Sunday, November 12, 2017

BAHASA SASTRA (LANGUAGE OF LITERATURE)



Sebuah penciptaan karya sastra memiliki kaitan erat dengan bahasa. Al Ma’ruf (2009: 2) mengemukakan bahwa karya sastra merupakan karya imajinatif yang bermediumkan bahasa yang fungsi estetiknya dominan. Bahasa merupakan sarana dalam mengungkapkan karya sastra. Bahasa sastra dijadikan media ekspresi pengarang dalam menciptakan efek makna dari ‘gaya bahasa’ sebagai sarana bahasa untuk memperoleh nilai estetis yang tinggi sehingga bobot nilai seni sebuah karya sastra bisa tercapai.
Menurut Nurgiyantoro (2002: 273), bahasa dalam seni sastra dapat disamakan dengan cat dalam seni lukis yang dapat diolah dan memiliki nilai lebih daripada bahan itu sendiri, dalam hal ini adalah bahasa. Pengarang berperang penting dalam mengolah kata- kata dalam karya sastra yang diciptakannya menjadi sebuah karya sastra yang indah. Kemampuan pengarang memainkan kata-kata inilah yang bisa disebut dengan bahasa sastra. Pengarang tidak hanya memberikan keindahan kata-kata, akan tetapi juga makna yang filosofis terhadap fenomena kehidupan. Masda (2012: 8) juga mengungkapkan bahwa bahasa sastra adalah bahasa khas, yakni, bahasa yang direkayasa dan dipoles sedemikan rup. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Al Ma’ruf (2009: 2) mengungkapan bahasa sastra sebagai berikut : 
Bahasa sastra berhubungan dengan fungsi semiotik bahasa sastra.Bahasa merupakan sistem semiotik tingkat pertama (first order semiotics), sedangkan sastra merupakam system semiotic tingkat kedua (second order semiotics) ( Abrams, 1981 : 172). Bahasa memiliki arti berdasrkan konvensi bahasa, yang oleh Riffaterre arti bahasa disebut meaning (arti), sedangkan arti bahasa sastra disebut significance (makna). Sebagai medium karya sastra, bahasa sastra berkedudukan sebagai semiotic tingkat kedua dengan konvensi sastra. Menurut Riffaterre (1978: 1-2) karya sastra merupakan ekspresi tidak langsung, yakni menyatakan sutu hal dengan arti lain” Sebagai media penciptaan karya sastra, bahasa satra memiliki ciri khas, beberapa ciri tersebut seperti bahasa sebagai bahasa emotif dan bahasa bersifat konotatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Wellek dan Warren dalam Al Ma’ruf (2009: 2) bahwa secara rinci bahasa sastra memiliki sifat antara lain: emosional, konotatif, bergaya (berjiwa), dan ketidaklangsungan ekspresi. Emosional, berarti bahasa sastra mengandung ambiguitas yang luas yakni penuh homonim, manasuka, atau kategori-kategori tak rasional; bahasa sastra diresapi peristiwa-peristiwa sejarah, kenangan dan asosiasi-asosiasi. Bahasa sastra konotatif, artinya bahasa sastra mengandung banyak arti tambahan, jauh dari hanya bersifat referensial.

No comments:

Post a Comment

Semangat Kolaborasi Riset Membangun IKN Berbudaya: Desa Telemow Bersiap Menjadi Laboratorium Hidup Kearifan Lokal

  Penajam Paser Utara, 16 September 2024 – Gemuruh semangat pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara di Kalimantan Timur bergema hingga ke pel...