PEMBELAJARAN
BERBICARA DENGAN
MODEL
KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE SCRIPT
P
|
endidikan dewasa ini menjadi
kebutuhan yang sangat penting bagi manusia, sejalan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek) yang membutuhkan sumber daya manusia (SDM)
yang berkualitas. Meningkatkan kualitas SDM salah satu caranya adalah dengan
melaksanakan pendidikan. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam
Taufiq, Mirkasa, dan Prianto (2011: 6) pasal 1 menyatakan :
“Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara”.
Pendidikan di
Indonesia dimulai dari jenjang pendidikan dasar yang disebut sekolah dasar
(SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA) serta
dapat dilanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Semua jenjang pendidikan
penting, namun jenjang yang paling berperan bagi perkembangan peserta didik
adalah jenjang pendidikan adalah sekolah dasar yang merupakan pondasi dari
karakter peserta didik yang akan terus terbawa hingga jenjang pendidikan
selanjutnya. Sekolah dasar merupakan bagian terpadu dalam sistem pendidikan
nasional dan merupakan jenjang awal pembentukan karakter siswa.
Seiring pesatnya
kemajuan teknologi, kebutuhan manusia akan pendidikan pun semakin besar. Hal
itu menuntut pembaharuan kurikulum dan pembelajaran yang berkualitas dan sesuai
dengan tuntutan zaman. Kurikulum sering dipandang sebagai rencana yang disusun
untuk melancarkan proses belajar mengajar di suatu lembaga pendidikan.
Kurikulum yang
digunakan di Indonesia adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang
berorientasi pada pencapaian kompetensi. Kurikulum ini merupakan penyempurnaan
dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK). KTSP bersifat desentralisasi dimana
pola dan pengembangannya ditanggung oleh tiap-tiap daerah. Kurikulum tidak akan
berjalan tanpa keterlibatan stakeholder yang menjadi kunci sukses dalam
menghasilkan insan yang produktif, kreatif, dan inovatif sangat ditentukan oleh
kepemimpinan kepala sekolah, kreativitas guru, aktivitas peserta didik,
sosialisasi, fasilitas dan sumber belajar, lingkungan yang kondusif akademik,
dan partisipasi warga sekolah.
Dari beberapa
kunci sukses di atas, tentunya kita telah mengetahui bahwa pelaksana kurikulum
yang paling berperan dikelas adalah guru. Guru merupakan pelaksana pendidikan
dan pembelajaran dikelas. Mengingat tuntutan zaman yang semakin berkembang,
maka dalam pembelajaran guru harus mampu menanamkan pengetahuan dan
keterampilan sekaligus pada siswa. Salah satu keterampilan yang harus
ditanamkan adalah keterampilan berbahasa Indonesia.
Keterampilan
berbahasa Indonesia memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia.
Keterampilan berbahasa Indonesia tidak hanya dipelajari teorinya saja namun
juga praktiknya, oleh sebab itu keterampilan berbahasa Indonesia menjadi salah
satu pendidikan utama yang diajarkan di sekolah terutama pada jenjang sekolah
dasar yang dikenal dengan nama Bahasa Indonesia.
Mulyati (2007:
10) menyatakan “ada empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan mendengarkan,
keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis.”
Keterampilan-keterampilan tersebut merupakan aspek penting dalam kehidupan
karena kegiatan manusia tidak terlepas dari komunikasi dengan sesamanya. Salah
satu yang paling banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah
keterampilan berbicara. Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan atau
informasi secara lisan. Keterampilan berbicara ini juga merupakan salah satu
inti dari pembelajaran bahasa di sekolah dasar, karena dalam pembelajaran di
sekolah menggunakan bahasa lisan sebagai media komunikasi yang efektif. Selain
itu juga terdapat aspek penilaian unjuk kerja, seperti penilaian berbicara.
Namun dewasa ini masih banyak peserta didik yang belum terampil berbicara
didepan kelas. Fakta tersebut juga terjadi di SD Negeri Tanuharjo, Kecamatan
Alian kabupaten Kebumen. Berdasarkan data nilai keterampilan berbicara siswa
kelas IV SD Negeri Tanuharjo pada semester 1, menunjukkan 61,54% atau 16 siswa
belum tuntas, hanya 10 siswa yang tuntas KKM 76, dan dapat disimpulkan bahwa
keterampilan berbicara siswa masih rendah. Banyak faktor yang menyebabkan
keterampilan berbicara siswa kurang diantaranya dapat disebabkan oleh (1)
kurangnya minat siswa berbicara karena pembelajaran kurang menarik, (2) siswa
kurang terlatih dalam berbicara, (3) guru belum mencoba model pembelajaran yang
menarik siswa mengemukakan pendapat/lisannya, (4) guru mendominasi
pembelajaran.
Faktor yang
mempengaruhi rendahnya keterampilan berbicara adalah model pembelajaran yang
diterapkan guru dalam kelas. Guru masih sering menggunakan model pembelajaran
yang berpusat pada guru (teaching centered) yang mengakibatkan siswa
kurang aktif. Seyogyanya guru mencoba model-model pembelajaran yang terpusat
pada siswa (student centered) agar lebih inovatif. Salah satu model
pembelajaran yang dapat diterapkan untuk memusatkan pembelajaran pada siswa
adalah pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa
tipe, antara lain : (1) Teams Games Tournament, (2) Team Assisted
Individualization, (3) Student Team Achievement Division, (4) Numbered
Head Together, (5) Jigsaw, (6) Think Pair Share, (7) Two
Stay Two Stray, (8) Role Playing, (9) Pair Check, dan (10) Cooperative
Script.
Guru memerlukan
model pembelajaran yang tepat untuk menciptakan kondisi belajar yang
menyenangkan sehingga materi dapat diserap dengan maksimal oleh peserta didik,
dengan begitu maka tujuan pembelajaran dapat tercapai. Salah satu model
pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan khususnya untuk meningkatkan
keterampilan berbicara siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe Cooperative
Script. Model ini dapat diterapkan dalam meningkatkan keterampilan
berbicara, karena dengan menerapkan model ini siswa secara merata mendapatkan
kesempatan untuk berbicara menyampaikan gagasannya sehingga keberhasilan
keterampilan berbicara dapat tercapai.
Menurut
Lambiotte, dkk dalam Huda (2013: 216) Cooperative Script adalah suatu
strategi pembelajaran dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara
lisan dalam mengikhtisarkan bagian-bagian materi yang dipelajari. Strategi ini
menurut Lambiotte ditujukan untuk membantu siswa berpikir secara sistematis dan
berkonsentrasi pada materi pelajaran. Ciri utama strategi ini adalah
mengarahkan siswa untuk meringkas suatu ide atau materi pelajaran dalam tulisan
dan menyampaikan kembali secara lisan.
Salah satu
kelebihan dari model pembelajaran Cooperative Script ialah dapat
menumbuhkan ide atau gagasan baru, daya berpikir kritis, serta mengembangkan
jiwa keberanian dalam menyampaikan hal-hal baru. Untuk lebih meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan kreatif pada siswa, dapat digunakan media untuk
melengkapi proses pembelajaran.
Media
pembelajaran merupakan suatu bentuk alat komunikasi belajar yang berfungsi
sebagai penyalur pesan pembelajaran dalam berbagai bentuk fisik. Bentuk media
pembelajaran meliputi dapat berupa buku, tape recorder, kaset,
video-kamera, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer.
Salah satu media yang menarik dan mampu mengembangkan kemampuan berpikir
peserta didik adalah media gambar.
Media gambar
adalah media visual yang berupa gambar yang dihasilkan melalui proses
fotografi. Jenis media ini adalah gambar atau foto. media gambar/foto adalah
media yang paling umum dipakai dalam pembelajaran dan memiliki beberapa
keunggulan diantaranya bersifat kongkret, dapat mengatasi batasan ruang dan
waktu, mengatasi batasan pengamatan, memperjelas suatu masalah, mudah didapat
dan mudah dalam penggunaanya.
Media gambar ini
juga menarik karena tidak langsung memberikan suatu konsep pada siswa, namun
membutuhkan pemahaman dalam menyaring informasi dari gambar. Hal ini tentunya
secara tidak langsung akan merangsang perkembangan pola pikir peserta didik dan
menuntut mereka untuk melakukan analisis terhadap materi yang disampaikan dari
gambar/foto sehingga siswa akan terlatih untuk berpikir kritis dan kreatif.
Realita yang
terjadi di lapangan menunjukkan bahwa model pembelajaran yang dilakukan guru
sampai saat ini kurang sesuai dengan tujuan pembelajaran, model pembelajaran
yang dilakukan guru masih konvensional, tidak bervariasi dan kurang menarik
bagi siswa. Padahal banyak sekali model dan metode yang dapat dilakukan guru
pada tiap pembelajaran. Dalam mengembangkan keterampilan berbicara peserta
didik, model Cooperative Script juga belum pernah dilakukan oleh guru
dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang pada akhirnya mengakibatkan rendahnya
keterampilan berbicara peserta didik.
Tinjauan
Pembelajaran
kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja
sama saling membantu mengonstruksi konsep dan menyelesaikan persoalan (Shoimin,
2014: 45). Pendapat tersebut sejalan dengan Suyatno (2009: 51) yang menyatakan
bahwa “pembelajaran
kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja
sama saling membantu mengkonstruksi konsep dan menyelesaikan persoalan.”
Huda (2012: 32)
mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif ialah metode pembelajaran dimana
siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar. Dari
beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah pembelajaran yang menempatkan siswa pada kelompok-kelompok kecil untuk
dapat bekerja sama, saling membantu dalam pembelajaran dan mengerjakan tugas
akademik.
Menurut Lambiotte
(Huda, 2013: 213) Cooperative Script adalah suatu strategi pembelajaran
dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan dalam
mengikhtisarkan bagian-bagian materi yang dipelajari. Strategi ini ditujukan
untuk membantu siswa berpikir secara sistematis dan berkonsentrasi pada materi
pelajaran. Sedangkan Schank dan Abelson dalam Shoimin (2014: 49), “model
pembelajaran Cooperative Script adalah pembelajaran yang mengambarkan
interaksi antar siswa seperti ilustrasi kehidupan sosial dengan lingkungannya
sebagai individu, dalam keluarga, kelompok masyarakat, dan masyarakat yang
lebih luas.”
Berdasarkan
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Cooperative Script adalah
sebuah model pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk berpasangan,
berinteraksi, dan bergantian berbicara serta merespon pembicaraan mengenai
materi pembelajaran yang ditentukan guru.
Pada model
pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Script terdapat dua peran,
yaitu peran sebagai pembicara dan pendengar. Pembicara tugasnya adalah
menyampaikan gagasan atau ide, sedangkan pendengar bertugas merespon,
mengkritik dan memberi masukan kepada pembicara. Dengan penerapan pembelajaran
kooperatif tipe Cooperative Script maka pembelajaran akan lebih efektif
dan merata pada semua siswa karena mereka memiliki kesempatan untuk berbicara
mengemukakan pendapat.
Menurut Huda
(2013: 213) langkah-langkah penerapan Cooperative Script adalah sebagai
berikut : a) Semua siswa saling duduk berpasangan, b) Guru membagikan wacana
kepada siswa untuk dipelajari dan diringkas, c) Setelah semua siswa memiliki
ringkasannya sendiri, setiap pasangan diberi tugas untuk berperan sebagai
pembicara atau pendengar, d) Pembicara membacakan ringkasan dan menyampaikan
gagasan-gagasannya, e) Kemudian setiap pasangan bertukar peran f) Guru bersama
siswa membuat kesimpulan, g) Penutup.
Hamid (2011:
220-221) menyatakan langkah-langkah Cooperative Script yaitu : a) Siswa
dibagi menjadi berpasangan, b) Guru membagikan wacana/materi kepada siswa untuk
dibaca, kemudian membuat ringkasan atau kesimpulan, c) Guru dan siswa
menetapkan siapa yang menjadi pembicara dan pendengar, d) Pembaca menyampaikan
ringkasannya selengkap mungkin beserta gagasan-gagasannya, e) Siswa yang
menjadi pendengar menyimak dan mengoreksi, serta membantu mengingat materi yang
diberikan seandainya pembicara lupa, f) Pasangan tersebut kemudian bertukar
peran, yang semula menjadi pembicara menjadi pendengar, dan sebaliknya, g)
Siswa bersama guru membuat kesimpulan dari materi yang telah dibahas bersama,
h) Penutup.
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah model
pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Script yaitu :
a. Guru
membagi siswa menjadi berpasangan.
b.
Siswa diberi wacana atau
materi oleh guru untuk dipelajari dan diringkas, kemudian guru bersama siswa
menentukan siapa yang berperan menjadi pembicara dan pendengar.
c.
Guru menjelaskan tugas
peran pembicara dan pendengar
d.
Guru mengarahkan siswa
yang berperan sebagai pembicara untuk menyampaikan hasil ringkasan beserta
gagasan-gagasannya dan siswa yang berperan sebagai pendengar mengoreksi dan
memberi masukan.
e.
Guru membimbing
masing-masing pasangan siswa bertukar peran, yang semula menjadi pembicara
menjadi pendengar dan sebaliknya.
f.
Siswa bersama guru
membuat kesimpulan.
g. Guru
menutup pembelajaran.
Dengan menerapkan
langkah-langkah di atas, semua siswa akan aktif dan meningkatkan keterampilan
berbicara siswa.
Cooperative
Script adalah tipe pembelajaran kooperatif yang
memiliki beberapa keunggulan. Huda (2013: 214) menjelaskan beberapa keunggulan Cooperative
Script, yaitu :
a. Dapat
menumbuhkan ide-ide atau gagasan baru, daya berpikir kritis, serta
mengembangkan jiwa keberanian dalam menyampaikan hal-hal baru yang diyakini
benar.
b.
Mendorong siswa untuk
mengemukakan idenya secara verbal.
c.
Memotivasi siswa yang
kurang pandai agar mampu mengungkapkan pemikirannya.
d.
Meningkatkan kemampuan
berpikir kreatif.
e. Memudahkan
siswa berdiskusi dan melakukan interaksi sosial.
Selain
keunggulan, Cooperative Script juga memiliki kelemahan, menurut Huda
(2013 : 215), kelemahan Cooperative Script diantaranya ketakutan
beberapa siswa untuk mengemukakan ide dan ketidakmampuan siswa menerapkan
strategi ini, sehingga banyak waktu tersita untuk menjelaskan pelaksanaan model
ini. Namun, kelemahan-kelemahan tersebut dapat diatasi dengan memberikan
motivasi pada siswa agar tidak takut dan percaya diri untuk mengungkapkan
pendapatnya, serta memberi reward untuk siswa yang berani mengemukakan
pendapat, ide serta gagasannya. Dalam menjelaskan model ini hendaknya guru
tidak hanya menjelaskan langkah-langkah model sebelum pelaksanaan model, namun
juga pada saat proses penerapan model ini berlangsung dalam pembelajaran,
dengan kata lain guru menjelaskan sambil melakukan tindakan.
No comments:
Post a Comment