Thursday, November 2, 2017

CERPEN "LOSARI"



Sebuah Cerpen
“Losari”
Tidak ada yang pernah menyangka bahwa cerita setahun silam adalah kisah indah yang kita lalui bersama. Pertemuan malu-malu yang tanpa sengaja terjadi di kampus tercinta Unismuh membawa kita pada mahligai kata yang selalu indah untuk kau bagi dikupingku dan senyum manja yang setiap pagi kau lempar melalui jendela kelas saat perkuliahan berlangsung. Lalu tanpa ragu kau mengajakku ke anjungan pantai Losari dengan rayuan gombal dan janji menikmati keindahan pantai dan terbenamnya matahari sore itu. Memang indah, seindah perkataan mu tentang ku yang cantik dan membuatmu jatuh hati. Lalu kau jajakan hatimu di hadapanku sembari berlutut dan menengadahkan kedua tangan mu serupa menyambut dua tangan dari ku sebagai arti bahwa kita telah mengikat cinta kasih. Dan, karena kisah sebelumnya yang begitu membuat ku tersipu, dan harapan dibenakku akan masa depan yang indah dengan mu. Maka bersambutlah tengadah tanganmu dari ku. Maka benar saja, sore itu ikrar cinta kasih kita terjalin.
Terpaan angin laut pantai Losari sore itu semakin lama semakin berat saja. Begitulah pantai di sore menjelang malam hari. Anginnya akan semakin berat. Lalu tanpa ragu kau menyapa tanganku yang mulai dingin dan mengajakku menatap terbenamnya matahari yang begitu indah. Lalu, kau meyakinkanku akan cintamu yang seberat matahari yang terbenam. Aku hanya tersipu malu namun lautan kebahagiaan begitu luas dihati dan pikiranku. Karena kau cinta pertama yang kuharapkan.
Seperti mawar merah yang merekah di pagi hari, maka begitu pula rona rasa dihati yang aku bawah setiap hari ke kampus. Dan akan bertambah merekah dan merona lebih merah lagi ketika kusaksikan sunggingan senyum manismu dari balik jendela kelasku. Pesan-pesan cinta dikertas merah muda kau awali untuk kau berikan padaku saat hujan di sore hari kala itu. Maka kau tawarkan baju hangat mu padaku. Tanpa ragu dan dengan sedikit malu kuterima dan kau pasangkan di lenganku. Bahagia rasanya. Sebulan berlalu, aku semakin yakin bahwa kau adalah lelaki terindah yang Tuhan berikan padaku. Harapan untuk menjalin keluarga bahagia dengan mu menjadi semakin terang di angan-anganku.
Januari 2015, aku masih tetap yakin bahwa cinta kita adalah anugerah dari Tuhan dan kau adalah lelaki yang Tuhan berikan untukku meskipun telah muncul benih pertanyaan akan perubahan yang kau berikan padaku. Tidak ada lagi surat cinta dari kertas merah muda untukku. Tidak ada lagi semnyum manis yang kau sunggingkan untukku setiap kelas berlangsung di balik jendela. Bahkan semakin bertmbah keraguan itu ketika kabar burung hinggap di telingaku bahwa kelokan telah terbuka. Maka luka pun semakin parah. Kutanya pada burung pembawa kabar buruk itu. Jawabnya hanya anggukan. Artinya ada pembenaran. Namun, aku masih yakin bahwa kau adalah belahan jiwaku.
Setahun berlalu, hari ini, luka mengangah menghadang di wajahku. Semua kabar itu benar adanya. Seorang gadis cantik yang tidak lain adalah temanku telah kau titipkan ruh di rahimnya. Mulailah kuteteskan sedikit demi sedikit air mata kebencian dan kekecewaan. Tahun itu adalah kehancuran. Tuhan adil padaku. Tuhan melukiskan orang yang kuanggap belahan jiwaku dan surga untukku dari-Nya ternyata tidak lain adalah pembohong. Bagaimana jika cinta itu telah terjalin sebagai pasangan suami istri. Mungkin lebih sakit dari apa yang kurasakan saat ini.
Adzan azhar telah dikumandangkan, kewajibanku telah kutunaikan. Tiba-tiba, di depan rumah kau muncul dan berusaha menjelaskannya. Baiklah, akan kudengar semua celoteh dari mu. Pintaku, ajak aku ke Losari. Harapku, dimana kisah itu dimulai, akan kuakhiri di situ jua. Di sana kau jelaskan bahwa itu adalah khilaf. Lalu kulayangkan sedikit telapak tanganku ke pipimu. Kau hanya diam karena memang kau bersalah.
Tidak...! sepertinya kau telah hilang dalam relung ingatan ini. Derai angin dan ombak kecil Losari adalah saksi bisu bahwa kau telah khianat. Kau dustakan semua apa yang telah kita patrikan dahulu, di tempat ini jua. Tapi, bukan itu lelaki yang sesungguhnya. Kau katakan bahwa kita akan sehidup semati, tapi mengapa ada orang lain yang kau jadikan intan di hatimu, lalu kau menempatkan ku pada sebuah wadah botol kecil dan melemparnya kelaut. Luar biasa. Inikah kau yang sesungguhnya. Jika saya yang melakukan khianat itu, maka sudah tentu aku malu untuk memunculkan wajahku di depan orang banyak. Ini adalah siri”. Siri’nya orang yang tahu arti dan tak khianat sepertimu. Tapi kamu tidak, tanpa rasa malu kau tengadahkan kepalamu dengan begitu congkak di hadapan mereka. Tidak tahu rasa malu. Tentu kebusukannya kau bagi padaku. Dan aku mulai  tersadar bahwa setahun lalu kau pernah berkata bahwa cinta mu seberat matahari yang terbenam, maka terbenamlah cintamu utnukku saat ini.


No comments:

Post a Comment

Semangat Kolaborasi Riset Membangun IKN Berbudaya: Desa Telemow Bersiap Menjadi Laboratorium Hidup Kearifan Lokal

  Penajam Paser Utara, 16 September 2024 – Gemuruh semangat pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara di Kalimantan Timur bergema hingga ke pel...