Sunday, November 12, 2017

PIDATO, RINGKASAN DAN RESENSI

Berkata dengan
Lemah Lembut, Baik, & Menyenangkan
Berkata lemah lembut merupakan sikap atau perbuatan bertutur yang disertai kesantunan sikap dan kelembutan nada suara yang mampu membuat lawan tutur merasa dihargai dan dihormati. Berkata yang baik-baik merupakan sikap atau perbuatan yang hanya bertutur dengan menggunakan bahasa-bahasa yang memiliki makna yang baik-baik sehingga membawa efek atau dampak yang positif terhadap lawan tutur. Berkata yang menyenangkan merupakan sikap atau perbuatan yang hanya bertutur dengan menggunakan bahasa-bahasa yang dapat membuat orang lain merasa senang, dihargai, dihormati, dan membawa efek positif bagi lawan tutur

PIDATO, RINGKASAN, DAN RESENSI
A.   Pengertian Berpidato
Berpidato merupakan salah satu wujud kegiatan berbahasa lisan. Oleh sebab itu, berpidato memerlukan dan mementingkan ekspresi gagasan dan penalaran dengan menggunakan bahasa lisan yang didukung oleh aspek nonbahasa, seperti ekspresi wajah, kontak pandang, dan intonasi suara.
B.   Kriteria Berpidato
Pidato yang baik ditandai oleh beberapa kriteria. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut. (a) isinya sesuai dengan kegiatan yang sedang berlangsung, (b) isinya menggugah dan bermanfaat bagi pendengar, (c) isinya tidak menimbulkan pertentangan sara, (d) isinya jelas, (e) isinya benar dan objektif, (f) bahasa yang dipakai mudah dipahami, dan (g) bahasanya disampaikan secara santun, rendah hati, dan bersahabat.
C.   Tata Tertib dan Etika Berpidato
Tata cara berpidato merujuk kepada langkah-langkah dan urutan untuk memulai, mengembangkan, dan mengakhiri pidato. Sementara itu, etika berpidato merujuk kepada nilai-nilai kepatutan yang perlu diperhatikan dan dijunjung ketika seseorang berpidato. Langkah-Langkah dan urutan berpidato secara umum diawali dari pembukaan, sajian isi, dan penutup. Pembukaan biasanya berisi sapaan kepada pihak-pihak yang diundang atau yang hadir dalam suatu acara. Selanjutnya, sajian isi merupakan hasil penjabaran gagasan pokok yang akan disampaikan dalam pidato. Sebagai hasil penjabaran gagasan pokok, sajian isi perlu diperinci sesuai dengan waktu yang disediakan. Kemudian, penutup pidato berisi penyegaran kembali gagasan pokok yang telah dipaparkan dalam sajian isi, harapan, dan ucapan terima kasih (sekali lagi) atas partisipasi semua pihak dalam acara yang sedang berlangsung.
Etika berpidato akan menjadi pegangan bagi siapa saja yang akan berpidato. Ketika berpidato, kita tidak boleh menyinggung perasaan orang lain, sebaliknya berupaya untuk menghargai dan membangun optimisme bagi pendengarnya. Selain itu, keterbukaan, kejujuran, empati, dan persahabatan perlu diusahakan dalam berpidato.
D.   Penulis Naskah Pidato
Menulis naskah pidato pada hakikatnya adalah menuangkan gagasan kedalam bentuk bahasa tulis yang siap dilisankan. Pilihan kosakata, kalimat, dan paragraph dalam menulis sebuah pidato sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan kegiatan menulis naskah yang lain. Situasi resmi atau kurang resmi akan menentukan kosakata dalam menulis.
E.   Penyuntingan Naskah Pidato
Seperti halnya naskah makalah atau artikel, naskah pidato pun perlu disunting. Melalui penyuntingan itu, naskah pidato itu diharapkan akan menjadi lebih sempurna. Apa yang disunting? Yang disunting adalah isi, bahasa, dan penalaran dalam naskah pidato itu. Isinya dicermati kembali apakah telah sesuai dengan tujuan pidato, sesuai dengan calon pendengar, dan sesuai dengan kegiatan yang digelar. Selain itu, isinya juga dipastikan apakah benar, representatif, dan mengandung informasi yang relevan dengan konteks pidato. Kemudian, penyuntingan terhadap bahasa diarahkan kepada kosakatam, kalimat, dan paragraf. Ketepatan pilihan kata, kalimat, dan satuan-satuan gagasan dalam paragraph menjadi perhatian utama. Lalu, penalaran dalam naskah pidato juga disunting  untuk memastikan apakah isi dalam naskah pidato telah dikembangkan dengan induktif, deduktif, atau campuran.
F.    Penyempurnaan Naskah Pidato
Penyempurnaan aspek bahasa dilakukan dengan mengganti kosakata yang lebih tepat dan menyempurnakan kalimat dengan memperbaiki struktur gagasannya. Sementara itu, penyempurnaan paragraf dilakukan dengan memperbaiki kohorensi dan kohesi paragraf.  Untuk itu, penambahan kalimat, penyemprnaan kalimat, atau penghilangan kalimat perlu dilakukan.
G.   Penyampaian Pidato
Menyampaikan pidato berarti melisankan naskah pidato yang telah disiapkan. Akan tetapi, menyampaikan pidato bukan sekedar membacakan naskah pidato didepan hadirin, tetapi perlu juga menghidupkan dan menghangatkan suasana dan menciptakan interaksi yang hangat dengan audiensi. Untuk itu, seseorang yang akan menyampaikan pidato harus mampu menganalisis situasi dan manfaatkan hasil analisisnya itu menghidupkan suasana dalam pidato yang akan dilakukan. Apabila pidato yang disampaikan bukan atas nama orang lain (bukan membacakan naskah pidato atasan atau orang lain), kita masih dapat melakukan penambahan-penambahan sepanjang waktu yang disediakan memadai. Yang terpenting, penambahan itu memperkaya isi pidato, dapat mengahangatkan suasana dan bermanfaat, serta dapat memperjelas isi dalam naskah pidato.
H.   Tempo, Dinamik, dan Warna Suara
Keberhasilan sebuah pidato banyak bergantung pada penguasaan orang yang berpidato terhadap tempo, dinamik, dan warna suara. Tempo dapat diartikan cepat lambatnya pengucapan, tidak berbicara terlalu cepat atau sebaliknya. Dinamik berkaitan dengan keras lembutnya suara. Artinya, suara tidak datar dan perlu diupayakan ada penekanan terhadap  suatu kata atau kalimat tertentu. Warna suara adalah kaitan antara kata yang diucapkan dengan suasana hatti, misalnya suasana gembira, sendu, sedih, atau khidmat, sesuai dengan tujuan mata acara yang ditetapkan.
Selain kalimat yang digunakan sesuai dengan kaidah yang berlaku,vokal dan konsonan untuk setiap kata hedaklah diucapkan secara tepat dan wajar serta dapat didengar jelas oleh akhlanya sasaran. Dalam hal ini, perlu dihindari agar kata tidak sampai terselat (hilang) ditambah atau diubah satu huruf (vokal atau konsonan).
Contoh:
Silahkan jangan dibaca           [silaken]
Positif                                  [positip]
Generasi                               [henerasi]
Instansi                                [intansi]
Frustasi                                [frustasi]
Negosiasi                              [negoisasi]
I.    Etika Berbahasa dalam Berpidato
Pidato merupakan salah satu wujud keterampilan berbahasa yang dimiliki manusia. Berbidato memiliki kaidah-kaidah kebahasan yang harus ditaati. Bukan hanya memperhatikan ragam bahasa yang digunakan, tetapi hal yang paling mendasar adalah bagaimana berpidato dengan menggunakan bahasa yang baik, lembut, dan menyenangkan.
Terkadang, seseorang berpidato tanpa sengajar menggukan kata-kata yang tidak sopan atau tidak senonoh sehingga menyinggung pendengarnya sehingga perhatian atau simpatik para pendengar kepada yang berpidato menjadi berkurang atau bahkan berubah kearah negatif seperti mencela atau tidak peduli. Biasa juga kita menjumpai seseorang berpidato dengan begitu serius dengan sistem tata bahasa baku ragam formal yang digunakan. Namun, pendengar merasa bosan karena dinilai tidak ada yang menyenangkan. Berbicara bukan hanya soal menyampaikan pesan, tetapi ada muatan bermakna yang lebih urgen di dalamnya melalui bahasa yaitu keterjalinan jiwa dan perasaan antara pembicara dengan lawan bicara melalui bahasa yang digunakan. Oleh karena itu, sangat perlu seorang pembicara untuk mampu berbahasa dengan menggunakan bahasa yang baik, lembut, dan menyenangkan sehingga lawan bicara menjadi lebih tertarik dengan apa yang kita bicarakan. Sebenarnya, menggunakan bahasa yang baik, lembut, dan menyenangkan tidak hanya pada bahasa lisan tetapi juga dalam bahasa tulis.
J.    Ringkasan
1.   Pengertian Ringkasan
Ringkasan berasal dan bentuk dasar “ringkas” yang berati singkat, pendek dari bentuk yang panjang. Hal ini dipakai untuk mengatakan suatu bentuk karangan panjang yang dihadirkan dalam jumlah yang singkat. Suatu ringkasan disajikan dalam bentuk yang lebih pendek dari tulisan aslinya dengan berpedoman pada keutuhan topic dan gagasan yang ada dalam tulisan aslinya yang panjang itu. Pekerjaan meringkas tersebut tidak ubahnya seperti pekerjaan memangkas-mangkas sebatang pohon yang rimbun, membuang-buang yang tidak perlu. Ranting-ranting yang tidak berfungsi lagi, pohon-pohon panjat yang menjalar disepanjang batang dan dahannya. Serta daun-daun yang tidak berguna lagi dibuang. Hasil ringkasan itu laksana sebatang pohon  yang memiliki batang, cabang, dan ranting,  serta daun yang diperlukan saja. Namun, esensinya sebagaoi sebatang pohon masih dipertahankan. Dengan demikian, sebuah ringkasan adalah sebuah karangan yang kehilangan hiasan, keindahan, ilustrasi, dan keterangan yang bertele-tele.
Penulis ringkasan harus memahami isi tulisan asli. Dia berbicara sebagai “penyambung lidah” penulis asli dengan karangannya yang lebih pendek. Akan tetapi, hasil ringkasannya itu dapat dipandang sebagai karangan yang bersudut pandang orang ketika sehingga gaya kalimat langsung dapat dijadikan kalimat tidak langsung dengan memanfaatkan kata bahwadalam ringkasan itu. Sebaliknya, penulis ringkasan tidak dapat melepaskan dirinya dari diri penulis asli dalam hal kesan yang dimunculkan oleh ringkasannya itu. Oleh sebab itu, ringkasan tetap mempertahankan keberadaan isi bab per bab, bagian  per bagian dengan sangat memedulikan tata urutan yang ada di dapat karangan asli.
2.  Tujuan Membuat Ringkasan
Seorang siswa diserahi oleh guru sebuah cerita rakyat atau cerita kepahlawanan untuk dibaca oleh siswa tersebut. Dari bacaan itu diharapkan siswa tersebut dapat memahami isinya. Siswa diminta untuk menceritakan kembali dengan bahasanya sendiri sesuai dengan alur cerita asli. Hasil penceritaan kembali oleh siswa  tersebut merupakan suatu ringkasan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ringkasan cerita dapat dijadikan ukuran bagi guru untuk melihat seberapa jauh siswa dapat memahami cerita kepahlawanan yang dibacanya. Seorang siswa yang tidak memahamicerita yang dibacanya dengan baik, dia tentu tidak dapat menceritakan kembali apa yang dibacanya. Tentu, dia tidak dapat menulis ringkasan cerita itu.
Sebuah ringkasan dibuat atas kerja menyingkat atau memendekkan sebuah karangan yang panjang. Dia harus mampu memilah-milah mana gagasan yang utama dan mana gagasan yang bawahan. Ringkasan dibuat untuk membantu pembaca buku memahami buku yang panjang itu. Ringkasan membantu pembaca buku untuk membaca hal itu dalam waktu yang singkat dengan cara menghemat waktu.
3.  Cara Membuat Ringkasan
Beberapa hal dalam meringkas karangan perlu diperhatikan oleh penulis ringkasan. Yang perlu diketahui adalah bahwa ringkasan itu tidak akan terwujud andaikata penulis ringkasan tidak membaca buku asli dengan baik. Oleh sebab itu, langkah yang dilakukan oleh penulis ringkasan adalah (1) membaca naskah asli sampai paham, bahkan berkali-kali. (2) mencatat beberpa gagasan dan semua paragraf, dan (3) mengadakan reproduksi.
a.   Membuat Naskah
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh penulis ringkasan adalah membaca naskah asli. Pembacaan tersebut dapat dilakukan berkali-kali agar pembaca tersebut memahami benar-benar isi karangan itu. Kegiatan ini dapat terwujud dengan baik jika pembaca selalu menghubungkan bacaan  itu dengan kesatuan bacaan, selalu memperhatikan daftar isi buku, dan selalu mengingat urutan bacaan.
Dalam membaca karangan itu pembaca tidak harus mengambil apa yang tersirat, tetapi lebih ditekankan pada hal-hal yang tersurat dan hubungannya dengan yang tersirat. Maksudnya, pembaca tidak boleh terlalu jauh mengartikan  apa yang tertulis dengan hal-hal yang dipikirkan oleh pembaca. Oleh sebab itu, pembaca harus memahami benar-benar apa yang dipikirkan oleh penulis didalam tulisannya itu. Dengan membaca secara cermat apa yang tertulis itu, pembaca akan dapat mengetahui sudut pandang pengarang serta kesan umum yang ada didalam tulisan itu.
b.  Mencatat gagasan utama
Pencatatan gagasan utama dimaskudkan adalah pencatatan bagianyang penting-penting. Gagasan utama dapat berupa inti bacaan. Umpamanya, jika tulisan itu merupakan perjalanan sejarah raja-raja suatu kerajaan yang diceritakan dengan berbagai gaya pemerintahannya. Catatan itu dapat berupa nama raja dan tahunnya.
Kemudian, catatan itu dapat berupa tempat-tempat keududkan raja itu masing-masing. Hasil pencatatan ini dapat dipakai untuk menuliskan kembali ringkasannya sehingga catatan itu berguna untuk pemandu penulisan itu. Dengan pencatatan itu, dapat juga diketahuibagian mana yang perlu dan baghian mana pula yang tidak diperlukan dalam menulis ringkasan. Jadi, pencatatan gagasan utama itu bertujuan untuk (1) mengendalikan pikiran pembaca dalam penulisan ringkasan, dan (2) memilih hal-hal yang penting dan tidak penting.
c.  Mengadakan reproduksi
Mengadakan reproduksi dimaksudkan adalah menulis ringkasan yang telah dibaca itu. Penulisan ringkasan itu dapat dilakukan setelah melalui dua tyahap pertama penulisan itu yang didasarkan pada urutan yang terdapat pada sumber asli atau karangan aslinya. Jadi, penulisan ringkasan tidak dilakukan secara sembarang, tetapi dilakukan sesuai dengan urutan tulisan aslinya. Oleh sebab itu, pada saat tahap pencatatan, sudah dapat digambarkan urutan paragraph tulisan asli itu. Dalam tulisan ringkasan ini kalimat-kalimat tulisan asli harus dihindari. Kalimat yang dipakai adalah kalimat penulis ringkasan itu sendiri. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa ringkasan itu adalah hasil penulisan sendiri terhadap suatu tulisan atau wacana. Guru pernah memerintahkan kepada siswa “coba kamu baca wacana ini kemudian, ceritakan kembali dengan bahasamu sendiri”. Hasil penceritaan kembali itu dapat disebut sebagai ringkasan.
Ringkasan yang dihasilkan itu sebaiknya memakai kalimat yang pendek-pendek. Kalimat-kalimat majemuk sebaiknya dihindari kalau tidak terpaksa. Ilustrasi yang penjelasannya panjang dihilangkan. Kutipan langsung disampaikan dengan kutipan tidak langsung.
Ringkasan tidak boleh diisi dengan interpretasi sendiri. Orang yang meringkas itu tidak dapat menandakan gagasan sendiri dalam ringkasannya. Jika itu tidak dihiraukan, tentu ringkasan itu bukanlah ringkasan lagi namanya. Itu adalah opini sebuah ringkasan bukan opini.
Jika ringkasan menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal, ringkasan harus menggunakan sudut pandang orang ketiga tungal. Dengan demikian, suatu dialog juga harus diringkas dengan memakai kalimat-kalimat berita dengan sudut pandang orang ketiga.
Biasanya suatu ringkasan ditentukan panjang ringkasannya. Misalnya, ringkasan itu harus sebanyak lima puluh persen dari tulisan aslinya untuk itu, penulis ringkasan harus menghitung kata yang dipakai untuk menuliskan ringkasan itu.
K.   Resensi
1.   Batasan Resensi
Resensi adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya atau buku. Dengan demikian, resensi dapat juga dikatakan sebagai suatu komentar atau ulasan seorang penulis atas sebuah hasil karya, baik buku, film, karya seni, maupun produk yang lain. Misalnya, buku karya ilmiah, laporan hasil penelitian, majalah ilmiah, novel, cerpen, drama/lakon, dan sejenisnya dapat diresensi. Komentar atau ulasan hendaklah factual, objektif, dan bertolak dari pandangan yang positif. Komentar atau ulasan tersebut menyajikan kualitas sebuah karya, baik yang berhubungan dengan keunggulan maupun kekurangannya, berkenaan dengan kelebihan dan kelemahan karya tersebut. Semua kekurangan dan kelemahan yang dipaparkan dalam resensi akan dijadikan masukan yang sangat berharga bagi penulis karya tersebut. Dalam resensi, lazimnya dikemukakan pula pandangan dan pendapat penulisnya. Boleh juga dicantumkan format, ukuran, dan halaman buku. Akan tetapi, yang paling prinsi adalah substansinya.
2.  Tujuan Menulis Resensi
Tujuan meresensi buku bermacam-macam. Pertama, penulis resensi ingin menjembatani keinginan atau selera penulis kepada pembacanya. Kedua, penulis resensi ingin menyampaikan informasi kepada pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya yang diresensikan itu layak mendapat sambutan masyarakat atau tidak. Ketiga, penulis resensi berupaya memotivasi pembacanya untuk membaca buku tersebut secara langsung. Keempat, penulis resensi dapat pula mengkritik, mengoreksi, atau memperlihatkan kualitas buku, baik kelebihan maupun kekurangannya. Kelima, penulis resensi mengharapkan mendapatkan honorarium atau imbalan dari media cetak yang memuat resensinya, baik majalah maupun surat kabar.
3.  Cara menulis resensi
Menulis resensi berarti menyampaikan informasi menganai ketepatan buku bagi pembaca. Didalamnya di sajikan berbagai ulasan menganai buku tersebut dari berbagai segi. Ulasan ini dikaitkan dengan selera pembaca dalam upaya memenuhi kebutuhan akan bacaan ayanag dapat dijadikan sebagai acuan bagi kepentingannya. Penulis resensi seyogianya mempertimbangkan hal-hal berikut.
a.  Landasan filosofi penulisan
Keinginan penulis tidak seluruhnya tertuang dalam karangan, misalnya misi, visi, dan hakikat penulisan tidak seluruhnya dituangkan dalam karangannya. Untuk itu, penulis resensi harus memahami sepenuhnya tujuan dari pengarang aslinya dan penulis resensi harus menyadari sepenuhnya apa maksud dia menulis resensi tersebut. Untuk mengetahui hal tersebut, penulis resensi perlu mengkaji landasan filosofiyang dijadikan dasar penulisan.
b.  Harapan Pembaca
Setelah membaca resensi, diharapkan pembaca akanb merasa terbantu  mendapatkan informasi yang diperlukan. Pembaca akan melihat gambaran keseluruhan isi, informasi tentang buku dan kualitas buku tanpa melihat dahulu buku tersebut.
c.  Harapan Penulis dan pembaca
Resensi berupaya mengkomunikasikan harapan pembaca dan penulis akan adanya buku yang berkualitas. Itulah sebabnya, penulis resensi harus menginformasikan sasaran dan target yang diharapkan penulis bagi pembacanya.
d.  Materi Tulisan
Penulis resensi harus memaparkan materi yang ada dalam buku yang akan mencapai target sasaran pembacanya. Dia harus dapat menjembatani kemauan penulis dan keinginan pembaca.
4.  Materi yang Diresensi
Resensi diharapkan menyajikan materi buku dengan tepat, yang meliputi
a.    Landasan filosofi penulis karya asli.
b.    Kekuatan dan kelemahan karya yang di resensi.
c.    Substansi karya yang diresensi bagian per bagian, bab per bab.
d.    Fisik karya yang diresensi, termasuk ukuran buku, kertas, huruf yang digunakan, tinta, warna, jilid, gambar dan ilustrasi.
5.   Bahasa dalam Resensi
Bahasa resensi hendaklah bahasa yang denotative karena ingin menyajikan fakta secara ilmiah dan objektif. Resensi harus menerapkan kaidah Ejaan Yang Disempurnakan, pilihan dan bentukan kata yang tepat, kalimat yang efektif, dan paragraph yangpadu dengan penalaran yang logis.
6.  Langkah-langkah meresensi sebuah karya
Langkah dan teknik meresensi suatu karya lazimnya mengikuti tahapan berikut
a.  Mengamati suatu karya
b.  Membaca isi suatu karya
c.   Membuat ringkasan
d.  Memaparkan isi dan mutu suatu karya
7.  Sistematika resensi
Pada dasarnya, ssistematika resensi adalah sebagai berikut;
a.  Cantumkan tema atau judul karya yang diresensi
b.  Sebutkan nama pengarang, judul karya, penerbit, tempat terbit, jumlah bab, dan jumlah halaman.
c.   Kemukakan sistematika, bahasa, dan ringkasan karya yang diresensi
d.  Jelaskan kualitas karya yang diresensi, kekuatan dan kelemahannya, serta perbedaannya dengan karya sejenis yang sudah ada.
e.  Sampaikan pendapat dan simpulan penulis resensi secara pribadi
f.   Tuliskan identitas si penulis resensi.

No comments:

Post a Comment

Semangat Kolaborasi Riset Membangun IKN Berbudaya: Desa Telemow Bersiap Menjadi Laboratorium Hidup Kearifan Lokal

  Penajam Paser Utara, 16 September 2024 – Gemuruh semangat pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara di Kalimantan Timur bergema hingga ke pel...