Manfaat Pengajaran Sastra
Sastra
merupakan wujud dari hasil pemikiran, pandangan dan gagasan dari seseorang.
Sastra diciptakan oleh pengarang berdasarkan pola pikir dan ide kreatif yang
dibangun secara mandiri Pemikiran, gagasan dan pola pikir dari pengarang pada
dasarnya bersumber dari keadaan-keadaan sekitar lingkup pengarang. Oleh karena
itu, di dalam karya sastra terdapat tafsiran-tafsiran masalah dunia nyata.
Sastra memiliki hubungan dalam kehidupan dunia nyata. Dengan demikian, pada
dasarnya karya sastra memiliki peran dan kedudukan yang penting. Senada dengan
hal itu, menurut Rahmanto (1996:16—25) manfaat pengajaran sastra dalam dunia
pendidikan adalah sebagai berikut:
a.
Membantu keterampilan berbahasa
Terdapat empat keterampilan berbahasa yaitu, membaca,
menyimak, menulis dan berbicara. Pada proses pembelajaran tersebut, siswa dapat
meningkatkan kemampuannya melalui kegitatan bersastra. Pengajaran sastra
berperan meningkatkan keterampilan membaca siswa, misalnya saat siswa membaca
puisi atau membaca prosa/cerita. Melatih keterampilan berbicara saat siswa ikut
berperan dalam suatu drama. Selain itu, dapat melatih keterampilan menyimak
saat guru membacakan suatu karya sastra, atau saat mendengarkan karya sastra
melalui rekaman. Pengajaran sastra juga membantu siswa untuk mengembangkan
keterampilan menulis dengan menulis karya-karya sastra.
b.
Meningkatkan pengetahuan budaya
Dalam sistem pendidikan seharusnya disertai usaha
untuk menanamkan wawasan pemahaman budaya bagi peserta didiknya. Pemahaman
budaya berperan untuk menumbuhkan rasa bangga, rasa percaya diri dan rasa ikut
memiliki. Beberapa pengetahuan khusus mengenai budaya sendiri, pada dasarnya
menjadi ciri khas. Hal ini membantu menggenalkan karakter dan identitas budaya
yang ada. Pengajaran sastra jika dilaksanakan dengan bijaksana, dapat mengantar
siswa berkenalan dengan budaya, karakter suatu hal tertentu.
c.
Mengembangkan cipta dan rasa
Siswa merupakan individu yang memiliki kepribadian
yang berbeda-beda. Siswa pada dasarnya memiliki kecakapan dan siswa pula
menunjukkan kekurangannya. Secara umum kita memandang siswa pada satu kesatuan
yang kompleks, dengan memberikan perlakuaan yang sama. Namun, pada dasarnya
siswa memiliki kecakapan dan kekurangan tersendiri. Oleh karena itu, siswa
butuh diarahkan agar siswa menyadari potensinya. Dalam hal pengajaran sastra,
kecakapan yang perlu dikembangkan adalah kecakapan yang bersifat indera;
bersifat penalaran; yang bersifat objektif; dan bersifat sosial; serta dapat
ditambah lagi dengan sifat religius. Pengajaran sastra yang dilakukan secara
benar akan dapat mengembangkan kecakapan-kecakapan tersebut lebih banyak
dibandingkan dengan mata pelajaran lain. Secara rinci dijelaskan berdasarkan
uraian sebagai berikut:
1) Indera
Pengajaran sastra dapat digunakan untuk memperluas
pengungkapan apa yang diterima oleh panca indera seperti indera penglihatan,
indera pendengaran, indera pengecapan dan indera peraba. Seorang pengarang pada
dasarnya seorang yang memiliki berbudi halus, peka dan mampu menyampaikan apa
yang mereka hayati kepada pembaca. Dengan mengikuti tafsiran serta makna-makna
yang mereka ungkapkan siswa akan diantar untuk membedakan hal satu dengan hal
lain.
2) Penalaran
Berpikir logis banyak ditentukan oleh hal-hal seperti
ketepatan pengertian, ketetapan interprestasi kebahasaan, klasifikasi dan
pengumpulan data, penentuan berbagai pilihan, serta formulasi rangkaian
tindakan yang tepat. Pengajaran sastra jika diarahkan dengan tepat akan
membantu siswa latihan memecahkan masalah-masalah berfikir logis semacam itu.
Bahkan di samping sarat dengan kecakapan berpikir logis itu, pengajaran sastra
juga meliputi kecakapan-kecakapan pilihan seperti dugaan, kebiasaan, tradisi,
dorongan dan sebagainya. Tentu saja, siswa tidak bisa langsung diharapkan untuk
melakukan hal tersebut. Namun, sejak awal para guru sastra hendaknya melatih
siswa untuk memahami fakta-fakta, membedakan mana yang pasti dan mana yang
dugaan, memberikan bukti tentang suatu pendapat, serta mengenal argumentasi
yang tepat.
3) Perasaan
Kepekaan rasa dan emosi sering dikaitkan erat dengan
pengajaran sastra, dan hal ini mungkin patut untuk dipertahankan. Pengertian
perasaan ini memang agak kabur dan bahkan mereka yang yakin akan adanya
perasaan itu tetap tidak selalu dapat mengerti dengan jelas apa maksudnya.
Sehubungan dengan perasaan, sastra mungkin dapat menghadirkan problem atau
situasi yang merangsang tanggapan perasaan atau tanggapan emonsional. Situasi
dan problem itu diungkapkan oleh pengarang dengan cara-cara yang memungkinkan
kita tergerak untuk menjelajahi dan mengembangkan perasaan kita sesuai dengan
kodrat manusia.
4) Kesadaran Sosial
Sastra dapat digunakan untuk menumbuhkan kesadaran
pemahaman terhadap orang lain. Para pengarang modern telah banyak berusaha
merangsang minat dan menumbuhkan rasa simpati kita terhadap masalah-masalah
yang dihadapi orang-orang tertindas, gagal, kalah, putus asa. Secara tidak
langsung sastra memberikan kesadaran dengan membawa pesan untuk dipahami oleh
pembacanya.
5) Religius
Banyak orang yang menyatakan dirinya sibuk dan tidak
mempunyai waktu untuk hal-hal yang berhubungan dengan rasa religius ini. Akan
tetapi banyak pula yang beranggapan bahwa mereka hanya dapat memahami dan
menjalani hidup sehari-hari dengan memdasarkan pemikiran dan tindakan merka
pada sistem kepercayaan yang mereka yakini.
6) Menunjang pembentukan watak
Dalam nilai
pengajaran sastra terdapat dua tuntutan yang dapat diungkapkan sehubungan
dengan pembentukkan watak. Pertama, pengajaran sastra hendaknya mampu
membina perasaan yang lebih tajam. Dibanding pelajaran-pelajaran lainnya,
sastra mempunyai kemungkinan lebih banyak untuk mengenal rangkaian kemungkinan
hidup manusia seperti; kebahagian, kebebasan, kesetian, kebanggaan diri sampai
kelemahan, kekalahan, keputusasaan, kebencian, perceraian dan kematian.
Seseorang yang mendalami sastra biasanya mempunyai perasaan yang lebih peka untuk
menunjuk hal yang lebih bernilai dan tak bernilai. Selain itu, tuntunan yang
kedua yaitu, dalam pengajaran sastra hendaknya dapat memberikan bantuan dalam
usaha mengembangkan berbagai kualitas kepribadian siswa yang antara lain
meliputi: ketekunan, kepandaian, pengimajian dan penciptaan. Sastra seperti
yang kita ketahui, sanggup memuat berbagai medan pengalaman yang sangat luas.
Pengajaran
sastra memiliki manfaat bagi siswa. Selain manfaat yang dikemukakan di atas
sastra memiliki fungsi dalam pembentukan kepribadiaan. Bagaimana peran sastra
pada karakter siswa dan penanaman nilai-nilai agama. Di dalam Kemendiknas
(2011: 15—22) mengemukakan fungsi dalam membentuk kepribadian. Hal tersebut
dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
a.
Sastra Sebagai Pembentuk Karakter
Anak
Sastra anak adalah citraan atau metafora kehidupan
yang disampaikan kepada anak-anak yang melibatkan aspek emosi, perasaan,
pikiran, saraf sensori, maupun pengalaman moral dan dieskspresikan dalam
bentuk-bentuk kebahassaan yang dapat dijangkau dan dipahami oleh anak-anak.
Sastra dinilai dapat membentuk karakter denan efektif karena nilai-nilai dan
moral yang terdapat dalam karya sastra tidak disampaikan secara langsung,
melainkan melalui metafora-metafora sehingga menjadi menyenangkan dan tidak
menggurui. Nilai-nilai yang terkandung dapat diresepsi oleh anak dan
merekonstruksi sikap dan kepribadian mereka.
b. Sastra Sebagai Strategi Penanaman
Nilai-Nilai Agama
Seorang pengarang tidak dapat terlepas dari
nilai-nilai dan norma-norma yang bersumber dari ajaran agama yang tampak dalam
kehidupan. Pandangan itu erat dengan proses penciptaan karya sastra, bahwa ia
tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya. Sastra tumbuh dari sesuatu yang
bersifat religius. Sastra yang bercorak pada nilai-nilai agama merupakan
pengungkapan jiwa dan sarana untuk melakukan ibadah pada pencipta. Intinya.
Karya sastra seharusnya memberikan hikmah. Hikmah karya sastra yang baik adalah
bisa membuat orang membacanya tercerahkan. Hikmah itu dapat berupa nilai dan kearifan.
c. Sastra Sebagai Pembinaan dari Krisis
Moral dan Krisis Keteladanan
Arah moderenisasi memberikan banyak perubahan bagi
masyarakat. Perubahan yang justru mengarah pada krisis moral dan akhlak.
Persoalan lainnya pula terletak pada krisis keteladanan. Krisis moral tersebut
bisa diatasi dengan pembinaan watak. Dalam lingkup sekolah, misalnya, pembinaan
watak diterapkan pada pengajaran sastra. Artinya pengajaran sastra berdimensi
moral. Pengajaran sastra mampu dijadikan sebagai pintu masuk dalam penanaman
nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral seperti kejujuran, pengorbanan, demokrasi,
santun dan sebagainya banyak ditemukan di dalam karya sastra. Baik puisi,
cerita pendek, novel maupun drama. Bila karya sastra itu dibaca, dipahami isi
dan maknanya, serta ditanamkan pada diri siswa, sehingga mampu mengatasi krisis
moral dan karya sastra sebagai objek keteladanan yang baik.
Permasalahan Pengajaran Sastra Di
Sekolah
Pengajaran
sastra mencakup tiga genre, yaitu prosa, fiksi, puisi dan drama. Dalam
pengaplikasiaanya dengan dengan kegiatan menyimak dan membaca sebagai kegiatan
aktivitas reseptif siswa. Disintesiskan juga dengan kegiatan berbicara dan
menulis bagi siswa, yang merupakan aktivitas produktif mereka. Pada
pengajaranya terdapat permasalahan yang menghambat proses pembelajaran. Berikut
Kemendiknas (2011: 59—68) dikemukakan permasalahan dalam pengajaran sastra dan
bagaimanakah seharusnya peran guru sastra untuk membina pengajaran sastra,
yaitu sebagai berikut:
a.
Problematika Pengajaran Sastra
di Indonesia
Problematika pengajaran sastra di sekolah dikaitkan
pada sebagian besar guru bahasa dan sastra di sekolah kurang menumbuhkembangkan
minat dan kemampuan siswa dalam hal sastra. Sebenarnya guru dapat mengusahakan
karya sastra yang dimuat di media massa dalam bentuk buku sastra, melalui media
elektronik yakni internet dan radio. Beberapa hal lain pula adanya anggapan
gagalnya pengajaran sastra di sekolah lebih banyak terjadi akibat kesalahan
guru di sekolah yang telah mengingkari hakikat yang melandasi lahirnya
pengajaran sastra itu. Sistem pendidikan di Indonesia acapkali memaksa sekolah
sebagai penyelenggara pendidikan dan guru sebagai ujung tombak mengingkari
hakikat pendidikan. Target perolehan nilai tertentu harus dicapai dengan
standar penilaian ujian nasional, memicu pengingkaran tujuan pendidikan yang
sebenarnya sehingga tidak urung memaksa guru bahasa menomorduakan sastra.
Faktor rendahnya apresiasi dan minat baca rata-rata siswa dan lulusan SMA memiliki
pengaruh terhadap karya sastra. Pengetahuan sastra yang kurang menjadi faktor
lain, hal ini sangat tidak setara jika dibandingkan dengan pengetahuan siswa
tentang dunia hiburan atau selebriti. Permasalahan lain, kurikulum pendidikan
yang saat ini digunakan tidak pernah memberikan ruang gerak pada pembelajaran
sastra. Orientasi pemerintah dalam pembangunan bidang pendidikan masih
melenceng jauh dari hakikat dan tujuan itu sendiri. Pada kenyataan guru pun
masih dihadapkan dengan seperangkat silabus dan Standar Kompetensi Lulusan
(SKL) yang telah dipatenkan dan menghambat kreativitas guru dan dengan
sendirinya pembelajaran sastra menjadi terpinggirkan.
b.
Tugas dan Peran Guru pada Pengajaran
Sastra
Tugas guru sastra tidak hanya memberi pengetahuan
(aspek kognitif), tetapi juga keterampilan (aspek psikomotorik) dan menanamkan
rasa cinta (aspek afektif), baik melalui baik kegiatan di dalam kelas maupun di
luar kelas. Selama ini pengajaran sastra di sebagian besar sekolah hanya
terjadi dalam ruang yang dibatasi dinding kelas. Hasilnya imajinasi dan kreasi
siswa kurang berkembang optimal, misalnya ketika siswa mendapat tugas menulis
puisi berkenaan dengan alam. Namun guru bersangkutan tidak mengajak ke alam
terbuka. Padahal pemanfaatan situasi menumbuhkembangkan daya imajinasi kreasi
mereka dalam penciptaan puisi. Dalam proses pembelajaran seorang guru dituntut
untuk aktif, kreatif, inovatif, dan menciptkan srategi jitu. Guru juga dituntut
mengembangkan kompetensinya sehingga mampu menciptakan pembelajaran yang
berkualitas dari segi isi (materi) maupun kemasannya. Dalam konteks
pembelajaran sastra, tentu saja guru dituntut untuk mampu menciptakan suasana
pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan, serta tidak ketinggalan
jaman.
No comments:
Post a Comment