Saturday, November 11, 2017

PENGERTIAN DAN RAGAM MODEL PEMBELAJARAN



Seluruh aktivitas pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan oleh guru bermuara pada terjadinya proses belajar siswa. Dalam hal ini model – model pembelajaran yang dipilih dan dikembangkan guru hendaknya dapat mendorong siswa untuk belajar dengan mendayagunakan potensi yang mereka miliki secara optimal. Model – model pembelajaran dikembangkan utamanya beranjak dari adanya perbedaan berkaitan dengan berbagai karakteristik siswa. Karena siswa memiliki berbagai karakteristik kepribadian, kebiasaan – kebiasaan, modalitas belajar yang bervariasi antara individu satu dengan yang lain, maka model pembelajaran guru juga harus selayaknya tidak terpaku hanya pada model tertentu, akan tetapi harus bervariasi. Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong tumbuhnya rasa senang siswa terhadap pelajaran, menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas, memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami pelajaran sehingga memungkinkan siswa mencapai hasil belajar yang lebih baik.
Berbagai definisi istilah model pembelajaran banyak dikemukakan para ahli berdasarkan sudut pandang masing-masing. Di antaranya Gagne dan Briggs (Mulyana, 2000: 29) menyebut model pembelajaran sebagai “Instruksional model”, dan mendefinisikannya sebagai: An integrated set of strategy components such as: the particular way the content ideas are sequenced, the use of overview and summaries, the use of examples, the use of practice, and the use of different strategies for motivating the students. Pendapat ini menekankan pada pengertian model sebagai sejumlah komponen strategi yang disusun secara integratif, terdiri dari langkah-langkah sistematis, aplikasi hasil pemikiran, contoh-contoh, latihan, serta  berbagai strategi untuk memotivasi para pembelajar. 
Selanjutnya Briggs (Mulyana, 2000: 29) pada buku yang berjudul Instructional Design, Principles and Applications mengungkapkan bahwa model ialah a set of coherent procedures for actually carrying out a process, such as need assessment, media selection, or evaluation. Pengertian ini menitikberatkan pada model desain instruksional.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 923) model adalah pola (contoh, acuan, ragam, dan sebagainya) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Begitu pun dengan istilah model pembelajaran tidak akan terlepas dari pola, contoh, atau acuan yang dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakan pembelajaran.
Menurut Dahlan (Dasripin, 2008: 17), suatu model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pengajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran ataupun setting lainnya.
Adapun yang dimaksud model pembelajaran dalam penelitian ini merujuk pada pendapat Joyce dan Weil (1980: 1) adalah: “A pattern or plan, which can be used to shaped a curriculum or course to select instructional materials, and to guide a teacher’s actions”.
Maksud definisi di atas model pembelajaran adalah suatu rencana atau  pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing tindakan/aksi pengajar.
Rumusan di atas  diperjelas oleh karakteristik model yang harus ada sebagai unsur pada setiap model pembelajaran, yaitu 1) orientation to the model (orientasi model); 2) the model of teaching (model pembelajaran); 3) application (penerapan); dan 4) instructionaland nurturant effect (dampak instruksional dan penyerta).
Dalam the model of teaching (model pembelajaran) terdiri dari syntax (sintaksis), system social (sistem sosial), principal of reaction (prinsip reaksi), dan support system (sistem penunjang). Pengertian syntax (sintaksis) menunjukkan tahap-tahap kegiatan model. System social (sistem sosial) menunjukkan hubungan interaksi antara pengajar dan peserta didik serta norma yang harus dianut. Principal of reaction (prinsip reaksi) menunjukkan sikap dan perilaku pengajar untuk merespons keaktifan peserta didik dalam belajar. Adapun support system (sistem penunjang) menunjukkan unsur-unsur yang terkondisi tepat dan sesuai untuk menunjang pelaksanaan model pembelajaran.
Selanjutnya Joyce dkk (2000: 13) mengungkapkan bahwa:
A model of teaching is a description of a learning environment. The descriptions have many uses, ranging from planning curriculums, courses, units and lessons to designing instructional materials-books and workbooks, multimedia programs, and computer-assisted learning programs. Because the models provide learning tools to the students, they are uniquely suited to the development of programs for students whose “learning histories” are cause for concern.
Joyce dkk mengungkapkan bahwa  model pembelajaran adalah deskripsi suatu lingkungan pembelajaran yang disusun berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, pembelajaran di kelas, kelompok belajar, dan latihan-latihan untuk mendisain instruksional berbagai materi pelajaran, program multimedia, serta program-program pembelajaran melalui komputer. Dengan dipersiapkannya berbagai kebutuhan   pembelajaran bagi pembelajar, memungkinkan terwujudnya kondisi belajar atau sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya belajar pada diri pembelajar.
Model pembelajaran menawarkan kegiatan pembelajaran yang beraneka ragam, sehingga pembelajar tidak jenuh dalam belajar. Keragaman model yang diterapkan diharapkan mampu menjangkau lebih banyak sisi kebutuhan pembelajar di kelas. Model-model pembelajaran bukanlah untuk mengubah apa yang sudah pengajar miliki dan bisa dilakukan, melainkan untuk menambah, melengkapi, dan memperluas variasi gaya mengajar pengajar.
Menurut Sudrajat (2009), model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh pengajar. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, strategi, metode, teknik, dan taktik/gaya pembelajaran. Pendekatan dalam pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan pengajar dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya dengan mengutip pemikiran David dan Sejaya (Sudrajat, 2010) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya bahwa strategi  pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Taktik/gaya pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual.
Berdasarkan klubguru.com dan images.youwshi.multiply. multiplycontent. com model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh pengajar di kelas. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi peserta didik dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan pengajar dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Kozma (klubguru.com dan images.youwshi. multiply .multiplycontent.com) secara umum menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu. Metode pembelajaran adalah prosedur, urutan, langkah-langkah, dan cara yang digunakan pengajar dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dengan kata lain, metode pembelajaran dapat dikatakan sebagai penjabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat dijabarkan ke dalam berbagai metode pembelajaran. Dapat pula dikatakan bahwa metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan. Dari metode, teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis  di kelas saat pembelajaran berlangsung. Adapun teknik adalah cara kongkret yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung. Pengajar dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama. Satu metode dapat diaplikasikan melalui berbagai teknik pembelajaran. 
Jadi, yang dimaksud dengan model pembelajaran adalah suatu rencana atau  pola yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran, merancang bahan, dan membimbing tindakan/aksi pengajar dalam setting pembelajaran di kelas atau setting lainnya. Model pembelajaran memiliki karakteristik unsur yang harus ada pada setiap model pembelajaran, yaitu 1) orientation to the model (orientasi model); 2) the model of teaching (model pembelajaran); 3) application (penerapan); dan 4) instructionaland nurturant effect (dampak instruksional dan penyerta). Dalam the model of teaching (model pembelajaran) terdiri dari syntax (sintaksis), system social (sistem sosial), principal of reaction (prinsip reaksi), dan support system (sistem penunjang). Oleh karena model pembelajaran melibatkan banyak unsur, maka model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, strategi, metode, teknik, dan taktik/gaya pembelajaran.

Endraswara (2005)  membagi model pembelajaran sastra menjadi lima yaitu: (1) model strata, (2) model Rodrigues-Badaczewski, (3) model sinektik, (4) model Taba, dan (5) model Moody. Kelima model tersebut akan diuraikan berikut ini:
1.    Model Strata
Model ini ditemukan dari ahli pendidikan bernama Leslie Strata. Model ini meliputi tiga langkah pokok pengajaran:
a.    Penjelajahan yakni siswa diberi kesempatan memahami fiksi dengan cara membaca dan menghayati langsung. Mereka memasuki karya sastra secara langsung dengan cara membaca, bertanya, mengamati/menyaksikan pementasan dan kegiatan. Kegiatan kesastraan lain. Penjelajahan dilakukan secara menyeluruh terhadap cipta sastra. Siswa seperti halnya seorang “pejalan kaki”menyusuri desa-desa, tahu route desa, tahu keindahan dan merasakan enak tidaknya.
b.    Interpretasi, yakni dengan bimbingan pengajar untuk mencoba menafsirkan unsur cerita setelah menjelajahi unsur-unsur sastra, subjek didik mulai menafsirkan sejalan dengan pengalamannya. Penafsiran dapat dilakukan dari lapis strata yang paling luar (dangkal) sampai pada kedalaman makna.
c.    Rekreasi, pendalaman,  yakni agar siswa mengkreasikan dengan mengubah fiksi menjadi dialog  (dramatisasi). Pengkreasian kembali apa saja yang sudah dipahami, akan menjadi bekal pengayaan  batin untuk memproduksi sastra. Rekreasi tak berarti meniru, melainkan harus ada perbedaan dari yang sudah ada.
2.    Model  Rodrigues- Badaczewski
Model ini dinamakan dari nama pencetusnya bernama Rodrigues dan Badaczewski. Ada sembilan langkah yang ditawarkan  yaitu: (1) class discussion, (2) group discussion, (3) one-to-one discussion, (4)  role playing, (5) dramatization, (6) media presentations, (7) interest of value surveys, (8) creative writing, (9) literary riviews.
Tawaran tersebut lebih banyak diarahkan agar ada kreativitas guru, siswa dalam menikmati karya satra lebih efektif. Karya sastra berupa puisi atau prosa setelah didiskusikan dalam kelas dapat dimainkan (diperankan). Hal ini sekaligus mengajak mereka berlatih drama. Pada akhir pembelajaran diharapkan siswa dapat mencipta dan mengkritik sastra.
Langkah ini juga menghendaki pengajaran proses. Hal ini akan lebih cocok untuk membelajarkan prosa terlebih dahulu baru ke genre puisi dan drama. Langkah terakhir akan sampai pada timbangan atau kritik sastra. Tentu saja kritik yang dimaksud masih dalam kerangka penikmatan sebuah karya sastra.
3.    Model Sinektik
Model ini ditawarkan oleh William J.J. Gordon karena itu disebut model Gordon sinektik berasal dari bahasa Greek “synectikos”, synectis (Inggris) yang berarti menghubungkan atau menyambung. Maksudnya model ini adalah upaya pemahaman karya puisi melalui proses metaforik dengan analogi. Model ini menekankan pada keaktifan dan kreativitas siswa. Dalam proses sinektik, diperlukan keterlibatan emosional siswa. Model gordon mengenal tiga langkah yakni:
a.    Analogi personal, teknik ini mengajak siswa mengidentifikasi unsur-unsur masalah yang ada dalam sastra. Siswa diminta merasakan bagaimana seandainya menjadi sastrawan besar, seandainya dapat menulis seperti karya yang ditulis penulis terkenal, andaikata mendapatkan hadiah karena tulisannya;
b.    Analogi langsung, dalam hal ini masalah sastra yang diperoleh disejajarkan dengan kondisi lingkungan sosial budaya siswa. Misalnya siswa diminta menganalogikan dirinya sebagai tokoh yang mengalami nasib  seperti Siti Nurbaya  dengan Datuk Maringgih.
c.    Konflik Kempaan, yaitu mempertajam pandangan dan pendapat pada posisi masing-masing terutama dalam menghadapi dua atau tiga pandangan yang berbeda, sehingga siswa memahami objek dan penalaran dari dua atau tiga kerangka berpikir misalnya ketika siswa berhadapan dengan “puisi gelap” tragedi Winka karya Sutarji Clzoum Bachri, masing-masing harus teguh dengan pendiriannya, jangan tergoyahkan pendapat lain, meskipun akhirnya juga harus mau memberi dan menerima pendapat orang lain.
Prinsip yang perlu dipegang dari model Gordon adalah:  (1) jangan membatasi pengalaman yang mungkin diperoleh siswa (2) hargai gagasan-gagasan yang muncul, (3) jangan takuti siswa dengan soal ujian, (4) biarlah siswa berproses secara liar, (5) berilah kesempatan untuk beradu pendapat, karena perbedaan individu sangat mungkin terjadi, (6) galilah mereka sehingga timbul ide-ide kreatif dan produktif.
Model ini harus mampu menggiring siswa pada strategi pemecahan masalah secara kreatif karena itu inisiatif dan keterlibatan siswa untuk mendalami masalah sastra harus diperkaya secara rinci.    
 
4.    Model Taba
Pelaksanaan model Taba pada prinsipnya diperlukan pengkajian unsur-unsur sastra baik instrinsik maupun ekstrinsik. Oleh karena itu, siswa harus digiring ke arah generalisasi. Model ini mengikuti pola pemikiran induktif.
Melalui model tersebut, siswa akan bebas terlibat dalam suatu karya sastra. Mereka dapat membaca sendiri, mendengarkan sebuah pembacaan sastra, menyaksikan pentas drama, selanjutnya ditugasi untuk memberikan tanggapan. Pendapat-pendapat siswa tersebut lalu dirangkum, dicari titik temunya, kemudian disimpulkan sementara.
Guru dalam hal ini semata-mata hanya sebagai mediator  dan motivator. Guru juga harus terampil menciptakan kelas yang aktif. Jika ada pendapat yang berbeda bisa menjadi perangsang apabila kelas tidak aktif.
Ada tujuh fase yang perlu dilalui dalam proses pengajaran sastra ketika menerapkan model Taba. Fase-fase itu terlihat dalam aktivitas sebagai berikut:
Tabel 2 Fase-fase pengajaran sastra
No
Tujuan
Kegiatan
1.
Menghimpun
Mendaftar permasalahan yang berhubungan dengan karya yang dibaca, permasalahan apa saja yang menonjol, yang unik, dan paling banyak muncul.
2.
Menyepakati  masalah
Mengidentifikasi masalah yang sejenis misalnya tentang tema, judul, nilai-nilai, pengarang dan lain-lain.
3.
Mengategorikan  masalah
Menamai kategori masalah berhubungan dengan unsur ekstrinsik (psikologi pengarang, sosiologi,  filsafat) intrinsik, kreativitas sastrawan, kebebasan mengarang dan lain-lain.
4.
Menghayati masalah
Menganalisis permasalahan secara bersama-sama untuk mencari titik temu. Bisa berlandaskan pengalaman emperik dan teoretik.
5.
Menemukan data umum dan masalah khusus
Menggeneralisasikan data
6.
Menghimpun penunjang
Membuat kesimpulan yang menjelaskan data. Kesimpulan harus bersumber pada data.
7.
Menyusun generalisasi
Menerapkan generalisasi yang terbentuk sebelumnya.

5.    Model Moody
Model Moody membagi enam tahap penyajian pengajaran sastra yang dapat diterapkan pada apresiasi puisi yakni:
a.    Preliminary asesment, tahap pelacakan awal, ini menjadi tugas guru untuk memahami lebih dalam tentang seluk-beluk sastra yang akan diajarkan. Melalui pemahaman, akan mudah ditentukan strategi penyajian yang tepat. Di antara fenomena yanng patut dicermati antara lain fenomena sosial apa saja yang terdapat dalam karya sastra tersebut, jika karya berupa puisi, adakah fakta-fakta tertentu, bagaimana penyair menampilkan tipografi, siapa sasaran puisi, penyair menyajikan puisi secara dialogis, naratif, ada makna tersirat atau tidak, nilai pragmatik apa saja yang ada di dalamnya;
b.    Practical decission, tahap penentuan hal-hal praktis untuk menentukan apakah karya sastra tergolong sederhana atau panjang, bahasanya mudah dicerna atau tidak, gayanya ironis atau yang lain, aspek-aspek apa saja yang bisa dipetik;
c.    Introduction of the work, tahap introduksi sudah mulai menyajikan karya sastra. Tahap ini merupakan langkah siasat awal untuk menarik minat siswa. Dialog dan pancingan-pancingan awal harus ditata yang strategis karena  justru akan menentukan keberhasilan penyajian berikutnya;
d.   Presentation of the work, tahap penyajian diawali denngan pembacaan puisi oleh guru (sebagai contoh) guru juga dapat memberikan rekaman pembacaan puisi, rekaman pembacaan cerpen, sebaiknya menggunakan CD atau video. Selanjutnya siswa dihapakan mencoba membaca menurut daya eksperesi mereka;
e. Discussion, tahap ini merupakan langkah penting dalam memahami suatu puisi. Guru hendaknya mampu mendorong munculnya pertanyaan-pertanyan  dalam situasi yang hidup. Warna diskusi ke arah apresiasi dan bukan debat kusir. Pemahaman benar salah dalam diskusi, harus dihilangkan karena puisi menghendaki multi tafsir. Karena itu penghargaan terhadap pendapat  siswa sangat diperlukan; 
f. Reinforcement (testing), tahap pengukuhan yang dimaksud adalah sebagai langkah  sajian penguatan. Subjek didik digiring untuk memahami puisi tidak saja dalam tuturan luar melainkan sampai “mendarah dagingkan” puisi itu terhadap mereka. Tahap ini juga boleh dikatakan untuk menciptakan ketagihan siswa terhadap puisi.

No comments:

Post a Comment

SEMIOTIKA DALAM KAJIAN ETNOLINGUISTIK

          Semiotik atau ada yang menyebut dengan semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Istilah semeion tampaknya ...