Menurut Slavin dalam Catharina Tri
Anni (2004), belajar merupakan proses perolehan kemampuan yang berasal dari
pengalaman. Menurut Gagne dalam Catharina Tri Anni (2004), belajar merupakan
sebuah sistem yang didalamnya terdapat berbagai unsur yang saling terkait
sehingga menghasilkan perubahan perilaku. Sedangkan menurut Bell-Gredler dalam
Udin S. Winataputra (2008) pengertian belajar adalah proses yang dilakukan oleh
manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitude.
Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitude) tersebut
diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa
tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.
Dengan demikian belajar dapat
sdisimpulkan rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh
seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan
pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya.Oleh sebab
itu apabila setelah belajar peserta didik tidak ada perubahan tingkah laku yang
positif dalam arti tidak memiliki kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya
tidak bertambah maka dapat dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna.
Adapun yang
dimaksud pembelajaran Menurut Gagne, Briggs, dan wagner dalam Udin S. Winataputra
(2008) dalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya
proses belajar pada siswa. Sedangkan menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkingan belajar.
Jadi pembelajaran merupakan proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar
dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan. Jadi dapat dikatakan
Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar,
sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar.
Teori Deskriptif dan Teori
Preskriptif
Menurut Bruner (dalam Degeng,1989)
mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif dan deskriptif.
Preskriptif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode
pembelajaran yang optimal, sedangkan deskriptif karena tujuan utama teori
belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada
hubungan di antara variable-variabel yang menentukan hasil belajar. Sedangkan
teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi
orang lain agar terjadi suatu proses belajar.
Teori pembelajaran yang deskriptif
menempatkan kondisi dan metode pembelajaran sebagai given, dan memberikan hasil
pembelajaran sebagai variable yang diamati. Atau, kondisi dan metode
pembelajaran sebagai variable bebas dan hasil pembelajaran sebagai variable
tergantung. Sedangkan teori pembelajran yang preskriptif, kondisi dan hasil
pembelajaran ditempatkan sebagai given, dan metode yang optimal ditempatkan
sebagai variable yang diamati, atau metode pembelajaran sebagi variable
tergantung.
Teori preskriptif adalah goal
oriented (untuk mencapai tujuan), sedangkan teori deskriptif adalah goal free
(untuk memberikan hasil).Variabel yang diamati dalam pengembangan teori-teori
pembeajaran yang preskriptif adalah metode yang optimal untuk mencapai tujuan,
sedangkan dalam pengembangan teori-teori pembelajaran deskriptif variable yang
diamati adalah hasil sebagai efek dari interaksi antara metode dan kondisi.
Hasil pembelajaran yang diamati
dalam pengembangan teori preskriptif adalah hasil pembelajaran yang diinginkan
(desired outcomes) yang telah ditetapkan lebih dulu, sedangkan dalam
pengembangan teori deskriptif, yang diamati adalah hasil pembelajaran yang
nyata (actual outcomes), hasil pembelajaran yang mungkin muncul, dan bisa jadi
bukan merupakan hasil pembelajaran yang diinginkan. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa teori pembelajaran preskriptif berisi seperangkat preskripsi
guna mengoptimalkan hasil pembelajaran yang diinginkan di bawah kondisi
tettentu, sedangkan teori pembelajarn deskriptif berisi deskripsi mengenai
hasil pembelajaran yang muncul sebagai akibat dari digunakannya metode tertentu
di bawah kondisi tertentu.
Teori Behavioristik
Menurut teori behavioristik, belajar
adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus
(rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku
dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan
pada tingkah lakunya.
Menurut teori ini hal yang paling
penting adalah input (masukan) yang berupa stimulus dan output (keluaran) yang
berupa respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi diantara stimulus dan respon
dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu, apa
saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon),
semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini lebih mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat
terjadinya perubahan tungkah laku tersebut. Faktor lain yang juga dianggap
penting adalah faktor penguatan. Penguatan adalah apa saja yang dapat
memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan diitambahkan maka respon akan
semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi maka responpun akan
dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting
diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan
terjadinya respon. Tokoh-tokoh aliran behavioristik diantaranya:
a.
Thorndike
Menurut
thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Dan
perubahan tingkah laku merupakan akibat dari kegiatan belajar yang berwujud
konkrit yaitu dapat diamati atau berwujud tidak konkrit yaitu tidak dapat
diamati. Teori ini juga disebut sebagai aliran koneksionisme (connectinism).
b.
Watson
Menurut
Watson, belajar merpakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun
stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat
diamati dan dapat diukur. Dengan kata lain, meskipun ia mengakui adanya
perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia
menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia
tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam bentuk benak siswa itu
penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar
atau belum karena tidak dapat diamati.
c.
Clark Hull
Clark Hull
juga menggunakan variable hubangan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan
pengertian tentang belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi
Charles Darwin. Baginya, seperti teori evolusi, semua fungsi tingkah laku
bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu,
teori ini mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis
adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh bagian manusia,
sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan
biologis,walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam
bentuknya.
d.
Edwin Guthrie
Demikian
juga Edwin, ia juga menggunakan variabel stimulus dan respon. Namun ia
mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau
pemuasan biologis sebagaimana Clark Hull. Ia juga mengemukakan, agar respon
yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai
macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut.
e.
Skinner
Konsep-konsep
yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep
lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep
belajar secara sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar
secara lebih komprehensif. Menurutnya, hubungan antara stimulus dan respon yang
terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan
perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh
sebelumnya.
Behaviorisme merupakan salah aliran
psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan
mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui
adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.
Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga
menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Beberapa hukum belajar yang
dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya:
a.
Connectionism
( S-R Bond) menurut Thorndike
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap
kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1)
Law of Effect; artinya
bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan
Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek
yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara
Stimulus- Respons.
2)
Law of Readiness; artinya
bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari
pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini
menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu.
3)
Law of Exercise; artinya
bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika
sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
b.
Classical
Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari
eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya :
1)
Law of Respondent Conditioning yakni hukum
pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan
(yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus
lainnya akan meningkat.
2)
Law of Respondent Extinction yakni
hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui
Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer,
maka kekuatannya akan menurun.
c.
Operant
Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari
eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap
burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1)
Law of operant conditining yaitu jika
timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku
tersebut akan meningkat.
2)
Law of operant extinction yaitu jika
timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu
tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun
bahkan musnah. Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama
terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului
oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer
itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan
timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai
pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
d.
Social
Learning menurut Albert
Bandura
Teori
belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah
sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori
belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura
memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus
(S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi
antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar
belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam
belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan
penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang
pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment,
seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang
perlu dilakukan.
Sebetulnya
masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik
ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan,
Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan
Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue
Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response
Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
Dari beberapa tokoh teori
behavioristik Skinner merupaka tokoh yang paling besar pengaruhnya terhadap
perkembangan teori behavioristik.
Aliran psikologi belajar yang sangat
besar mempengaruhi pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran
hingga kini adalah aliran behavioristik. Karena aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisi
dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan faktor-faktor penguat (reinforcement), dan akan menghilang bila
dikenai hukuman.
Teori ini hingga sekarang masih
merajai praktik pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada
penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok
Belajar, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di
Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih
sering dilakukan. Teori ini memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia
nyata telah terstruktur rapi dan teratur, sehingga siswa atau orang yang
belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih
dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin dan disiplin menjadi sangat esensial
dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan
disiplin.
Berdasarkan uraian di atas, inti dari
teori belajar behavioristik dapat disintesiskan sebagai berikut:
a.
Belajar adalah perubahan tingkah
laku.
b.
Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku.
c.
Pentingnya masukan atau input
yang berupa stimulus dan keluaran yang berupa respon.
d.
Sesuatu yang terjadi diantara
stimulus dan respon tidak dianggap penting sebab tidak bisa diukur dan
diamati.
e.
Yang bisa di amati dan diukur hanya
stimulus dan respon.
f.
Penguatan adalah faktor penting
dalam belajar.
g.
Bila penguatan ditambah maka respon
akan semakin kuat , demikian juga jika respon dikurangi maka respon juga
menguat.
Aplikasi teori ini dalam
pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas “mimetik”
yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian
keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi
menuntut satu jawaban yang benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa
telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Teori Kognitif
Berbeda dengan teori behavioristik,
teori kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya.
Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara
stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi
serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.
Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling
berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Teori ini berpandangan
bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, pengolahan
informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas
yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Prinsip umum teori belajar
kognitif, antara lain:
a.
Lebih mementingkan proses belajar
daripada hasil
b.
Disebut model perseptual
c. Tingkah laku seseorang ditentukan
oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan
belajarnya
d.
Belajar merupakan perubahan persepsi
dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak
e.
Memisah-misahkan atau membagi-bagi
situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan
memperlajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna.
f. Belajar merupakan suatu proses
internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan
aspek-aspek kejiwaan lainnya.
g.
Belajar merupakan aktivitas
yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
h. Dalam praktek pembelajaran
teori ini tampak pada tahap-tahap perkembangan (J. Piaget), Advance organizer
(Ausubel), Pemahaman konsep (Bruner), Hierarki belajar (Gagne), Webteaching
(Norman)
i.
Dalam kegiatan pembelajaran
keterlibatan siswa aktif amat dipentingkan
j.
Materi pelajaran disusun
dengan pola dari sederhana ke kompleks
k.
Perbedaan individu siswa perlu
diperhatikan, karena sangat mempengaruhi keberhasilan siswa belajar.
Beberapa pandangan tentang teori belajar
kognitif, diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut:
a.
Teori perkembangan Piaget
Piaget
merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan
sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori
tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget, perkembangan kognitif
merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas
mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur
seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat
pula kemampuannya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu
yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya piker
atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara
kualitatif. Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti
tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbangan antara
asimilasi dan akomodasi).
Piaget
membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi empat, yaitu:
1)
Tahap sensorimotorik (umur 0-2
tahun). Ciri pokok perkembangan berdasarkan tindakan, dan dilakukan selangkah
demi selangkah.
2)
Tahap preoperasional (umur 2-7/8
tahun). Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah penggunanaan symbol atau
tanda bahasa, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif.
3)
Tahap operasional konkret (umur
7/8-11/12 tahun). Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah sudah mulai
menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible
dan kekekalan.
4)
Tahap operasional formal (umur
11/12-18 tahun). Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu
berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”.
Adapun beberapa prinsip teori perkembangan Piaget,
adalah sebagai berikut:
1)
Perkembangan kognitif merupakan
suatu proses gentik. Yaitu suatu perkembangan yang didasarkan atas mekanisme
biologis perkembangan sistem syaraf
2)
Semakin bertambah umur maka semakin
bertambah kompleks susunan syarafnya dan akan meningkat pula kemampuannya. Daya
pikir anak yangb berbeda usia akan berbeda secara kualitatif
3)
Proses adaptasi mmepunyai dua bentuk
dan terjadi secara simultan yaitu akomidasi dan asimilasi
4)
Asimilasi adalah proses perubahan
apa yang di pahami seseuai denganstruktur kognitif. (apabila individu menerima
infomasi atau pengalaman baru maka informasi tersebut akan dimodifikasi
sehingga cocok dengan struktur kognitif yang dipunyai)
5)
Akomodasi adalah proses perubahan
struktur kognitif sehingga dapat dipahami (apabila struktur kognitif yang sudah
dimiliki harus disesuaikan dengan informasi yang diterima).
6)
Proses belajar akan terjadi jika
mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi (penyeimbangan)
7)
Asimilasi (proses penyatuan
informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki individu),
Akomodasi (proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru),
Ekuilibrasi (penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi)
8)
Seorang anak sudah mempunyai prinsip
pengurangan, ketika mempelajri pembagianmaka terjadi prses intrgtasi antara
pengurangan (telah dikuasai)dan pembagian (info baru) inilah asimilasi.
9)
Jika anak diberi soal pembagian,
maka situasi ini disebut akomodasi. Artinya anak sudah dapat
mengaplikasikan atau memakai prinsip pembagian dalam situasi baru
10)
Proses penyesuaian antara ling luar
dan struktur kognitif yang ada dlm dirinya disebut ekuilibrasi
11)
Proses belajar akan mengikuti
tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya
12)
Tahap sensorimotor (0-2 thn),
preoperasional (2-8 thn), operasional konkret(8-11 thn), operasional formal
(12-18 thn)
13)
Hanya dengan mengaktifkan
pengetahuan dan pengalaman secara optimal asimilasi dan akomodasi pengatahuan
dan pengalaman dapat terjadi dengan baik
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam
pembelajaran adalah :
1)
Bahasa dan cara berfikir anak
berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan
bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2)
Anak-anak akan belajar lebih baik
apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar
dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3)
Bahan yang harus dipelajari anak
hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4)
Berikan peluang agar anak belajar
sesuai tahap perkembangannya.
5)
Di dalam kelas, anak-anak hendaknya
diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
b.
Teori belajar menurut Bruner
Dalam
memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap
tingkah laku seseorang. Dalam teorinya, “free discovery learning” ia mengatakan
bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Menurut
Bruner perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun
materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang
tersebut.
Model
pemahaman dari konsep Bruner (dalam Degeng,1989) menjelaskan bahwa pembentukan
konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda
yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Menurutnya, pembelajaran yang
selama ini diberikan di sekolah banyak menekankan pada perkembangan kemampuan
analisis, kurang mengembangkan kemampuan berpikir intuitif. Padahal berpikir
intuitif sangat penting untuk mempelajari bidang sains, sebab setiap disiplin
mempunyai konsep-konsep, prinsip, dan prosedur yang harus dipahami sebelum
seseorang dapat belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep,
arti, dan hubungan, melalui proses intuitif dan akhirnya sampai pada suatu
kesimpulan (discovery learning). Beberapa prinsip teori Bruner adalah:
1)
Perkembangan kognitif ditandai
dengan adanya kemajuan menaggapi rangsang
2)
Peningkatan pengatahun bergantung
pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realistis
3)
Perkembangan intelektual meliputi
perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain
4)
Interaksi secara sistematis
diperlukan antara pembimbing, guru dan anak untuk perkembangan
kognitifnya
5)
Bahasa adalah kunci perkembangan
kognitif
6)
Perkembangan kognitif ditandai
denfgan kecakapan untuk mengemukakan bebrapa alternatisf secara simultan,
memilih tindakan yang tepat.
7)
Perkembangan kognitif di bagi dalam
tiga tahap yaitu enactive, iconic, symbolic.
8)
Enaktif yaitu tahap jika seseorang
melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk emmahami lingkungan sekitaanya.
(gigitan, sentuhan, pegangan)
9)
Ikonik, yaitu tahap seseorang
memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal
(anak belajar melalui bentuk perumpamaan dan perbandingan
10)
Simbolik yaitu tahap seseorang telah
mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh
kemampuan dalam berbahasa dan logika.( anak belajar melalui simbol bahasa,
logika, matematika)
11)
Model pemahaman dan penemuan konsep
12)
Cara yang baik untuk belajar adalah
memahami konsep, arti, dan hubungan memlalui proses intuitif untuk akhirnya
sampai pada kesimpulan (discovery
learning)
13)
Siswa diberi kekebasan untuk
belajar sendiri melalui aktivitas menemukan (discovery)
c.
Teori belajar bermakna Ausubel
Menurut
Ausubel, belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa.
Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengtahuan yang
telah dimiliki siswa dalam bentuk strukur kognitif. Teori ini banyak memusatkan
perhatiannya pada konsepsi bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru
merupakan fungsi dari struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
Hakikat
belajar menurut teori kognitif merupakan suatu aktivitas belajar yang berkaitan
dengan penataan informasi, reorganisasi perceptual, dan proses internal. Atau
dengan kata lain, belajar merupakan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu
berbentuk tingkah laku yang dapat diamati atau diukur. Dengan asumsi bahwa
setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam
bentuk struktur kognitif yang dimilkinya. Proses belajar akan berjalan dengan
baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur
kognitif tang telah dimiliki seseorang. Beberapa prinsip teori Ausubel adalah
1)
Proses belajar akan terjadi jika
seseorang mampu mengasimilasikan pengetahuan yang tlah dimilikinya dengan
pengetahuan baru
2)
Proses belajar akan terjadi melalui
tahap-tahap memperhatikan stimulus, memamahi makna stimulus, menyimpan
dan menggunakan informasi yang sudah dipahami
3)
Siswa lebih ditekankan unuk berpikir
secara deduktif (konsep advance
organizer)
Adapun aplikasi teori kognitif dalam
pembelajaran :
1)
Keterlibatan siswa secara aktif amat
dipentingkan
2)
Untuk meningkatkan minat dan
meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan pengetahuan baru dengan struktur
kognitif yang telah dimiliki siswa.
3)
Materi pelajaran disusun dengan
menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks.
4)
Perbedaan individu pada siswa perlu
diperhatikan karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar.
Teori Konstruktivistik
Konstruktivistik merupakan metode
pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali
pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman atau dengan kata lain
teori ini memberikan keaktifan terhadap siswa untuk belajar menemukan sendiri
kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan
dirinya sendiri. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan kepada siswa
untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang
pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Pembentukan pengetahuan menurut
konstruktivistik memandang subyek untuk aktif menciptakan struktur-struktur
kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur
kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif
akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang
diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah
dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang
berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses
rekonstruksi.
Adapun tujuan dari teori ini dalah
sebagai berikut:
a.
Adanya motivasi untuk siswa bahwa
belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
b.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk
mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
c.
Membantu siswa untuk mengembangkan
pengertian dan pemahaman suatu konsep secara lengkap.
d.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk
menjadi pemikir yang mandiri.
e.
Lebih menekankan pada proses belajar
bagaimana belajar itu.
Hakikat pembelajaran
konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan
adalah non-objectif, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu.
Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit,
aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata
lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai
ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang
berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang
dipakai dalam menginterpretasikannya.
Teori ini lebih menekankan
perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai
konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun
pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap saja tidak akan berkembang
pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna
untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai.
Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus
diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan
sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus.
Dalam proses ini keaktifan seseorang sangat menentukan perrkembangan
pengetahuannya. Unsur-unsur penting dalam teori konstruktivistik:
a.
Memperhatikan dan memanfaatkan
pengetahuan awal siswa
b.
Pengalaman belajar yang autentik dan
bermakna
c.
Adanya lingkungan social yang
kondusif
d.
Adanya dorongan agar siswa mandiri
e.
Adanya usaha untuk mengenalkan siswa
tentang dunia ilmiah
Secara garis besar, prinsip-prinsip
teori konstruktivistik adalah sebagai berikut:
a.
Pengetahuan dibangun oleh siswa
sendiri.
b.
Pengetahuan tidak dapat dipindahkan
dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
c.
Murid aktif mengkonstruksi secara
terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
d.
Guru sekedar membantu menyediakan
saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.
e.
Menghadapi masalah yang relevan
dengan siswa.
f.
Struktur pembelajaran seputar konsep
utama pentingnya sebuah pernyataan.
g.
Mencari dan menilai pendapat siswa.
h.
Menyesuaikan kurikulum untuk
menanggapi anggapan siswa.
Proses belajar konstrutivistik dapat
dilihat dari berbagai aspek, yaitu:
a.
Proses belajar konstruktivistik
Esensi dari
teori konstruktivistik adalah siswa harus menemukan dan mentransformasikan
suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi
itu menjadi milik mereka sendiri. Sehingga dalam proses belajar, siswa
membangun sendiri pengetahuan mereka dengan keterlibatan aktif dalam kegiatan
belajar mengajar.
b.
Peranan siswa
Dalam
pembelajaran konstruktivistik, siswa menjadi pusat kegiatan dan guru sebagai
fasiitator. Karena belajar merupakan suatu proses pemaknaan atau pembentukan
pengetahuan dari pengalaman secara konkrit, aktivitas kolaboratif, refleksi
serta interpretasi yang harus dilukukan oleh siswa sendiri.
c.
Peranan guru
Guru atau
pendidik berperan sebagai fasilitator artinya membantu siswa untuk membentuk
pengetahuannya sendiri dan proses pengkonstruksian pengetahuan agar berjalan
lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya pada siswa
tetapi guru dituntut untuk memahami jalan pikiran atau cara pandang setiap
siswa dalam belajar.
d.
Sarana belajar
Sarana
belajar dibutuhkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh
agar mendapatkan pengetahuan yang maksimal.
e.
Evaluasi hasil belajar
Evaluasi
merupakan bagian utuh dari belajar yang menekankan pada ketrampilan proses baik
individu maupun kelompok. Dengan cara ini, maka kita dapat mengetahui seberapa
besar suatu pengetahuan telah dipahami oleh siswa.
Aplikasi teori konstruktivistik
dalam pembelajaran :
a.
Membebaskan siswa dari belenggu
kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah ditetapkan, dan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengmbangkan ide-idenya secara lebih bebas.
b.
Menempatkan siswa sebagai kekuatan
timbulnya interes, untuk membuat hubungan ide-ide atau gagasan-gagasan,
kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat
kesimpulan-kesimpulan.
c.
Guru bersama-sama siswa mengkaji
pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana terjadi bermacam-macam
pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi.
d.
Guru mengakui bahwa proses belajar
serta penilaianya merupakan suatu usaha yang kompleks, sukar dipahami,
tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.
Aplikasi Teori Konstruktivistik
Dalam Pembelajaran :
a.
Membebaskan siswa dari belenggu
kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah ditetapkan, dan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengmbangkan ide-idenya secara lebih bebas.
b.
Menempatkan siswa sebagai kekuatan
timbulnya interes, untuk membuat hubungan ide-ide atau gagasan-gagasan,
kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat
kesimpulan-kesimpulan.
c.
Guru bersama-sama siswa mengkaji
pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana terjadi bermacam-macam
pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi.
d.
Guru mengakui bahwa proses belajar
serta penilaianya merupakan suatu usaha yang kompleks, sukar dipahami,
tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.
Teori Humanistik
Menurut teori humanistik, proses
belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu
sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan
lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi,
dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan
isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri serta lebih banyak
berbiacara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang
dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuk yang paling ideal.
Faktor motivasi dan pengalaman
emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motivasi dan
keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan
baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya. Teori humanistic
berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk
memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta
realisasi diri orang yang belajar, secara optimal.
Teori humanistik bersifat sangat
eklektik yaitu memanfaatkan atau merangkumkan berbagai teori belajar dengan
tujuan untuk memanusiakan manusia dan mencapai tujuan yang diinginkan karena
tidak dapat disangkal bahwa setiap teori mempunyai kelebihan dan kekurangan. Banyak
tokoh penganut aliran humanistik, diantaranya:
a.
Kolb
Pandangan Kolb tentang belajar
dikenal dengan “Belajar Empat Tahap” yaitu:
1)
Tahap pandangan konkret. Pada tahap
ini seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian
sebagaimana adanya namun belum memilki kesadaran tentang hakikat dari peristiwa
tersebut.
2)
Tahap pemgamatan aktif dan reflektif.
Tahap ini seseorang semakin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara
aktif terhadap peristiwa yang dialaminya dan lebih berkembang.
3)
Tahap konseptualisasi. Pada tahap
ini seseorang mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu
teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek
perhatiannya dan cara berpikirnya menggunakan induktif.
4)
Tahap eksperimentasi aktif. Pada
tahap ini seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau
aturan-aturan ke dalam situasi nyata dan cara berpikirnya menggunakan deduktif.
b.
Honey dan Mumford
Honey dan Mumford menggolongkan
orang yang belajar ke dalam empat macam atau golongan, yaitu:
1)
Kelompok aktivis yaitu mereka yang
senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan
tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru.
2)
Kelompok reflector yaitu mereka yang
mempunyai kecenderungan berlawanan dengan kelompok aktivis. Dalam melakukan
suatu tindakan kelompok ini sangat berhati-hati dan penuh pertimbangan.
3)
Kelompok teoris yaitu mereka yang
memiliki kecenderungan yang sangat kritis, suka menganalisis, selalu berpikir
rasional dengan menggunakan penalarannya.
4)
Kelompok pragmatis yaitu mereka yang
memiliki sifat-sifat praktis, tidak suka berpanjang lebar dengan teori-teori,
konsep-komsep, dalil-dalil, dan sebagainya.
c.
Habermas
Menurut Habernas, belajar baru akan
tejadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Ia membagi tipe
belajar menjadi tiga, yaitu:
1)
Belajar teknis (technical learning)
yaitu belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan alamnya
secara benar.
2)
Belajar praktis (practical learning)
yaitu belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya,
yaitu dengan orang-orang di sekelilingnya dengan baik.
3)
Belajar emansipatoris (emancipatory
learning) yaitu belajar yang menekankan upaya agar seseorang mencapai suatu
pemahaman dan kesadaran tinggi akan terjadinya perubahan atau transformasi
budaya dengan lingkungan sosialnya.
d.
Bloom dan Krathwohl
Bloom dan Krathmohl lebih menekankan
perhatiannya pada apa yang mesti dikuasai oleh individu (sebagai tujuan
belajar), setelah melalui peristiwa-peristiwa belajar. Tujuan belajarnya
dikemukakan dengan sebutan Taksonomi Bloom, yaitu:
1)
Domain kognitif, terdiri atas 6
tingkatan, yaitu:
a)
Pengetahuan
b)
Pemahaman
c)
Aplikasi
d)
Analisis
e)
Sintesis
f)
Evaluasi
2)
Domain psikomotor, terdiri atas 5
tingkatan, yaitu:
a)
Peniruan
b)
Penggunaan
c)
Ketepatan
d)
Perangkaian
e)
Naturalisasi
3)
Domain afektif, terdiri atas 5
tingkatan, yaitu:
a)
Pengenalan
b)
Merespon
c)
Penghargaan
d)
Pengorganisasian
e)
Pengalaman
Teori humanistik akan sangat
membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih
luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu
diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Meskipun teori humanistik
sering dikritik karena sulit diterapkan dalam konteks yang lebih praktis dan
dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi
dari pada bidang pendidikan, sehingga sulit diterjemahkan ke dalam
langkah-langkah yang lebih konkret dan praktis. Namun sumbangan teori ini amat
besar. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang telah
dirumuskannya dapat membantu para pendidik dan guru untuk memahami hakikat
kejiwaan manusia. Dalam praktiknya teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk
berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan
siswa secara aktif dalam proses belajar.
Teori Sibernetik
Teori belajar sibernetik merupakan
teori belajar yang relatif baru dibandingkan dengan teori-teori yang sudah
dibahas sebelumnya. Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan informasi.
Proses belajar memang penting dalam teori ini, namun yang lebih penting adalah
system informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa. Asumsi lain adalah
bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan
yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem
informasi.
Implementasi teori sibernetik dalam
kegiatan pembelajaran telah dikembangkan oleh beberapa tokoh dengan beberapa
teori, diantaranya:
a.
Teori pemrosesan informasi. Pada
teori ini, komponen pemrosesan informasi dibagi menjadi tiga berdasarkan
perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya. Ketiga
komponen itu adalah:
b.
Sensory Receptor (SR). SR merupakan
sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar.
c.
Working Memory (WM). WM diasumsikan
mampu menangkap informasi yang diberi perhatian oleh individu. Karakteristik WM
adalah :
1)
Memiliki kapasitas yang terbatas,
kurang dari 7 slot. Informasi yang didapat hanya mampu bertahan kurang lebih 15
detik apabila tanpa adanya upaya pengulangan (rehearsal).
2)
Informasi dapat disandi dalam bentuk
yang berbeda dari stimulus aslinya baik dalam bentuk verbal, visua, ataupun
semantic, yang dipengaruhi oleh peran proses kontrol dan seseorang dapat dengan
sadar mengendalikannya.
d.
Long Term Memory (LTM). LTM
diasumsikan :
1)
Berisi semua pengetahuan yang telah
dimilki oleh individu
2)
Mempunyai kapasitas tidak terbatas
3)
Sekali informasi disimpan di dalam
LTM ia tidak akan pernah terhapus atau hilang. Persoalan “lupa” hanya
disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali informasi yang
diperlukan.
Asumsi yang
mendasari teori pemrosesan informasi ini adalah bahwa pembelajaran merupakan
faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil
kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi
proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan
keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya
interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal
individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan
untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu.
Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi
individu dalam proses pembelajaran.
Menurut
Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi;
(2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6)
generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik. Teori belajar pengolahan
informasi termasuk teori kognitif yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses
internal yang tidak dapat diamati secara langsung dan merupakan perubahan
kemampuan yang terikat pada situasi tertentu. Namun memori kerja manusia
mempunyai kapasitas yang terbatas. Menurut Gagne, untuk mengurangi muatan
memori kerja tersebut dapat diatur sesuai dengan: (a) Kapabilitas belajar, (b)
Peristiwa pembelajaran, (c) Pengorganisasian atau urutan pembelajaran
Tahap
sebernetik sebagai teori belajar sering kali dikritik karena lebih menekankan
pada sistem informasi yang akan dipelajari, sementara itu bagaimana proses
belajar berlangsung dalam diri individu sangat ditentukan oleh sistem informasi
yang dipelajari. Teori ini memandang manusia sebagai pengolah informasi,
pemikir, dan pencipta. Berdasarkan itu, maka diasumsikan bahwa manusia merupakan
makhluk yang mampu mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan informasi.
Teori Revolusi Sosiokultural
Pembahasan pada teori ini diarahkan
pada hal-hal seperti teori belajar Piaget dan teori belajar Vygotsky. Berikut
ini pembahasan tentang kedua teori tersebut.
a.
Teori Belajar Piaget
Menurut
Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu proses yang
didasarkan atas mekanisme biologis dalam bentuk perkembangan syaraf. Kegiatan
belajar terjadi seturut dengan pola tahap-tahap perkembangan tertentu dan umur
seseorang. Perolehan kecakapan intelektual akan berhubungan dengan proses
mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan ketahui pada satu sisi
dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena baru sebagai pengalaman dan persoalan.
Untuk memperoleh keseimbangan atau equilibrasi, seseorang harus melakukan
adaptasi dengan lingkungannya. Proses adaptasi terdiri dari asimilasi dan
akomodasi. Melalui asimilasi siswa mengintegrasikan pengetahuan baru dari luar
ke dalam struktur kognitif yang telah ada dalam dirinya.sedangkan melalui
akomodasi siswa memodifikasi struktur kognitif yang ada dalam dirinya dengan
pengetahuan yang baru.
Teori
konflik-sosiokognitif Piaget ini mampu berkembang luas dan merajai bidang
psikologi dan pendidikan. Namun bila dicermati ada beberapa aspek dari teori
Piaget yang dipandang dapat menimbulkan implikasi kontraproduktif pada kegiatan
pembelajaran jika dilihat dari perspektif revolusi-sosiokultural saat ini.
Dilihat dari asal usul pengetahuan, Piaget cenderung menganut teori
psikogenesis. Artinya, pengetahuan berasal dari dalam diri individu. Dalam
proses belajar, siswa berdiri terpisah dan berinteraksi dengan lingkungan
social. Ia mengkonstruksi pengetahuannya lewat tindakan yang dilakukannya
terhadap lingkungan sosial.
Di samping
itu, dalam kegiatan belajar Piaget lebih mementingkan interaksi antara siswa
dengan kelompoknya. Perkembangan kognitif akan terjadi dalam interaksi antara
siswa dengan kelompok sebayanya dari pada dengan orang-orang yang lebih dewasa.
Pembenaran terhadap teori ini jika diterapkan dalam kegiatan pendidikan dan
pembelajaran akan kurang sesuai dengan perspektif revolusi-sosiokultural yang
sedang diupayakan saat ini.
b.
Teori Belajar Vygotsky
Pandangan
yang mampu mengakomodasi teori revolusi-sosiokultural dalam teori belajar dan
pembelajaran dikemukakan oleh Lev Vygotsky. Ia mengatakan bahwa jalan pikiran
seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan sejarahnya. Artinya,
untuk memahami pikiran seseorang bukan dengan cara menelusuri apa yang ada di
balik otaknya dan pada kedalaman jiwanya, melainkan dari asal usul tindakan
sadarnya, dari interaksi social yang dilatari oleh sejarah hidupnya.
Mekanisme
teori yang digunakan untuk menspesifikasi hubungan antara pendekatan sosio-kultural
dan pemfungsian mental didasarkan pada tema mediasi semiotik, yang artinya
adalah tanda-tanda atau lambang-lambang beserta makna yang terkandung di
dalamnya berfungsi sebagai penengah antara rasionalitas dalam pendekatan
sosio-kultural dan manusia sebagai tempat berlangsungnya proses mental.
Menurut
Vygotsky, perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang seturut
dengan teori sociogenesis. Dimensi kesadaran social bersifat primer, sedangkan
dimensi individualnya bersifat derivative atau merupakan turunan dan bersifat
sekunder. Artinya, pengetahuan dan perkembangn kognitif individu berasal dari
sumber-sumber sosial di luar dirinya. Konsep-konsep penting teori sociogenesis
Vygotsky tentang perkembangan kognitif yang sesuai dengan revolusi-sosiokultural
dalam teori belajar dan pembelajaran adalah:
1)
Hukum genetik tentang perkembangan
(genetic law of development)
Menurut
Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumuh dan berkembang melewati dua
tataran, yaitu tataran sosial tempat orang-orang memebentuk lingkungan
sosialnya, dan tataran psikologis di dalam diri orang yang bersangkutan.
Pandang teori ini menempatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor
primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan
kognitif seseorang.
2)
Zona perkembangan proksimal (zone of
proximal development)
Menurut
Vygotsky, perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan ke dalam dua
tingkat, yaitu tingkat perkembangan aktual dan perkembangan potensial. Tingkat
perkembangan aktual tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan
tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri. Ini disebut
kemampuan intramental. Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari
kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah
ketika di bawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman
sebaya yang lebih kompeten, ini disebut kemampuan itermental. Jarak antara
keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan potensial ini disebut zona
perkembangan proksimal. Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai
fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada pada
proses pematangan. Gagasan Vygotsky tentang zona perkembangan proksimal ini
mendasari perkembangan teori belajar dan pembelajaran untuk meningkatkan
kualitas dan mengoptimalkan perkembangan kognitif anak. Beberapa konsep kunci
yang perlu dicatat adalah bahwa perkembangan dan belajar bersifat interdependen
atau saling terkait, perkembangan kemampuan seseorang bersifat context dependent
atau tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, dan sebagai fundamental dalam
belajar adalah partisipasi dalam kegiatan sosial.
3)
Mediasi
Ada dua
jenis mediasi, yaitu mediasi metakognitif dan mediasi kognitif. Mediasi
metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk
melakukan regulasi diri, meliputi self planning, self-monitoring,
self-checking, dan self-evaluating. Sedangkan mediasi kognitif adalah
penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan
tertentu atau subject-domain problem serta berkaitan pula dengan konsep spontan
(yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).
Pendekatan
kognitif dalam belajar dan pembelajaran yang ditokohi oleh Piaget yang kemudian
berkembang ke dalam aliran konstruktivistik juga masih dirasakan kelemahannya.
Teori ini bila dicermati ada beberapa aspek yang dipandang dapat menimbulkan
implikasi kontraproduktif dalam kegiatan pembelajaran, karena lebih
mencerminkan ideologi
Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman
yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan
Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai
sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh
prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
a.
Hubungan bentuk dan latar (figure
and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan
dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan
suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure
dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan
terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
b.
Kedekatan (proxmity); bahwa
unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang
pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
c.
Kesamaan (similarity); bahwa
sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek
yang saling memiliki.
d.
Arah bersama (common direction);
bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung
akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
e.
Kesederhanaan (simplicity);
bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana,
penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan
susunan simetris dan keteraturan; dan
f.
Ketertutupan (closure) bahwa
orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang
tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang mendasari
pandangan Gestalt, yaitu:
a.
Perilaku “Molar“ hendaknya banyak
dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular”
adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan
perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar.
Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku
“Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku
“Molecular”.
b.
Hal yang penting dalam mempelajari
perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan
behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada,
sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya,
gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan
behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan
hutan yang lebat (lingkungan geografis).
c.
Organisme tidak mereaksi terhadap
rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi
terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan
bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah
contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau
binatang tertentu.
d.
Pemberian makna terhadap suatu
rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan
sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang
dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses
pembelajaran antara lain :
a. Pengalaman
tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam
perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan
tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau
peristiwa.
b. Pembelajaran
yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang
terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin
jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari.
Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam
identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang
dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan
proses kehidupannya.
c. Perilaku
bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan.
Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada
keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran
akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya.
Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas
pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
d. Transfer
dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran
tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi
dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi
tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam
tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip
pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan
umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah
menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi
untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh
karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai
prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
Teori Kecerdasan Ganda
Kecerdasan adalah suatu kemampuan
untuk memecahkan masalah atau menghasilkan sesuatu yang dibutuhkan di dalam
latar budaya tertentu. Seseorang dikatakan cerdas bila ia dapat memecahkan
masalah yang dihadapi dalam hidupnya dan mampu menghasilkan sesuatu yang
berharga atau berguna bagi dirinya maupun umat manusia. Howard Gardner
memperkenalkan hasil penelitiannya yang berkaitan dengan teori kecerdasan
ganda, yaitu teorinya tentang menghilangkan anggapan yang ada selama ini tentang
kecerdasan manusia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada satupun
kegiatan manusia yang hanya menggunakan satu macam kecerdasan, melainkan
seluruh kecerdasan yang ada. Semua kecerdasan tersebut bekerja sama sebagai
satu kesatuan yang utuh dan terpadu. Komposisi keterpaduannya tentu saja
berbeda-beda pada masing-masing orang. Namun kecerdasan tersebut dapat diubah
dan ditingkatkan. Kecerdasan yang paling menonjol akan mengontrol
kecerdasan-kecerdasan lainnya dalam memecahkan masalah. Berikut ini beberapa
kecerdasan manusia, yaitu:
a.
Kecerdasan verbal/Bahasa (verbal linguistic intelligence)
b.
Kecerdasan logika/matematik (logical mathematical intelligence)
c.
Kecerdasan visual/ruang (visual/spatial intelligence)
d.
Kecerdasan tubuh/gerak tubuh (body/kinesthic intelligence)
e.
Kecerdasan musical/ritmik (musical/rhythmic intelligence)
f.
Kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence)
g.
Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence)
h.
Kecerdasan naturalis (naturalistic intelligence)
i.
Kecerdasan spiritual (spiritualist intelligence)
j.
Kecerdasan eksistensial (exsistensialist intelligence)
Pada dasarnya semua orang memilki
semua macam kecerdasan di atas, namun tentu saja tidak semuanya berkembang atau
dikembangkan pada tingkatan yang sama, sehingga tidak dapat digunakan secara
efektif. Pada umumnya satu kecerdasan lebih menonjol/kuat dari pada yang lain.
Tetapi tidak berarti bahwa hal itu bersifat permanen/tetap. Di dalam diri
manusia tersedia kemampuan untuk mengaktifkan semua kecerdasan tersebut.
Para pakar kecerdasan sebelum
Gardner cenderung memberikan tekanan tehadap kecerdasan hanya terbatas pada
aspek kognitif, sehingga manusia telah tereduksi menjadi sekedar komponen
kognitif. Gardner melakukan hal yang berbeda, ia memandang manusia tidak hanya
sekedar komponen kognitif namun suatu keseluruhan. Melalui kecerdasan ganda
(multiple intelligence) ia berusaha menghindari adanya penghakiman terhadap
manusia dari sudut pandang kecerdasan. Tidak ada manusia yang sangat cerdas dan
tidak cerdas untuk seluruh aspek yang da pada dirinya. Yang ada adalah ada
manusia yang memilki kecerdasan tinggi pada salah satu kecerdasan yang
dimilikinya.
Strategi pembelajaran kecerdasan
ganda betujuan agar semua potensi anak dapat berkembang. Strategi dasar
pembelajarannya dapat dimulai dengan:
a.
Membangunkan/memicu kecerdasan
(awakening intelligence) yaitu upaya untuk mengaktifkan indra dan menghidupkan
kerja otak
b.
Memperkuat kecerdasan (amplifying
intelligence) yaitu dengan cara memberi latihan dan memperkuat kemampuan
membangunkan kecerdasan
c.
Mengajarkan dengan/untuk kecerdasan
(teaching for with intelligence) yaitu upaya-upaya mengembangkan struktur
pelajaran yang mengacu pada penggunaan kecerdasan manusia
d.
Mentransfer kecerdasan (transferring
intelligence) yaitu usaha untuk memanfaatkan berbagai cara yang telah
dilatihkan di kelas untuk memahami realitas di luar kelas atau pada lingkunga
nyata
Sedangkan kegiatan-kegiatannya dapat dilakukan
dengan cara menyediakan studi tour, biografi, pembelajaran teprogram,
eksperimen, majalah dinding, serta membaca buku-buku guna untuk mengembangkan
kecerdasan ganda. Upaya untuk mengembangakan siswa sendiri dapat berupa self
monitoring dan konseling atau tutor sebaya akan sangat efektif untuk
mengembangkan kecerdasan ganda.
Terimakasih....bolehkah tahu sumber acuannya Pak...
ReplyDelete