
beberapa sebab, para pengurus kembali bergairah dan bangkit sehingga selama priode 1965 -2968 (3 tahun),
telah dibentuk 25 Pimpinan Daerah , 106 Pimpinan Cabang dan 60 Ranting.
2. Muhammadiyah Dalam Status Ormaspol
Pemerintah
orde baru pun berkehendak memberikan kesempatan kepada Muhammadiyah ikut serta
berperan dalam bidang politik. Dengan berperan sebagai bidang politik
pemerintah menjadikan Muhammadiyah organisasi masyarakat yang berfungsi politik
atau singkatan populernya saat itu adalah ormaspol.
Sebagai
akibat dari status dan fungsi ormaspol tersebut, Muhammadiyah Wilayah Sulawesi
Selatan Tenggara menyediakan tenaga-tenaga yang ditugaskannya ikut dalam
kegiatan-kegiatan politik peraktis di daerah dalam kelompok atau fraksi
spiritual, baik dalam lembaga DPRD gotong
royong Sulawesi Selatan dan badan BPH.
3. Muhammadiyah Partai Muslimin Indonesia
Partai
Muslimin Indonesia lahir menjadi kenyataan pada bulan februari 1968,
berlandaskan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No.70 Tahun 1968.
Panitia yang berupaya yang membidani lahirnya partai tersebut diketuai oleh K.H
Fakih Usman, seorang tokoh Muhammadiyah terkemuka dan pernah menjadi ketua
Pimpinan Pusat.
Setelah Partai Muslimin Indonesia
memfusikan dirinya ke dalam Partai Persatuan Pembangunan bersama-sama dengan
NU,PSII dan Perti, dalam proses pemfusian mana sedikitpun Muhammadiyah tidak
terlibat di dalamnya, maka lebih jelas lagi tidak adanya hubungan apa pun
antara Muhammadiyah dengan partai tersebut, baik sacara nasional maupun secara
lokal Sulawesi Selatan.
4. Muktamar Muhammadiyah ke-38 di Ujungpandandang
Pada tahun 1932, sewaktu
Muhammadiyah baru berusia 6 tahun di Sulawesi Selatan, dengan Muktamar ke-21.
Kedua kalinya ialah ke-38 yang dilangsungkan pada bulan September 1971, setelah
keberadaan Muhammadiyah di daerah ini berusia 45 tahun.
Penempatan Muktamar ke-38 di
Ujungpandang adalah hasil perjuangan delegasi Muhammadiyah dari Sulawesi
Selatan Tenggara pada Muktamar ke-37 di Yogyakarta pada tahun 1968 yang
ditugaskan melobi Muktamar ke-38 tersebut. Penyelenggaraan Muktamar ke-38 ini
lebih meriah, yang memebutuhkan penanganan dan pengurusan serta penyediaan daya
dan dana yang lebih besar.
BAGIAN IX
AMAL USAHA MUHAMMADIYAH DI WILAYAH
SULAWESI SELATAN
Data dan keterangan yang dikemukakan dalam bagian ini
terbatas hanya sampai pada tahun 1985, Amal usaha dari organisasi otonom
Muhammadiyah belum tercermain dalam uraian ini.
1. Kegiatan Fisik Organisasi
Ø Telah terbentuk 22 Pimpinana Muhammadiyah
Daerah pada setiap Kabupaten-kabupaten (Dati II), kecuali pada kabupaten Mamuju.
Ø Telah terbentuk 129 Cabang dan 156 Ranting,
dengan anggota seluruhnya 9812 orang dengan pwrincian 6432 anggota pria dan
3380 anggota wanita.
2. Organisasi-Organisasi Otonom
Sampai tahun 1985, organisasi otonom
Muhammadiyah yang ada ialah :
Ø Aisyiyah
Ø Nasyiyatul Aisyiyah
Ø Pemuda Muhammadiyah
Ø Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Ø Ikatan Pelajar Muhammadiyah
Ø Tapak Suci Putera Muhammadiyah dengan
keterangan singakat organisasi tersebut ialah :
a. Aisyiyah
Sejak
mula hadirnya Muhammadiyah di sulawesi selatan, senanatiasa diiringi
terbentuknya pula Aisyiyah. Oleh karena itu sampai tahun 1985, banyak tempat,
Aisyiyah terbentuk disamping Pimpinan Muhammadiyah, baik di tingklat daerah,
Cabang dan Ranting.
Jumlah cabang
yang telah terbentuk sebanyak 132 dengan jumlah anggota seluruhnya 5097,
termasuk di Sulawesi Tenggara.
b. Nasyiyatul Aisyiyah
Pada umumnya di tiap-tiap DATI II, dimana
terdapat Pimpinana Aisyiyah Daerah Nasyiyatul Aisyiyah, terkacuali di Dati II
Bone dan Dati II Polewali Mamasa, belum berhasil dibentuk. Dengan demikian
jumlah Pimpinana Daerah Nasyiyatul Aisyiyah Wilaya Sulawesi Selatan sebanyak 21.
c. Pemuda Muhammadiyah
Pemuda Muhammadiyah telah terbentuk di
Sulawesi Selatan tidak lama seesudah Muhammadiyah terbentuk di daerah ini.
Pemuda Muhammadiyah pada umumnya telah terbentuk di daerah-daerah tingkat II
Disamping pimpinandaerah Muhammadiyah (di 22Kabupaten-kotamadya), dengan 138
cabang dan anggotanya berjumlah 6900 orang.
d. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Dalam hal kepengurusan, Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah menggunakan penamaan lain dari Muhammadiyah dan organisasi otonom
lainnya, ialah :
Ø Untuk pengurus tingkat wilayah digunakan
“Dewan Pimpinan daerah (DPD)”.
Ø Untuk pengurus tingkat Dati II digunakan Pimpinan
cabang
Ø Pada lembaga-lembaga perguruan tinggi,
kepengurusannya ialah ”Koordinator Komosariat”
3. Kegiatan di Bidang Dakwah
Kegiatan
di bidang dakwah sangat diutamakan. Kegiatan di bidang ini yang dilakukan oleh
para pengurus dan muballigh-muballighatnya memasyarakatkan cita-cita
perjuangannya, memberikan bimbingan dan penjelasan kepada masyarakat umat Islam
tentang pelaksanaan tuntutan Islam menurut Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW,
bagaikan ujung tombak dalam upaya mengembangkan organisasi Muhammadiyah.
4. Kegiatan Di Bidang Pendidikan
Mukhtamar ke 39 di Pandang pada tahun 1975
telah menetapkan strategi Pendidikan dalam Muhammadiyah dengan rumusan :
a. Memelihara jalannya pendidikan agar supaya
tetap mengarah kepada tujuan Pendidikan Muhammadiyah
b. Memurnikan kembali fungsi pendidikan
Muhammadiyah sesuai keputusan Sidang Tanwir di Ponogoro, yaitu : Sebagai mediah
dakwah, Sebagai pembibitan kader dan Sebagai pensyukuran nikmat.
5.
Kegiatan di Bidang Penyantunan Masyarakat
Perkembangan Muhammadiyah sejak mula berdirinya tidak
terlepas dengan usaha-usaha dibidang penyantunan masyarakat, terutama dalam
menyantuni fakir miskin, pemeliharaan anak-yatim piyatu, bantuan pertolongan
pada korban bencana alam dan kebakaran, penyantunan kesehatan ibu dan anak pada
khususnya dan kesehatan pada umumnya, dan lain-lain.
6.
Kegiatan (Amal Usaha) Lain
a) Pimpinan Wilayah Aisyiyah Sulawesi Selatan telah
membangun gedung serba guna di kota ujungpandang. Selain menjadi pusat
kegiatan-kegiatan dan sekretariat Aisyiyah pun menjadi gedung pertemuan,
menjadi salah satu sumber in-come organisasi dan pembinaan amal-amal usahanya.
b) Pimpinan cabang Muhammadiyah Makassar, telah
membangun dan mengusahakan optik di kota Makassar, sebagai upaya komersial
untuk menunjang pembinaan amal-amal usahanya.
c) Atas usaha pimpinan Muhammadiyah cabang
Makassar, telah didirikan radio amatir (Radam) di masjid Ta’mir dengan nama
AL-IHWAN yang siarannya menjangkau ke seluruh daerah Sulawesi Selatan dan
wilayah-wilayah lainnya.
No comments:
Post a Comment