Tuesday, November 12, 2019
UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) MK TEORI BELAJAR BAHASA DAN MODEL PEMBELAJARAN BAHASA
Selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik demi kemajuan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara
Thursday, May 16, 2019
PENTINGNYA SASTRA ANAK
Pentingnya Sastra untuk Anak
Usia anak-anak merupakan fase perkembangan yang sangat labil. Pada usia
tersebut, anak-anak sangat mudah menerima berbagai hal, baik positif
maupun negatif. Apa yang lebih banyak mereka terima pada usia anak-anak,
akan sangat menentukan perkembangan intelektual maupun moral mereka
pada saat dewasa nanti. Jika mereka lebih banyak diajarkan atau
dibiasakan untuk membantu orang lain, gemar membaca, sopan, santun, dan
berbagai prilaku positif lainnya, stelah mereka besar hal-hal baik itu
yang akan terus mereka lakukan karena telah dibiasakan sejak dini,
demikian pula sebaliknya, jika anak-anak diajarkan atau dibiasakan
dengan hal-hal negatif seperti berbohong maupun berkata kasar, maka
bukan hal yang tidak mungkin niscaya dia akan meneruskan kebiasaan buruk
tersebut hingga dia dewasa. Alangkah bagusnya jika pada masa-masa
pencarian maupun produktivitas tersebut, anak-anak disuguhkan dengan
berbagai bacaan yang dapat memperkaya intelektual dan moralnya. Salah
satu alternatif bacaan yang penting diberikan kepada anak-anak dalam
rangka memperkaya intelektual serta membentuk karakter dan budi pekerti
anak adalah bacaan-bacaan karya sastra, lebih khususnya lagi adalah
sastra anak.
Anak-anak yang telah terbiasa bergelut dengan sastra sejak usia dini
akan menjadi lebih baik karena sastra diciptakan tidak semata-semata
untuk menghibur, namun lebih dari itu, sastra hadir untuk memberikan
pencerahan moral bagi manusia sehingga terbentuk manusia-manusia yang
berkarakter dan berbudi pekerti luhur. Karya sastra anak menjadi sangat
penting dibiasakan kepada anak-anak sejak dini karena di dalamnya
tersaji berbagai realitas kehidupan dunia anak dalam wujud bahasa yang
indah. Sastra anak dapat menyajikan dua kebutuhan utama anak-anak yaitu
hiburan dan pendidikan. Anak-anak dapat merasakan hiburan lewat cerita
maupun untaian kata dalam puisi anak melalui belajar sastra, demikian
pula, dengan belajar sastra, anak-anak secara tidak langsung dididik
untuk meneladani berbagai nasihat, ajaran, maupun moral yang disampaikan
dalam karya sastra anak. Pada pandangan Tarigan (2011:6-8) terdapat
enam manfaat sastra terhadap anak-anak
- Sastra memberikan kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan kepada anak-anak.
- Sastra dapat mengembangkan imajinasi anak-anak dan membantu mereka mempertimbangkan dan memikirkan alam, insan, pengalaman, atau gagasan dengan berbagai cara.
- Sastra dapat memberikan pengalaman-pengalaman aneh yang seolah-olah dialami sendiri oleh para anak.
- Sastra dapat mengembangkan wawasan para anak menjadi perilaku insani.
- Sastra dapat menyajikan serta memperkenalkan kesemestaan pengalaman kepada para anak.
- Sastra merupakan sumber utama bagi penerusan warisan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Sastra adalah sesuatu yang menjadi kebutuhan bagi setiap manusia.
Nurgiyantoro (2013:12) mendefinisikan sastra anak sebagai karya sastra
yang menempatkan sudut pandang anak sebagai pusat penceritaan.Secara
sadar atau tidak sadar, kehidupan kita selalu dikelilingi dengan sastra.
Pendidikan sastra sudah diterapkan sejak kita masih kecil. Saat seorang
ibu bersenandung sambil menidurkan anaknya atau saat seorang ayah
mendongengkan anaknya menjelang waktu tidur di malam hari itu semua
merupakan karya sastra yang mulai diperkenalkan kepada kita sejak masih
di dalam rumah sampai kita mulai mengenyam pendidikan formal di sekolah
sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib.
Sastra anak biasanya dikemas dalam bentuk yang ringan dan mudah dipahami
oleh anak. Begitu banyak jenis-jenis cerita anak dalam bentuk fiksi
ataupun nonfiksi. Jenis-jenis ini pun terbagi dalam beberapa genre lagi.
Ada beberapa alasan perlunya pembicaraan genre, yaitu (i) memberikan
kesadaran kepada kita bahwa pada kenyataannya terdapat berbagai genre
sastra anak selain cerita atau lagu-lagu bocah yang telah familiar,
telah dikenal dan diakrabi; (ii) elemen stuktural sastra dalam tiap
genre berbeda; (iii) memperkaya wawasan terhadap adanya kenyataan sastra
yang bervariasi yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk memindahkannya
bagi anak. Endraswara (2005:205) menyatakan bahwa masalah dalam
penyajian sastra anak menimbulkan banyak masalah karena pengajar (orang
dewasa) sering menyamakan dirinya dengan anak. Padahal, subjek didik
(anak) tergolong orang yang murni. Sastra anak mempunyai beberapa fungsi
khusus berikut ini.
Melatih dan memupuk kebiasaan membaca pada anak-anak.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa anak-anak lebih suka
membaca hanya untuk mencari kesenangan. Niat awal untuk mencari
kesenangan dapat dijadikan sebagai jembatan untuk melatih dan
membiasakan anak bergelut dengan dunia buku. Jika anak-anak telah
terbiasa membaca bacaan anak, maka akan merangsang kebiasaan atau
hobinya untuk membaca buku-buku pelajaran dan buku umum lainnya.
Membantu perkembangan intelektual dan psikologi anak.
Memahami suatu bacaan bukanlah pekerjaan yang mudah. Jika anak-anak
telah terbiasa membaca, maka hakikatnya mereka telah terbiasa memahami
apa yang dibacanya. Kebiasaan memahami bacaan tentu akan sangat membantu
perkembangan intelektual atau kognisi anak. Demikian pula sajian cerita
atau kisah dan berbagai hal dalam karya sastra anak akan menumbuhkan
rasa simpati atau empati anak-anak terhadap berbagai kisah tersebut.
Dengan demikian, sastra anak dapat membantu perkembangan psikologi atau
kejiwaan anak untuk lebih sensitif terhadap berbagai fenomena
kehidupannya.
Mempercepat perkembangan bahasa anak.
Perkembangan bahasa anak berjalan secara bertahap seiring dengan
perkembangan fisik dan pikirannya. Kematangan berpikir sangat menentukan
perkembangan bahasa anak, demikian pula sebaliknya, perkembangan bahasa
sangat menentukan kematangan berpikir anak. Anak-anak yang biasa
membaca bacaan anak dapat memperoleh bahasa (kosa kata, kalimat) lebih
banyak dan lebih cepat jika dibandingkan dengan anak-anak lain. Tentu,
jika anak-anak cepat perkembangan bahasanya, akan membantu tingkat
kematangan berpikirnya.
Membangkitkan daya imajinasi anak.
Secara leksikal, kata imajinasi memang dapat diartikan
sebagai ‘khayalan’. Namun, imajinasi dalam karya sastra tidaklah
sepenuhnya berisi khayalan tanpa ada kaitannya dengan realitas.
Imajinasi dalam sastra tidak lain hanyalah sebuah media untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan pengarangnya. Oleh sebab itu,
esensi dan substansi imajinasi dalam karya sastra adalah realitas
kehidupan manusia. Anak-anak yang biasa membaca sastra (bacaan anak), akan terbiasa
turut merasakan dan melibatkan pikiran (imajinasi) sehingga seolah-olah
dia yang mengalami peristiwa dalam karya yang dibacanya. Dengan begitu,
imajinasi akan menumbuhkan pemikiran yang kritis dan kepekaan emosional
yang tinggi dalam diri anak.
Kriteria Sastra yang Baik untuk Anak
Pada hakikatnya tujuan dari karya sastra anak adalah memberikan
informasi kepada anak. Informasi dalam sastra anak terkait dengan
ideologi yang akan disampaikan oleh penulis. Selain memberikan
informasi, sastra anak juga bersifat untuk memberikan hiburan dan
manfaat kepada anak. Sastra anak pada dasarnya ingin menyajikan bacaan
yang bermanfaat pada anak. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka ada
ideologi yang akan disampaikan penulis. Ideologi-ideologi dari penulis
bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai (value) dalam kehidupan
penyampaian ideologi untuk anak membutuhkan cara tersendiri karena
sastra anak adalah bacaan untuk anak-anak sehingga membutuhkan perhatian
yang khusus.
Cara untuk menyampaikan ideologi kepada anak harus diperhatikan oleh
penulis. Hal itu disebabkan oleh sifat ideologi itu tidak dapat
disampaikan secara terpisah-pisah. Selain itu, harus diingatkan pula
bahwa karya itu harus mengandung ideologi secara utuh. Untuk itu
ideologi harus menyatu dalam pemilihan kata-kata, susunan kalimat,
narasi, plot, penokohan, pengakhiran cerita, dan solusi cerita. Untuk
lebih jelasnya bahwa ideologi sastra anak menyatu dengan unsur intrinsik
sastra, yaitu sebagai berikut;
Pemilihan kata-kata (diksi)
Sastra anak adalah bacaan untuk anak-anak, jadi untuk memasukkan
ideologi dalam sastra anak anak harus menggunakan bahasa anak. Untuk
mempermudah agar anak mengerti pesan/maksud dari cerita anak, maka harus
memilih kata-kata yang tepat. Pemilihan kata dalam sastra anak cenderung sederhana dan sering didengar/dijumpai anak, sehingga anak
tidak akan kesusahan. Hal itu disebabkan oleh jumlah ketrbatasan kosa
kata yang dimiliki anak. Contoh: dongeng anak untuk anak TK bertujuan
untuk menanamkan nilai kedisiplinan, maka judulnya lebih baiknya
sederhana. Misalnya “bangun pagi”, kata bangun pagi adalah kata yang
sudah biasa mereka dengar. Dari pertanyaan jam berapa kalian bangun
pagi?, selain itu anak akan mudah berasosiasi maksud dari bacaan yang
akan mereka baca.
Susunan kalimat
Ide pokok dalam bacaan terdapat dalam rangkaian kalimat. Kalimat
sendiri terdiri dari dari deretan kata. Dengan demikian penulis harus
menyusun kalimat yang cenderung pendek-pendekdan mudah dipahami jika
dikaitkan dengan kalimat-kalimat lain. Hal itu perlu diingat bahwa
ideologi merupakan suatu kesatuan utuh yang tertuang dalam keterpautan
kalimat. Selain itu perlu mengingat bahwa kemampuan anak dalam mencerna
kalimat, karena kalimat yang panjang cenderung membingungkan untuk
dipahami si anak. Hal itu disebabkan oleh kemampuan memahami makna
kalimatadalah tahapan tinggi dalam kegiatan membaca. Contoh: ini
menggambarkan suasana pegunungan, maka dengan kata-kata yang mudah
dipahami oleh anak.
Narasi
Narasi adalah gaya penceritaan. Narasi pada cerita anak sebaiknya
alurnya jangan terlalu panjang, lebih baik pendek. Karena kita tahu anak
tidak menyukai baca-bacaan yang panjang. Selain itu harus jelas urutan
waktunya jangan bersifat flashback karena anak pemikirannya masih
linier
Plot
Alur cerita pada bacaan anak sebaiknya beralur progresif, karena kita
tahu bahwa anak masih suka berpikir linear. Berpikir linear adalah
berpikir dengan pusat pada satu fokus. Untuk itu penulis akan lebih
mudah memasukkan ideologi dengan satu arah melalui plot cerita.
Penokohan
Penokohan merupakan sarana yang paling mudah untuk memasukan sebuah
ideologi ke dalam cerita karena melalui tokoh-tokoh inilah nilai
nantinya akan dibawa untuk kemudian sampai kepada si anak. Dengan
memanfaatkan karakter tokoh yang menarik dan sederhana akan menjadi
daya tarik si anak. Selain itu dalam penokohan harus memanfaatkan plot
cerita dengan rangkaian peristiwa sederhana, sehingga akan terbentuk
dalam kesatuan narasi cerita.
Pengakhiran cerita
Ideologi dalam cerita anak biasanya akan terlihat pada akhir cerita.
Pengakhiran cerita ada yang berbentuk langsung, ada yang tidak langsung.
Langsung atau tidak langsung pengakhiran cerita terkait dengan
kesimpulan cerita. Padahal kita tahu, kesimpulan berkait dengan ideologi
yang ingin disampaikan penulis. Ideologi tersebut dapat tertangkap dari
makna/pesan dalam kesimpilan cerita.
Solusi cerita
Sebenarnya solusi cerita hampir sama dengan pengakhiran cerita.
Pengakhiran cerita lebih menekankan pada kesimpulan cerita, sedangkan
solusi cerita berkompeten pada nasihat-nasihat untuk menanggapi
kesimpulan cerita. Padahal kita tahu nasihat cerita adalah nilai
(value) kehidupan yang disampaikan oleh penulis secara tidak langsung.
Sehingga ideologi pengarang tidak akan lepas dari suatu bacaan anak. Cara kerja terbaik sebuah ideologi dalam sastra anak tentu tidak
terlepas pada tahap perkembangan anak. Tiga cara kerja ideologi dalam
sastra pada dasarnya posisi yang sama atau sejajar. Yang membedakan
hanyalah karakteristiknya saja sehingga ketika kita bicara ideologi
dalam karya sastra anak maka tidak bisa kita lepaskan dengan karya
sastra yang disajikan untuk tahap perkembangan anak level apa.
Ideologi pasif dan bawah sadar memang dianggap sebagai ideologi yang
memiliki potensi yang membahayakan akan tetapi ideologi ini akan
membantu anak lebih eksploratif dan mampu mengembangkan kognisi secara
proksimal. Ketika level anak sudah 6 tahun ke atas maka ideologi aktif
akan tampak seperti sebuah pencekokan pada anak, dikte dan sebuah cara
mengganjal anak dengan hal-hal yang pada dasarnya telah dapat dicerna
anak dengan cara menyimpulkan. Ideologi yang aktif (sengaja diberikan
secara konkret) dibutuhkan oleh anak ketika dia pada fase imitasi dan
selebihnya ideologi pasif akan lebih baik untuk diterapkan.
Anak adalah sebuah keajaiban dalam dunia ini. Dia bukan manusia inferior
apalagi boneka orang dewasa. Yang dianggap lucu dan ketika
kekritisannya muncul dia akan dianggap sebagai manusia bodoh yang suka
mengada-ada. Baik tidaknya sebuah kerja ideologi dalam karya juga
bergantung pada bagaimana orang dewasa mau berperan dalam pembentukan
sikap anak lewat sastra. Satu hal yang penting adalah bagaimana
interaksi sosial antara orang dewasa dengan anak sehingga anak terbantu
untuk memunculkan dan memaksimalkan perkembangan dalam zona
perkembangan proksimal melalui sastra dan secara tidak langsung melalui
ideologinya yang terkandung di dalamnya.
Cara Menyajikan Sastra ke Anak
Sastra (sanskerta: shastra) merupakan kata serapan dari bahasa
Sanskerta ‘Sastra’, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau
pedoman, dari kata dasar ‘Sas’ yang berarti instruksi atau ajaran dan
‘Tra’ yang berarti alat atau sarana. Dalam bahasa Indonesia kata ini
biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis
tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Pada sekolah dasar,
pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa
mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi sastra berkaitan
dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal, serta
kepekaan terhadap masyarakat, budaya dan lingkungan hidup. Pengembangan
kemampuan bersastra di sekolah dasar dilakukan dalam berbagai jenis dan
bentuk melalui kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Adapun pemilihan bahan ajar tersebut dapat dicari pada sumber-sumber
yang relevan (Depdiknas, 2003 ).
Pembelajaran sastra di SD adalah Pembelajaran sastra anak. Sastra
anak adalah karya sastra yang secara khusus dapat dipahami oleh
anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak, yaitu
anak yang berusia antara 6-13 tahun. Sifat sastra anak adalah imajinasi
semata, bukan berdasarkan pada fakta. Unsur imajinasi ini sangat
menonjol dalam sastra anak. Hakikat sastra anak harus sesuai dengan
dunia dan alam kehidupan anak-anak yang khas milik mereka dan bukan
milik orang dewasa. Sastra anak bertumpu dan bermula pada penyajian
nilai dan imbauan tertentu yang dianggap sebagai pedoman tingkah laku
dalam kehidupan.
Sastra anak berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk
kepribadian anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan
dalam sastra anak memuat amanat tentang moral, pembentukan kepribadian
anak, mengembangkan imajinasi dan kreativitas, serta memberi pengetahuan
keterampilan praktis bagi anak. Fungsi hiburan dalam sastra anak dapat
membuat anak merasa bahagia atau senang membaca, senang dan gembira
mendengarkan cerita ketika dibacakan atau dideklamasikan, dan
mendapatkan kenikmatan atau kepuasan batin sehingga menuntun kecerdasan
emosinya.
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SD lebih diarahkan pada
kompetensi siswa untuk berbahasa dan berapresiasi sastra. Pembelajaran
sastra dan bahasa dilaksanakan secara terintegrasi. Sedangkan pengajaran
sastra, ditujukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menikmati,
menghayati, dan memahami karya sastra. Pengetahuan tentang sastra
hanyalah sebagai penunjang dalam mengapresiasi.
Pernyataan pembelajaran sastra tersebut dapat dilihat bahwa kegiatan
apresiasi menjadi tujuan utama, sedangkan perangkat pengetahuan sastra
diperlukan untuk menunjang terwujudnya apresiasi dan pembelajaran bahasa
secara umum, dengan demikian yang harus terjadi dalam pembelajaran
sastra ialah kegiatan apresiasi sastra bukan hanya sekedar pengetahuan
teori sastra. Huck berpendapat bahwa pembelajaran sastra di SD harus
memberi pengalaman pada murid yang akan berkontribusi pada empat tujuan
(1) menumbuhkan kesenangan pada buku, (2) menginterpretasi bacaan
sastra, (3) mengembangkan kesadaran bersastra, dan (4) mengembangkan
apresiasi.
Menumbuhkan Kesenangan Terhadap Buku
Salah satu tujuan utama pembelajaran sastra di SD ialah memberi
kesempatan kepada anak untuk memperoleh pengalaman dari bacaan, serta
masuk dan terlibat di dalam suatubuku. Pembelajaran sastra harus membuat
anak merasa senang membaca, membolakbalik buku, dan gemar mencari
bacaan.
Salah satu cara terbaik untuk membuat siswa tertarik kepada buku
ialah dengan memberi siswa lingkungan yang kaya dengan buku-buku yang
baik. Beri mereka waktu untuk membaca atau secara teratur guru
membacakan buku untuk mereka. Perkenalkan mereka pada berbagai ragam
bacaan prosa dan puisi, realisme dan fantasi, fiksi historis dan
kontemporer, tradisional dan modern. Beri mereka waktu untuk
membicarakan buku-buku, menceritakan buku itu satu sama lain dan
menginterpretasikannya melalui berbagai macam aktivitas respons kreatif.
Satu hal penting selain itu siswa juga harus diberi kesempatan
mengamati atau melihat orang-orang dewasa menikmati buku. Melalui
kegiatan-kegiatan yang menarik minatnya, siswa akan memperoleh
kesenangan, dengan demikian, langkah pertama di dalam pembelajaran
sastra di SD ialah menemukan kesenangan kepada buku.
Hal ini hendaknya dijadikan tujuan utama pembelajaran bahasa dan
sastra di sekolah dasar dan hendaknya tidak dilakukan secara
tergesa-gesa atau dengan jalan pintas. Kesenangan kepada buku hanya
muncul melalui pengalaman yang panjang.
Menginterpretasikan Literatur
Cara menciptakan ketertarikan kepada buku adalah siswa perlu diberi
buku bacaan yang banyak. Siswa pun perlu memiliki kesempatan untuk
mendapatkan pengalaman yang mendalam dengan buku-buku. Guru dan siswa
dapat membicarakan tentang makna pribadi yang mungkin terdapat pada
suatu cerita untuk kehidupannya sendiri. Anak kelas lima dan enam
mungkin telah merefleksikan perbandingan antara kejadian-kejadian yang
ada pada cerita atau kaitan cerita dengan kehidupannya secara nyata.
Ketika siswa, mulai membahas penyebab perilaku tertentu pada cerita,
mereka bisa mengembangkawawasan lebih banyak kepada orang
lain. Ketika siswa menghubungkan apa yang mereka baca itu dengan latar
belakang pengalamannya, mereka menginternalisasikan makna cerita itu.
Pada murid sekolah dasar transaksi itu paling baik dimulai dengan
respons pribadinya pada cerita.
Membantu siswa dalam menginterpretasikan bacaan itu dengan cara
mengidentifikasi para pelaku yang ada pada cerita. Hal itu dapat
dilakukan dengan mendramatisasikan (role play) adegan tertentu
yang ada pada buku cerita. Kegiatan dramatisasi adegan cerita selain
menguatkan pemahaman pada cerita juga akan melatih mereka
bersosialisasi. Kelompok anak yang lain kemungkinan menulis essay,
jurnal, atau surat yang berkaitan dengan tokoh utama atau tokoh yang
lainnya yang ada di dalam cerita. Semua aktivitas tersebut akan menambah
interpretasi murid terhadap cerita dan memperdalam tanggapannya pada
bacaan.
Mengembangkan Kesadaran Bersastra
Anak-anak yang masih berada di sekolah dasar juga harus diajak mulai
mengembangkan kesadaran pada sastra. Tak dapat dipungkiri bahwa
pemahaman literer meningkatkan kenikmatan anak terhadap bacaan. Ada
beberapa anak usia tujuh dan delapan tahun yang sangat senang menemukan
varian yang berbeda mengenai Cinderella, misalnya. Mereka sangat senang membandingkan berbagai awal dan akhir cerita rakyat dan sangat suka menulis sendiri kisahnya.
Jelasnya kesenangan seperti ini berasal dan pengetahuan tentang
cerita rakyat. Anak-anak harus pula diarahkan menemukan elemen-elemen
sastra secara berangsurangsur, karena elemen-elemen itu memberikan
bekal bagi siswa dalam pemahaman makna cerita atau puisi, dengan
demikian guru harus menguasai pengetahuan tentang bentuk-bentuk cerita,
elemen-elemen cerita, dan pengetahuan tentang pengarang.
Selama siswa berada di sekolah dasar mereka mengembangkan pemahaman
mengenai bentuk sastra yang berasal dari berbagai aliran sedikit demi
sedikit. Mereka sudah dapat membedakan bentuk prosa dan puisi, fiksi dan
nonfiksi, antara realisme dan fantasi, tetapi tidak dengan
istilah-istilah tersebut. Mungkin cara mereka memahami hanya akan
bercerita kepada gurunya bahwa buku Dewi Nawangwulan itu memuat suatu cerita, atau Bawang Putih itu ceritanya mirip Cinderella yang
telah dibacanya. Hal ini langkah awal yang baik dalam mengembangkan
pemahaman tentang bentuk-bentuk sastra, demikian pula pengetahuan siswa
mengenai elemen cerita misalnya alur, karakterisasi, tema, dan sudut
pandang pengarang akan muncul secara berangsur-angsur.
Ada siswa yang minatnya tergugah bila mengetahui piranti sastra
seperti simbol, perbandingan, penggunaan sorot balik, dan sebagainyna.
Namun jenis pengetahuan ini lebih cocok untuk guru. Pembahasan tentang
piranti sastra pada siswa hendaknya hanya diperkenalkan apabila
diperlukan benar untuk dapat membawa ke arah pemahaman yang lebih kaya
terhadap sebuah buku. Yang terpenting bukan menghafal pirantinya, namun
bagaimana anak-anak diberi waktu untuk memberikan tanggapan personalnya
pada cerita.
Mengembangkan Apresiasi
Sasaran jangka panjang pengajaran sastra di SD ialah mengembangkan
kesukaan membaca karya sastra yang bermutu. Ada tiga tahap urutan dan
perkembangan yang ada dalam pertumbuhan apresiasi (1) tahap kenikmatan
yang tidak sadar, (2) tahap apresiasi yang masih ragu-ragu atau berada
antara tahap kesatu dan ketiga, dan (3) tahap kegembiraan secara sadar.
Tahap pertama sama dengan gagasan menumbuhkan kesenangan terhadap
bacaan, sehingga menjadi terlibat di dalamnya.
Pada tahap ini siswa membaca atau guru membacakannya untuk
mendapatkan kesenangan. Mereka jarang menyentuh cara pengarang
menciptakan makna. Pembaca pada tahap kedua tertarik tidak hanya pada
alur cerita. Pembaca pada tahap ini mulai bertanya tentang apa yang
terjadi pada suatu cerita dan mendalami isi cerita untuk mendapatkan
makna lebih dalam. Pembaca menikmati dan mengeksplorasi cerita untuk
melihat bagaimana pengarang, penyair, atau seniman memperkuat makna
dengan teks itu. Tahap ketiga, tahap pembaca yang sudah matang dan
menemukan kegembiraan dalam banyak jenis bacaan dan banyak periode
waktu, memberikan penghargaan pada aliran dan pengarangnya, dan
memberikan tanggapan kritis sehingga mendapatkan kegembiraannya secara
sadar.
Pengajaran sastra untuk sekolah dasar, terutama kelas-kelas awal
difokuskan pada tahap pertama yaitu kesenangan yang tidak disadari (unconscious enjoyment). Jika
semua siswa bisa diberi kesempatan menemukan kesenangan terhadap
bacaan, mereka akan bisa membangun dasar yang kokoh bagi apresiasi
sastra. Diawali dari menyenangi karya sastra yang dibacanya itulah,
siswa akan meningkat ke tahap berikutnya. Setelah merasa senang dengan
bacaan baru kemudian siswa didorong untuk menginterpretasikan makna
cerita atau puisi melalui diskusi atau aktivitas kreatif, mereka bisa
memasuki tahap kedua, tahap kesadaran pada apresiasi.
Berangkat dari bekal itulah siswa dapat diajak untuk memberi
tanggapan terhadap buku, membahas bagaimana perasaan mereka tentang
cerita itu dan apa makna cerita itu bagi mereka. Siswa juga dapat diajak
untuk memberi alasan “mengapa” mereka memiliki perasaan seperti itu dan
cara-cara pengarang atau seni man menciptakan perasaan itu. Para siswa
akan memerlukan bimbingan dari guru untuk melalui tahap-demi tahap
tersebut, namun bukan mendiktenva atau memberi tafsiran yang harus
diterima begitu saja oleh siswa. Guru hanyalah pemberi jalan setapak
untuk masuk ke dunia indahnya sastra.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003.
Endraswara, S. (2005). Metode Teori Pengajaran Sastra. Buana Pustaka.
Nurgiyantoro, B. (2013). Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sardiman A. M. (2014). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT.
Tarigan, H. Guntur. 2011. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Penerbit Angkasa
Vardell, S. (1991). A New “Picture of The World”: The NCTE Orbis Pictus Award for outstanding nonfiction for children. Language Arts.
(Sumber: https://bagibagiwebblog.wordpress.com/sastra-anak/)
Label:
Sastra Anak
Selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik demi kemajuan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara
MEDIA PEMBELAJARAN
Media merupakan alat bantu dalam kegiatan
pembelajaran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Media digunakan
dalam kegiatan pembelajaran karena memiliki kemampuan untuk (1) menyajikan
peristiwa yang kompleks dan rumit menjadi lebih sistematik dan sederhana, (2)
meningkatkan daya tarik dan perhatian pembelajar, dan (3) meningkatkan
sistematika pembelajaran. Sadiman (2009:4) menyatakan bahwa media adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima
sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta
perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Dengan adanya media pembelajaran maka kegiatan
pembelajaran dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Penggunaanmedia
pembelajaran yang tepat dapat membantu guru atau pendidik dalam menciptakan
berbagai situasi kelas, menentukan metode pengajaran yang akan dipakai dalam
situasi yang berlainan, dan menciptakan iklim emosional yang sehat diantara
siswa. Media pembelajaran juga dapat membantu guru membawa dunia luar ke dalam
kelas. Dengan demikian ide yang abstrak dan asing dalam pembelajaran menjadi
konkret dan mudah dimengerti oleh siswa..
Pada kenyataannya, seringkali kegiatan
pembelajaran berlangsung tidak efektif dan efisien. Banyak waktu, tenaga, dan
biaya yang terbuang sia-sia sedangkan tujuan belajar tidak dapat tercapai
bahkan terjadi kesalahpahaman dalam komunikasi antara pendidik dan siswa. Hal
tersebut masih sering dijumpai pada proses pembelajaran dewasa ini. Media
pembelajaran sangat diperlukan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia termasuk
pada aspek menulis puisi. Terbatasnya ketersediaan media pembelajaran yang
sesuaimengakibatkan lemahnya kompetensi siswa dalam menulis puisi. Media
pembelajaran menulis puisi yang ada masih sebatas media konvensional dan kurang
berkualitas. Hal ini menyebabkan siswa cenderung jenuh, bosan, dan tidak
terinspirasi. Media pembelajaran yang berkualitas adalah media yang selain
mampu meningkatkan kompetensi siswa juga dapat melatih mereka untuk
mengembangkan kreatifitas dan menanamkan nilai-nilai positif seperti pendidikan
karakter.
Meskipun melihat langsung alam sekitar dianggap
lebih efektif untuk mencari ide dalam menulis puisi, pada kenyataannya
pengondisian siswa menjadi lebih sulit karena lingkup untuk memonitor dan
mengontrol siswa menjadi lebih luas. Kendala lain adalah hasil karya siswa
dalam menulis puisi masih terpaku dengan diksi yang baku dan bait yang dibuat
cenderung mirip dengan pantun. Selain itu rima yang digunakan kurang mampu
mendukung maksud dan suasana puisi, tipografi belum tepat, tampilan puisi
kurang menarik, serta ketidakpahaman siswa menyesuaikan isi puisi dengan tema
yang mereka pilih menjadi indikator belum tercapainya kegiatan pembelajaran
yang diharapkan.
Kesulitan yang dihadapi siswa merupakan suatu kendala
pembelajaran menulis puisi di sekolah. Kurangnya kompetensi menulis puisi siswa
disebabkan karena siswa kurang tertarik dan bingung dalam pembelajaran. Siswa
cenderung jenuh, bosan, dan tidak terinspirasi. Hal tersebut terjadi karena
dalam pembelajaran guru masih menggunakan media konvensional berupa gambar atau
potret. Media yang seharusnya bisa menambah semangat dan memotivasi belajar
siswa menjadi suatu hal yang membosankan bagi siswa. Hal ini menjadi bukti
bahwa media pembelajaran yang digunakan masih belum sesuai dan kurang mampu
untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran.
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa
sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi (Sadiman,2002:6). Sejalan
dengan pendapat Sadiman, Usman dan Asnawir (2002:11) menyatakan bahwa media
pembelajaran merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat
merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan audien (siswa) sehingga dapat
mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya. Dalam dunia pelajaran, pada
umumnya pesan atau informasi tersebut berasal dari sumber informasi, yakni guru
sedangkan sebagai penerima informasinya adalah siswa. Djamarah (1995 : 136)
memberikan pengertian bahwa media pembelajaran adalah alat bantu apa saja yang
dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai Tujuan pembelajaran.
Selanjutnya ditegaskan oleh Munadi (2008:5) bahwa media pembelajaran adalah
sumber-sumber belajar selain guru yang diciptakan atau direncanakan oleh guru
yang berisi pesan ajar.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat
disimpulkan media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk
menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan
kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang kondusif,
bertujuan, dan terkendali.
Label:
Media Pembelajaran
Selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik demi kemajuan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara
KOMPETENSI GURU
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan menengah (Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen).
Guru merupakan seseorang yang mempunyai tugas
mulia untuk mendorong, membimbing dan memberi fasilitas belajar bagi
siswa untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat
segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses
perkembangan siswa. Penyampaian materi pelajaran hanyalah merupakan
salah satu dari berbagai kegiatan dalam belajar sebagai suatu proses
yang dinamis dalam segala fase dan proses perkembangan siswa (Slameto,
2003: 97).
Guru memegang peranan dan tanggung jawab yang penting dalam
pelaksanaan program pengajaran di sekolah. Guru merupakan pembimbing
siswa sehingga keduanya dapat menjalin hubungan emosional yang bermakna
selama proses penyerapan nilai-nilai dari lingkungan sekitar. Kondisi
ini memudahkan mereka untuk menyesuaikan diri dalam kehidupan di
masyarakat (Depdiknas, 2003 : 3).
Kompetensi profesional guru menurut Sudjana (2002 : 17-19) dapat
dikelompokkan menjadi tiga bidang yaitu pedagogik, personal dan sosial.
Kompetensi pedagogik menyangkut kemampuan intelektual seperti penguasaan
mata pelajaran, pengetahuan menganai cara mengajar, pengetahuan
mengenai belajar dan tingkah laku individu, pegetahuan tentang bimbingan
penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi kelas, pengetahuan tentang
cara menilai hasil belajar, pengetahuan tentang kemasyarakatan serta
pengetahuan umum lainnya.
Kompetensi bidang personal menyangkut kesiapan dan kesediaan guru
terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya.
Misalnya sikap menghargai pekerjaannya, mencintai dan memiliki perasaan
senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap toleransi terhadap
sesama teman profesinya, memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan
hasil pekerjaannya.
Kompetensi sosial menyangkut kemampuan guru dalam berbagai
ketrampilan/berperilaku, seperti ketrampilan mengajar, membimbing,
menilai, menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul atau berkomunikasi
dengan siswa, ketrampilan menumbuhkan semangat belajar para siswa,
ketrampilan menyusun persiapan/ perencanaan mengajar, ketrampilan
melaksanakan administrasi kelas, dan lain-lain. Perbedaan dengan
kompetensi kognitif terletak pada sifatnya. Kompetensi kognitif
berkenaan dengan aspek teori atau pengetahuannya, pada kompetensi
perilaku yang diutamakan adalah praktek/ketrampilan melaksanakannya.
Menurut Murniati (2007 : 2) salah satu ciri dari profesi dituntut
memiliki kecakapan yang memenuhi persyaratan yang telah dibakukan oleh
pihak yang berwewenang (standar kompetensi guru). Istilah kompetensi
diartikan sebagai perpaduan antara pengetahuan, ketrampilan, sikap dan
nilai-nilai yang diwujudkan dalam pola berpikir dan bertindak atau
sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang
dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat
dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, guru harus memiliki kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional, dan sosial (Depdiknas, 2005 : 24, 90 – 91). Keempat kompetensi tersebut dijelaskan sebagai berikut;
- Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara substantif kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
- Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang yang mantap, arif, dewasa, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
- Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dap mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum matapelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru.
- Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
(Sumber: https://karyono1993.wordpress.com/thesis/kompetensi-guru/)
Label:
Kompetensi Guru
Selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik demi kemajuan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara
PERANGKAT PEMBELAJARAN (SILABUS DAN RPP KTSP)
Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata
pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi
dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan
sumber belajar (Kunandar, 2011: 244). Sedangkan silabus menurut Yulaelawati adalah seperangkat rencana
serta pengaturan pelaksanaan pembelajaran dan penilaian yang disusun
secara sistematis, memuat tentang komponen-komponen yang saling
berkaitan dalam mencapai penguasaan kompetensi dasar. Silabus merupakan seperangkat rencana serta pengaturan pelaksanaan
pembelajaran dan penilaian yang disusun secara sistematis yang memuat
komponen-komponen yang saling berkaitan untuk mencapai penguasaan
kompetensi dasar. Silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok
mata pelajaran atau tema tertentu yang mencakup Standar Kompetensi,
Kompetensi Dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
indikator, pencapaian kompetensi untuk penilaian, alokasi waktu, dan
sumber belajar (Trianto, 2010:96).
Langkah-langkah pengembangan silabus (Trianto, 2010: 99)
- Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Mengkaji SK dan KD mata pelajaran sebagaimana tercantum pada Standar Isi.
- Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran. Mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran yang menunjang pencapaian KD.
- Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik dalam rangka pencapaian KD.
- Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi. Indikator merupakan penanda pencapaian KD. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.
- Menentuan Jenis Penilaian. Penilaian pencapaian kompetensi dasar siswa dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dalam bentuk tertulis.
- Menentukan Alokasi Waktu. Penentuan alokasi waktu pada setiap KD didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu. Alokasi waktu merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai KD yang dibutuhkan oleh siswa yang beragam.
- Menentukan Sumber Belajar. Penentuan sumber belajar didasarkan pada SK dan KD serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.
Manfaat Silabus
Silabus bermanfaat sebagai pedoman pengembangan perangkat
pembelajaran lebih lanjut, mulai dari perencanaan, pengelolaan kegiatan
pembelajaran dan pengembangan penilaian. Silabus bermanfaat sebagai pedoman dalam pengembangan pembelajaran
lebih lanjut, seperti pembuatan rencana pembelajaran, pengelolaan
kegiatan pembelajaran dan pengembangan sistem penilaian. Silabus
merupakan sumber pokok dalam penyusunan rencana pembelajaran, kaib
rencana pembelajaran untuk satu Standar Kompetensi maupun satu
Kompetensi Dasar. Silabus juga bermanfaat sebagai pedoman untuk merencanakan
pengelolaan kegiatan pembelajaran, misalnya kegiatan belajar secara
klasikal, kelompok kecil, atau pembelajaran secara individual. Demikian
pula, silabus sangat bermanfaat untuk mengembangkan sistem penilaian.
Isi Silabus
- Identitas mata pelajaran
- Identitas sekolah meliputi nama satuan pendidikan dan kelas;
- kompetensi inti,
- kompetensi dasar
- tema (khusus SD/MI/SDLB/Paket A/dll);
- materi pokok, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi;
- pembelajaran,yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan;
- penilaian, merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar
- alokasi waktu
- sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar atau sumber belajar lain yang relevan.
Prinsip Pengembangan Silabus
- Ilmiah; Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
- Relevan; Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik.
- Sistematis; Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.
- Konsistensi; Adanya hubungan yang konsisten antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian.
- Kecukupan; Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.
- Aktual & Kontekstual; Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
- Fleksibel; Keseluruhan komponen silabus dapat mengako-modasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.
- Menyeluruh; Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (Kognitif, afektif, Psikomotor) atu sesuai degan esensi mata pelajaran masing-masing.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Suatu kegiatan pembelajaran, diperlukan sebuah rencana agar
pembelajaran tersebut dapat berjalan dengan baik. Berikut dijelaskan
beberapa hal mengenai RPP.
Pengertian RPP
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang
menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai
satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan
dalam silabus (Kunandar, 2011: 263). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2005 Pasal 20 dinyatakan bahwa “Perencanaan proses pembelajaran meliputi
silabus dan rencana pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan
pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar ”. Menurut
Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, komponen RPP adalah: Identitas mata
pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian
kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber
belajar.
Tujuan dan Fungsi RPP
Tujuan rencana pelaksanaan pembelajaran adalah untuk: (1)
mempermudah, memperlancar dan meningkatkan hasil proses
belajar-mengajar; (2) dengan menyusun rencana pembelajaran secara
profesional, sistematis dan berdaya guna, maka guru akan mampu melihat,
mengamati, menganalisis, dan memprediksi program pembelajaran sebagai
kerangka kerja yang logis dan terencana (Kunandar, 2011: 264). Fungsi rencana pembelajaran adalah sebagai acuan bagi guru untuk
melaksanakan kegiatan belajar-mengajar (kegiatan pembelajaran) agar
lebih terarah dan berjalan secara efektif dan efisien (Kunandar, 2011:
264).
Unsur-Unsur yang Perlu Diperhatikan dalam Penyusunan RPP
- mengacu pada kompetensi dan kemampuan dasar yang harus dikuasai siswa, serta materi dan submateri pembelajaran, pengalaman belajar yang telah dikembangkan di dalam silabus;
- menggunakan berbagai pendekatan yang sesuai dengan materi yang memberikan kecakapan hidup (life skills) sesuai dengan permasalahan dan lingkungan sehari-hari;
- menggunakan metode dan media yang sesuai, yang mendekatkan siswa dengan pengalaman langsung;
- penilaian dengan sistem pengujian menyeluruh dan berkelanjutan didasarkan pada sistem pengujian yang dikembangkan selaras dengan pengembangan silabus (Kunandar, 2011: 265).
Langkah-langkah menyusun RPP (Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007)
- Menuliskan Identitas Mata Pelajaran, yang meliputi: sekolah; mata pelajaran; tema; kelas/semester; alokasi waktu.
- Menuliskan Standar Kompetensi. SK merupakan kualifikasi kemampuan minimal siswa yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada suatu mata pelajaran.
- Menuliskan Kompetensi Dasar. KD adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi.
- Menuliskan Indikator Pencapaian Kompetensi. Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran.
- Merumuskan Tujuan Pembelajaran. Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh siswa sesuai dengan kompetensi dasar. Tujuan pembelajaran dibuat berdasarkan SK, KD, dan Indikator yang telah ditentukan.
- Materi Ajar. Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk peta konsep sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.
- Alokasi Waktu. Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar.
- Menentukan metode pembelajaran. Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa mencapai KD atau indikator yang telah ditetapkan.
- Penilaian Hasil Belajar. Prosedur dan instrumen penilaian hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada standar penilaian.
- Menentukan Media/Alat/Bahan/Sumber Belajar. Penentuan sumber belajar didasarkan pada SK dan KD, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.
- Merumuskan kegiatan pembelajaran seperti di bawah ini
Tiga Bagian dalam RPP
Pendahuluan. Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu
pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan
memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam
proses pembelajaran.
Inti. Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk
mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis siswa. Kegiatan inti ini dilakukan
secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi. Menurut Nursyam (2009: 1), eksplorasi adalah
kegiatan pembelajaran yang didesain agar tercipta suasana kondusif yang
memungkinkan siswa dapat melakukan aktivitas fisik yang memaksimalkan
penggunaan panca indera dengan berbagai cara, media, dan pengalaman yang
bermakna dalam menemukan ide, gagasan, konsep, dan/atau prinsip sesuai
dengan kompetensi mata pelajaran. Elaborasi adalah kegiatan pembelajaran
yang memberikan kesempatan peserta didik mengembangkan ide, gagasan,
dan kreasi dalam mengekspresikan konsepsi kognitif melalui berbagai cara
baik lisan maupun tulisan sehingga timbul kepercayaan diri yang tinggi
tentang kemampuan dan eksistensi dirinya. Konfirmasi adalah kegiatan
pembelajaran yang diperlukan agar konsepsi kognitif yang dikonstruksi
dalam kegiatan eksplorasi dan elaborasi dapat diyakinkan dan diperkuat
sehingga timbul motivasi yang tinggi untuk mengembangkan kegiatan
eksplorasi dan elaborasi lebih lanjut.
Penutup. Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk
rangkuman/kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak
lanjut.
(Sumber: https://www.silabus.web.id/teori-silabus-dan-rpp/)
Label:
Perangkat Pembelajaran
Selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik demi kemajuan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara
KONSEP KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK (SD)
Anak memiliki kematangan untuk belajar, karena pada masa ini dia sudah
siap untuk menerima percakapan-percakapan baru yang diberikan oleh sekolah.Pada
masa pra-sekolah sampai dengan usia sekitar 8 tahun tekanan belajar
lebih difokuskan pada ”bermain”, sedangkan pada masa Sekolah Dasar aspek
intelektualitas sudah mulai ditekankan.
Pada masa usia sekolah Dasar ini sering
pula sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Pada
masa keserasian bersekolah ini secara relatif anak-anak lebih mudah
dididik dari pada masa sebelum dan sesudahnya. Menurut pendapat ini,
masa keserasian bersekolah dibagi dalam dua fase yaitu ;
- Masa kelas-kelas rendah Sekolah Dasar (6 tahun sampai usia sekitar 8 tahun). Dalam tingkatan kelas di Sekolah Dasar pada usia tersebut termasuk dalam kelas 1 sampai dengan kelas 3. Jadi kelas 1 sampai dengan kelas 3 termasuk dalam kategori kelas rendah;
- Masa kelas-kelas tinggi Sekolah Dasar (9 tahun sampai kira-kira umur 12). Dalam tingkatan kelas di Sekolah Dasar pada usia tersebut termasuk dalam kelas 4 sampai dengan kelas 6. Jadi kelas 4 sampai kelas 6 termasuk dalam kategori kelas tinggi;
Pada masing-masing fase tersebut
memiliki karakteristiknya masing-masing. Masa-masa kelas rendah siswa
memiliki sifat-sifat khas sebagai berikut :
- Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan pertumbuhan jasmani dengan prestasi sekolah
- Adanya sikap yang cenderung untuk memenuhi peraturan-peraturan permainan yang tradisional
- Adanya kecenderungan memuji diri sendiri
- Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain,kalau hal itu dirasanya menguntungkan untuk meremehkan anak lain
- Kalau tidak dapat menyelesaikan sesuatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting
- Pada masa ini (terutama pada umur 6,0-8,0) anak menghendaki nilai (angka rapor) yang baik tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak
- Hal-hal yang bersifat konkret lebih mudah dipahami ketimbang yang abstrak
- Kehidupan adalah bermain. Bermain bagi anak usia ini adalah sesuai yang dibutuhkan dan dianggap serius. Bahkan anak tidak dapat membedakan secara jelas perbedaan bermain dengan bekerja
- Kemampuan mengingat (memory) dan berbahasa berkembang sangat cepat dan mengagumkan.
Sedangkan ciri-ciri sifat anak pada masa kelas tinggi di Sekolah Dasar yaitu :
- Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret; hal ini menimbulkan adanya kecendrungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis;
- Amat realistik, ingin tahu, dan ingin belajar;
- Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal atau mata pelajaran khusus, para ahli yang mengikuti teori faktor ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor;
- Sampai kira-kira umur 11,0 anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginannya; setelah kira-kira umur 11,0 pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikannya sendiri.
- Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah;
- Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini biasanya anak tidak lagi terikat kepada aturan permainan yang tradisional; mereka membuat peraturan sendiri;
- Peran manusia idola yang sempurna. Karena itu guru acapkali dianggap sebagai manusia yang serba tahu.
Karakteristik perkembangan pada siswa
Sekolah Dasar dapat juga dilihat tahap-tahap perkembangan kognitif
menurut teori Peaget. Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa usia
anak yang sekolah di Sekolah Dasar berkisar 6,0 atau 7,0 sampai dengan
11,0 atau 12,0 tahun. Usia 6,0 atau 7,0 tahun dalam teori Piaget masuk
dalam kategori praoperational periode dalam tahapan intuitive. Periode
ini ditandai dengan dominasi pengamatan yang bersifat egosentrik (belum
memahami cara orang lain memandang objek yang sama), seperti searah
(selancar). Pada masa ini anak gemar meniru, telah mampu menerima
khayalan, dapat bercerita tentang hal-hal yang fantastik, ia tidak
terikat pada realitas, sehingga ia dapat berbicara dengan kursi, anjing,
dan sebagainya.Anak berlatih sendiri menggunakan bahasanya, sering ia berbicara sendiri. Piaget menamakannya ”Collective monologue”.
Usia 7,0 sampai 11,0 atau 12,0 termasuk
dalam tahapan periode operasional konkret. Fase ini menurut Piaget
menunjukan suatu reorganisasi dalam struktur mental anak. Dalam fase
yang lalu, fase praoperasional, anak seakan-akan hidupnya dalam mimpi
dengan pikiran-pikiran magis, dengan fantasi yang leluasa. Aktivitas
anak pada fase ini dapat dibentuk dengan peraturan-peraturan, (karena
peraturan dasar mentaati peraturan), karena itu mempunyai nilai
fungsional. Anak berfikir harfiah sesuai dengan tugas yang diberikan.
Perkembangan yang terjadi pada siswa di Sekolah Dasar dapat pula kita
lihat dalam perkembangan penghayatan keagamaan. Perkembangan ini dapat
dikatakorikan dalam perkembangan afektif. Usia siswa pada Sekolah Dasar
dapat dimasukan ke dalam masa kanak-kanak yaitu usia 7 tahun dan masa
anak sekolah (7-8 sampai 11-12 tahun)
Ciri- ciri masa kanak-kanak adalah ;
- Sikap keagamaan reseptif meskipun banyak bertanya
- Pandangan Ketuhanan yang anthropormorph (dipersonifikasikan)
- Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam) meskipun mereka telah melakukan atau partisipasi dalam berbagai kegiatan ritual
- Hal Ketuhanan dipahamkan secara ideosuncritic (menurut khayalan pribadinya) sesuai dengan taraf kemampuan kognitifnya yang masih bersifat egocentric (memandang segala sesuatu dari sudut dirinya)
Ciri-ciri masa anak sekolah ditandai oleh:
- Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai dengan pengertian.
- Pandangan dan faham ketuhanan diterangkan secara rasional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang bersumber pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dan keagungan-Nya.
- Penghayatan secara rohaniah makin mendalam, melaksanakan kegiatan ritual yang diterima sebagai keharusan moral.
Sebagaimana telah dikemukan di atas bahwa anak pada masa Sekolah Dasar
dikategorikan sebagai masa anak sekolah. Akan tetapi tidak menutup
kemungkinan pada usia masuk terutama pada masa kelas rendah, sifat masa
kanak-kanak akan masih nampak. Sedangkan sikap-sikap masa anak sekolah
akan sangat menonjol sekali pada usia masa kelas tinggi.
Berdasarkan ciri-ciri perkembangan baik
kognitif, bahasa dan afektif, maka dapatlah dibedakan secara ringkas
karaterisik antara siswa Sekolah Dasar pada kelas rendah dan kelas
tinggi. Ciri pada siswa kelas rendah yaitu:
- belum mandiri;
- belum ada rasa tanggung jawab pribadi
- penilaian terhadap dunia luar masih egosentris;
- belum menunjukkan sikap kritis masih berfikir yang fiktif.
Sedangkan ciri pada siswa kelas tinggi:
- sudah mulai mandiri;
- sudah ada rasa tanggung jawab pribadi;
- penilaian terhadap dunia luar tidak hanya dipandang dari dirinya sendiri tetapi juga dilihat dari diri orang lain;
- sudah menunjukkan sikap yang kritis dan rasional.
Sumber: https://jejecmsbhnajar.wordpress.com/2013/04/23/karakteristik-dan-perkembangan-belajar-siswa-di-sekolah-dasar/
Selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik demi kemajuan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara
KETERAMPILAN BERBAHASA
Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan, pesan, dan
informasi yang tertanam dalam pikiran, media penyampaiannya bisa melalui
lisan atau tulisan. Bahasa juga memiliki peran sentral demi
terciptanya masyarakat yang santun dan beradab. Seseorang dikatakan
santun atau tidak ditentukan oleh sikap berbahasanya meliputi nada dan
makna yang disampaikan.
Berbagai kebudayaan bisa saling menyatu karena ada salah satu aspek yang
mampu mengikatnya yaitu bahasa. Menurut Finocchiaro (1964:8) bahasa
adalah sistem simbol vokal yang arbitrer yang memungkinkan semua orang
dalam suatu kebudayaan tertentu, atau orang lain yang mempelajari sistem
kebudayaan itu, berkomunikasi atau berinteraksi.
Pembeda utama manusia dengan hewan terletak pada dua hal yaitu kemampuan berpikir dan kemampuan berbahasa.
Manusia mampu berpikir karena memiliki bahasa, tanpa bahasa manusia
tidak akan dapat memikirkan berbagai hal terutama berpikir secara
abstrak. Tanpa bahasa juga manusia tidak akan dapat mengomunikasikan
gagasan dan pikirannya kepada orang lain. Oleh sebab itu, jika ingin
mengungkapkan berbagai pemikiran dengan baik, maka manusia harus
menguasai bahasa dengan baik.
Keterampilan berbahasa memiliki dua unsur yaitu unsur logika dan linguistik, berbeda
dengan keterampilan berpikir hanya memiliki satu unsur yaitu logika.
Unsur logika terdiri atas isi, bahan, materi, dan organisasinya,
sedangkan unsur linguistik terdiri atas diksi, pembentukan kata,
pembentukan kalimat, fonologi (bunyi bahasa) untuk berbicara, serta
ejaan untuk menulis.
Setiap orang memiliki kemampuan berpikir dengan baik, namun tidak semua
orang memiliki kemampuan berbahasa dengan baik. Apa yang kita pikirkan
belum tentu akan kita ucapkan dan lakukan, namun apa yang telah kita
ucapkan itulah yang kita pikirkan dan lakukan. Bahasa dan berbahasa
mampu mendefinisikan pola jati diri, pola karakter, dan pola berpikir
seseorang.
Kemampuan seseorang dalam berpikir dan berbahasa sebenarnya bisa
diberdayakan, yaitu dengan melakukan usaha/aktivitas atau keterampilan
yaitu melatih diri kita untuk terampil. Kemampuan ialah kesanggupan
bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktik (Robbins,
2000:46) sedangkan keterampilan sama artinya dengan kecekatan. Terampil
atau cekatan adalah kepandaian melakukan sesuatu dengan cepat dan
benar. Seseorang yang dapat melakukan sesuatu dengan cepat tetapi tidak
salah dapat dikatakan terampil. Demikian pula apabila seseorang dapat
melakukan sesuatu dengan benar tetapi lambat, juga dapat dikatakan
terampil (Soemarjadi, 1991:2). Berdasarkan pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa kemampuan adalah hasil akhir setelah adanya aktivitas
atau usaha (keterampilan), sedangkan keterampilan adalah sebuah proses
aktivitas atau usaha untuk menentukn hasil yang akan diperoleh
(kemampuan).
Seseorang dikatakan memiliki kemampuan apabila telah melalui dan
menyelesaikan sebuah proses, proses yang harus dilalui dalam bahasa dan
berbahasa ialah empat aspek keterampilan berbahasa. Keempat aspek ini
bukan hanya mendukung dalam ruang lingkup berbahasa saja melainkan dalam
ruang lingkup kehidupan pun saling berhubungan erat.
Menyimak
Keterampilan yang paling mendasar ialah menyimak. Setiap orang tentu
melakukan kegiatan menyimak, mulai dari mendengarkan berita, cerita, dan
berbagai informasi lainnya baik melalui TV, Radio, dll. Underwood
(1990) mendefinisikan menyimak adalah kegiatan mendengarkan atau
memperhatikan baik-baik apa yang ducapkan orang, menangkap dan memahami
makna dari apa yang didengar.
Menyimak berbeda dengan mendengar, mendengar hanya menerima informasi
yang diperdengarkan saja tanpa melalui penyerapan dan pemilihan
informasi dalam kinerja otak sehingga hanya tersimpan dalam short term memory(ingatan jangka pendek). Mendengar identik dengan masuk telinga kanan keluar telinga kiri,sedangkan menyimak adanya sebuah proses penyerapan dan pemilihan informasi dalam otak sehingga disimpan dalam long term memory(ingatan jangka panjang), di sinilah kinerja otak berkerja dan berkembang dengan baik.
Berbicara
Keterampilan berbicara pada umumnya dapat dilakukan oleh semua orang,
tetapi berbicara yang terampil hanya sebagian orang mampu melakukan.
Berbicara secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud (ide,
pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa
lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain
(Depdikbud, 1984:3/1985:7).
Keterampilan berbicara merupakan salah satu komponen dalm pembelajaran
bahasa Indonesia yang harus dimiliki oleh pendidik dan peserta didik di
sekolah. Terampil berbicara menuntut siswa untuk dapat berkomunikasi
dengan siswa lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh Supriyadi (2005:179)
bahwa sebagian besar siswa belum lancar berbicara dalam bahasa
Indonesia. Siswa yang belum lancar berbicara tersebut dapat disertai
dengan sikap siswa yang pasif, malas berbicara, sehingga merasa takut
salah dan malu, atau bahkan kurang berminat untuk berlatih berbicara di
depan kelas.
Guru harus mampu menumbuhkan minat berbicara para siswa ketika di dalam
kelas. Ajaklah mereka untuk mempraktikkan teks pidato, puisi, berdrama,
dsb. Sehingga mereka bisa mengalami.
Membaca
Pusat pemerolehan berbagai pengetahuan keterampilan dari menyimak,
berbicara, dan menulis ialah membaca. Aktivitas membaca sama halnya
dengan pemerolehan, apa yang kita ketahui adalah dari apa yang kita
baca. Stauffer (Petty & Jensen, 1980) menganggap bahwa membaca,
merupakan transmisi pikiran dalam kaitannya untuk menyalurkan ide atau
gagasan. Selain itu, membaca dapat digunakan untuk membangun konsep,
mengembangkan perbendaharaan kata, memberi pengetahuan, menambahkan
proses pengayaan pribadi, mengembangkan intelektualitas, membantu
mengerti dan memahami problem orang lain, mengembangkan konsep diri dan
sebagai suatu kesenangan.
Membaca memiliki pengaruh terhadap perkembangan hidup kita, namun
banyaknya koleksi buku bukan berarti ia gemar membaca. Kegemaran membaca
akan tampak apabila seseorang mampu mengemukakan berbagai pengetahuan,
gagasan, dan ide-ide kreatifnya.
Menulisa
Tahap keterampilan terakhir ialah menulis. Menulis sebagai pusat
pengaplikasian berbagai pengetahuan yang telah didapat dari aktivitas
menyimak, membaca, dan berbicara kemudian mengalihkannya ke dalam
rangkaian kata dan bahasa yang memiliki makna dan tujuan. Pranoto
(2004:9) berpendapat bahwa menulis berarti menuangkan buah pikiran ke
dalam bentuk tulisan atau menceritakan sesuatu kepada orang lain melalui
tulisan. Menulis juga dapat diartikan sebagai ungkapan atau ekspresi
perasaan yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Orang yang gemar, pandai, dan telah menulis berarti ia telah mencoba
mengaktifkan indera yang ada pada dirinya melalui apa yang ia lihat,
dengar, rasakan, cium, dan raba kemudian teraplikasikan ke dalam
rangkaian kata dan bahasa.
Keempat keterampilan tersebut saling berhubungan, namun menulislah hal
yang paling utama. Perbedaan utama antara menulis dan berbicara, yaitu
orang yang menulis lebih berani daripada orang yang banyak berbicara
tanpa memiliki makna dan tujuan. Orang yang hanya pandai berbicara belum
tentu pandai menulis, ia lebih mengandalkan daya orasi daripada
literasi.
Pemberdayaan keterampilan berbahasa sebenarnya bersumber dari
keterampilan membaca dan menulis, setelah itu menyimak dan berbicara
akan berkembang. Sebab siapa pun yang mampu membudakan baca dan tulis,
maka ia telah memiliki senjata dan sarana dalam membangun peradaban dan
tradisi masyarakat yang berilmu.
(Sumber:https://www.kompasiana.com/ajiseptiaji/5a436e0f5e1373752f7a5f23/keterampilan-berbahasa-dalam-pembelajaran-bahasa-indonesia)
Label:
Keterampilan Berbahasa
Selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik demi kemajuan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara
Saturday, May 11, 2019
Strukturalisme Semiotika dalam Pengkajian Puisi (Mantra)
Teori strukturalisme adalah suatu
pendekatan yang mendeskripsikan
semua fenomena yang nampak pada struktur intrinsik teks puisi secara objektif-empiris.
Dimana di dalam sebuah karya sastra mempunyai sebuah stuktur yang unsur-unsurnya
atau bagian-bagiannya terjalin
erat. Bahwa dalam sebuah analisis
karya sastra harus mementingkan segi unsur intrinsik. Karya sastra bersifat otonom yang maknanya tidak ditemukan oleh hal di luar karya sastra itu
(Wellek, 1958: 24; Culler, 1977:
127 dalam Djodjosuroto 2006: 33).
Strukturalisme secara etimologis berasal
dari kata struktural,yakni bahasa
Latin yang berarti bentuk atau bangunan. Pengertian stuktur dalam ilmu sastra
sudah dipergunakan dengan berbagai cara. Secara kata struktur berhubungan erat dengan bentuk (Ashriyatin, 2010: 14). Oleh
karena itu, untuk dapat memahaminya
haruslah karya sastra dianalisis (Hill dalam Pradopo 1995:108). Teori struktural memandang karya sastra sebagai sebuah struktur yang unsur-unsurnya atau
bagian-bagiannya saling berjalin
erat, saling menentukan keseluruhan. Unsur-unsur
atau bagian-bagian lainnya dengan
keseluruhannya (Hawkes dalam Pradopo
1995:108).
Analisis struktural menurut Pradopo (2003:120) menyatakan bahwa analisis struktural sajak adalah analisis
sajak (dalam penelitian ini adalah
mantra) ke dalam unsur-unsurnya
dan fungsinya dalam struktur sajak dan
penguraian bahwa tiap unsur itu mempunyai makna dalam kaitannya dengan
unsur-unsur lainnya, bahkan
juga berdasarkan tempatnya dalam struktur.
Analisis struktural ini merupakan prioritas pertama sebelum yang lain-lain
(Teeuw, 1983: 61), tanpa itu kebulatan makna intrinsik yang hanya dapat digali dari karya itu sendiri, tidak akan tertangkap. Maka unsur-unsur karya sastra hanya dapat dipahami dan dinilai sepenuhya atas
dasar pemahaman tempat dan fungsi
unsur itu dalam keseluruhan karya sastra.
Bagi setiap penelitian sastra, analisis struktural karya sastra yang akan diteliti merupakan
suatu prioritas atau pekerjaan pendahuluan. Berarti analisis struktur adalah suatu tahap dalam
penelitian sastra yang sukar dihindari, sebab
setelah analisis semacam ini memungkinkan diungkap pengertian yang lebih mendalam.
Analisis struktural karya
sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi,
mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Dengan demikian, pada
dasarnya analisis struktural bertujuan
memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan
antar berbagai unsur karya sastra
yang secara bersama menghasilakn sebuah keseluruhan. Analisis struktur tidak cukup dilakukan hanya sekedar
mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi
saja, namun lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antar unsur itu dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik
dan makna keseluruhan yang ingin dicapai (Nurgiyantoro 2003:37).
Teeuw
(1988:135) bahwa pada prinsipnya analisis struktural adalah bertujuan untuk
membongkar dan memaparkan apa yang dianalisis dengan cermat, teliti dan
semendetail mungkin dan mendalam, mungkin keterkaitan dan keterjalinan dari
semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama menghasilkan makna menyeluruh
dia juga menambahkan bahwa tugas dan tujuan dari analisis struktur justru
mengupas semendalam mungkin dari keseluruhan makna yang telah terpadu. Struktur
karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara
unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal balik, saling menentukan. Jadi,
kesatuan unsur-unsur dalam sastra bukan hanya berupa kumpulan atau tumpukan
hal-hal atau benda-benda yang berdiri-sendiri, melainkan hal-hal itu saling
terikat, saling berkaitan dan saling bergantung(Pradopo 2000:118).
Hartoko
dalam (Taum 1995:38) menyatakan teori strukturalisme sastra merupakan sebuah
teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi
antara berbagai unsur teks. Unsur-unsur teks secara berdiri sendiri tidaklah penting.
Unsur-unsur itu hanya memperoleh artinya dalam relasi, baik relasi asosiasi ataupun
relasi oposisi. Relasi-relasi yang dipelajari dapat berkaitan dengan mikroteks (
(kata, kalimat), keseluruhan yang lebih luas (bait, bab), maupun intertekstual
(karya-karya lain dalam periode tertentu). Relasi tersebut dapat berwujud
ulangan, gradasi kontras dan parodi.
Puisi merupakan struktur. Struktur di sini
dalam arti bahwa karya sastra merupakan
susunan unsur-unsur yang
bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan timbal balik, saling
menentukan. Jadi kesatuan unsur-unsur dalam karya
sastra bukan hanya kumpulan atau tumpukan hal-hal
atau benda yang berdiri sendiri
melainkan hal-hal itu saling
terikat, saling berkait, dan saling
bergantung (Pradopo 1995: 118). Dengan demikian analisis struktural merupakan analisis struktur puisi terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur
(Hawkes dalam Pradopo 1995: 119). Sementara itu Pradopo (1995: 119) menyatakan bahwa analisis
struktural puisi adalah analisis puisi ke
dalam unsur-unsurnya dan
fungsinya dalam struktur sajak dan
penguraian bahwa tiap unsur itu
mempunyai makna dan hanya dalam kaitannya dengan unsur-unsur
lainnya bahkan juga berdasarkan tempatnya dalam struktur. Puisi (mantra) adalah struktur yang merupakan susunan keseluruhan
unsur pembangun mantra yang meliputi: rima, irama, diksi, dan makna.
Penelitian struktural dipandang lebih
objektif karena hanya berdasarkan
sastra itu sendiri. Dengan tanpa campur tangan unsur lain, karya sastra tersebut akan dilihat sebagaimana cipta estetis. Strukturalis biasanya mengandalkan pendekatan egosentrik yaitu pendekatan penelitian
yang berpusat pada teks sastra
itu sendiri (Endraswara 2003: 51).
Pertama kali yang penting dalam lapangan semiotik, lapangan tanda, adalah pengertian tanda itu tersendiri. Dalam pengertian tanda ada dua
prinsip, yaitu penanda (signifier) yang menandai, yang merupakan
bentuk tanda, dan petanda dan penanda, ada tiga jenis
tanda pokok, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda hubungan antara
penanda dan petanda bersifat alamiyah, misalnya potret orang yang menandai
orang yang dipotret. Indeks adalah tanda yang bersifat kausal, misalnya asap
menandai api. Simbol adalah tanda yang tidak menunjukkan hubungan alamiyah
antara penanda dan petandanya.
Hubungan
tersebut bersifat arbiter, berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat
(Pradopo, 1995: 121). Sastra merupakan karya imajinatif yang bermedan bahasa,
maka tanda-tanda yang utama dalam karya sastra itu adalah tanda kebahasaan
meskipun ada konvensi ketandaan sastra yang lain yang merupakan konvensi
tambahan. Konvensi itu diantaranya: perulangan, persajakan, pralambang, makna kiasan,
kata khusus. Dalam struktur mantra hubungan kalimat dengan kalimat yang lain akan
menimbulkan struktur makna dalam karya sastra. Ulangan-ulangan kata atau
kalimat dalam mantra akan menimbulkan efek intensitas atau efek yang lainnya
yang akan mendukung pemahaman tentang makna mantra. Konsep dan gagasan
strukturalisme, sebagaimana diterangkan diatas, dijadikan titik tolak dalam
menyikapi objek kajian. Dengan pendekatan struktural maka operasional kajian
diarahkan pada elemen-elemen mantra sebagai struktur verbal yang otonom, yang
meliputi diksi, kalimat, dan komposisi seutuhnya. Dengan cara kerja ini dapat
dideskripsikan ciri-ciri wujud komposisi mantra beserta seperangkat aturan
estetikanya. Oleh karena itu, untuk menganalisis karya sastra selain berdasarkan
teori strukturalisme diperlukan juga analisis berdasarkan semiotik.
Agar nilai-nilai
yang hanya dapat digali melalui analisis struktural
yang tidak terabaikan dan
analisis puisi tidak terlepas dari dunia luar puisi, maka analisis struktural digabungkan dengan
analisis semiotik. Lebih lanjut, konsepsi
semiotik pada intinya adalah memahami sepenuhnya karya sastra sebagai struktur, keterkaitan
struktur memperlihatkan ciri khas struktur sebagai sistem tanda yang bermakna.
Label:
Semiotika
Lokasi: Makassar, South Sulawesi, Indonesia
Makassar, Makassar City, South Sulawesi, Indonesia
Selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik demi kemajuan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara
Subscribe to:
Posts (Atom)
Semangat Kolaborasi Riset Membangun IKN Berbudaya: Desa Telemow Bersiap Menjadi Laboratorium Hidup Kearifan Lokal
Penajam Paser Utara, 16 September 2024 – Gemuruh semangat pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara di Kalimantan Timur bergema hingga ke pel...
-
PENGERTIAN STILISTIKA Stilistika ( stylistic ) menurut Ratna (2009: 1) adalah ilmu tentang gaya, sedangkan stil ( style ...
-
Secara etimologis, puisi berasal dari bahasa Yunani poeima yang memilki makna membuat, poeisis yang berarti pembuatan, atau poeitis yan...
-
S emangat Kebangsaan ___&___ Cinta Tanah Air Semangat kebangsaan merupakan cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menem...