Berkata dengan
Lemah
Lembut, Baik, & Menyenangkan
Berkata lemah lembut merupakan sikap atau perbuatan bertutur yang
disertai kesantunan sikap dan kelembutan nada suara yang mampu membuat lawan
tutur merasa dihargai dan dihormati. Berkata
yang baik-baik merupakan sikap atau perbuatan yang hanya bertutur dengan
menggunakan bahasa-bahasa yang memiliki makna yang baik-baik sehingga membawa
efek atau dampak yang positif terhadap lawan tutur. Berkata yang menyenangkan merupakan sikap atau perbuatan yang hanya bertutur dengan menggunakan
bahasa-bahasa yang dapat membuat orang lain merasa senang, dihargai, dihormati,
dan membawa efek positif bagi lawan tutur
PIDATO,
RINGKASAN, DAN RESENSI
A.
Pengertian
Berpidato
Berpidato merupakan salah
satu wujud kegiatan berbahasa lisan. Oleh sebab itu, berpidato memerlukan dan
mementingkan ekspresi gagasan dan penalaran dengan menggunakan bahasa lisan
yang didukung oleh aspek nonbahasa, seperti ekspresi wajah, kontak pandang, dan
intonasi suara.
B.
Kriteria
Berpidato
Pidato yang baik ditandai
oleh beberapa kriteria. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut. (a) isinya
sesuai dengan kegiatan yang sedang berlangsung, (b) isinya menggugah dan
bermanfaat bagi pendengar, (c) isinya tidak menimbulkan pertentangan sara, (d)
isinya jelas, (e) isinya benar dan objektif, (f) bahasa yang dipakai mudah
dipahami, dan (g) bahasanya disampaikan secara santun, rendah hati, dan
bersahabat.
C.
Tata
Tertib dan Etika Berpidato
Tata cara berpidato merujuk
kepada langkah-langkah dan urutan untuk memulai, mengembangkan, dan mengakhiri
pidato. Sementara itu, etika berpidato merujuk kepada nilai-nilai kepatutan
yang perlu diperhatikan dan dijunjung ketika seseorang berpidato.
Langkah-Langkah dan urutan berpidato secara umum diawali dari pembukaan, sajian
isi, dan penutup. Pembukaan biasanya berisi sapaan kepada pihak-pihak yang
diundang atau yang hadir dalam suatu acara. Selanjutnya, sajian isi merupakan
hasil penjabaran gagasan pokok yang akan disampaikan dalam pidato. Sebagai
hasil penjabaran gagasan pokok, sajian isi perlu diperinci sesuai dengan waktu
yang disediakan. Kemudian, penutup pidato berisi penyegaran kembali gagasan
pokok yang telah dipaparkan dalam sajian isi, harapan, dan ucapan terima kasih
(sekali lagi) atas partisipasi semua pihak dalam acara yang sedang berlangsung.
Etika berpidato akan
menjadi pegangan bagi siapa saja yang akan berpidato. Ketika berpidato, kita
tidak boleh menyinggung perasaan orang lain, sebaliknya berupaya untuk
menghargai dan membangun optimisme bagi pendengarnya. Selain itu, keterbukaan,
kejujuran, empati, dan persahabatan perlu diusahakan dalam berpidato.
D.
Penulis
Naskah Pidato
Menulis naskah pidato pada
hakikatnya adalah menuangkan gagasan kedalam bentuk bahasa tulis yang siap
dilisankan. Pilihan kosakata, kalimat, dan paragraph dalam menulis sebuah pidato
sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan kegiatan menulis naskah yang lain.
Situasi resmi atau kurang resmi akan menentukan kosakata dalam menulis.
E.
Penyuntingan
Naskah Pidato
Seperti halnya naskah
makalah atau artikel, naskah pidato pun perlu disunting. Melalui penyuntingan
itu, naskah pidato itu diharapkan akan menjadi lebih sempurna. Apa yang
disunting? Yang disunting adalah isi, bahasa, dan penalaran dalam naskah pidato
itu. Isinya dicermati kembali apakah telah sesuai dengan tujuan pidato, sesuai
dengan calon pendengar, dan sesuai dengan kegiatan yang digelar. Selain itu,
isinya juga dipastikan apakah benar, representatif, dan mengandung informasi
yang relevan dengan konteks pidato. Kemudian, penyuntingan terhadap bahasa
diarahkan kepada kosakatam, kalimat, dan paragraf. Ketepatan pilihan kata,
kalimat, dan satuan-satuan gagasan dalam paragraph menjadi perhatian utama.
Lalu, penalaran dalam naskah pidato juga disunting untuk memastikan apakah isi dalam naskah pidato
telah dikembangkan dengan induktif, deduktif, atau campuran.
F.
Penyempurnaan
Naskah Pidato
Penyempurnaan aspek bahasa
dilakukan dengan mengganti kosakata yang lebih tepat dan menyempurnakan kalimat
dengan memperbaiki struktur gagasannya. Sementara itu, penyempurnaan paragraf
dilakukan dengan memperbaiki kohorensi dan kohesi paragraf. Untuk itu, penambahan kalimat, penyemprnaan
kalimat, atau penghilangan kalimat perlu dilakukan.
G.
Penyampaian
Pidato
Menyampaikan pidato berarti
melisankan naskah pidato yang telah disiapkan. Akan tetapi, menyampaikan pidato
bukan sekedar membacakan naskah pidato didepan hadirin, tetapi perlu juga
menghidupkan dan menghangatkan suasana dan menciptakan interaksi yang hangat
dengan audiensi. Untuk itu, seseorang yang akan menyampaikan pidato harus mampu
menganalisis situasi dan manfaatkan hasil analisisnya itu menghidupkan suasana
dalam pidato yang akan dilakukan. Apabila pidato yang disampaikan bukan atas
nama orang lain (bukan membacakan naskah pidato atasan atau orang lain), kita
masih dapat melakukan penambahan-penambahan sepanjang waktu yang disediakan
memadai. Yang terpenting, penambahan itu memperkaya isi pidato, dapat
mengahangatkan suasana dan bermanfaat, serta dapat memperjelas isi dalam naskah
pidato.
H.
Tempo,
Dinamik, dan Warna Suara
Keberhasilan sebuah pidato banyak
bergantung pada penguasaan orang yang berpidato terhadap tempo, dinamik, dan
warna suara. Tempo dapat diartikan
cepat lambatnya pengucapan, tidak berbicara terlalu cepat atau sebaliknya. Dinamik berkaitan dengan keras lembutnya
suara. Artinya, suara tidak datar dan perlu diupayakan ada penekanan
terhadap suatu kata atau kalimat
tertentu. Warna suara adalah kaitan
antara kata yang diucapkan dengan suasana hatti, misalnya suasana gembira,
sendu, sedih, atau khidmat, sesuai dengan tujuan mata acara yang ditetapkan.
Selain kalimat yang
digunakan sesuai dengan kaidah yang berlaku,vokal dan konsonan untuk setiap
kata hedaklah diucapkan secara tepat dan wajar serta dapat didengar jelas oleh
akhlanya sasaran. Dalam hal ini, perlu dihindari agar kata tidak sampai
terselat (hilang) ditambah atau diubah satu huruf (vokal atau konsonan).
Contoh:
Silahkan
jangan dibaca [silaken]
Positif [positip]
Generasi [henerasi]
Instansi [intansi]
Frustasi
[frustasi]
I.
Etika Berbahasa dalam Berpidato
Pidato merupakan salah satu wujud keterampilan berbahasa yang dimiliki
manusia. Berbidato memiliki kaidah-kaidah kebahasan yang harus ditaati. Bukan
hanya memperhatikan ragam bahasa yang digunakan, tetapi hal yang paling
mendasar adalah bagaimana berpidato dengan menggunakan bahasa yang baik,
lembut, dan menyenangkan.
Terkadang, seseorang berpidato tanpa sengajar menggukan kata-kata yang
tidak sopan atau tidak senonoh sehingga menyinggung pendengarnya sehingga
perhatian atau simpatik para pendengar kepada yang berpidato menjadi berkurang
atau bahkan berubah kearah negatif seperti mencela atau tidak peduli. Biasa
juga kita menjumpai seseorang berpidato dengan begitu serius dengan sistem tata
bahasa baku ragam formal yang digunakan. Namun, pendengar merasa bosan karena
dinilai tidak ada yang menyenangkan. Berbicara bukan hanya soal menyampaikan
pesan, tetapi ada muatan bermakna yang lebih urgen di dalamnya melalui bahasa
yaitu keterjalinan jiwa dan perasaan antara pembicara dengan lawan bicara melalui
bahasa yang digunakan. Oleh karena itu, sangat perlu seorang pembicara untuk
mampu berbahasa dengan menggunakan bahasa yang baik, lembut, dan menyenangkan
sehingga lawan bicara menjadi lebih tertarik dengan apa yang kita bicarakan.
Sebenarnya, menggunakan bahasa yang baik, lembut, dan menyenangkan tidak hanya
pada bahasa lisan tetapi juga dalam bahasa tulis.
J.
Ringkasan
1.
Pengertian
Ringkasan
Ringkasan berasal dan
bentuk dasar “ringkas” yang berati singkat, pendek dari bentuk yang panjang.
Hal ini dipakai untuk mengatakan suatu bentuk karangan panjang yang dihadirkan
dalam jumlah yang singkat. Suatu ringkasan disajikan dalam bentuk yang lebih
pendek dari tulisan aslinya dengan berpedoman pada keutuhan topic dan gagasan
yang ada dalam tulisan aslinya yang panjang itu. Pekerjaan meringkas tersebut
tidak ubahnya seperti pekerjaan memangkas-mangkas sebatang pohon yang rimbun,
membuang-buang yang tidak perlu. Ranting-ranting yang tidak berfungsi lagi,
pohon-pohon panjat yang menjalar disepanjang batang dan dahannya. Serta
daun-daun yang tidak berguna lagi dibuang. Hasil ringkasan itu laksana sebatang
pohon yang memiliki batang, cabang, dan
ranting, serta daun yang diperlukan
saja. Namun, esensinya sebagaoi sebatang pohon masih dipertahankan. Dengan
demikian, sebuah ringkasan adalah sebuah karangan yang kehilangan hiasan,
keindahan, ilustrasi, dan keterangan yang bertele-tele.
Penulis ringkasan harus
memahami isi tulisan asli. Dia berbicara sebagai “penyambung lidah” penulis
asli dengan karangannya yang lebih pendek. Akan tetapi, hasil ringkasannya itu
dapat dipandang sebagai karangan yang bersudut pandang orang ketika sehingga
gaya kalimat langsung dapat dijadikan kalimat tidak langsung dengan
memanfaatkan kata bahwadalam
ringkasan itu. Sebaliknya, penulis ringkasan tidak dapat melepaskan dirinya
dari diri penulis asli dalam hal kesan yang dimunculkan oleh ringkasannya itu.
Oleh sebab itu, ringkasan tetap mempertahankan keberadaan isi bab per bab,
bagian per bagian dengan sangat
memedulikan tata urutan yang ada di dapat karangan asli.
2.
Tujuan
Membuat Ringkasan
Seorang siswa diserahi oleh
guru sebuah cerita rakyat atau cerita kepahlawanan untuk dibaca oleh siswa
tersebut. Dari bacaan itu diharapkan siswa tersebut dapat memahami isinya.
Siswa diminta untuk menceritakan kembali dengan bahasanya sendiri sesuai dengan
alur cerita asli. Hasil penceritaan kembali oleh siswa tersebut merupakan suatu ringkasan. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa ringkasan cerita dapat dijadikan ukuran bagi
guru untuk melihat seberapa jauh siswa dapat memahami cerita kepahlawanan yang
dibacanya. Seorang siswa yang tidak memahamicerita yang dibacanya dengan baik,
dia tentu tidak dapat menceritakan kembali apa yang dibacanya. Tentu, dia tidak
dapat menulis ringkasan cerita itu.
Sebuah ringkasan dibuat
atas kerja menyingkat atau memendekkan sebuah karangan yang panjang. Dia harus
mampu memilah-milah mana gagasan yang utama dan mana gagasan yang bawahan.
Ringkasan dibuat untuk membantu pembaca buku memahami buku yang panjang itu.
Ringkasan membantu pembaca buku untuk membaca hal itu dalam waktu yang singkat
dengan cara menghemat waktu.
3.
Cara
Membuat Ringkasan
Beberapa hal dalam
meringkas karangan perlu diperhatikan oleh penulis ringkasan. Yang perlu
diketahui adalah bahwa ringkasan itu tidak akan terwujud andaikata penulis
ringkasan tidak membaca buku asli dengan baik. Oleh sebab itu, langkah yang
dilakukan oleh penulis ringkasan adalah (1) membaca naskah asli sampai paham,
bahkan berkali-kali. (2) mencatat beberpa gagasan dan semua paragraf, dan (3)
mengadakan reproduksi.
a.
Membuat
Naskah
Langkah pertama yang
harus dilakukan oleh penulis ringkasan adalah membaca naskah asli. Pembacaan
tersebut dapat dilakukan berkali-kali agar pembaca tersebut memahami
benar-benar isi karangan itu. Kegiatan ini dapat terwujud dengan baik jika
pembaca selalu menghubungkan bacaan itu
dengan kesatuan bacaan, selalu memperhatikan daftar isi buku, dan selalu
mengingat urutan bacaan.
Dalam membaca
karangan itu pembaca tidak harus mengambil apa yang tersirat, tetapi lebih ditekankan
pada hal-hal yang tersurat dan hubungannya dengan yang tersirat. Maksudnya,
pembaca tidak boleh terlalu jauh mengartikan
apa yang tertulis dengan hal-hal yang dipikirkan oleh pembaca. Oleh
sebab itu, pembaca harus memahami benar-benar apa yang dipikirkan oleh penulis
didalam tulisannya itu. Dengan membaca secara cermat apa yang tertulis itu,
pembaca akan dapat mengetahui sudut pandang pengarang serta kesan umum yang ada
didalam tulisan itu.
b.
Mencatat
gagasan utama
Pencatatan gagasan
utama dimaskudkan adalah pencatatan bagianyang penting-penting. Gagasan utama
dapat berupa inti bacaan. Umpamanya, jika tulisan itu merupakan perjalanan
sejarah raja-raja suatu kerajaan yang diceritakan dengan berbagai gaya
pemerintahannya. Catatan itu dapat berupa nama raja dan tahunnya.
Kemudian, catatan
itu dapat berupa tempat-tempat keududkan raja itu masing-masing. Hasil
pencatatan ini dapat dipakai untuk menuliskan kembali ringkasannya sehingga
catatan itu berguna untuk pemandu penulisan itu. Dengan pencatatan itu, dapat
juga diketahuibagian mana yang perlu dan baghian mana pula yang tidak
diperlukan dalam menulis ringkasan. Jadi, pencatatan gagasan utama itu
bertujuan untuk (1) mengendalikan pikiran pembaca dalam penulisan ringkasan,
dan (2) memilih hal-hal yang penting dan tidak penting.
c.
Mengadakan
reproduksi
Mengadakan
reproduksi dimaksudkan adalah menulis ringkasan yang telah dibaca itu.
Penulisan ringkasan itu dapat dilakukan setelah melalui dua tyahap pertama
penulisan itu yang didasarkan pada urutan yang terdapat pada sumber asli atau
karangan aslinya. Jadi, penulisan ringkasan tidak dilakukan secara sembarang,
tetapi dilakukan sesuai dengan urutan tulisan aslinya. Oleh sebab itu, pada
saat tahap pencatatan, sudah dapat digambarkan urutan paragraph tulisan asli
itu. Dalam tulisan ringkasan ini kalimat-kalimat tulisan asli harus dihindari.
Kalimat yang dipakai adalah kalimat penulis ringkasan itu sendiri. Oleh sebab
itu, dapat dikatakan bahwa ringkasan itu adalah hasil penulisan sendiri
terhadap suatu tulisan atau wacana. Guru pernah memerintahkan kepada siswa
“coba kamu baca wacana ini kemudian, ceritakan kembali dengan bahasamu
sendiri”. Hasil penceritaan kembali itu dapat disebut sebagai ringkasan.
Ringkasan
yang dihasilkan itu sebaiknya memakai kalimat yang pendek-pendek.
Kalimat-kalimat majemuk sebaiknya dihindari kalau tidak terpaksa. Ilustrasi
yang penjelasannya panjang dihilangkan. Kutipan langsung disampaikan dengan
kutipan tidak langsung.
Ringkasan
tidak boleh diisi dengan interpretasi sendiri. Orang yang meringkas itu tidak
dapat menandakan gagasan sendiri dalam ringkasannya. Jika itu tidak dihiraukan,
tentu ringkasan itu bukanlah ringkasan lagi namanya. Itu adalah opini sebuah
ringkasan bukan opini.
Jika
ringkasan menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal, ringkasan harus
menggunakan sudut pandang orang ketiga tungal. Dengan demikian, suatu dialog
juga harus diringkas dengan memakai kalimat-kalimat berita dengan sudut pandang
orang ketiga.
Biasanya
suatu ringkasan ditentukan panjang ringkasannya. Misalnya, ringkasan itu harus
sebanyak lima puluh persen dari tulisan aslinya untuk itu, penulis ringkasan
harus menghitung kata yang dipakai untuk menuliskan ringkasan itu.
K.
Resensi
1.
Batasan
Resensi
Resensi adalah suatu
tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya atau buku. Dengan
demikian, resensi dapat juga dikatakan sebagai suatu komentar atau ulasan
seorang penulis atas sebuah hasil karya, baik buku, film, karya seni, maupun
produk yang lain. Misalnya, buku karya ilmiah, laporan hasil penelitian,
majalah ilmiah, novel, cerpen, drama/lakon, dan sejenisnya dapat diresensi.
Komentar atau ulasan hendaklah factual, objektif, dan bertolak dari pandangan
yang positif. Komentar atau ulasan tersebut menyajikan kualitas sebuah karya,
baik yang berhubungan dengan keunggulan maupun kekurangannya, berkenaan dengan
kelebihan dan kelemahan karya tersebut. Semua kekurangan dan kelemahan yang
dipaparkan dalam resensi akan dijadikan masukan yang sangat berharga bagi
penulis karya tersebut. Dalam resensi, lazimnya dikemukakan pula pandangan dan
pendapat penulisnya. Boleh juga dicantumkan format, ukuran, dan halaman buku.
Akan tetapi, yang paling prinsi adalah substansinya.
2.
Tujuan
Menulis Resensi
Tujuan meresensi buku
bermacam-macam. Pertama, penulis resensi ingin menjembatani keinginan atau
selera penulis kepada pembacanya. Kedua, penulis resensi ingin menyampaikan
informasi kepada pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya yang diresensikan
itu layak mendapat sambutan masyarakat atau tidak. Ketiga, penulis resensi berupaya
memotivasi pembacanya untuk membaca buku tersebut secara langsung. Keempat,
penulis resensi dapat pula mengkritik, mengoreksi, atau memperlihatkan kualitas
buku, baik kelebihan maupun kekurangannya. Kelima, penulis resensi mengharapkan
mendapatkan honorarium atau imbalan dari media cetak yang memuat resensinya,
baik majalah maupun surat kabar.
3.
Cara
menulis resensi
Menulis resensi berarti
menyampaikan informasi menganai ketepatan buku bagi pembaca. Didalamnya di
sajikan berbagai ulasan menganai buku tersebut dari berbagai segi. Ulasan ini
dikaitkan dengan selera pembaca dalam upaya memenuhi kebutuhan akan bacaan
ayanag dapat dijadikan sebagai acuan bagi kepentingannya. Penulis resensi
seyogianya mempertimbangkan hal-hal berikut.
a.
Landasan
filosofi penulisan
Keinginan penulis
tidak seluruhnya tertuang dalam karangan, misalnya misi, visi, dan hakikat
penulisan tidak seluruhnya dituangkan dalam karangannya. Untuk itu, penulis
resensi harus memahami sepenuhnya tujuan dari pengarang aslinya dan penulis resensi
harus menyadari sepenuhnya apa maksud dia menulis resensi tersebut. Untuk
mengetahui hal tersebut, penulis resensi perlu mengkaji landasan filosofiyang
dijadikan dasar penulisan.
b.
Harapan
Pembaca
Setelah membaca
resensi, diharapkan pembaca akanb merasa terbantu mendapatkan informasi yang diperlukan.
Pembaca akan melihat gambaran keseluruhan isi, informasi tentang buku dan
kualitas buku tanpa melihat dahulu buku tersebut.
c.
Harapan
Penulis dan pembaca
Resensi berupaya
mengkomunikasikan harapan pembaca dan penulis akan adanya buku yang
berkualitas. Itulah sebabnya, penulis resensi harus menginformasikan sasaran
dan target yang diharapkan penulis bagi pembacanya.
d.
Materi
Tulisan
Penulis resensi
harus memaparkan materi yang ada dalam buku yang akan mencapai target sasaran
pembacanya. Dia harus dapat menjembatani kemauan penulis dan keinginan pembaca.
4.
Materi
yang Diresensi
Resensi diharapkan
menyajikan materi buku dengan tepat, yang meliputi
a.
Landasan filosofi penulis
karya asli.
b.
Kekuatan dan kelemahan
karya yang di resensi.
c.
Substansi karya yang
diresensi bagian per bagian, bab per bab.
d.
Fisik karya yang diresensi,
termasuk ukuran buku, kertas, huruf yang digunakan, tinta, warna, jilid, gambar
dan ilustrasi.
5.
Bahasa
dalam Resensi
Bahasa resensi hendaklah
bahasa yang denotative karena ingin menyajikan fakta secara ilmiah dan
objektif. Resensi harus menerapkan kaidah Ejaan Yang Disempurnakan, pilihan dan
bentukan kata yang tepat, kalimat yang efektif, dan paragraph yangpadu dengan
penalaran yang logis.
6.
Langkah-langkah
meresensi sebuah karya
Langkah dan teknik meresensi suatu karya lazimnya
mengikuti tahapan berikut
a. Mengamati
suatu karya
b. Membaca
isi suatu karya
c. Membuat
ringkasan
d. Memaparkan
isi dan mutu suatu karya
7.
Sistematika
resensi
Pada dasarnya, ssistematika
resensi adalah sebagai berikut;
a. Cantumkan
tema atau judul karya yang diresensi
b. Sebutkan
nama pengarang, judul karya, penerbit, tempat terbit, jumlah bab, dan jumlah
halaman.
c. Kemukakan
sistematika, bahasa, dan ringkasan karya yang diresensi
d. Jelaskan
kualitas karya yang diresensi, kekuatan dan kelemahannya, serta perbedaannya
dengan karya sejenis yang sudah ada.
e. Sampaikan
pendapat dan simpulan penulis resensi secara pribadi
f. Tuliskan
identitas si penulis resensi.
No comments:
Post a Comment