METODE
FIELD TRIP DALAM PEMBELAJARAN
MENULIS
PUISI
A. Pengantar
Pada hakikatnya, pembelajaran
bahasa atau pengajaran keterampilan berbahasa
bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berbahasa siswa.
Terampil berbahasa berarti terampil menyimak, terampil berbicara, terampil
membaca, dan terampil menulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sesuai
dengan namanya, yakni keterampilan berbahasa, maka ada beberapa ciri khas
keterampilan yang berlaku. Pertama, keterampilan berbahasa bersifat mekanistis.
Keterampilan ini dapat dikuasai melalui latihan atau praktik terusmenerus, dan
erat kaitannya dengan pengalaman, sehingga berlaku pula ungkapan belajar
melalui pengalaman. Kedua, pengalaman bahasa. Ketiga, jenis
pertanyaan aplikasi sangat cocok dalam mengembangkan keterampilan berbahasa
(Djago Tarigan dan Henry Guntur Tarigan, 1986: 230). Berkenaan dengan hal
tersebut, keterampilan menulis pun tidak lepas dari ketiga karakteristik yang
disampaikan oleh Djago Tarigan dan Henry Guntur Tarigan. Keterampilan menulis
sangat penting dan berarti dalam peranannya. Djago Tarigan dan Henry Guntur
Tarigan (1986) menyatakan bahwa dari keempat keterampilan berbahasa yang ada,
keterampilan menulis merupakan sebuah keterampilan berbahasa yang membutuhkan
waktu paling lama. Proses orang belajar bahasa pun selalu dimulai dengan urutan
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. The last but not the least kata
pepatah dalam bahasa Inggris.
Bertolak pada pernyataan-pernyataan
tersebut, sebagai bagian dari pembelajaran bahasa Indonesia, kegiatan menulis
puisi pun sangatlah penting. Dengan memiliki kemampuan menulis puisi, siswa
dapat lebih peka terhadap keadaan di sekitarnya, bahkan lebih jauh siswa dapat
mengkritisi pengalaman jiwa yang pernah dialami dengan menuangkannya dalam
bentuk puisi. Melalui kegiatan menulis puisi, siswa juga diajak untuk belajar
merenungkan hakikat hidup meskipun masih dalam tataran yang sederhana. Oleh
karena itu, siswa diharapkan dapat menguasai kemampuan menulis puisi. Berkaitan
dengan pernyataan di atas, dalam kegiatan pembelajaran di Sekolah Dasar (SD),
kemampuan menulis puisi menjadi salah satu bagian keterampilan bersastra yang
harus diajarkan dan dikuasai siswa. Hal ini dikarenakan menulis puisi dapat
dijadikan sebagai wahana pembentukan karakter, sportivitas, dan menumbuhkan
kepekaan siswa terhadap lingkungan sekitar. Seperti yang diungkapkan Atar Semi
(1993: 194) bahwa tujuan pengajaran sastra adalah agar siswa atau mahasiswa
memiliki rasa peka terhadap karya sastra dan lingkungan sehingga merasa
terdorong dan tertarik untuk membacanya. Selanjutnya, dari hasil membaca suatu
karya sastra, siswa mempunyai pengertian yang baik tentang manusia dan kemanusiaan,
mengenai nilai, dan mendapatkan ide-ide baru. Dengan kemampuan mengenali
nilai-nilai di dalam kehidupan, pada tahap terakhir siswa diharapkan dapat
mengungkapkan pemahaman yang didapat dari pengalaman pribadinya dalam wujud
kegiatan menulis puisi.
Akan tetapi, untuk mencapai tujuan
pembelajaran tersebut tidaklah mudah sebab dalam praktiknya masih terdapat
banyak kendala berkaitan dengan pembelajaran sastra, terutama mengenai menulis
puisi. Banyak keluhan muncul terhadap pembelajaran di sekolah. Bahkan masalah
pembelajaran sastra, telah muncul sejak lama sehingga ada yang mengatakan bahwa
pembelajaran sastra seolah-olah pembelajaran yang bermasalah. Hal
tersebut merupakan permasalahan klasik bahwa pembelajaran sastra termasuk
menulis puisi yang cenderung dianaktirikan dari integrasi pelajaran bahasa
Indonesia membuat keadaan seolah-olah keduanya berdiri sendiri meskipun
digolongkan dalam satu mata pelajaran yang sama, bahasa Indonesia. Pernyataaan
tersebut juga senada dengan yang diungkapkan Budi Prasetyo (2007: 7-63) bahwa pembelajaran menulis puisi di
sekolah masih banyak kendala dan cenderung dihindari.
Selain itu, pendekatan pembelajaran
yang digunakan selama ini pun lebih menekankan pada pendekatan konsep daripada
pendekatan yang lebih menekankan pada anggapan bahwa puisi sebagai sesuatu yang
diciptakan untuk dinikmati dan memperoleh kesenangan. Hal tersebut juga sama
seperti yang diungkapkan oleh Herry Widyastono (2009: 1019-1020), yakni:
Pendidikan
di sekolah pada umumnya lebih menekankan pada pengembangan berpikir logis dan
konvergen (berpikir ke satu arah) dengan melatih peserta didik untuk berpikir
dan menemukan suatu pengetahuan yang sudah ditetapkan oleh guru. Kemampuan
peserta didik untuk berpikir divergen (ke segala arah) dan memecahkan masalah
secara kreatif kurang diperhatikan dan kurang dikembangkan (Herry Widyastono,
2009: 1019-1020).
Oleh karena itu, kesempatan siswa
untuk kreatif dan belajar bebas menjadi berkurang. belajar bebas berarti
belajar untuk menjadi bebas tetapi bertanggung jawab. Hal ini bertujuan agar
murid belajar sendiri, menentukan sendiri apa yang dipelajari, bagaimana
mempelajarinya tanpa diatur secara ketat oleh guru atau peraturan (S. Nasution,
2005: 84-89).
Field trip, yaitu
metode pembelajaran dengan memanfaatkan lokasi yang menyediakan konteks nyata
dan lebih banyak bagi siswa sehingga dapat terangsang untuk menulis puisi dan
akan lebih mudah menuangkan pikiran, perasaan, dan imajinatifnya ke dalam
bentuk puisi. Field trip menurut Syaiful Sagala (2006: 214) merupakan
pesiar (ekskursi) yang digunakan oleh para peserta didik untuk
melengkapi pengalaman belajar tertentu dan merupakan bagian integral dari
kurikulum sekolah. Roestiyah N.K. (2008: 85) meyakini bahwa metode ini dapat
memotivasi siswa untuk memperoleh pengalaman langsung dari objek yang
dilihatnya, sehingga siswa dapat menulis puisi dengan mudah sesuai dengan objek
yang dilihatnya tersebut.
B.
Hakikat
Metode Field Trip
Pelaksanaan pembelajaran bahasa
sangat dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran
yang digunakan oleh guru. Pendekatan sangat berpengaruh terhadap penentuan tujuan pembelajaran, metode,
teknik apa yang digunakan. Istilah pendekatan,
metode, dan teknik sering dipakai secara tumpang tindih. Metode pembelajaran tidak ada yang sempurna.
“Setiap metode selalu memiliki kekurangan
dan kelebihan. Meskipun selalu banyak dilakukan penelitian dan eksperimen
yang diadakan mengenai metode-metode
mana yang paling efektif, tetapi masih tetap sulit untuk membuktikan secara ilmiah metode mana yang paling baik” (Sri
Utami Subyakto dan Nababan, 1993:
150-151). Menurut Beeby (Djago
Tarigan dan Henry Guntur Tarigan, 1986: 38) bahwa salah satu kelemahan pengajaran di dalam kelas adalah terletak
pada penggunaan metode. Guru-guru
cenderung mengajar secara rutin. Kurang variasi dalam penyampaian materi. Cara guru mengajar tersebut mempengaruhi cara
siswa belajar.
Bila guru mengajar hanya dengan
metode ceramah, maka siswa pun belajar dengan cara menghafal. Bila guru mengajar dengan memberikan banyak
latihan, maka siswa belajar melalui
pengalaman. Metode ceramah lebih cocok bagi penyampaian materi berupa pengantar dan teori. Belajar
melalui pengalaman lebih cenderung pada praktik. Kadang-kadang dalam proses belajar,
siswa perlu diajak ke luar sekolah untuk
meninjau tempat-tempat atau objek yang lain, sehingga siswa menjadi tidak
jenuh dan tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan dan tidak
membosankan.
Dalam hal ini, Syaiful Sagala
(2006:176) menyatakan bahwa belajar yang menyenangkan dapat dilihat
dari: (1) tidak tertekan; (2) bebas berpendapat; (3) tidak ngantuk; (4) bebas
mencari objek; (5) tidak jemu; (6) berani berpendapat; (7) belajar sambil
bermain; (8) banyak ide; (9) santai tapi serius (serius tapi santai); (10)
dapat berkomunikasi dengan orang lain; (11) tidak merasa canggung; (12) belajar
di alam bebas; dan (13) tidak takut. Oleh karena itu, salah satu metode yang
dapat digunakan dan menjadi alternatif bagi guru untuk menciptakan suasana
pembelajaran yang tidak kaku dan mengembangkan kreativitas siswa dalam pembelajaran
menulis puisi adalah field trip.
Field trip dapat
diartikan sebagai kunjungan atau karyawisata. Akan tetapi Roestiyah N.K. (2008:
85) mengatakan bahwa field trip bukan sekedar rekreasi, tetapi untuk
belajar atau memperdalam pelajaran dengan melihat kenyataan. Karena itu
dikatakan metode field trip, yaitu cara mengajar yang dilakukan dengan
mengajak siswa ke suatu tempat atau objek tertentu di luar sekolah untuk
mempelajari atau menyelidiki sesuatu seperti meninjau pabrik sepatu, suatu
bengkel mobil, toko serba ada, dan sebagainya. Hal yang sama juga diungkapkan
oleh Syaiful Sagala (2006: 214) bahwa field trip adalah pesiar
yang dilakukan oleh para peserta didik untuk melengkapi pengalaman belajar
tertentu dan merupakan bagian integral dari kurikulum sekolah.
Dengan field trip sebagai
metode belajar mengajar, anak didik di bawah bimbingan guru mengunjungi
tempat-tempat tertentu dengan maksud untuk belajar. Metode field trip mempunyai
beberapa kebaikan, antara lain: (1) anak didik dapat mengamati kenyataan
kenyataan yang beragam dari dekat; (2) anak didik dapat menghayati
pengalaman-pengalaman baru dengan mencoba turut serta di dalam suatu kegiatan;
(3) anak didik dapat menjawab masalah-masalah atau pertanyaanpertanyaan dengan
melihat, mendengar, mencoba, atau membuktikan secara langsung; (4) anak didik dapat
memperoleh informasi dengan jalan mengadakan wawancara atau mendengarkan
ceramah yang diberikan on the spor; dan (5) anak didik dapat mempelajari
sesuatu secara internal dan komprehensif (Syaiful Sagala, 2006: 215).
Keunggulan metode field trip menurut
Roestiyah N.K. (2008: 87) antara lain sebagai berikut:
a. siswa
dapat berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang dilakukan petugas pada objek
karya wisata itu, serta mengalami dan menghayati langsung apa pekerjaan mereka;
b. siswa
dapat melihat berbagai kegiatan para petugas secara individu maupun secara
kelompok dan dihayati secara langsung yang akan memperdalam dan memperluas
pengalaman mereka;
c. siswa
dalam kesempatan ini dapat bertanya jawab, menemukan sumber informasi yang
pertama untuk memecahkan segala persoalan yang dihadapi; dan
d. siswa
dapat memperoleh bermacam-macam pengetahuan dan pengalaman yang terintegrasi
dengan objek yang ditinjau itu.
Adapun tujuan teknik ini adalah
siswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung dari objek yang
dilihatnya, dapat turut menghayati tugas pekerjaan milik seseorang, serta dapat
bertanggung jawab. Dengan demikian, mereka mampu memecahkan persoalan yang
dihadapi dalam pembelajaran.
C.
Implementasi
Metode Field Trip dalam Pembelajaran Menulis Puisi
Metode field trip akan
sangat bermanfaat bila diterapkan dalam pembelajaran menulis puisi. Metode ini dapat menggugah siswa dalam berekspresi
yang dituangkan dalam puisi dengan
cara siswa mengamati suatu objek, misalnya saja objek alam yang berupa pohon beringin seperti puisinya
Sutan Takdir Alisyahbana yang berjudul Pohon
Beringin. Dalam puisi karangan Sutan Takdir Alisjahbana tersebut dilukiskan tentang keadaan luar dari pohon
beringin. Jadi, bagaimana bentuk pohon beringin itu dapat ditulis menjadi puisi dengan menggunakan kata-kata puisi.
Setelah itu, siswa dapat
mempraktikkannya dengan melakukan di luar kelas, yaitu mengamati objek secara langsung. Adapun langkah-langkah yang
harus ditempuh adalah:
1. Langkah Persiapan
Ada
beberapa prosedur yang harus ditempuh pada langkah persiapan ini adalah:
a. guru
menentukan tujuan yang diharapkan dicapai oleh para siswa, dan siswa diberitahu
tujuan dari pembelajaran tersebut agar siswa mengerti tujuan yang akan
dilakukannya;
b. menentukan
objek yang akan diamati. Dalam hal ini, guru menentukan objek yang sekiranya
cocok untuk pembelajaran menulis puisi; dan
c. menentukan
cara belajar siswa dalam mengamati objek.
2. Langkah Pelaksanaan
Pada
langkah ini, guru mengajak siswa ke luar kelas untuk mendekatkan siswa pada objek (konteks) nyata yang akan
dijadikan puisi. Siswa mengamati objek secara
langsung, kemudian siswa mencoba mengungkapkan apa yang dilihat dan dirasakan. Setelah itu, perasaan atau
objek yang dilihatnya dituangkan dalam bahasa
puitis.
3.
Tindak
Lanjut
Setelah
melakukan pengamatan objek dan mengerjakan apa yang ditugaskan oleh guru, yaitu menulis puisi dengan
metode field trip, maka siswa diharapkan untuk kembali ke kelas. Setelah itu, guru mencoba melihat hasil dari
yang dilakukan siswa dengan melihat
hasil puisi yang telah dituliskan oleh siswa, kemudian dikoreksi dan dibahas
bersama-sama.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution,
S. 2005. Metode Penelitian Naturalistik
Kualitatif. Bandung: Tarsito
Prasetyo,Budi.
2007. Peningkatan Pembelajaran Menulis Puisi dengan Strategi Pikir Plus.
Jurnal Pendidikan Inovatif,Volume 2, Nomor 2
Saiful
Sagala. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV. Alfabeta.
Semi,
Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung : Angkasa
Subyakto,
Sri Utami dan Nababan. 1993. Metodologi
Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Gramedia
Tarigan,
Djago dan H. G. Tarigan. 1986. Teknik
Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa
Widyastono,
Herry. 2009. Mengembangkan Kreativitas
Peserta Didik Dalam Pembelajaran. Jurnal.
Belajar Asyik Sembari Piknik di Tengah Pandemi Melalui Virtual Field Trip Bareng Digitiket , field trip virtual , virtual tour indonesia
ReplyDelete